Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PENYAKIT KRONIS

HISPRUNG

KELOMPOK 5
ALLIVIA SAFITRI(19301003)
DWI RUKMANA(19301010)
MIRANDA PURBA(19301021)
NURJANNAH(19301026)
RARA FEBRIANTI NASTI(19301031)
TASHYA SAFURA FERENLINO(19301038)
VIKI DARMI PUTRA(19301040)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
RIAU
2021
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, Sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis membuat makalah mata kuliah Keperawatan Anak II yang
berjudul: “Hisprung”. Penulis Sadar makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan dari pihak lain yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis sadar sepenuhnya makalah ini
masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang saya miliki.
Oleh karena itu, Saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya saya berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
a) Latar belakang
b) Tujuan
c) Manfaat

BAB II PEMBAHASAN
A. DEFENISI HISPRUNG
B. ETIOLOGI HISPRUNG
C. TANDA DAN GEJALA / MANIFESTASI KLINIS
D. PATOFISIOLOGI HISPRUNG
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG HISPRUNG
F. PENATALAKSANAAN MEDIS HISPRUNG
G. KOMPLIKASI HISPRUNG
H. ASUHAN KEPERAWATAN (PENGKAJIAN, DIAGNOSA, INTERVENSI,
EVALUASI)
BAB III MCP KASUS
BAB III PENTUP
SIMPULAN
SARAN
I.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
hirschprung adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid colon, hal tersebut menimbulkan keabnormal atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Penyebab
hirsprungatau megacolon itu sendiri belum diketahui tetapi diduga terjadi karena
faktor genetic dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan down syndrome,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, dan
sub mukosa dinding plexsus.

Menurut WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa sekitar


7% dari seluruh kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan kongenital. Di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran
hidup dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil.

Hal tersebut diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung, hirsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
Keadaan umum pasien tampak sakit berat perempuan (1-5) (Corputty dkk, 2015).
Di RSPAD khususnya di ruang IKA I penderita hirsprung termasuk 10 penyakit
terbanyak, berdasarkan data 3 bulan terakhir yaitu bulan Oktober-Desember 2017
didapatkan data jumlah total seluruh pasien yaitu 16 orang

Penyakit hirschprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan


dengan berat lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan)
yang terlambat mengeluarkan tinja. Gambaran klinis pada neonatus adalah
pengeluaran mekonium yang terlambat,

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin


mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan
septikimia yang dapat menyebabkan kematian.

enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga

iii
mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis
penyakit ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
rontgen dengan enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan
patologi anatomi

Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan


tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-
komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum
penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah
pada penyakit ini terdiri daritindakan bedah sementara yang bertujuan untuk
dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang
mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang
dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan
Rehbein.

iv
b). Tujuan

1. Mengetahui apa itu hisprung.


2. Mengetahui etiologi hisprung.
3. Mengetahui faktor predisposisi, tanda dan gejala
fisik/penunjang/diagnostic serta pentalaksanaan, komplikasi dari hisprung.
4. Memahami kasus pemicu terjadi nya hisprung.
5. Menguraikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnose,rencana
dan samapi evaluasi).
6. Membuat dan menyusun sebuah mcp dan woc.

c). Manfaat

1. Untuk mengetahui perjalanan hisprung pada anak


2. Untuk mengetahui segala tindakan dan menyembuhkan masalah penyakit
pada anak tersebut.

v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Hisprung
Penyakit Hisprung   Hisprung disebut juga kongenital aganglionik
megakolon. Penyakit ini disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit
inimerupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus
kearah atas) (aganglionik).
Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang
tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar 
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus
besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar
(megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu. Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. Penyakit
hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik
karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus.

B. Etiologi Hisprung
1. adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yangberimigrasi ke dalam
dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon.
3. segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawahkolon sigmoid
dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
4. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
5. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

C. Tanda Gejala Hisprung

1
Tanda dan gejala setelah bayi lahir
1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar


1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit

D. Patofisiologi Hisprung
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmenaganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar.Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normalyang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan
distensi pada saluran cerna.Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada
Mega Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.

2
E. Pemeriksaan fisik,Penunjang, diagnostik Hisprung
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap
dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit
ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
5. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
6. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
7. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
8. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna
daneksterna.

F. Penatalaksanaan Medis Hisprung


Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi
loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapatkembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan
dengan 1 dari 3 prosedur berikut :

1. Prosedur Duhamel penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to,end pada kolonberganglion
dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.

G. Komplikasi Hisprung
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)
5. Obstruksi usus
6. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
7. Konstipasi

3
H. Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Evaluasi)

4
DIAGNOSA,
INTERVENSI,
EVALUASI
DIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI

1. Konstipasi berhubungan 1. Berikan microlac rectal 1. Memberikan microlac rectal S: Ibu


dengan aganglionisis tiap hari tiap hari - Anaknya baru bias BAB jika
parasimpatis area rektum 2. Berikan asi 2. Memberikan asi diberi obat lewat dubur
3. Observasi bising usus, 3. Mengobservasi bising usus, - BAB 1-2x/hari, konsisitensi
distensi abdomen, lingkar distensi abdomen, lingkar lembek, bewarna kuning.
abdomen abdomen
4. Observasi frekuensi dan 4. Mengobservasi frekuensi O:
karakteristik feses tiap dan karakteristik feses tiap - Tampak distensi abdomen
BAB BAB - Lingkar abdomen 39 cm
5. Membantu memperlancar 5. Mengetahui peristaltic usus - Bising usus 10x/menit
defekasi untuk 6. Membantu memperlancar
melunakkan feses dengan defekasi untuk melunakkan A: Konstipasi teratasi
menambah intake cairan feses dengan menambah P: Rencana tindakan 1
intake cairan dihentikan, rencana 2,3,4 dan 5
dilanjutkan

5
DIAGNOSA,
INTERVENSI,
EVALUASI
DIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI

2. ansietas (ibu) b.d kurang 1. Anjurkan pada orangtua 1. Menganjurkan pada 1. S:


pengetahuan tentang penyakit untuk mengekspresikan orangtua untuk - Ibu mengatakan, kondisi
dan terapi yang diprogramkan anakanya sudah tidak muntah
perasaan mengekspresikan perasaan
dan sudah bias BAB, jadi sudah
2. Gunakan komunikasi 2. Menggunakan komunikasi sembuh, mestinya boleh pulang.
terapeutik (kontak tubuh, terapeutik (kontak tubuh, - ibu mengatakan, saya bingung
karena dokter satu membolehkan
sikap tubuh). sikap tubuh. pulang dan rawat jalan tapi
3. Jelaskan pada orangtua 3. Menjelaskan pada orangtua dokter satunya belum boleh
mengenai penyakit anak, mengenai penyakit anak, karena sekalian mau dioperasi.
O:
perawatan dan perawatan dan pengobatan.
- wajah tampak kusut
pengobatan 4. Melibatkan orangtua dalam - kurang perhatian (rambut dan
4. Libatkan orangtua dalam perawatan anak. baju acak-acakan)
perawatan anak 5. Menganjurkan orangtua - interaksi dengan ibu-ibu lain
kurang.
5. Anjurkan berdoa sesuai (ibu) berdoa sesuai - Afek datar
keyakinan keyakinan. - Emosi rendah
- Tidak diafrosesi
- T= 130.80
- N= 80x/menit
- RR= 20x/menit
A: Ansietas ibu berkurang sebagian
P: Semua rencana tindakan
dilanjutkan

6
Mcp

Dx: gangguan eliminasi BAB: obstipasi b.d spatis DM : HISPRUNG DX: Kekurangan cairan tubuh b.d.
usus dan tidak adanya daya dorong muntah
KA:
DS: 1. Perut gembung Ds:
- Ibu mengatakan anak tidak bias BAB 2. Tidak bisa BAB - ibu mengatakan perut
- Ibu mengatakan anaknya baru bias BAB jika 3. Muntah setelah dibersihkan anakanya kembung
sudah diberikan obat via dubur dan anak nya ASI sejak 3 hari yang lalu - muntah setelah diberi asie
sudah bias BAB 4. Distensi abdomen di 4 sejak 3 hari yang lau
DO: kuadran
- Distensi abdomen 4 kuadran 5. Baby gram: dilatasi dan Do : -
- Baby gram : dilatasi dan peningkatan gan usus peningkatan gan usus halus
halus dan usus besar. dan usus besar

Terapi : Terapi infus RL micro 5 tetes/ menit,


cifrofloxacin 500 gr/kg BB

7
BAB III
MCP KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun 8 bulan dibawa ke IGD dengan keluhan pasien

tidak BAB selama 1 minggu, pasien batuk, demam dan rencana operasi penutupan

colostomy pasien. Ibu mengatakan anaknya tidak BAB lebih dari 1 mggu, disertai

demam naik turun, batuk dan penurunan BB. Pasien sudah menjalani 2 kali Operasi,

yaitu pemasangan colostomy dan penutupan colostomy. (Usus post full tragh potong

stamp). Terdapat luka post op tutup colostomy pada abdomen kiri. Ibu mengatakan saat

BAB ataupun BAK anak menangis karena nyeri, BAB bercampur darah, anak demam dan

muntah berwarna hijau, terdapat 2 klem di anus. Berat badan anak 9 Kg, TB 88 cm (IMT

17,4), lila 16 cm, LK 48 cm, LD 58 cm, dan LP 80 cm. Pasien sadar penuh, frekuensi nadi

88 x/menit, frekuensi nafas 22 x/menit, suhu 36,6 0

8
Jenis Temuan Hasil Normal Satuan
Pemeriksaan
HB 11,5 (L) 11,5-13,5 g/dl
Leukosit 16,24 (H) 6,00 -17,00 10ˆ3/ɥL
Hematokrit
37,2 (L) 34,0- 40,0 %
Trombosit
Eritrosit MCV 322 150 – 450 10ˆ3/ɥL
MCH MCHC 4,53 3,90 – 5,90 10ˆ6/ɥL fL
RDW – CV 82,1 79,0 – 99,0 pg g/dl
RDW – SD PDK
25,4 ( L) 27,0 – 31,0 %
MPV
30,9 33,0 – 37,0 fL fL fL
P – LCR
14,5 11,5 – 14,5 %
Basofil Eosinofil
Neutrofil 42,5 35,0 – 47,0 %
Limfosit 10,0 9,0 – 13,0 %
Modosit
10,0 7,2 – 11,1
23,7 15,0 – 25,0

9
0,1 0–1
0,0 (L) 1,0 – 3,0
87,5 (H) 40,0 – 70,0
6,2 (L) 20,0 – 40,0
6,2 2,0 – 8,0
Hasil X – foto thorax :
Cor :konfigurasi cor normal , thymus prominent Pulmo : corakan bronkovaskular normal. Infiltrat (-) Diafragma dan
sinus kostofrenikus normal
Kesan :
Cor : konfigurasi cor normal, thymus normal Pulmo : tidak tampak kelainan

Hasil X – foto follow through


Gaster :
Dinding reguler
Tidak tampak penyempitan Tampak refluks gastro esofagus
Tidak tampak filling defect dan additional shadaw Tidak tampak pendesakan

10
Doudenum :
Dinding reguler, tidak tampak penyempitan C –loop normal
Tidak tampak filling defect dan additional shadaw Tidak tampak pendesakan
Jeyjenum :
Dinding reguler
Tidak tampak filling defect dan additional shadaw Tidak tampak pendesakan
Ileum :
Tidak tampak filling defect dan additional shadaw Tidak tampak pendesakan
Kesan : tidak tampak kelainan
OBAT-OBATAN
- Ceftriaxon 1gr/ 12 jam 2x1
- Pct 6x200 2x1
- Metrodinazol 3x100 3 x 1
- Ketorolace 2x1
- IVFD Nacl 0,9%

11
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi

1. Konstipasi Konstipasi b.d Setelah diilakukan keperawatan Manajemen eliminasi fekal


aganglionik (mis. Penyakit selama 24 jam Setelah Dilakukan
hisprung) selama 24 jam eliminasi fekal pasien
membaik dengan kriteria hasil:
1.keluhan pengeluaran feses
meningkatkan
2.mengejan saat defekasi meningkat
3.Kontrol pengeluaran feses
membaik

12
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Penyakit hisbrung merupakan penyakit yang sering menimbulkan
masalah. Baik masalah fisik, psikologi. Masalah pertumbuhan, dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada
kebiasaan buang air besar.

SARAN

Kami berharap mampu memahami dan mengetahi tentang penyakit


hisbrung, walaupun makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan


Pediatrik.

Edisi ke-3. Jakarta : EGC

https://id.scribd.com/doc/113851939/Askep-Anak-Dengan-Hisprung

Anda mungkin juga menyukai