Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK


DENGAN HISPRUNG

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
1. RISKA MOKOAGOW
2. SALSA SASMITA ISMAIL
3. VIDE

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


INSTITUS KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA KOTA
KOTAMOBAGU
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Gangguan Sistem Pencernaan Pada Anak
dengan Hisprung” dengan tepat waktu. Makalah ini kami susun sebagaimana materi yang
terdapat di dalam mata kuliah “Keperawatan Medikal Bedah II”
.Kami berharap makalah ini bisa membantu teman-teman dalam memahami mata kuliah
konsep dasar keperawatan. Kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan dalam
pembuatan makalah berikutnya. Dan saya mengucapkan terima kasih kepada semua teman-
teman dalam penyusunan makalah.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi Hisprung
B. Etiologi Hisprung
C. Manifestasi klinis
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan
H. Pathway

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN MATERI
A. DEFINISI HIRSCHPRUNG

Penyakit hisprung disebut juga congenital aganglionosis atau megacolon ( aganglionic


megacolon ) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon
( Suriadi, 2001 ). Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus dimana hal ini terjadi karena kelainan inervasi usus, mulai pada
spingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, Selain
itu, penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada
neonatus.

Hirschsprung atau Megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir lebih kurang 3 Kg, lebih banyak pada anak laki – laki dari pada anak
perempuan ( Arief Mansjoer dkk, 2000). Megacolon congenital terjadi pada 1 dari 5000
kelahiran, dengan perbandingan antara laki-laki dan permpuan 4:1 ( Wyllie, 2004b, cit James &
Ashley, 2007).

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal. Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

a. Penyakit Hirschprung segmen pendek


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit
Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

b. Penyakit Hirschprung segmen panjang


Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138).

B. ETIOLOGI HIRSCHPRUNG
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya belum diketahui, tetapi Hirschsprung atau
Mega Colon diduga terjadi karena :
1.      Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
2.      Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3. Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga terdapat
ketidakseimbangan autonomik.
4. Umur Bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena penyakit
Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyebab paling umum
obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).
5. Faktor Ibu
Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan Sindrom Down lebih sering ditemukan
pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
6. Ras/Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat
dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban
dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa
akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan
kelainan kongenital.
C. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir.
Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi
abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197)
1. Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau busuk
d Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon (Cecily Betz & Sowden, 2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141
).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu
atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus
abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat
timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen.
Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi,
mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan
yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran
cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen
usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal
tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000)
E. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan
elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah:
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi
berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi
berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi
berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia
kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga mengganggu
ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan relaksasi
karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan:
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran yang
jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini terjadi
meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari daerah
normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini dilakukan untuk memperlihatkan
tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm diatas garis
pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus
saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan aganglionosis otot
rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum. Balon akan
mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal.
Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk
dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar normal
dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar yang tanpa
ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus
melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan


obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan
terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik
telah diubah.

2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :

a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,
2000 : 1135
H. PATHWAY

Agang lionik
Saluran cerna

Peristaltik menurun

Perubahan pola eliminasi (konstipasi)

Akumulasi isi usus

Proliferasi bakteri Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin Feses membusuk produks gas meningkat

inflamasi Diare
mual dan muntah Distensi abdomen
Enterokolitis Penekanan pada diafragma
Anoreksia Drainase gaster
Prosedur operasi Ekspansi paru menurun
Ketidak seimbangan Resiko kekurangan
Pola nafas tidak efektif
Nyeri akut Nutrisi < kebutuhan Volume cairan

Imunitas menurun

Perubahan tumbuh kembang Resiko Infeksi


Tinggi
ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai