Anda di halaman 1dari 42

GANGGUAN KONGENITAL DIGESTIVE DAN STUDI KASUS

PADA ANAK DENGAN KASUS KELAINAN DIGESTIVE

Oleh:

1. ANIK SUNTIARI (NIM: 1914314201004)

2. FIBRI ANDI HERMAWAN (NIM: 1914314201017)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MAHARANI

MALANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung
adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan
tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya
feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian
segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut
sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan
ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari hirsprung?
2. Apakah etiologi dari Hirsprung?
3. Apa factor resika atau factor pencetus dari hirsprung?
4. Bagaimana patofisiologi dari hirsprung ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari hirsprung?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari hirsprung?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari hirsprung?
8. Bagaimana prognosis dari hirsprung?
9. Bagaimana Komplikasi dari hirsprung?

2
10. Bagiamana asuhan keperawatan pada anak dengan hirsprung?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah
kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah pada gangguan Hisprung.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengertian hirsprung
b. Mendeskripsikan etiologi hirsprung
c. Mendeskripsikan Faktor resiko atau factor pencetus
d. Mendeskripsikan patofisiologi hirsprung
e. Mendeskripsikn manifestasi klinis hirsprung
f. Mendeskripsikan pemeriksaan penunjang hirsprung
g. Mendeskripsikan penatalaksanaan hirsprung
h. Mendeskripsikan prognosis hirsprung
i. Mendeskripsikan komplikasi hirsprung
j. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan hirsprung

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Hirschprung merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan obstruksi usus
pada bayi (Lee, Shekherdimian,& Dubois, 2009). Penyakit ini sering dikarakteristikkan
dengan konstipasi pada bayi yang baru lahir. (Kyle & Carman, 2018)
Penyakit Hirschsprung”s (PH) adalah suatu penyakit akibat obstruksi fungsional
yang berupa aganglionis usus, dimulai dari sfingter anal internal ke arah proximal
dengan panjang segmen tertentu, setidak –tidaknya melibatkan sebagian rektum.
Penyakit Hirschprung (PH) dtandai dengan tidak adanya sel ganglion di pleksus
auerbach dan meissner.
Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital
adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-
28 hari).
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa
gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar
didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel
ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel
ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus
distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar
tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar feses).
Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam
pleksus intramuscural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil
pada usia muda dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan
penyempitan segmen dengan dilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa
mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa
bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (Kyle & Carman,
2018).
Pada (Corputty, Lampus, & Monoarfa, 2015) menyebutkan bahwa kejadian
hirsprung sering terjadi pada bayi berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan.
Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada hirsprung dengan inspekiasi dan palpasi

4
abdomen. Abdomen biasanya mengalami distensi, dan seringkali masa feses dapat
dipalpasi di abdomen. (Kyle & Carman, 2018).

2.2. Klasifikasi
Penyakit Hirschsprung diklasifikasikan menurut panjang dari segmen aganglionik.
1. Ultrashort-segment
Ultrashort-segment, yang jarang terjadi, adalah segmen aganglionik yang
terbatas pada spingter internal dan sampai 4 cm dari rektum bagian distal, yang
mungkin terlihat normal pada pemeriksaan enema kontras.
2. Short-segment / classical segment / rectosigmoid
Kira-kira 75% - 80% dari seluruh kasus penyakit Hirschsprung digambarkan
oleh istilah short-segment disease. Bentuk dari penyakit ini dideskripsikan
secara khusus sebagai segmen aganglionik yang mempengaruhi usus bagian
distal hingga ke kolon mid-sigmoid; akan tetapi, ada juga beberapa yang
mendefinisikan short-segment sebagai segmen aganglionik yang memanjang
sampai persimpangan antara kolon sigmoid dan kolon descending.
3. Long-segment
Pada long-segment, segmen aganglionik meluas hingga melewati batasan short-
segment tetapi tidak mencakup seluruh kolon. Long segment ini melebihi kolon
sigmoid dan melibatkan kolon transverse dan kolon descending. Long segment
disease cenderung dihubungkan dengan riwayat keluarga yang positif menderita
penyakit hirschsprung dan cenderung didiagnosa sebelum lahir (prenatal).
4. Total Colonic Aganglionosis
Total colonic aganglionosis adalah kondisi yang sangat serius dimana segmen
aganglionik meluas hingga seluruh kolon dan sedikit segmen dari terminal
ileum.
5. Universal Colonic Aganglionosis
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus.

5
2.3. Epidemiologi
Insidens penyakit Hirschsprung adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschsprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki : perempuan adalah 4 : 1. Insidensi
ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000
kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran.
(Holschneider dan Ure, 2005; Kartono,1993)
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit
ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat
ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang
memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan
urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi
seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3
kasus) (Swenson dkk,1990).

6
Angka kejadian penyakit Hirschprung di Amerika Serikat adalah 1 kasus diantara
5400-7200 kelahiran hidup.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut yaitu:
1. Mortalitas / morbiditas
Angka kematian bayi dengan megacolon aganglionik yang tidak dirawat sebesar
80%, sedangkan angka kematian bayi yang mendapat tindakan pembedahan sangat
rendah.30% kematian penyakit Hirschprung disebabkan oleh enterocolitis dan
perlunya pertimbangan untuk albumin 3,5 dalam persiapan pembedahan (Rochadi,
2013). Dalam (Corputty et al., 2015) dilaporkan tidak adanya laporan kematian.
2. Ras
Penyakit ini tidak berhubungan dengan ras.
3. Jenis kelamin
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita, dengan rasio
perbandingan 4:1.Namun jika segmen usus yang aganglionosis lebih panjang maka
insidensi pada wanita lebih besar daripada laki-laki. Sesuai dengan hasil dari
(Corputty et al., 2015) menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak terjadi hirsprung.
4. Usia
Penyakit Hirschprung tidak didapatkan pada bayi premature. Pasien hirsprung lebih
banyak terjadi pada usia 0-1bulan (Corputty et al., 2015)

2.4. Etiologi Hisprung

Sel neuroblas bermigrasi dari kristaneuralis saluran gastrointestinal bagian atas


dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal.
Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat
dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi kedalam
dinding ususdan berkembang kearah kraniokaudal di dalam dinding usus.

Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit


Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschsprung termasuk seln eurotrofik glial yang diturunkan dari
faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3.

7
2.5. Patofisiologi
Penyakit Hirschsprung, atau megakolon konginetal, adalah tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya
evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, mencegah
keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proximal
terhadap daerah itu. Penyakit Hirschsprung diduga terjadi karena factor-faktor
genetic dan factor lingkungan, nmaun etiologi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit
hirschsprung dapat muncul pada sembarang usia, walaupun paling sering terjadi
pada neonatus. (C. L. Betz & Sowden, 2005)

2.6. Manifestasi Klinis


Menurut (C. L. Betz & Sowden, 2005) mengatakan jika manifestasi dari hirsprung
antara lain:
Masa Neonatal

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir


2. Muntah berisi empedu
3. Enggan minum
4. Distensi abdomen merupakan keluhan tertinggi pada hirsprung (Corputty et al.,
2015)
Masa Bayi dan Kanak-Kanak

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi Abdomen
5. Gagal tumbuh.
Menurut (Corputty et al., 2015) adapun keluhan penyertanya antara lain :
1. Nyeri pada abdomen
2. Muntah

8
3. Batuk 7,24%
4. Kekakuan pada tangan sebesar 7,24%

2.7. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang.
Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen.
Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang.
Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan
rectal touche dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik
terdapat explosive stool (Alpers, 2006).

Gambar 1.Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari.Tampak abdomen sangat


distensi, dan dinding abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi
infeksi.Pasien tampak amat menderita akibat distensi abdomennya.

Pemeriksaan penunjang
1. Foto abdomen (telentang,tegak,telungkup,dekubitus lateral)diagnostik; untuk
mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

9
2. Enema barium (diagnostic) ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada
kolon.

3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.


4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refluks sfingter interna dan
eksterna.

1
(S. Betz, 2002)

2.8. Penatalaksanaan

1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel
dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat
kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan . Terdapat prosedur
dalampembedahan diantaranya:
a) Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun
dengan cara penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, membuat dinding
ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang
telah ditarik.
b) Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian
menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan
saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian
posterior.
c) Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara
membiarkan dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon

1
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang
tersisa.

2. Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain
:
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta
situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
Perencanaan pulang dan perawatan dirumah :
1) Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala
komplikasi jangka panjan berikut ini.
a) Stenosis dan kontriksi
b) Inkontinensia
c) Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2) Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak.
a) Persiapan kulit
b) Penggunaan alat kolostomi
c) Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat ,
prolaps, feses seperti pita )
d) Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
e) Irigasi kolostomi
3) Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet.
a) Makanan rendah sisa

1
b) Masukan cairan tanpa batas
c) Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi.
4) Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya
tentang kolostomi.
a) Tampilan
b) Bau
c) Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal”
5) Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat
diberikan pada orang tua tentang perawatan dirumah.(Kyle & Carman,
2018)

3. Kolaboratif
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera
dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding
perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang
terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak
berusia 6 bulan atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau
enterokolitis, diberikan antibiotik.

2.9. Prognosis
Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10%
pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus
dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan
pembedahan pada bayi sekitar 20%.

2.10. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pascabedah)
4. Inkotinensia (jangka panjang

1
PATHWAY

Kegagalan sel neural pada masa Sel ganglion pada kolon tidak
embrio, kranio kaudal pada masa ada/sedikit
nyentik dan sub mukosa dinding
plexus
Control kontraksi dan relaksasi peristaltic abnormal

Peristaltic tidak sempurna Spingter rectum tidak dapat rela

Obstruksi parsial Akumulasi benda padat, gas, cair

Feses tidak mampu melewati


Refluks peristaltik
Obstruksi kolon

Pelebaran kolon

Mual dan muntah


Perasaan penuh pada
abdomen

Resiko kekurangan volume cairan


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan defekas i
tubuh
Intervensi pembedahan

konstipasi
Kurang informasi

Ansietas

1
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :

1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah, keluarnya feses yang berbentuk seperti pita dan berbau busuk
(Axton, 2013)..
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah
lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.

1
g. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi
dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
Pre Operasi
1) Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2) Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus.
3) Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
Post Operasi

1
1) Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi
abdomen)
2) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3) Kaji adanya komplikasi
4) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan.
7) Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan
perawatan yang berkelanjutan (Alpers, 2006).

Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan penyakit hirsprung


2. Risiko kekurangan volume cairan
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan: pembedahan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(T.H.Herdman & S.Kamatsuru, 2017)

Konstipasi

NOC

 Bowel elimination
 hydration

ansietas

NOC

 Anxiety self control


 Anxiety level
 Coping

Risiko ckekurangna volume cairan

NOC

 Fluid balance

1
 Hydration
 Nutritional status: food and fluid

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

NOC

 Nutritional status : food and fluid intake


 Nutritional status : nutrient intake
(Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson, 2018)

1
BAB III
STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An A D DENGAN HISPRUNG DI RUANG


ASTER

An AD datang ke poli dengan keluhan tidak bisa BAB selama 3 hari, BAB terakhir
seperti pita berbau busuk. Mual muntah selama beberapa hari ini. Lalu oleh dokter
pasien disuruh MRS.

A. PENGKAJIAN

Pengkajian dIlakukan oleh :

Nama : Perawat Ismi

Tanggal : 14 Mei 2012

Waktu : 09.00 Wib

Ruang : Aster

1. Identitas
Klien
Nama :AD
Anak Ke : 1 (pertama)
Tempat tanggal lahir : 19 Maret 2009
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : JL.Garuda no.7 Parakancanggah, Banjarnegara
Tanggal masuk : 14 Mei 2012 pukul 08.00 Wib
Diagnosa Medik : Hisprung

Orang tua

1
Ayah
Nama :AN
Usia :30 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Agama : Hindu
Alamat : JL.Garuda no.7 Parakancanggah, Banjarnegara

Ibu
Nama :TA
Usia :26 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Hindu
Alamat : JL.Garuda no.7 Parakancanggah, Banjarnegara

2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Keluarga Klien mengatakan bahwa sejak 3 hari yang lalu klien sulit
BAB dan terakhir BAB tinjanya seperti pita dan berbau busuk
b. Keluhan Tambahan
Keluarga pasien mengatakan sudah beberapa terakhir ini pasien
sering mual dan muntah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari poli anak pada 14 Mei 2012 pukul 07.45 Wib
dengan keluhan sudah 3 hari belum BAB dengan tanda-tanda vital
suhu : 36.5°C,Respirasi : 25 kali per menit. Pasien keluar dari poli
pada 14 Mei 2012 pukul 08.00 Wib dan dirawat diruang Aster no.6
RSUD Banjarnegara. Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat
maupun makanan
d. Riwayat Kesehatan Lalu

2
1) Prenatal care
 Ibu memeriksakan kehamilannya tiap minggu di bidan
setempat, yaitu di jalan Garuda no 5
Parakancanggah,Banjarnegara. Selama hamil ibu diduga
mengalami kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
 Riwayat terkena Radiasi :
Tidak pernah terkena radiasi
 Riwayat BB saat hamil :
Tidak ada keluhan mengenai berat badan ibu saat hamil.
 Riwayat imunisasi TT :
Ibu sidah 2 kali diberikan imunisasi TT
 Golongan darah
Ibu : A
Ayah : B
2) Natal
 Tempat melahirkan :
Jalan Garuda no.5 Pancakancanggah , Banjarnegara
 Jenis persalinan :
Normal pavaginam
 Penolong persalinan :
Bidan Desa
 Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan
dan setelah melahirkan :
Tidak ada komplikasi
3) Post natal
 Kondisi Bayi :
Normal,apgar 8
 Ibunya mengatakan bahwa anaknya pernah didiagnosa
mengalami anemia 6 bulan yang lalu dan sempat dirawat
dirumah sakit.

2
 Riwayat kecelakaan :
Ibu klien mengatakan klien belum pernah mengalami
kecelakaan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien tidak pernah mengalami penyakit seperti klien
f. Riwayat imunisasi

NO Janis pelaksanaan Ketepatan waktu


Imunisasi Sudah Belum tepat tidak
dilaksanakan dilaksanakan
1 Hepatitis V V
2 BCG & V V
Polio I
3 DPT & V V
Polio II
4 DPT II& V V
Polio III
5 DPT III& V V
Polio IV
6 Campak V V

g. Riwayat Tumbuh Kembang


 Perkembangan Fisik
o
BB : 12 kg
o
TB : 63 cm
 Perkembangan Tiap Tahap
Usia anak saat
o
Berguling : 5 bulan
o
Duduk : 7 bulan
o
Merangkak : 9 bulan
o
Berdiri : 11 bulan
o
Berjalan : 15 bulan

2
o
Senyum kepada orang lain pertama kali : 6 bulan
o
Bicara Pertama kali : 9 bulan
Menyebutkan : apa
h. Riwayat Nutrisi
 Pemberian ASI
Di berikan ASI ekslusif 6 bulan pertama
 Pemberian susu formula
 Mulai diberikan susu formula pada usia 8 bulan ditambah
makanan pendamping ASI

i. Riwayat Psikososial
 Anak tinggal bersama : orang tua
Anak tinggal di : rumah orang tua , JL. Garuda no.7
Parakancanggah Banjarnegara
 Lingkungan berada di : Kota, Perumahan
 Hubungan antar anggota klg : Baik
 Pengasuh anak : tidak mempunyai pengasuh anak
j. Riwayat Spiritual
 Support system dalam klg : anak beragama hindu dan
belum mengerti tentang ibadah
 Kegiatan keagamaan : pelaksanaan ibadah biasanya
berdasarkan tuntunan orang tua
k. Reaksi Hospitalisasi
 Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Ibu membawa anaknya ke RS karena: merasa sakit klien
tambah parah, tak kunjung sembuh.
Apakah doket menceritakan tentang kondisi anak : iya,
anaknya menderita penyakit hisprung.
Perasaan orang tua saat ini : cemas
Orangtua selalu berkunjung ke RS : Selalu
Yang akan tinggal dengan anak : ayah dan ibu
 Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap :

2
Anak menangis ketika dilakukan pemeriksaan
3. Pengkajian pola Gordon
a. Pola persepsi kesehatan-pola manajemen kesehatan
DS: Keluarga pasien mengatakan kesehatan itu penting, jika ada
anggota keluarga yang sakit langsung dibawa ketempat pengobatan
DO: Pasien dibawa kerumah sakit untuk menjalani perawatan dan
pengobatan. Pasien dirawat di ruang Aster no.6 RSUD Banjarnegara.
b. Pola Nutrisi
DS : Ibu pasien mengatakan bahwa nafsu makan anaknya menurun
hanya memakan 5 sendok makan bubur, tidak banyak minum dan
sering muntah
DO : Porsi makan yang disediakan di RS tidak habis, anak terlihat
lemas
c. Pola Eliminasi
DS : Keluarga pasien mengatakan bahwa sudah 3 hari pasien belum
BAB , jika BAB feses seperti pita dan berbau busuk. Tidak ada
keluhan dalam BAK
DO : Tampak distensi abdomen, bisisng usus hiperaktif, lingkar
abdomen 39 cm. pasien tidak terpasang iv kaleter
d. Pola latihan dan aktivitas
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien dalam aktivitasnya dibantu
DO :

NO Kemampuan Perawatan diri 0 1 2 3 4


1 Mandi V
2 Makan / minum V
3 Berpakaian V
4 Toileting V
5 Bergerak/berpindah V
6 Turun dari bed V
7 Berjalan V
Keteranangan :
1 : mandiri

2
2 : dibantu alat
3 : dibantu orang lain
4 : dibantu alat dan orang lain
5 : dibantu total
e. Pola persepsi kognitif
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien paham tentang sakitnya.
DO : Pasien mampu mengungkapkan tentang keadaan yang
dialaminya
f. Pola istirahat tidur
DS : Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah
terbangun dimalam hari
DO : Anak tidur ± 10 jam/hari
g. Pola konsep diri-persepsi diri
DS : Keluarga mengatakan bahwa masalah pasien murni masalah
medis dan menyerahkan seluruh perawtan dan pengobatan kepada
petugas medis
Keluarga pasien mengatakan pola emosional pasien terganggu karena
berhubungan dengan sakit yang dialaminya
DO : keluarga pasien koorperatif jika petugas sedang melakukan
tindakan keperawtan. pasien sering menangis
h. Pola peran dan hubungan
DS : keluarga pasien mengatakan mereka peduli dengan sakit pasien
DO: keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik
pasien
i. Pola reproduksi –seksual
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien anak lelakinya yang
pertama
DO : tidak ditemukan masalah dalam pola reproduksi dan seksual
alat kelamin pasien sudah paten , terbentuk sempurna
j. Pola koping dan toleransi stress
DS : keluarga pasien mengatakan beliau selalu member dukungan
kepada pasien

2
DO : keluarga pasien sangat perhatian selama anaknya dirawat
dirumah sakit
k. Pola keyakinan dan nilai
DS : keluarga pasien mengatakan pasien beragama hindu dan belum
mengerti tentang ibadah
DO : Dalam pelaksanaan ibadahnya , anak terlihat dituntun oleh
orang tuanya
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : cukup
b. Tanda-tanda vital
 TD :-
 Nadi : 114 x per menit
 Suhu : 36.5° C
 Respirasi : 20 x per menit
c. Berat bada : 12kg
d. Tinggi badan : 63 cm
e. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & hygiene kepala
 Warna rambut : hitam
 Penyebaran : merata
 Mudah rontok : rontok
 Kebersihan : bersih

Palpasi

Benjolan :tidak ada benjolan

Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan

Tekstur rambut : Halus

f. Muka
Inspeksi

2
Simetris / tidak : simetris
Bentuk wajah : bulat
Gerakan abnormal : tidak ada
Ekspresi wajah : meringis ketila diperiksa perutnya
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak ada
Data lain :-
g. Mata
Inspeksi
 Palpebra
Edema /tidak : tidak
Radang / tidak : tidak
 Selera
Ikterus / tidak : tidak
 Conjunctiva
Radang / tidak : tidak
Anemis / tidak : anemis
 Posisi mata
Simetris / tidak : simetris
 Gerakan bola mata : normal
h. Hidung dan sinus
Inspeksi
 Posisi hidung : fisiologis
 Bentuk hidung: simetris
 Secret : tidak ada secret
i. Telinga
Inspeksi
 Posisi telinga : fisiologis
 Bentuk telinga : simetris
 Lubang telinga : bersih, tidak ada serumen
 Alat bantu : tidak terdapat alat bantu dengar

2
Palpasi

Nyeri tekan / tidak : tidak ada nyeri tekan

j. Mulut
Inspeksi
 Gigi
Keadaan gigi : utuh
Karies : tidak ada karies
 Gusi
Merah /radang : merah
 Lidah
Kotor / tidak : bersih
 Bibir
Sianosis / tidak : sianosis
Basah / kering : kering
Bau / tidak : tidak
k. Leher
Kelenjar tyroid : tidak ada perbesaran kelenjar tyroid
l. Thoraks dan pernapasan
 Bentuk dada : simetris
 Irama napas : dangkal
 Ekspansi dada : ada

Aukultasi

 Suara napas : vesikuler


m. Jantung : s1>s2, tidak terdapat murmur maupun
gallop
n. Abdomen
Inspeksi
 Membuncit : membuncit
 Ada luka / tidak: tidak ada luka

2
Palpalasi

 Hepar : dalam batas normal


 Lien : dalam batas normal
 Ginjal : dalam batas normal
 Lingkar abdomen : 39 cm

Aukultasi

Peristaltik : bising usus hiperaktif , perut kembung

o. Pemeriksaan punggung : dalam batas normal, tidak ada kelainan


p. Genitalia dan anus : tidak terpasang kateter, jika dilakukan
pemeriksaan colok anus feses akan menyemprot
q. Ekstremitas
 Atas : terpasang infuse pada tangan kiri, tidak terdapat
edema
 Bawah : tidak ada edema
r. Turgor kulit : menurun
s. Akral : hangat
5. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pada 14 Mei 2012 pukul 08.15 Wib
a. Radiologi
Pada foto abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan
dilatasi kolon proksimal
b. Laboraturium

NO Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Ket


1 Glukosa 80 Mg/dl 70-100 N
2 WBC 7x103 /UL 4.7-11.3
3 SC 0.5 Mg/dl 0.6-1.1 L
4 HGB 10.8 g/dl 11.4-15.1 L
5 BUN 4 Mg/dl 5-23 L
6 RBC 3.33 x /U1 4-5

2
106
7 Albumin 4.1 g/dl 3.8-5.4 N
8 HCT 33.7 % 38-42 L
9 K 3.87 Mmo1/l 3.6-5.5 N
10 PLT 327 x103 /ul 142-424
11 Na 137.8 Mmo1/1 130-155 N
Kesimpulan : tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas
c. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja,kotoran
yang menumpuk dan menyumbat pada usus dibagian bawah dan akan
terjadi pembusukan
6. Program terapi
a. IVFD KA-en 1 b 12X/ mnt
b. Inj Gentamisin 2 x 15 mg (IV)
c. Syr laxative 60 ml 3 x 1 sendok dyrup (oral)
d. IVFD NaCL 0,9 % 12 x/ mnt
B. ANALISIS DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : Keluarga pasien Obstruksi. Konstipasi
mengatakan bahwa sudah 3 Ketidakmampuan
hari pasien belum BAB, jika kolon
BAB feses seperti pita dan mengevakuasi
berbau busuk feses
DO :
 Tampak distensi
abdomen
 Bising usus hiperaktif
 Lingkar abdomen 39
cm
 Pada foto polos

3
abdomen
memperlihatkan
obstruksi pada bagian
distal dan dilatasi
kolon proksimal.
2 DS : Ibu pasien mengatakan Mual dan muntah Ketidak
bahwa nafsu makan anaknya seimbangan
menurun, hanya memakan 5 nutrisi kurang
sedok makan bubur, tidak dari kebutuhan
banyak minum dan seing tubuh
muntah
DO :
 Porsi makan yang
disediakan di RS tidak
dihabiskan
 Pasien terlihat lemas
 Rambut rontok

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi,ketidakmampuan kolon
mengevakuasi feses
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah

3
3
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam1x24jam diharapkan konstipasi dapat teratasi

N O Diagnose NOC NIC

1 Konstipasi berhubungan dengan


OUTCOMEobstruksi,ketidak mampuankolon mengevakuasi feses Pemberian Enema
1. Bowel elimination Tentukan alas an enema
Verifikasi order dokter mengenai enema
Sangat tergangg Jelaskan prosedur kepada pasien
u Banyak Cukup Sedikit Tidak Kumpulkan dan susun peralatan yang spesifikasi se
Indicator terganggu terganggu terganggu terganggu
Berikan privasi
1 2 3 4 5
Pola eliminasi

Control gerakan usus

Warna feses

Tekanan sfingter
Latihan saluran cerna
Konsulkan dengan dokter dengan pemberian supos
Feses lembut dan berbentuk
Lakukan dilatasi colok dubur

Konstipasi

3
sesuai keperluan

3.
Menejemen Prolaps rektum
OUTCOME
a. Identifikasi pasien pasien
2. Kontinensi Usus
yang memiliki riwayat
prolapse rectum
Kadang Secara
Tidak Jarang Sering b. Monitor adanya inkontinensia
kadang konsisten
menunju menunjukka
Indicator menunjuk c. Monitor status prolapse uteri
kkan menunjukk menunjukk
n an k an d. Dampingi dalam persiapan
an
1 5
2 3 4 perioperative sesuai
Mengenali
kebutuhan
keinginan
untuk defekasi
Persyarafan .
sfingter
fungsional
Eliminasi secara
mandiri
Tekanan
sfingter
memadai untuk
mengontrol
buah air besar

3
OUTCOME
1. Nafsu makan
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
Indicator terganggu terganggu terganggu
terganggu 2 3 5
Ketidakseimbangan tergang 4
2. 1. Manajemen Nutrisi
nutrisi:kurang dari gu 1
a. Tentukan status gizi dan
kebutuhan tubuh toleransi
terhadap
kemampua pasien untuk
berhubungan mual
makanan memenuhi kebutuhan gizi
muntah
nafsu makan b. Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan nutrisi
Bising usus

Mual 2. Manajemen mual


a. Observasi tanda tanda
Muntah
nonverbal dan
Konstipasi ketidaknyamanan
b. Dapatkan riwayat lengkap

3
perawatan sebelumnya
c. Ajarkan penggunaan teknk
non farmakologi
d. Lakukan kebersihan mulut
sesering mungkin untuk
meningkatkan kenyaman
e. Berikan informasi mengenai
mual

3. Menejemen muntah
a. Dapatkan riwayat lengkap
mengenai perawatan
sebelumnya
b. Monitor luka pada
esophagus dan faring
posterior jika muntah
berlangsung kepanjangan.
c. Monitor keseimbangan

3
cairan dan elektrolit
d. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis.

3
3
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada studi kasus didapatkan bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki dimana ada
kesesuaian bahwa laki-laki dengan faktor yang mempengaruhi terjadinya hirsprung,
dimana menyebutkan 47,78% penderita adalah berjenis kelamin laki-laki (Corputty et
al., 2015). Keluarga mengatakan keluhan yang dirasakan oleh klien adalah kesulitan
dalam buang air besar, mual dan muntah. Dalam (C. L. Betz & Sowden, 2005)
menyebutkan bahwa salah satu manifestasi dari hirsprung adalah tidak bisa BAB
(konstipasi). Adanya distended pada abdomen juga merupakan manifestasi yang
dominan pada kasus hirsprung sesuai dengan (C. L. Betz & Sowden, 2005). Banyak
terjadi kasus keterlambatan dalam diagnose karena rata-rata pasien berusia diatas 1bulan
sampai dengan 13tahun (Dewi & Darmajaya, 2012). Data tersebut dapat dilihat bahwa
usia pasien sudah 3 tahun.
Pengkajian pada studi kasus sudah lengkap sesuai dengan pengkajian pada kasus
keperawatan pada anak, akan tetapi pada pengkajian belum disertai dengan DDST
(Denver Developmental Screening Test).
Keluarga pasien juga mengatakan bahwa BAB pasien seperti pita dan berbau
busuk, pada pemeriksaan fisik didapatkan distended pada abdomen seperti yang
disebutkan oleh (C. L. Betz & Sowden, 2005) dan (Corputty et al., 2015) bahwa pada
kasus hirsprung terdapat keluhan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik pada klien saat dilakukan colok anus didapatkan jepitan
pada anus. Dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi pada bagian distal dan
dilatasi colon proksimal. Harusnya ada gambaran atau foto dari radiologi yang bisa
dicantumkan. Walaupun adanya pemeriksaan radiologi dan didapatkan obstruksi pada
bagian distal dan dilatasi kolon proksimal tetapi pada penatalaksanaan tidak dilakukan
tindakan medis.
Penangan pada pasien hirsprung harusnya juga ada terapi pembedahan. Ada dua
tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel dimana
diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi
normal dalam waktu 3-4 bulan . Terdapat prosedur dalampembedahan diantaranya:

3
1. Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun dengan
cara penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dan
bagian posterior kolon normal yang telah ditarik. Pada (Dewi & Darmajaya, 2012)
menyebutkan bahwa
2. Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan
end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan
pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara
membiarkan dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara
kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
Tindakan pembedahan yang sering dilakukan pada kasus hirsprung adalah
kolostomi dengan dunhel (Dewi & Darmajaya, 2012).

4
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, A. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolp (20th ed.; A. M. Rudolph, ed.). Jakarta:
ECG.
Axton, S. (2013). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik (3rd ed.; P. E. Karyuni, ed.).
Jakarta: ECG.
Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2005). Buku Saku, Keperawatan Pediatri, Cecily L. Betz
dan Linda A. Sowden, EGC : 2002). Jakarta: ECG.
Betz, S. (2002). Keperawatan Pediatric (3rd ed.). Jakarta: ECG.
Corputty, E. D., Lampus, H. F., & Monoarfa, A. (2015). Gambaran Pasien Hirschsprung
Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010 – September 2014.
E-CliniC, 3(1). https://doi.org/10.35790/ecl.3.1.2015.6822
Dewi, P., & Darmajaya, I. M. (2012). Teknik Operasi Dua Tahap pada Kasus Penyakit
Hirschsprung Diagnosis Terlambat di RSUP Sanglah : Studi Deskriptif Tahun
2010-2012. Fakultas Kedokteran Udayana, 1–7.
Kyle, T., & Carman, S. (2018). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (2nd ed.; N. B.
Subekti & E. A. Mardella, eds.). Jakarta: ECG.
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2018). Nursing Outcomes
Classifikation (5th ed.; I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, eds.). Elsevier Ltd.
Rochadi, R. (2013). Hipoalbuminemia prabedah sebagai faktor prognostik enterokolitis
pascabedah penderita megakolon kongenital (Hirschsprung’s disease). Jurnal Gizi
Klinik Indonesia, 9(3), 111. https://doi.org/10.22146/ijcn.15443
T.H.Herdman, & S.Kamatsuru (Eds.). (2017). NANDA -I diagnosis keperawatan
definisi dan klasifikasi 2018-2020 (11th ed.). jakarta: ECG.

4
Harus ada Denver development
Manajemen terpadu balita sakit
Down sindrom berhubungan dengan hirsprung
Pertanyaan dosen mengapa laki laki lebih sering terkena hirsprung

Anda mungkin juga menyukai