Anda di halaman 1dari 25

Askep Hisprung

diposting oleh nuzulul-fkp09 pada 14 October 2011


di Kep Pencernaan - 1 komentar

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HISPRUNG


NUZULUL ZULKARNAIN HAQ

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden: 2000).
Penyakit hirschsprung atau mega kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih
banyak laki-laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer, 2000).

Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan gangguan hisprung merupakan
aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah
sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong untuk dapat memberikan pelayanan
kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek
legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang
dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan” (askep) yang diberikan yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional dalam
pelayanan pasien gangguan hisprung.Pemberian asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja,
dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan
secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya.

 
1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui definisi dari Hisprung

1.2.2 Untuk mengetahui etiologi dari Hisprung

1.2.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung

1.2.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung

1.2.5 Untuk mengetahui Web of Cause dari hirsprung

1.2.6 Untuk mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apa definisi dari Hisprung

1.3.2 Apa etiologi dari Hisprung

1.3.3 Apa manifestasi klinis dari Hisprung

1.3.4 Apa penatalaksanaan dari Hisprung

1.3.5 BagaimanaWeb of Cause dari hirsprung

1.3.6 Bagaimana Askep hirsprung pada pasien anak

1.4 Manfaat

1.4.1 Mengetahui definisi dari Hisprung

1.4.2 Mengetahui etiologi dari Hisprung

1.4.3 Mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung

1.4.4 Mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung

1.4.5 Mengetahui Web of Cause dari hirsprung

1.4.6 Mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak

 
BAB II

KAJIAN PUSTAKA 

2.1  Definisi

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan diebabkan leh kelainan inervasi usus, di
mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang bervariasi.
Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada
neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan
4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan bawaan lain
termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom wardenburg serta
kelainan kardivaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus intramural
usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda dengan konstipasi
parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi colon di
proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup.
Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (G.
Holdstock, 1991)

2.2        Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus (Budi, 2010).

2.3  Manifestasi Klinis

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari  kelumpuhan  usus besar dalam
menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan
mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang
menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama
sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan
lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan
(Budi, 2010). 
Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertama
bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)

1. Malas makan
2.  Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)

Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):

1.  Tidak dapat meningkatkan berat badan


2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.

Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :

1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

2.4  Penatalaksanaan

Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.

a)      Pembedahan

Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).

Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:


1. Prosedur duhamel

Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang
usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang telah ditarik

1. Prosedur swenson

Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang
berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian
posterior

1. Prosedur soave

Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa

b)      Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

DOWNLOAD : WOC ASKEP HISPRUNG

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG

STUDY KASUS

Seorang anak M (pr) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2 Juni 2008
dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB.  Setelah mendapatkan pelayanan dari rumah
sakit, ibumengatakan, anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya sudah tidak
muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu bingung karena
dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter spesialis anak belum boleh
karena sekalian mau di operasi.

3.1 Pengkajian

1. Biodata

      Data bayi

Nama               : By. M


Jenis kelamin   : perempuan

Tanggal Lahir : 8 Mei 2008

Tanggal MRS  : 2 juni 2008

BB/PB             : 2900 g/ 54cm

Dx medis                     : hirsprung

Pengkajian       : 9 Juni

Data Ibu

Nama               : Ny. K

Pekerjaan                     : Tidak kerja

Pendidikan      : SLTA

Alamat                        : Kedinding Tenagh SBY

Nama ayah      : Tn T

Pekerjaan                     : PT PAL

Pendidikan      : SLTA

1. Keluhan utama

tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan minum

1. Riwayat penyakit sekarang

Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang diminum, muntah sejak
3 hari yang lalu.

1. Riwayat penyakit sebelumnya

Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya


1. Pemeriksaan fisik

a)      Tanda-tanda vital

Tekanan darah: 90/60mm/hg

Denyut nadi         : 114/menit

Suhu tubuh           : 36,5

RR                                    : 40/menit

b)       Pemeriksaan persistem

B1 reathing          : normal

B2 Blood             : normal

B3 Brain               : normal

B4 Bladder          : normal

B5 Bowel : kembung, bising usus 10x/ menit, muntah, peningkatan

    nyeri  abdomen

B6 Bone               : normal

7.  Data Tambahan :

a. Radiologi :

- Torax foto (2-6-08):

 Cor : besar & bentuk kesan normal

 Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam

 Thymus : positif

 Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan

- Baby gram (2-6-08):

 Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar


- BOF (2-6-08)

Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran Hirsprung
Disease

- Colon in loop (5-6-08):

Tampak pelebaran rectosigmoid

Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari anal dengan daerah
hipoganglionik diatasnya.

Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.

Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases

b. Laboratorium :

  Tanggal 2-6-08 :

  Glukosa       : 80 mg/dl                    ( 70 -110)   WBC 7 × 103 /uL             (4,7-11,3)

  SC               : 0.5 mg/dl                   ( 0.6-1,1 )   HGB 10,8 g/dl                             (11,4-15,1)

  BUN                       : 4 mg/dl                      ( 5 - 23 )    RBC 3,33 × 106 /uL                      (4 -5)

  Albumin      : 4,1 g/dl                      ( 3,8 -5,4)   HCT 33,7 %                                 (38 - 42)

  K                 : 3,87 mmol/L  ( 3,6 - 5,5)  PLT 327 × 103                              (142 - 424)

  Na               : 137,8 mmol/L            (13 -155 ) 

  Ca               : 10 mg/dl                    (8,1 - 10,4)

  Tanggal 9-6-2008:

  CRP: negative (<6 mg/dl)

Glukosa: 80 mg/dl

Analisis Data

 
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 S: Ibu; Aganglionisis parasimpatikus Konstipasi

  -Anaknya baru bisa BAB jika ↓  


diberi obat lwat dubur.
  Mesenterikus  
-BAB 1-2×/hr, konsisitensi
  lembek, berwarna kuning. ↓  

    Daya dorong lemah  

  O: ↓  

  -  Tampak distensi abdomen. Feses tidak bisa keluar  

  -  Lingkar abdomen 39 cm. ↓  

  -  Bising usus 10×/mnt Konstipasi  

  S: Ibu;    

2 - Jika tidak bisa BAB, perut    


anaknya membesar sehingga
  malas minum ASI/PASI.    

       

  O:    

  - Tidak ada ada (muntah,    


iritabel, peningkatan nyeri tekan
  abdomen) Konstipasi PK:
Enterokolitis
  - Tampak distensi abdomen. ↓
 
  - Lingkar abdomen 39 cm. Pertumbuhan bakteri dalam kolon
meningkat  
  - Suhu aksila 36,5°C
↓  
  - WBC 7×10 /uL
Enterokolitis  
  - CRP < 6
   
   
  S:    

  - Ibu mengatakan, kondisi    


anaknya sudah tidak muntah
  dan sudah bisa BAB, jadi sudah    
sembuh, mestinya boleh pulang.
3    
- Ibu mengatakan, saya bingung
  karena dokter satu    
membolehkan pulang dan rawat
jalan tapi dokter satunya belum    
boleh karena sekalian mau
dioperasi.    

     

     

O:    

- Wajah tampak kusut    

- Kurang perhatian (rambut dan    


baju acak-acakan)
   
- Interaksi dengan Ibu-Ibu lain
kurang.    

- Afek datar    

- Emosi rendah    

- Tidak ada diaforesis    

- T = 130/80    

- N = 80×/mnt Kurang pengetahuan tentang  


penyakit dan terapu yang
- RR = 20 ×/mnt diprogramkan Cemas orang
tua

 (Ibu)

 
3.2 Diagnosa dan Intervensi

NoDiagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Konstipasi Tujuan: konstipasi dapat teratasi dala 1. Berikan  
berhubungan 4 × 24 jam microlac
dengan rectal tiap  
aganglionisi Kriteria hasil: hari
s 1. Untuk
parasimpatis 1.  BAB teratur 3-4 ×/hr   mangetahui
area rektum kondisi usus
2.  Konsisitensi lembek 1. Berikan ASI melalui feses
 
3.  Distensi abdomen berkurang    

4.  Lingkar abdomen berkurang  

   

1. Observasi
bising usus,
distensi
abdomen,
lingkar
abdomen
2. Observasi
frekuensi dan
karakteristik
feses tiap
BAB
3. Membantu
memperlanca
r defekasi
4. Untuk
melunakkan
feses denagn
menambah
intake cairan

5. Mengetahui
peristaltic
usus
2 Enterokolitis Tujuan: tidak terjadi enterokolitis 1. Berikan ASI 1. Melunakkan
berhubungan selama perawatan. feses
dengan  
stagnasi dan Kriteria Hasil: 2. Menghindari
akumulasi 1. Observasi terjadinya
feses dalam 1.  BAB teratur 3-4x/hari suhu axila, infeksi baru
kolon. hindari
2.  Distensi abdomen berkurang mengukur  
suhu lewat
3.  Lingkar abdomen berkurang rectal 1. Menambah
2. Jelaskan pengetahuan
4.  Tidak diare gejala dan keluarga
tanda
5.  Suhu axila 36,5-37,5o C enterokolitis

6.  WBC 5-10 x 10/uL 3. Berikan


antibiotic
  sesuai
stadium
enterokolitis
yang
diberikan
tidak lewat
oral (Klaus:
1998)
4. Berikan
NaHCO3 jika
terjadi
asidosis(Klau
s: 1998)
5. Berikan
nutrisi setelah
pasien stabil,
dengan
memberikan
makanan
secara
IV(Klaus:
1998)
6. Lakukan
pembedahan
jika ada
indikasi
(Klaus: 1998)

 
3 Ansietas  Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang    
(ibu) dalam 24 jam
berhubungan 1. Mengetahui
dengan Kriteria Hasil: perkembangan
kurang anak
pengetahuan 1. Ibu mangungkapkan suatu 2. Mengurangi
tentang pemahaman yang baik kecemasan
penyakit dan tentang proses penyakit
terapi yang anaknya  
diprogramka 2. Ibu memahami terapi yang
n diprogramkan tim dokter 1. Mengurangi
resiko
  1. Jelaskan pada ibu terjadinya
tentang penyakit yang infeksi
diderita anaknya.
2. Berikan ibu jadwal
pemeriksaan
diagnostic
3. Berikan informasi
tentang rencana
operasi
4. Berikan penjelasan
pada ibu tentang
perawatan setelah
operasi

5. Meningkatkan
pengetahuan ibu

BAB IV

PENUTUP

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik,
psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit
hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar
anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang
diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari


http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.

Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari


http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Holdstok, G. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta: Hipokrates.

Klaus & Fanaroff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Wong, L. 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.

Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari


http://dokteryudabedah.com/wp-content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober
2010.
Asuhan Keperawatan Hisprung
A. Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu
penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya
motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter
rectum berelaksasi.

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz,
Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir  3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief
Mansjoeer, 2000 ).

B. Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah
diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

C. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer


dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal.

Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141
).

D. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir.

Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi

abdomen. (Nelson, 2000 : 317).

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit

Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan

muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi

meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama

beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis

dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur

merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen

hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

1. Anak – anak

a Konstipasi

b Tinja seperti pita dan berbau busuk


c Distenssi abdomen

d Adanya masa difecal dapat dipalpasi

e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).

2. Komplikasi

a Obstruksi usus

b Konstipasi

c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

d Entrokolitis

e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :

a Daerah transisi

b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit

c Entrokolitis padasegmen yang melebar

d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )

2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada

daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )

3. Biopsi otot rektum

Yaitu pengambilan lapisan otot rektum

4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat

peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )

5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus

( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )

6. Pemeriksaan colok anus

Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot.

Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat

pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

F. Penatalaksanaan

1. Medis

Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus


besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :


a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi

dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran

normalnya.

b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai

sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily &

Sowden 2002 : 98 )

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,

Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan

terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah

diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )

2. Perawatan

Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :

a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini

b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )

d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 :

1135 )

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan

mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet

rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral

total ( NPT )

Konsep Tumbuh Kembang Anak

Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga

dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 )

berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia

luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana

pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan

akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik

bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama

berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk

memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi

tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ).

Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen

tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih

komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan

( Soetjiningsih, 1998: 1 ).

Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan

tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki

tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan
tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella

anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai

muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).

1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler

Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam

hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak

tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.

Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering

menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh

peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.

Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang

tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama.

Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S

2004).

2. Fokus Intervensi

a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong,

Donna, 2004 : 508 )

Tujuan :

1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara

normal dan bisa dilakukan


Kriteria Hasil

1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi

2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik

Intervensi :

1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %

2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali

3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah

4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses

5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan

b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual

dan muntah

Tujuan :

1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan

Kriteria Hasil

1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya

2. Turgor kulit pasien lembab


3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan

Intervensi

1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan

2. Ukur berat badan anak tiap hari

3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk

mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah

c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden

2002:197)

Tujuan :

1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh

Kriteria Hasil

1. Turgor kulit lembab.

2. Keseimbangan cairan.

Intervensi

1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien

2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output

3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).

Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat

Kriteria hasil :

1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi

penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya

kembali

Intervensi

1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui

sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien

2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon

3. Kaji latar belakang keluarga

4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien

5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien

Menggunakan liflet aatau agmbar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).

DAFTAR PUSTAKA

A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC

Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan
Tambayong. Jakarta : EGC

Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester.
Jakarta : EGC

Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.

Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta :
Bina Rupa Aksara

Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika
Jakaarta.

Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC

Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai