ANAK HIRSCHPRUNG
disusun Oleh :
Kelas 2A
A. Pengertian
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
– sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan
ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ≤ 3 Kg, lebih banyak laki – laki
B. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1) Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak
laki- laki dibanding anak perempuan.
2) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun
perempuan.
C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi
Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan
Down syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding
plexus.
A. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya
ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik
(aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon
menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal
menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani
interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses,
gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin
banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna
berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman
ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani
anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip
oleh Dona L.Wong,1999:2000)
B. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam
pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti
obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen
hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 :
197)
1.Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau
busuk d
Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
C. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit
hirschprung adalah:
a. Pneumatosis u sus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis n ekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses p eri k olon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin
karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat p ernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis ( akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis s triktura a ni
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi
dan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun
penyempitan.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan
bisa ditemukan:
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan
gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai
sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24
jam setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata
untuk menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini
dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub
mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm
diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion
di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum.
Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna
pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan
mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran
yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan
terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang
melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil
karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada
pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar /
gambaran obstruksi usus letak rendah.
E. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu
prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang
normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan
)
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
D. PATHWAYS
Aganglionik
saluran cerna
Peristaltik menurun
inflamasi diare
Mual & muntah Distensi abdomen
Ekspansi paru
Prosedur operasi menurun
Ketidakseimba Resiko
ngan nutrisi < dari kebutuhan
kekurangan
tubuh volume cairan
Imunitas menurun
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap
aganglion usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
6.Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
C. INTERVENSI
1. Dx 1
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
NOC : Respiratory status
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan
3. Ekspansi dada simetris
4. Bernafas mudah
5. Keadaan inspirasi
NIC :
Respiratory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi suara pernafasan
Oxygen therapy
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan jalan nafas yang paten
4. Pertahankan posisi pasien
2. Dx 2
Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1. Mengenali f aktor p enyebab
2. Menggunakan m etode p encegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non
analgetik untuk mengurangi nyeri.
4. Menggunakan a nalgetik s esuai k ebutuhan
5. Mengenali g ejala – g ejala n yeri
NIC :
Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi ,
karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
2. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan ,
penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi,
guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
Analgetik administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
3. Dx 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan m enggenggam
4. Penyembuhan ja ringan
5. Daya ta han tu buh
6. Pertumbuhan
NIC :
Manajemen nutrisi
1. Timbang Berat badan
2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Monitoring nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
4. Dx 4
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap
aganglion usus
NOC : Bowel elimination
Kriteria hasil :
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi
5. Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab
NIC :
Fluid management
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah)
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
6. Dx 6
Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
NOC :Imune status
Kriteria hasil :
1. Pasien b ebas d ari t anda d an g ejala i nfeksi
2. Menjelaskan p roses p enularan p enyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
dan drainase
4. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
6. Dorong istirahat
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak , buku 2.
Jakarta : Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit , Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik , Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar
Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik , Edisi 4.
Jakarta : EGC