Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHPRUNG

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

Stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :

IRDIANY SANDIKA TUHAREA

A1C121002

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HIRSCHPRUNG

A. Pengertian
Penyakit Hisprung atau Hirschsprung Disease adalah suatu kondisi
langka yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam usus besar.
Bayi baru lahir yang memiliki Megacolon congenital, nama lain penyakit
Hirschsprung, akan mengalami kesulitan buang air besar, tinja banyak
tertahan dalam usus besar sehingga terlihat perutnya membuncit
(Nurhayati, 2017).
Penyakit hirschsprung diakibatkan oleh kegagalan migrasi kraniokaudal
prekursor sel ganglion di sepanjang saluran cerna selama minggu ke-5
hingga ke-12 masa gestasi. Invervasi parasimpatis yang tidak lengkap
pada segmen aganglionik menyebabkan peristaltik abnormal, konstipasi,
dan obstruksi usus fungsional. Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon
adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada
neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3
Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan (Cecily Betz &
Sowden : 2012).
Angka insidensi Hirschprung adalah 1 diantara 5000 kelahiran, maka
dengan penduduk 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan
akan lahir 1400 bayi setiap tahunnya dengan penyakit Hirschsprung di
Indonesia. Insiden penyakit hirschsprung di dunia adalah 1 : 5000
kelahiran hidup dengan angka kematian berkisar antara 1–10%. insiden
penyakit hirschsprung adalah 1 : 4400 sampai dengan 1 : 7000 kelahiran
hidup dengan rasio 4 : 1 pada pasien laki-laki dibandingkan perempuan
(Arief Mansjoeer : 2012 ).
B. Klasifikasi
1. Menurut (Nurhayati, 2017). Berdasarkan panjang segmen yang
terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid ini
merupakan70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering
ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak perempuan.
b. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki
maupun perempuan.

C. Etiologi
1. Dalam (Suryandari, 2017). Penyebab dari Hirschprung yang
sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega Colon
diduga terjadi karena :
a. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan
Down syndrom.
b. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus.

D. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam
pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen.
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium
diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok
dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang
dapat berdarah. Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily &
Sowden, 2012 : 197)
1. Masa neonatal
a. Gagal meluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita dan berbau busuk
d. Distenssi abdomen
e. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f. Gagal tumbuh
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

E. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub
mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam
rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong
( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara
normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi
pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada Mega Colon. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus
yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian colon tersebut melebar. Aganglionic mega colon
atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion parasimpatik
disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada
satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal.
Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa
pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga
terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen.
Aganglionosis. mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak
berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan
terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak
merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna
berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi
kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera
ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian
(Cecily Betz & Sowden, 2012 :196).

F. Komplikasi
Komplikasi penyakit hirschprung menurut (Nurhayati, 2017).
diantaranya, adalah :
1. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
2. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
3. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
4. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
5. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya
endotoxin karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada
dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru
sehingga mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran
endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan
kontraksi. dan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi
kekakuan ataupun penyempitan.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penujang yang dapat diakukan menurut (Cecily Betz &
Sowden, 2012) antara lain :
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan
bisa ditemukan:
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit.
c. Entrokolitis padasegmen yang melebar
d. Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan
gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak
mempunyai sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran
barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan diagnostic
2. Biopsi isap rectum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk
menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi
ini dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion
di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rectum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau
sedotan 2 cm diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya
sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rectum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula
rectum. Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter
ani interna pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang
megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari
tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian
bawah dan akan terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal
yang melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter
yang lebih kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak
berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan
usus melebar /gambaran obstruksi usus letak rendah.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga
fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan
medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen
aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal
melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi
biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds )
atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah
satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan
usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik
telah diubah ( FKUI, 2013 : 1135 ).

I. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya
bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan
utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan congenital
pada anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis
(pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang ( FKUI, 2013 : 1135 ).
J. Konsep Tumbuh Kembang Anak
1. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan
2. interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian
3. atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan
berat.
4. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam jumlah, ukuran dan
fungsi
5. Tingkat sel, organ, maupun individu (Kemenkes RI, 2012).
6. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal
7. (genetik) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal antara lain
jenis
8. kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila faktor ini dapat
9. berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan optimal, akan
menghasilkan
10. pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan pertumbuhan di negara
maju lebih
11. sering diakibatkan oleh faktor genetik, di negara berkembang selain
12. disebabkan oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan yang
tidak
13. memungkinkan seseorang tumbuh secara optimal. Faktor eksternal
sangat
14. Menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal. Menurut
Supariasa dkk, 2016 faktor lingkungan dapat dibagi dua, yaitu faktor
pranatal dan lingkungan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal
adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu
masih dalam kandungan.
Soetjiningsih (1998) dalam Supariasa dkk, 2016, faktor lingkungan
pasca natal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan anak setelah lahir. Faktor lingkungan pasca natal yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yaitu :
1. Lingkungan biologis Lingkungan biologis yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit
kronis dan fungsi metabolisme yang saling terkait satu dengan
yang lain. Faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan
adalah status gizi bayi yang dilahirkan. Bayi yang mengalami
kekurangan gizi, dapat dipastikan pertumbuhan anak akan
terhambat dan tidak akan mengikuti potensi genetik yang optimal
(Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).

2. Lingkungan fisik Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi


pertumbuhan adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi
lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Cuaca dan keadaan
geografis berkaitan dengan pertanian dan kandungan unsur
mineral dalam tanah. Daerah kekeringan atau musim kemarau
yang panjang menyebabkan kegagalan panen. Kegagalan panen
menyebabkan persediaan pangan di tingkat rumah tangga
menurun yang berakibat pada asupan gizi keluarga rendah.
Keadaan ini dapat menyebabkan gizi kurang dan pertumbuhan
anak akan terhambat. Di daerah endemik, gangguan akibat
kekurangan iodium (GAKY) menyebabkan petumbuhan
penduduknya sangat terhambat sepeti kerdil atau kretinisme
(Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk 2016).

3. Keadaan sanitasi lingkungan Keadaan sanitasi lingkungan yang


kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit
antara lain diare, cacingan dan infeksi saluran pencernaan. Anak
yang menderita infeksi saluran pencernaan akan mengalami
gangguan penyerapan zat gizi sehingga terjadi kekurangan zat
gizi. Anak yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit dan pertumbuhan akan terganggu (Soetjiningsih 1998
dalam Supariasa, dkk 2016).

4. Faktor psikososial Faktor psikososial yang berpengaruh pada


tumbuh kembang anak adalah stimulasi, motivasi, ganjaran,
kelompok sebaya, stres, lingkungan sekolah, cinta dan kasih
sayang serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua.
Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama orang tua
berinteraksi dengan anak, tetapi ditentukan oleh kualitas interaksi
yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya
optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh
rasa kasih sayang (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk
2016).

5. Faktor keluarga dan adat istiadat Faktor keluarga dan adat istiadat
yang berpengaruh pada pertumbuhan anak antara lain : pekerjaan
atau pendapatan keluarga, stabilitas rumah tangga, norma dan
tabu serta urbanisasi (Soetjiningsih 1998 dalam Supariasa, dkk
2016).

K. Konsep Hospitalisasi Anak


Suatu proses karena alasan darurat atas berencana mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan .
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami
kebiasaan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang
mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas
pada orang tua akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian
asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak tetapi juga pada orang
tuanya. (Supartini, 2014). Dampak hospitalisasi :
1. Dampak privasi : Setiap mau melakukan tindakan perawat harus
selalu memberitahu dan menjelaskan tindakan perihal apa yang mau
dilakukan
2. Gaya hidup : Pasien anak yang dirawat di rumah sakit sering kali
mengalami perubahan pola gaya hidup hal ini disebabkan perbedaan
pola di rumah sakit dengan di rumah anak
3. Otonomi : Ia akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan
oleh petugas kesehatan demi mendapatkan kesembuhan.
4. Peran : Banyak yang berubah seperti perubahan peran, masalah
keuangan perubahan kebiasaan sosial, dan rasa kesepian. (Wong,
2012).
L. Phatway
Aganglionik saluran cerna

Peristaltik menurun

Perubahan eliminasi (konstipasi)

Akumulasi isi usus

Proliferasi bakteri Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin Feses membusuk produks gas meningkat

inflamasi diare Mual & muntah Distensi


abdomen

Enterokoliti Anoreksia Drainase gaster Penekanan diafragma

Intake nutrisi
Risiko
Prosedur operasi Inadekuat, kehilangan Ekspansi paru
menurun Hivopole
Cairan dan elektrolit mia

Nyeri akut Pola nafas


Defisit Nutrisi
tidak efektif

Imunitas menurun

Gangguan
Perubahan Resiko infeksi
Tumbuh
tumbuh
Kebang
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON

A. PENGKAJIAN
Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit
hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah
lahir,biasanya ada keterlambatan
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada
bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping
yang digunakan.
b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan
keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit
anaknya.
6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga
perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan
kurangnya asupan protein.
Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit
hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1) Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan
utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2) Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran
mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang
berbentuk pita dan berbau busuk.
3) Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar
abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi
abdomen.
4) Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi
keadaan umum klien.
5) Observasi manifestasi penyakit hirschprung

a. Periode bayi baru lahir


1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -48 jam setelah lahir
2. Menolak untuk minum air
3. Muntah berwarna empedu
4. Distensi abdomen

b. Masa bayi
1. Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2. Konstipasi
3. Distensi abdomen
4. Episode diare dan muntah
5. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis :
diare berdarah, letargi berat)

c. Masa kanak –kanak


1. Konstipasi
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon
3. Distensi abdomen
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan
yang buruk
5. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a) Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran
obstruksi usus letak rendah
b) Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rectum
c) Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena
rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi.

1. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum


 Monitor bowel elimination pattern
 Ukur lingkar abdomen
 Observasi manifestasi penyakit hischprung

2. Periode bayi baru lahir


 Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam
setelah lahir
 Menolak untuk minum air
 Muntah berwarna empedu / hijau
 Distensi abdomen

3. Masa bayi
 Ketidakadekuatan penambahan berat badan
 Konstipasi
 Distensi abdomen
 Episode diare dan muntah
 Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis)
 Diare berdarah
 Demam
 Letargi berat

4. Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)


 Konstipasi
 Feses berbau menyengat seperti karbon
 Distensi abdomen
 Masa fekal dapat teraba
 Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan &
pertumbuhan yang buruk

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
2. Nyeri akut (D.0077)
3. Defisit nutrisi (D.0019)
4. Gangguan tumbuh kembang (D.0106)
5. Risiko hipovolemi (D.0034)
6. Risiko infeksi (D.0142)
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Pola nafas tidak Pola Napas Pemantauan Respirasi
efektif Observasi:
D.0005 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
adekuat membaik . napas
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Inspirasi dan/atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk Terapeutik
ekspirisasi yang tidak Menurun Meningk at  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai
memberikan ventilasi at kondisi pasien
adekuat 1 Dipsnea Edukasi
  1 2 3 4 5  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2 Penggunaan otot bantu napas  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
  1 2 3 4 5 Terapi Oksigen
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik Observasi:
Memburu Membaik  Monitor kecepatan aliran oksigen
k  Monitor posisi alat terapi oksigen
3 Frekuensi napas  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
  1 2 3 4 5  Monitor integritas mukosa hidung akibat
4 Kedalaman napas pemasangan oksigen
  1 2 3 4 5 Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di
rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Pengertian : Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang Memburu Membaik  Identifikasi respons nyeri non verbal
berkaitan dengan k  Identifikasi faktor yang memperberat dan
kerusakan jaringan 1 Frekuensi nadi memperingan nyeri
aktual atau fungsional,   1 2 3 4 5  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
dengan onset mendadak 2 Pola nafas nyeri
atau lambat dan   1 2 3 4 5  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
berintensitas ringan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
hingga berat yang Meningka Menurun Terapeutik:
berlangsung kurang dari t  Berikan teknik nonfarmakologi untuk
3 bulan. 3 Keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri
  1 2 3 4 5  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
4 Meringis nyeri
  1 2 3 4 5  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
5 Gelisah
pemilihan strategi meredakan nyeri
1 2 3 4 5
Edukasi
6 Kesulitan tidur
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
1 2 3 4 5
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
D.0019 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status Observasi:
nutrisi terpenuhi.  Identifikasi status nutrisi
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Asupan nutrisi tidak cukup Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
untuk memenuhi Menurun Meningkat  Monitor asupan makanan
kebutuhan metabolisme. 1 Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor berat badan
  1 2 3 4 5 Terapeutik:
2 Berat Badan atau IMT  Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
  1 2 3 4 5  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3 Frekuensi makan  Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric
  1 2 3 4 5 jika asupan oral dapat ditoleransi
4 Nafsu makan Edukasi
  1 2 3 4 5  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
5 Perasaan cepat kenyang  Ajarkan diet yang diprogramkan
  1 2 3 4 5 Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian kepada pasien untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yg bergizi tinggi, terjangkau

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Tumbuh Status perkembangan Perawatan Perkembangan
Kembang
D.0106 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 status Observasi:
perkembangan membaik
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
Kondisi individu Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang
mengalami gangguan Menurun Meningkat ditunjukkan bayi (mis.lapar, tidak nyaman)
kemampuan bertumbuh dan 1 Keterampilan/perilaku sesuai usia Terapeutik:
berkembang sesuai dengan   1 2 3 4 5  Pertahankan sentuhan seminimal mungkin pada bayi
kelompok usia 2 Kemampuan melakukan perawatan diri premature
  1 2 3 4 5  Berikan sentuhan yang bersifat grntle dan tidak
3 Respon sosial ragu-ragu
 Meminimalkan nyeri
1 2 3 4 5  Meminimalkan kebisingan ruangan
 Pertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan optimal
 Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
 Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
berinteraksi dengan anak lainnya
 Fasilitasi anak berbagi dan bergantian/bergilir
 Dukung anak mengekspresikan diri melalui
penghargaan positif atau umpan balik atas usahanya
 Pertahankan kenyamanan anak
 Fasilitasi anak melatih keterampilan pemenuhan
kebutuhan secara mandiri )mis.makan, sikat gigi,
cuci tangan, memakai baju)
 Bernyanyi bersama anak lagu-lagu yang disukai
 Bacakan cerita atau dongrng
 Dukung partisipasi anak disekolah, ekstrakurikuler
dan aktivitas komunitas
Edukasi
 Jelaskan orang tua dan atau pengasuh tentang
milestone perkembangan anak dan perilaku anak
 Anjurkan orang tua menyentuh dan menggendong
bayinya
 Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
 Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
 Ajarkan anak teknik asertif
Kolaborasi
 Rujuk untuk konseling, jika perlu
Promosi perkembangan anak

Observasi:

 Identifikasi kebutuhan khusus anak dan kemampuan


adaptasi anak
Terapeutik:
 Fasiloitasi hubungan anak dengan teman sebaya
 Dukung anak berinteraksi dengan anak lain
 Dukung anak mengekpresikan perasaannya secara
positif
 Dukung anak dalam bermimpi atau berfantasi
sewajarnya
 Dukung pastisipasi anak di sekolah, ekstrakulikuler
dan aktivitas komunitas
 Berikan mainan yang sesuai dengan usia anak
 Bernyanyi Bersama anak lagu-lagu yang disukai
anak
 Bacakan dongeng/cerita untuk anak
 Diskusikan Bersama remaja tujuan dan harapannya
 Sediakan kesempatan dan alat-alat untuk
menggambar, melukis dan mewarnai
 Sediakan mainan berupa puzzle dan maze

Edukasi
 Jelaskan nama-nama benda objek yang ada
dilingkungan sekitar
 Ajarkan pengasuh milestones perkembangan dan
perilaku yang dibentuk
 Ajarkan sikap kooperatif, bukan kompetisi diatara
anak
 Ajarkan anak cara meminta bantuan dari anak lain,
jika perlu
 Ajarkan Teknik asertif pada anak dan remaja
 Demonstrasikan kegiatan yang meningkatkan
perkembangan pada pengasuhan

Kolaborasi
 Rujuk untuk konseling, jika perlu

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Rsisiko Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia
D.0034 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan status cairan membaik  Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. frekuensi
Pengertian : Kriteria Hasil: nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
Berisiko mengalami Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
penurunan volume Menurun Meningkat menurun, membran mukosa, kering, volume urin
cairan intravaskuler, 1 Kekuatan nadi menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
interstisiel, dan/atau   1 2 3 4 5  Monitor intake dan output cairan
intraseluler 2 Turgor kulit Terapeutik
  1 2 3 4 5  Hitung kebutuhan cairan
3 Output urine  Berikan posisi modified trendelenburg
1 2 3 4 4  Berikan asupan cairan oral
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Edukasi
Meningkat Menurun  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
3 Dispnea
Kolaborasi
  1 2 3 4 5
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis.
4 Edema perifer
Nacl, RL)
  1 2 3 4 5  Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
Memburuk Cukup sedang Cukup membaik glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
memburuk membaik  Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin,
5 Frekuensi nadi plasmanate)
1 2 3 4 5  Kolaborasi pemberian produk darah
6 Tekanan darah
1 2 3 4 5
7 Membrane mukosa
1 2 3 4 5
8 Jugular venous pressure (JVP)
1 2 3 4 5
9 Kadar Hb
1 2 3 4 5
10 Kadar Ht
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi
D.0142 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
glukosa derajat infeksi menurun.  Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
Pengertian : Kriteria Hasil: Terapeutik
Berisiko mengalami Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Batasi jumlah pengunjung
peningkatan terserang Meningka Menurun  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
oganisme patogenik t  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
1 Demam pasien dan lingkungan pasien
  1 2 3 4 5  Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
2 Kemeraha tinggi
n Edukasi
1 2 3 4 5  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3 Nyeri  Ajarkan cara memeriksa luka
1 2 3 4 5  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4 Bengkak Kolaborasi
1 2 3 4 5  Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
5 Kadar sel darah putih
  1 2 3 4 5
C. Implementasi
Setelah rencana tindakan di susun maka untuk selanjutnya adalah
pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelaksanaan
implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau dapat
mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan
kita lakukan.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi
dilakukan dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif,
analisa dan planning ). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana
keberhasilan rencana tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi
sesui dengan hasil mulai dari awal pengkajia.
DAFTAR PURSTAKA

Hidayat, Alimul Aziz. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2.


Jakarta :
Salemba Medika
Nurhayati, D., Mardhiyah, A., & Adistie, F. (2017 , Nopember ). Kualitas
Hidup
Anak Usia Toddler Paska Kolostomi dI Bandung. NurseLine Journal,
Vol. 2 No. 2 .
Putra , Y. N. (2018, Juli ). Evaluasi Faktor Risiko Yang Mempengaruhi
Luaran
Operasi Endorectal Pull-Through Soave Modifikasi Soewarno Pada
Penyakit Hirschsprung. Jurnal Bedah Nasional , Volume 2 Number 2 , 44-50.
Suryandari, A. E. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Hirschsprung Di
Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Seminar Nasional
dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat pada tanggal 21
April 2020
Wong, Donna L. 201 2. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri
Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC
2013 .
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai