Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan


gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung
adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia
akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung
yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan
ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di


Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.

1
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki
lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung
terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta
kelainan kardiovaskuler.

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya
kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah
berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi
karena faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan
yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,
manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi.

B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah
pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan
mengenai penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam
proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Penyakit Hisprung atau Hirschsprung Disease disebut juga kongenital


aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang
tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar
(mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka
terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda
untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion


parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 :
138).

Penyakit Hisprung atau Hirschsprung Disease adalah suatu kondisi langka


yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam usus besar. Hal ini terjadi karena
ketiadaan sel-sel saraf di otot-otot sebagian atau seluruh usus besar bayi akibat
proses pertumbuhan janin yang tidak sempurna dalam kandungan.

B. Macam-macam Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

a. Penyakit Hirschprung segmen pendek

3
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibanding anak perempuan.

b. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah,
1997 : 138).

C. Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan


dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai
seluruh usus sampai pilorus.

Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

D. Tanda dan Gejala

 Tanda dan gejala setelah bayi lahir

a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

b. Muntah berwarna hijau

c. Distensi abdomen, konstipasi.

4
d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja
pengeluaran gas yang banyak.

 Karena gejala tidak jelas. Gejala pada anak yang lebih besar waktu
lahir.

a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

b. Distensi abdomen bertambah

c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

d. Terganggu tumbang karena sering diare.

e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.

f. Perut besar dan membuncit.

E. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &
Sowden).

5
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

F. Manifestasi Klinis

(Suriadi, 2001 : 242)

a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.

b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja
seperti pita.

c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

d. Nyeri abdomen dan distensi.

e. Gangguan pertumbuhan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai
mekonium.

b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik


secara spontan maupun dengan edema.

c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.

d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.


Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

e. Gejala hanya konstipasi ringan.

6
(Betz, 2002 : 197)

 Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.

2. Muntah berisi empedu.

3. Enggan minum.

4. Distensi abdomen.

 Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi

2. Diare berulang

3. Tinja seperti pita, berbau busuk

4. Distensi abdomen

5. Gagal tumbuh

G. Komplikasi

(Betz, 2002 : 197)

a. Gawat pernapasan (akut)

b. Enterokolitis (akut)

c. Striktura ani (pasca bedah)

d. Inkontinensia (jangka panjang)

7
(Suriadi, 2001 : 241)

a. Obstruksi usus

b. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

c. Konstipasi

H. Pemeriksaan Diagnostik

a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini
klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.

d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

 (Ngatsiyah, 1997 : 139)

a. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

b. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

c. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

d. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan


eksterna.

I. Penatalaksanaan

8
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan
kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan
dengan 1 dari 3 prosedur berikut :

a. Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.

b. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion


dengan saluran anal yang dibatasi.

c. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.

d. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami
obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat
dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi
di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

1) Persiapan prabedah

a) Lavase kolon

b) Antibiotika

c) Infuse intravena

d) Tuba nasogastrik

9
e) Perawatan prabedah rutin

f) Pelaksanaan pasca bedah

 Perawatan luka kolostomi

 Perawatan kolostomi

 Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan peningkatan suhu.

 Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima.


Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi.
Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan
bagaimana memakaikan kantong kolostomi. (Betz, 2002 : 198)

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHSPRUNG

1. Pengkajian

a. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,


alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.

b. Keluhan utama

11
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam


setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan


bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.

d. Riwayat kesehatan masa lalu

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,


persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

e. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.

f. Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada


perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

g. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.

h. Riwayat social

12
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.

i. Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

j. Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat
dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.

b. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

c. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.

d. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

e. Sistem Gastrointestinal

13
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi
dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

3. Diagnosa Keperawatan

 Pre operasi

a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.

c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

 Post operasi

a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

b. Nyeri b/d insisi pembedahan

c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan


kolostomi.

4. Intervensi Keperawatan

 Pre operasi

14
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi


normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi :

1) Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana


selanjutnya

2) Pantau jumlah cairan kolostomi.

Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian


cairan

3) Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet


sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

1) Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

15
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

2) Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

3) Pantau atau timbang berat badan.

Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami


dehidrasi, turgor kulit normal.

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda dehidrasi.

Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya

2) Monitor cairan yang masuk dan keluar.

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

3) Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.

Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak


menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

16
Intervensi :

1) Kaji terhadap tanda nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

2) Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

3) Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf
pusat

 Post operasi

a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi

1) kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.

2) Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.

3) Oleskan krim jika perlu.

b. Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak


menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

1) Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.

17
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

2) Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

3) Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf
pusat

c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan


perawatan kolostomi.

Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi,


pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah dan
pengobatan.

2) Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan


perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.

3) Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.

4) Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi misalnya


bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.

5) Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi saat
orang tua melakukan perawatan ostomi.

18
4. Evaluasi

 Pre operasi Hirschsprung

a. Pola eliminasi berfungsi normal

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

c. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi

d. Nyeri pada abdomen teratasi

 Post operasi Hirschsprung

a. Integritas kulit lebih baik

b. Nyeri berkurang atau hilang

c. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama pembedahan


kolon

BAB IV

PENUTUP

19
A. KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah.


Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air
besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara
yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang
benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak.
Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu
terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/11257186/Asuhan_keperawatan_anak_dengan_hisprung

20
Di Akses pada tanggal 20/10/2019. 10:52

21

Anda mungkin juga menyukai