Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK HIRSCHPRUNG

disusun Oleh :

Iis Prihastuti (P17420209015)


M.Ilham Nurhidayat (P17420209027)
Ronny Juliandita (P17420209035)

Kelas 2A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2011
ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK HIRSCHPRUNG

A. Pengertian
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
 – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan
ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
  penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan

terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir  ≤ 3 Kg, lebih banyak laki – laki

dari pada perempuan.


(Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di
dalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga
jarak tertentu. (Behrman & vaughan,1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya
neuron mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal
sfingter ani (Isselbacher,dkk,1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus
( Ngastiyah,2005:219)

B. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1) Penyakit hirschprung segmen pendek 
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak
laki- laki dibanding anak perempuan.
2) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun
 perempuan.

C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi
Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan

Down syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,

gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding
 plexus.

A. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
 proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya
ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik 
(aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon
menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal
menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
  berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani
interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses,
gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin
banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna
 berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman
ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani
anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip
oleh Dona L.Wong,1999:2000)

B. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam
  pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
 bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai
  berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti
obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen
hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 :
197)
1.Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir 
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak 
a Konstipasi
 b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau
busuk d
Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

C. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit
hirschprung adalah:
a. Pneumatosis u sus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis n ekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses p eri k olon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin
karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat p ernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis ( akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis s triktura a ni
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi
dan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun
 penyempitan.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan
 bisa ditemukan:
a Daerah transisi
  b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar 
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan
gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai
sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24
 jam setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata
untuk menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini
dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub
mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm
diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion
di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum.
Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna
 pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan
mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran
yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan
terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang
melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil
karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada
  pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar /
gambaran obstruksi usus letak rendah.

E. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
 b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
 berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu
 prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang
normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.

2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
 pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
 perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
 pada anak secara dini
 b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak 
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan
)
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
 pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
D. PATHWAYS

Aganglionik 
saluran cerna

Peristaltik menurun

Perubahan pola eliminasi


(konstipasi)

Akumulasi isi usus

Proliferasi b akteri Dilatasi u sus

Pengeluaran endotoksin Feses membusuk produks gas meningkat

inflamasi diare
Mual & muntah Distensi abdomen

Enterokolitis Penekanan pada diafragma


Anoreksia Drainase gaster 

Ekspansi paru
Prosedur operasi menurun
Ketidakseimba Resiko
ngan nutrisi < dari kebutuhan
kekurangan
tubuh volume cairan

Pola nafas tidak efektif 


 Nyeri akut

Imunitas menurun

Perubahan Resiko tinggi


tumbuh kembang infeksi
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON

A. PENGKAJIAN

 Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada


 penyakit hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir,
 biasanya ada keterlambatan
2.Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk. 3.
Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret
 b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
4.Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada
 bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5.Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme
koping yang digunakan.
 b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan
keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi
 penyakit anaknya.
7. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin
  juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia,
infeksi dan kurangnya asupan protein.

 Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada


penyakit hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan
utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran
mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang
 berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen
semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi
abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi
keadaan umum klien.
5.Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a. Periode bayi baru lahir 
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24
-48 jam setelah lahir 
2. Menolak u ntuk m inum a ir  
3. Muntah b erwarna e mpedu
4. Distensi a bdomen
b. Masa bayi
1. Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2. Konstipasi
3. Distensi a bdomen
4. Episode d iare d an m untah
5. Tanda – tanda ominous (sering menandakan
adanya enterokolitis : diare berdarah, letargi berat)
c. Masa kanak –kanak 
1. Konstipasi
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon
3. Distensi a bdomen
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu
makan dan pertumbuhan yang buruk 
6.Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a) Radiasi : Foto polos abdomen yang
akan ditemukan gambaran obstruksi usus letak rendah
b) Biopsi rektal : menunjukan
aganglionosis otot rektum
c) Manometri anorectal : ada kenaikan
tekanan paradoks karena rektum dikembangkan / tekanan gagal
menurun.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
terutama yang berhubungan dengan pola defekasi
Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
- Monitor bowel elimination pattern
- Ukur lingkar abdomen
- Observasi manifestasi penyakit hischprung
Periode bayi baru lahir 
- Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir 
- Menolak untuk minum air 
- Muntah berwarna empedu / hijau
- Distensi abdomen
Masa bayi
- Ketidakadekuatan penambahan berat badan
- Konstipasi
- Distensi abdomen
- Episode diare dan muntah
- Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)
- Diare berdarah
- Demam
- Letargi berat
Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
- Konstipasi
- Feses berbau menyengat seperti karbon
- Distensi abdomen
- Masa fekal dapat teraba
- Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan
yang buruk 

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap
aganglion usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
6.Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit

C. INTERVENSI
1. Dx 1
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
 NOC : Respiratory status
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan
3. Ekspansi dada simetris
4. Bernafas mudah
5. Keadaan inspirasi

 NIC :
Respiratory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi suara pernafasan
Oxygen therapy
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan jalan nafas yang paten
4. Pertahankan posisi pasien

2. Dx 2
 Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
 NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1. Mengenali f aktor p enyebab
2. Menggunakan m etode p encegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non
analgetik untuk mengurangi nyeri.
4. Menggunakan a nalgetik s esuai k ebutuhan
5. Mengenali g ejala – g ejala n yeri

 NIC :
Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi ,
karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
 beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
2. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif 
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan ,
 penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi,
guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
Analgetik administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
 pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika
 pemberian lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

3. Dx 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
 NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan m enggenggam
4. Penyembuhan ja ringan
5. Daya ta han tu buh
6. Pertumbuhan

  NIC :
Manajemen nutrisi
1. Timbang Berat badan
2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Monitoring nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

4. Dx 4
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap
aganglion usus
 NOC : Bowel elimination
Kriteria hasil :
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk 
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi

 NIC : Bowel irigation


1. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem
 pencernaan.
2. Pilih pemberian enema yang tepat
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat
oral
5. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif 
6. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau
keinginan untuk defekasi.

5. Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
 NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab

 NIC :
Fluid management
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah)
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

6. Dx 6
Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
 NOC :Imune status
Kriteria hasil :
1. Pasien b ebas d ari t anda d an g ejala i nfeksi
2. Menjelaskan p roses p enularan p enyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi
 penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat

 NIC :
Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
dan drainase
4. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
6. Dorong istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002.  Buku Saku Keperawatan Pediatrik,  Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak  , buku 2.
Jakarta : Salemba Medika
 Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit  , Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik  , Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001.  Asuhan Keperawatan Pada Anak  , Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar 
Interpratama
Wong, Donna L. 2003.  Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik  , Edisi 4.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai