Kelompok 3
DISUSUN OLEH
KEPERAWATAN A SEMESTER 5
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberikan kami kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini dengan judul “Asuhan Keperawatan dan Patofisiologi Pada Anak Dengan Berkebutuhan
Khusus : RM”
Kami pun menyadari bahwa di dalam Asuhan Keperawatan ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik
dan saran demi perbaikan Asuhan Keperawatan yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para
pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang
berkenan bagi pada pembaca.
KELOMPOK 3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
A. Definisi.................................................................................................
B. Klasifikasi.............................................................................................
C. Etiologic................................................................................................
D. Manifestasi Klinis.................................................................................
E. Patofisiologi..........................................................................................
F. Komplikasi............................................................................................
G. Pathway.................................................................................................
H. Pemeriksaan penunjang........................................................................
I. Penatalaksanaan....................................................................................
J. Pencegahan...........................................................................................
K. konsep peran keluarga terhadap anak...................................................
BAB IV PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tumbuh kembang anak terjadi secara kompleks dan sistematis. Anak akan mengalami
dua proses, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan proses
bertambahnya jumlah dan ukuran sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif
dapat diukur. Sedangkan perkembangan merupakan proses peningkatan kemampuan
adaptasi dan kompetensi seseorang dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.
Seluruh tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak harus dilalui dengan
sempurna, baik selama di kandungan maupun yang telah lahir. Tidak semua anak
mampu melalui semua tahapan secara optimal. Beberapa anak mengalami kegagalan
atau gangguan tumbuh kembang.
Hasil laporan badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO), gangguan
mental di Indonesia menempati urutan kesepuluh di dunia. Sedangkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta
jiwa adalah penyandang cacat, untuk populasi anak retardasi mental menempati angka
paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi
anak retardasi mental di Indonesia saat ini 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6
juta jiwa. Diperkirakan 85% dari jumlah tersebut merupakan anak retardasi mental
ringan, 10% anak retardasi mental sedang, 3-4% anak retardasi mental berat dan 1-2%
anak retardasi mental sangat berat.
Karakteristik khusus anak retardasi mental yang membedakan dengan anak lain
seusianya dapat terlihat secara fisik, yang meliputi wajah lebar, bibir tebal atau
sumbing, mulut menganga terbuka, dan lidah biasanya menjulur keluar. Anak dengan
retardasi mental juga mengalami kesulitan dalam merawat diri, kesulitan dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, serta keterbatasan dalam sensori dan gerak.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari RM ?
b. Apa klasifikasi dari RM ?
c. Apa etiologi dari RM ?
d. Apa saja manifestasi klinis dari RM ?
e. Bagaimana Patofisiologi dari RM ?
f. Apa saja komplikasi dari RM ?
g. Bagaimana pathway dari RM ?
h. Apa saja pemeriksaan penunjang dari RM ?
i. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan dari RM?
j. Apa saja pencegahan dari RM ?
k. Bagaimana konsep peran keluarga terhadap anak RM?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari RM
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari RM
c. Untuk mengetahui etiologi dari RM
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari RM
e. Untuk mengetahui Patofisiologi dari RM
f. Untuk mengetahui komplikasi dari RM
g. Untuk mengetahui pathway dari RM
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari RM
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari RM
j. Untuk mengetahui pencegahan dari RM
k. Untuk mengetahui konsep peran keluarga terhadap anak RM
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Retardasi mentalh adalah kelainan atau kelemahan jiwa intelegasi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan tetapi
gejala yang utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia ( oligo : kurang atau sedikit dan fren : jiwa) atau tuna mental
( Maramis, 2009)
Retardasi Mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai dengan adanya rendahnya (impairment)
keterampilan (kecakapan, skill) selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh terhadap intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik,
dan sosial. ICG (WHO, 1992).
Retardasi Mental adalah kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi
pada masa perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih ganguan dari:
a. Maturasi
b. Proses belajar
c. Penyesuaian diri secara sosial
B. Klasifikasi
Klasifikasi retardasi mental berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM IV) , dalam a Journey to child neurodevelopment:
Application in daily practice :
a. Retardasi mental ringan
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ) 50–55 sampai 70.
b. Retardasi mental sedang
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) 35-40 sampai 50-55.
c. Retardasi mental berat
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) 20-25 sampai 35-40.
d. Retardasi mental sangat berat
Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) dibawah 20 atau 25.
e. Retardasi mental dengan keparahan tidak ditentukan
Jika terdapat kecurigaan kuat adanya retardasi mental. (Solek, 2010)
C. Etiologi
1. Keadaan dimana bayi mengalami kerusakan di bagian otak yang
mengakibatkan infeksi di intracranial yang disebabkan oleh beberapa obat,
serum ataupun zat – zat toksik
2. Trauma atau penyebab fisik yang dapat menimbulkan kelainan yang berakibat
retardasi pada anak. Hal ini diakibatkan oleh rudapaksa atau kekerasan fisik
yang dilakukan sejak bayi baru lahir
3. Ganggaun yang dialami oleh anak, misalnya pertumbuhan yang tidak sesuai,
kurangnya gizi seimbang, serta terganggunya metabolisme tubuh
4. Neoplasma yang mengakibatkan anak mengalami retardasi mental. Hal ini
disebabkan oleh penyakit yang menyerang otak mengalami peradanagan dan
merusak beberapa sel di dalamnya
5. Bayi yang lahir prenala sering mengalami efek kongenital yang sering kali
tidak dapat diketahui penyebabnya
6. Kelainan yang dibawa sejak lahir ( kromosom ) juga memperlambat tumbuh
kembang anak sejak di dalam kandungan
7. Retardasi pada anak sangat berkaitan dengan berat badan yang kurang dari
2500 g, sehingga anak mengalami kekurangan gizi
8. Sosial budaya juga dapat mengakibatkan anak mengalami defripasi psikososial
D. Manifestasi klinis
Menurut Yusuf (2015) gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut :
1. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan dan selalu cepat lupa
apa yang di pelajari tanpa latihan yang terus – menerus.
2. kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal – hal yang baru
3. kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak dengan penderita RM berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi
mental berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat
berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam
mengerjakan tugas – tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu
dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi
mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, sepeeti berpakaian,
makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan Latihan
khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak retardasi mental ringan
dapat bermain bersama dengan anak regular, tetapi anak yang mempunyai
retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin
disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan perhatian
terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus – menerus. Banyak anak retardasi
mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti
ritual, misalnya memutar – mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal –
hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit diri sendiri,
membentur – benturkan kepala , dll.
E. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab pranatal,
perinatal, dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan kromosom
(trisomi 21 [sindrom down], sindrom F r a gile-X), gangguan sindrom (distrofi
otot Duchenne, neurofibromatosis [tipe-1] , dan gangguan metabolisme bawaan
(fenilketonuria). Penyebab perinatal dapat berhubungan dengan masalah
intrauterus seperti abrupsio plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran prematur
serta masalah neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab
pascanatal mencakup kondisi- kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi,
dan gangguan degeneratif dan demielinisasi. Sindrom Fragile X, sindrom down,
dan sindrom alkohol janin terjadi pada sepertiga dari kasus retardasi mental.
Munculnya masalah-masalah terkait, seperti paralisis serebral, defisit sensoris,
gangguan psikiatrik, dan kejang berhubungan dengan retardasi mental yang lebih
berat. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
Prognosis jangka panjang pada akhirnya ditentukan oleh seberapa jauh individu
tersebut dapat berfungsi secara mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup
mandiri, keterampilan sosial) (Betz dan Sowden, 2009).
F. Komplikasi
a. Paralisis serebral
b. Gangguan kejang
c. Masalah- masalah perilaku/psikiatrik
d. Defisit komunikasi
e. Konstipasi (akibat penurunan motilitas usus akibat obat- obatan antikonvulsi,
kurang mengosumsi makanan berserat dan cairan)
f. Kelainan kongenital yang berkaitan seperti malformasi esophagus, obstruksi
usus halus dan defek jantung.
g. Disfungsi tiroid.
h. Gangguan sensoris
i. Masalah- msalah ortopedik, seperti deformitas kaki, scoliosis.
G. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan retardasi
mental :
a. Kromosom Kariotipe
1. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
2. anamnesis ibu tercemar zat – zat teratogen
3. terdapat beberapa kelainan kongenital
4. genitalia abnormal
b. Elektro Ensefalogram (EEG)
1. Gejala kejang yang dicurigai
2. Kesulitan mengerti Bahasa yang berat
c. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI)
1. Pembesaran kepala yang progesif
2. Tuberous selerosis
3. Dicurigai kelainan yang luas
4. Kejang local
5. Dicurigai adanya tumor intracranial
d. Tiler virus untuk infeksi kongenital
1. Kelainan pendengaran tipe sensorineural
2. Neonatal hepatoplenomegali
3. Petechie pada periode neonatal
4. Chorioretinis
5. Mikroptalmia
6. Klasifikasi intracranial
e. Serum asam urat ( uric acid serum)
1. Choreoatetosis
2. Gout
3. Sering mengamuk
f. Laktat dan piruvat darah
1. Asidosis metabolic
2. Kejang mioklonik
3. Kelemahan yang progresi
4. Ataksia
5. Degenerasi retina
6. Ophtalmoplegia
7. Episode seperti stroke yang berulang
g. Plasma asam lemak rantai sangat Panjang
1. Hepatomegali
2. Tuli
3. Kejang dini dan hipotomia
4. Degenerasi retina
5. Ophtalmoplegia
6. Kista pada ginjal
h. Serum seng (Zn)
1. Acrodermatitis
i. Logam berat dalam darah
1. anamesis adanya pika
2. Anemia
j. Serum Tembaga (Cu) dan Ceruloplasmin
1. Gerakan yang involunter
2. Sirosis
3. Cincin kayser – Fleischer
k. Serum asam amino atau asam organic
1. Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
2. Gagal tumbuh
3. Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
4. Warna rambut yang tidak biasa
5. Mikrosefali
6. Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
l. Plasma ammonia
1. Muntah – muntah dengan asidosis metabolic
m. Analisa enzim losozom pada lekosit atau biopsy kulit
1. Kehilangan fungsi motoric dan kognitif
2. Atrofi N. Optikus
3. Degenerasi retina
4. Mioklonus
5. Serebral ataksia yang berulang
6. Miklonus
7. Hepatosplenomegali
8. Kulit yang kasar dan lepas – lepas
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan
sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga memerlukan
perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring
terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih, 2012).
a. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal
mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang
meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak
berfungsi sebagai Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:
1) Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril] , haloperidol
[Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri
sendiri.
2) Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
3) Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
4) Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol]).
b. Terapi bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan yang sama
terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya. Namun, karena
perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua kurang menyadari kebutuhan
untuk memenuhi aktivitas tersebut. Dengan demikian, perawat mengarahkan
orang tua untuk memilih permainan dan aktivitas olahraga yang sesuai. Jenis
permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun kebutuhan
terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang sampai beberapa
tahun. Orang tua harus menggunakan setiap kesempatan untuk
memperkenalkan anak kepada banyak suara, pandangan, dan sensasi yang
berbeda. Permainan yang sesuai meliputi suara musik yang bergerak, mainan
yang diisi, bermain air, menghanyutkan mainan, kursi atau kuda yang dapat
bergoyang, bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain mobil-mobilan.
Anak harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan atau
pusat pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat untuk berkunjung
kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung, misalnya mendekap,
memeluk, mengayun, berbicara kepada anakdalam posisi menatap wajah
(wajah-ke-wajah), dan menaikkan anak diatas bahu orangtua.
Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan edukasionalnya. Sebagai
contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat dikempeskan merupakan mainan
air yang baik;yang mendorong permainan interaktif dan dapat digunakan
untuk mempelajari keterampilan motoric, misalnya keseimbangan, mengayun,
menendan, dan melempar. Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan
jenis kancing yang berbeda dapat membantu anak mempelajari keterampilan
berpakaian.Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon
dengan frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara.
Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar
memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang mengalami
gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt digunakan untuk
memungkinkan anak mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas yang sesuai
untuk aktivitas fisik berdasarkan pada ukuran tubuh, koordinasi, kesegaran
jasmani dan maturitas, motivasi, dan kesehatan anak (Wong, 2009).
J. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Dapat dilakukan dengan Pendidikan Kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan – sosio ekonomi, konseling genetic dan tindakan kedokteran
(umpamanya perawatan prenatal yang baik pertolongan persalinan yang baik,
kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan
pencegahan peradangan otak pada anak – anak)
b. Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural,
kraniostenosis ( sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan
kraniotomi ; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong)
c. Pencegahan Tersier
Merupakan Pendidikan penderita atau Latihan khusus sebaiknya disekolah
luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
dekstruktif
K. Konsep peran keluarga terhadap anak RM
Keluarga merupakan suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah,
memperbaiki atau mengabaikan masalah – masalah Kesehatan dalam kelompok
sendiri. Hampir setiap masalah Kesehatan mulai dari awl sampai penyelesainnya
akan dipengaruhi oleh keluarga. Salah satu tugas keluarga dan memberi perawatan
serta dukungan kepada anggota keluarga yang sakit dan tidak dapat membantu
dirinya sendiri karena cacat atau usia yang terlalu mudah.
Peran ibu dalam membimbing anak retardasi mental untuk mencapai suatu
penyesuaian diri sebagai landasan awal dalam menghadapi kehidupan masyarakat
yang lebih luas diantaranya yaitu memberikan dorongan pada anak yang berkaitan
dengan berbagai keterampilan yang harus dimiliki, membimbing anak untuk
mengendalikan tingkah lakunya yang nantinya dapat mendorong anak mampu
berhubungan dengan orang lain dan yang terpenting adalah memberikan
kesempatan pada anak untuk belajar.
Peran ayah sebagai kepala keluarga berperan sebagai sumber penghasilan dan
pembentuk karakter keluarga. Selain itu, ayah juga merupakan pelindung anggota
keluarganya sehingga terciptalah suasana nyaman dan aman bagi istri maupun
anak – anaknya. Hal ini di karenakan seorang ayah dianggap sebagai contoh
keberhasilan bagi seorang anak, terutama dalam menyelesaikan permasalahan dan
tantangan yang dialami sang anak. Nilai – nilai yang dimiliki seorang ayah, seperti
tanggung jawab, gigih, kritis, serta logis dapat terinternalisasi dalam diri anak
ketika sang ayah turut berperan dalam perkembangan anak.
Pentingnya peran keluarga atau orang tua bagi peningkatan Pendidikan dirumah,
maka keluarga atau orang tua harus melakukan hal – hal sebagai berikut :
1. membimbing dan menolong diri sendiri
2. membimbing hubungan sosial
3. membimbing kegiatan ekonomi produktif
4. membimbing teguran dan pujian
5. membimbing Kesehatan
6. membimbing seksual
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : An.H
Umur : 11 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Ttl : Tabang, 1 Mei 2010
Suku/bangsa : Kotamonagu
Alamat : Tabang
Ruang rawat : Pediatri
Tanggal masuk : 20 November 2021
Tanggal Pengkajian : 25 November 2021
Penanggung jawab
Nama : Ny. N
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Hubungan keluarga : Ibu kandung
1. Alasan masuk
Klien masuk pada tanggal 20 November 2021 dengan keluhan susah dalam
menyampaikan pendapat baik tertulis maupun dengan kata-kata, klien sulit
beroksentrasi suka mengganggu adiknya den berbicara tidak jelas
2. Riwayat kesehatan
4. Riwayat alergi
Ny.N mengatakan An.H tidak ada alergi obat dan makanan.
3. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran : compos mentis
2. GCS : 15
3. TTV :
- S : 37 C
- R : 27 x/m
- HR : 88 x/m
4. Posture :
- BB : 34 Kg
- TB : 144 Cm
Cara berjalan An.H tidak mengalami gangguan
5. Kepala :
- Bentuk : normal
- Kebersihan : bersih
- Lingkar kepala : 29 Cm
- Benjolan :-
- Data lain : An.H memiliki rambur berwarna hitam lebat,
pertumbuhan rambut merata, karakteristik rambut keriting dan
tidak rapi.
6. Mata : simetris
- Sklera : tidak ikterik
- Refleks cahaya : positif
- Konjungtiva : tidak anemis
- Palbebra : tidak edema
- Data lain : mata An.H terlihat bersih
7. Hidung :
- Letak : simetris
- Pernafasan cuping hidung : tidak
- Kebersihan : bersih
- Data lain : Fungsi penciuman baik
8. Mulut :
- Gigi : 212 212
212 212
- Kebersihan rongga mulut : tidak bersih
- Data lain : ada karies gigi
9. Telinga :
- Bentuk : simetris
- Kebersihan : bersih
- Posisi punjak pina : sejajar kantus mata
- Pemeriksaan pendengaran : baik
10. Leher :
- pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
11. Dada
Thoraks :
- Inspeksi : tidak ada tarikan didnding dada, pergerakan dinding
dada saat inspirasi dan ekspirasi sama
- Auskultasi : bunyi nafas bronkovasikuler
- palaspi : fremitus kiri dan kanan sama
- perkusi :-
- lingkar dada : 56 Cm
jantung :
- inspeksi : iktus kordis terlihat
- auskultasi : irama jantung reguler
- palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial midclavikula
RIC V
- perkusi :-
12. abdomen :
- inspeksi : simetris, distensi abdomen (-), tidak ada nyeri
tekan.
- auskultasi : bising usus (+),
- lingkar perut : 62 Cm
13. kulit :
- turgor : kembali cepat
- kelembaban : lembab
- warna : merah mudah
- data lain : kulit An.H bersih dan berwarna sawo matang
14. extremitas atas :
- lingkar lengan atas : 16 cm
- capillary refill : < 3 detik
- data lain yang ditemukan : kuku jari tangan tampak
panjang dan kotor
15. ektremitas bawah : kuku jari kaki tampak panjang dan kotor
16. genitalia :
laki laki
- bentuk : normal
- ukuran penis : normal
17. temperamen dan daya adaptasi :
- easy child
- karakteristik santai
- temperamen muda
- kebiasaan yang teratur dan mudah di
prediksi
- mudah beradaptasi terhadap perubahan
18. kebiasaan sehari hari
a. nutrisi dan cairan
makan :
- jenis : makanan biasa (nasi, lauk, sayur, tahu, tempe)
- jumlah : 1 porsi
- frekuensi : 3 kali perhari
- pola makan : teratur
minum :
- jenis : air mineral
- jumlah : 1 gelas
- frekuensi : 8 kali perhari
b. status gizi :normal
c. istirahat dan tidur :
siang
- pola tidur : teratur
- jumlah jam tidur : 2 jam/hari
malam
6. Analisa Data
IQ An. M: 50
2 DS : Hambatan psikologis Gangguan Komunikasi
Ny N mengatakan klien Verbal
susah dalam
menyampaikan pendapat
baik dalam tulisan
maupun dengan kata-
kata, suka menanggapi
orang dengan senyuman
DO :
klien tampak
menanggapi pertanyaan
dengan senyuman dan
hanya menjawab antara
“iya” dan “tidak”
3 DS : Kelainan genetik Kesiapan Peningkatan
Ny N berharap klien Koping Keluarga
dapat merawat diri dan
hidup secara mandiri
seperti orang normal
pada umumnya
DO :
Klien tampak antusias
dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien
4 DS : Gangguan psikologis Defisit Perawatan Diri
Ny N mengatakan klien
mandi masih kurang
bersih dan sering
bermain air ketika mandi.
DO :
klien tampak rambut
tidak rapi, rongga mulut
kurang bersih, beberapa
gigi mengalami karies,
kuku jari tangan tampak
panjang dan kotor, kuku
jari kaki tampak panjang
dan kotor
7. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan tumbuh kembang b.d Inkonsistensi respon(D. 0106)
2) Gangguan komunikasi verbal b.d hambatan psikologis (D. 0119)
3) Kesiapan peningkatan koping keluarga b.d kelainan genetic (D.0090)
4) Defisit perawatan diri b.d gangguan psikologis (D. 0109)
8. Intervensi Keperawatan
9. Implementasi Keperawatan
O:
P:
lanjutkan intervensi
2 Gangguan komunikasi S :
verbal b.d hambatan
Ny N mengatakan akan menerapkan 6
psikologis (D. 0119)
langkah cuci tangan bersama keluarga
O:
A:
Masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
3 Kesiapan peningkatan S :
koping keluarga b.d
Ny N mengatakan paham tentang cara
kelainan genetic (D.0090)
berinteraksi dengan penyandang
disabilitas intelektual, Ny N mengatakan
akan selalu berusaha untuk menunjang
perkembangan klien
O:
A:
Masalah terasi Sebagian
P:
lanjutkan intervensi
O:
A:
Masalah teratasi Sebagian
P:
lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Latar Belakang
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang didiagnosa sebelum usia 18 tahun dengan
fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata. Kondisi ini diiringi dengan
terganggunya kemampuan individu untuk menguasai keterampilan yang penting
untuk kehidupan sehari-hari. Anak dengan retardasi mental akan belajar dan
berkembang lebih lambat daripada anak lain yang normal. Anak dengan retardasi
mental juga membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga
kebutuhan personalnya seperti, memakai pakaian dan makan. Mereka memiliki
masalah belajar di sekolah, mereka akan belajar tetapi hal itu membutuhkan waktu
lebih lama dan ada beberapa hal yang tidak bisa mereka pelajari. Adapun ciri-ciri
retardasi mental; (1) Bergerak pelan sekali dan berjalan lebih lambat daripada yang
lain (2). Belajar bicara lebih lambat, memiliki masalah bicara (3). Sulit mengingat
sesuatu (4).Tidak mengerti bagaimana membayar sesuatu (5).Sulit mengerti peraturan
sosial (6) Sulit mengerti akibat tindakannya (7).Sulit memecahkan masalah(8) Sulit
berpikir logis. Berikut ini karakteristik retardasi mental yang terbagi atas 4 yaitu (1)
Retardasi mental ringan (Mampu Didik) : IQ 50-70, (2) Retardasi mental sedang
(Mampu Latih): IQ 35-40 sampai 50-55, (3) Retardasi mental berat : IQ 20-25 sampai
35-40, (4). Retardasi mental sangat berat: IQ dibawah 20-25. Beberapa penyebab
retardasi mental, antara lain faktor genetis, ibu hamil yang alkoholik atau mendapat
infeksi seperti rubella selama kehamilannya.. Begitu juga masalah waktu melahirkan
seperti tidak mendapat oksigen yang cukup dan cedera pada saat proses persalinan.
Kemudian faktor malnutrisi yang ekstrim, racun logam mercuri. Selain itu faktor
sosial, tingkah laku dan faktor pendidikan juga diperkirakan ikut berpengaruh sebagai
penyebab retardasi mental Tujuan utama diberikannya intervensi dan treatment untuk
anak retardasi mental adalah untuk mengembangkan potensi individu secara
maksimal. Pendidikan dan pelatihan khusus sebaiknya dimulai sedini mungkin. Hal
ini termasuk keterampilan sosial untuk membantu individu berfungsi senormal
mungkin. Oleh karena itu pendidikan bagi anak retardasi mental memerlukan suatu
keahlian khusus, terutama bagi guru-guru yang mengelola proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta selatan,
Dewan Pengurus Pusat Pemersatu Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta selatan,
Dewan Pengurus Pusat Pemersatu Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta selatan, Dewan
Pengurus Pusat Pemersatu Perawat Nasional Indonesia.
http://repository.um-surabaya.ac.id/2338/3/BAB_2.pdf
https://id.scribd.com/presentation/437107667/Penatalaksanaan-Anak-Berkebutuhan-
Khusus-Abk
https://id.scribd.com/doc/94195789/Askep-Retardasi-Mental
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2142/3/KTI%20BAB%201-5.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/HABIBI.pdf