Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948
mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion
parasimpatis.
Ada beberapa pengertian mengenai Hirsch sprung atau Mega Colon, namun pada
intinya sama dengan penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak
mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi 3 Kg, lebih banyak
laki laki dari pada aterm dengan berat lahir perempuan.
Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus
auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada
rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic
Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan
peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.
1

HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan
diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di
Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,43,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam
2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara
normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal
ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia
gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang
dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus
ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan.
Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan

menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil
memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).

1.2 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan neonates bayi dan anak balita.
Untuk mengetahui pengertian Hirschsprung dan atresia eshopagus.
Untuk mengetahui etiologi Hirschsprung dan atresia eshopagus.
Untuk mengetahui tanda dan gejala Hirschsprung dan atresia eshopagus.
Untuk mengetahui penatalaksanaan Hirschsprung dan atresia eshopagus
Untuk mengetahui berapa besar angka kejadian Hirschsprung.

BAB II
PEMBAHASAN
3

2.1 Hirschprung
A. Definisi
Ada beberapa pengertian mengenai hirschprung, namun pada intinya sama yaitu
penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya
motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya
spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan.
Hirschprung adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan
mengakibatkan beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya system kerja usus. Kasus
terbanyak dialami oleh pria dan umumnya ditemukan pada anak-anak yang memiliki
syndrome down.kelainan ini dapat berakibat kematian atau kelainan kronis lainnya.
Hirschprung adalah suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion
parasimpatis dari pleksus mesentrikus/ aurebach padakolon bagian dista.
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus,
mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi
selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai
congenital aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprungs disease.
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri
adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak
dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat
usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit
sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan
cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat

mendorong kotoran keluar dari anus. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik).
Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut
ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini
tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak
memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi
penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki.
Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.
C. Tanda dan Gejala
Gejala yang ditemukan pada bayi baru lahir yaitu dalam rentang waktu 24-48
jam bayi tidak mengeluarkan mekonium (kototran pertama bayi yang berbentuk seperti
pasir berwarna hijau kehitaman, malas makan,muntah yang berwarna hijau, pembesaran
perut (perut menjadi buncit).
Pada masa pertumbuhan (Usia 1-3 tahun)
1.
2.
3.
4.
5.

Tidak dapat meningkatkan berat badan


Konstipasi (sembelit)
Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
Diare cair yang keluar seperti di semprot.
Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus yang di anggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak-anak di atas 3 tahun, gejala bersifat kronis:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Konstipasi (sembelit)
Kototran berbentuk pita
Berbau busuk
Pembesaran perut
Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia.
Distensi abdomen merupakan gejala penting lainnya. Distensi abdomen

merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh kelainan
lain. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya disekitar umbilicus,
punggung, dan disekitar genitalia ditemukan bila terdapat komplikasi peritonitis.

Gambaran abdomen tersebut ini mirip dengan gambaran abdomen pada penyakit lain
seperti enterokolitis nekrotikans neonatal, atresia ileum dengan komplikasi perforasi,
peritonitis intrauterin, dll.
Muntah yang berwarna hijau sering terjadi pada penyakit Hirschsprung.
Karena disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat terjadi pula pada gangguan pasase
usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis nekrotikans neonatal, atau peritonitis
intrauterine. Penyakit Hirschsprung dengan komplikasi enterokolitis menampilkan
distensi abdomen disertai diare berupa feses cair bercampur mucus dan berbau busuk,
dengan atau tanpa darah dan umumnya berwarna kecoklatan.
Pada pemeriksaan fisik sering terlihat tidak adanya distensi abdomen.
Penilaian posisi anus pada perineum sangatlah penting. Terdapat anus imperforate
dibagian bawah dalam keadaan terbuka yang dapat menggantikan langsung bagian
anterior ini juga dapat menyebabkan konstipasi. Pada pemeriksaan rectum pasien
Hirschsprung memperlihatkan anus yang kaku dan bisa mengakibatkan kesalahan
diagnosis karena dianggap sebagai stenosis anuS.
Pemeriksaan enema barium harus dikerjakan pada neonatus dengan
keterlambatan mekonium disertai distensi abdomen dan muntah hijau, meskipun dengan
pemeriksaan colok dubur gejala dan tanda-tanda obstruksi usus telah mereda atau hilang.
Enema barium berisikan kontras cairan yang larut dalam air, yang sangat akurat untuk
mendiagnosis penyakit Hirschsprung.
Tanda-tanda klasik radiografik yang khas untuk penyakit Hirschsprung
adalah:
a. Segmen sempit dari sfingter anal dengan panjang tertentu.
b. Zona transisi, daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi.
c. Segmen dilatasi.
Terdapat 3 jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema
barium:
a. Abrupt, perubahan mendadak
b. Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
c. Funnel, bentuk seperti cerobongSelain tanda-tanda seperti diatas, dapat juga terlihat
gambar permukaan mukosa yang tidak teratur yang menunjukkan proses
enterokolitis. Juga dapat terlihat garis-garis lipatan melintang (transverse fold),

khususnya bila larutan barium mengisi lumen kolon dilatasi yang berada dalam
keadaan kosong. Pada kasus aganglionosis yang mengenai seluruh kolon, sering
caliber kolon tampak normal.
D. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai
dengan pembedahan, berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan
pengembalian kontinuitas usus. Terapi medis hanya dilakukan untuk persiapan bedah.
Prosedur bedah pada penyakit hirscshsprung dapat berupa bedah sementara dan bedah
definitive.
Secara klinis, bagian usus yang tidak ada persarafannya ini harus di buang
lewat pembedahan atau operasi. Operasi pada kasus ini biasanya dilakukan dua kali.
Pertama, di buang usus yang tidak ada persarapannya. Kedua, kalau usus bisa di tarik ke
bawah, langsung di sambung ke anus ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa di tarik,
maka di lakukan operasi ke dinding perut, yang di sebut dengan kolostomi. Yaitu di buat
lubang ke dinding perut. Jadi bayi akan BAB lewat lubang tersebut
Kalau ususnya sudah cukup panjang bisa di operasi lagi untuk di turunkan dan
di sambunglangsung ke anus. Sayang sekali kadang-kadang proses ini cukup memakan
waktu lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin hingga 6-12 bulan. Setelah operasi biasanya
BAB bayi akan normal kembali, kecuali kasus tertentu misalnya karena kondisi yang
sudah terlalu parah. Jika terjadi perforasi (perlubangann usus) atau enterokolitis, di
berikan antibiotic.
Ada beberapa cara tindakan pembedahan yang dapat digunakan untuk
tindakan bedah definitif antara lain teknik Swenson, Duhamel, dan Soave Operation.
1. Swenson
Pada cara ini dilakukan rektosigmoidektomi dengan preservasi sfingter
anal. Anastomosis dilakukan langsung di luar rongga peritoneal. Pungtum rektum
ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan. Komplikasi pasca bedah antara lain
kebocoran anastomosis, stenosis, inkotinensi, enterokolitis, dll. Pada swenson,
enterokolitis diduga terjadi akibat spasme pungtum rektum yang ditinggalkan (anal
sphincter tightness). Untuk mengurangi keadaan tersebut, maka swenson melakukan

sfingterektomi parsial posterior. Yaitu pungtum rektum ditinggalkan 2 cm di bagian


anterior dan 0,5 cm di bagian posterior. Sampai saat ini, banyak dokter bedah
melakukan sfingterektomi tersebut.
Tehnik pembedahan dilakukan dengan reseksi kolon dimulai dengan
pemotongan arteri dan vena sigmoidalis dan hemorhoidalis superior. Segmen
sigmoid dibebaskan beberapa cm dari dasar peritoneum sampai 12 cm proksimal
kolostomi. Pungtum rektosigmoid dibebaskan dari jaringan sekitarnya di dalam
rongga pelcis untuk dapat tiprolapskan melalui anus. Pembebasan kolon proksimal
dilakukan untuk memungkinkan kolon tersebut dapat ditarik ke perineum melalui
anus tanpa tegangan.
Pungtum rektum diprolapskan dengan tarikan klem yang dipasang di dalam
lumen. Pemotongan rektum dilakukan dengan arah miring, 2 cm di bagian anterior
dan 0,5 di bagian posterior. Selanjutnya kolon proksimal ditarik di perineum melalui
pungtum rektum yang telah dibuka. Anastomosis dilakukan dengan jahitan dua lapis
menggunakan benang sutera atau vicryl. Setelah anastomosis selesai, rektum
dimasukkan kembali ke dalam rongga pelvis. Reperitonealisasi dilakukan dengan
perhatian pada vaskularisasi kolon agar tidak terjahit. Penutupan dinding abdomen
dilakukan setelah pencucian rongga peritoneum. Kateter dan pipa rektal kecil
dipertahankan selama 2-3 hari.
2. Duhamel
Kolon yang berganglion normal di proksimal ditarik melalui retrorektal
transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal ujung ke sisi. Kemudian kolon
proksimal ditarik melalui retrorektal transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal
ujung ke sisi.
Pada prosedut duhamel anastomosis kolon proksimal dilakukan pada
sfingter anal internal, hal ini dinilai kurang baik sebab sering terjadi stenosis,
inkontinensi, dan pembentukkan fekaloma dalam pungtum rektum yang ditinggalkan
terlalu panjang. Sehingga hingga saat ini metode duhamel sudah banyak
dimodifikasi untuk mendapat hasil yang lebih baik.Tehnik pembedahan dilakukan
dengan reseksi segmen sigmoid dikerjakan seperti swenson. Pungtum rektum
dipotong sekitar 2-3 cm di atas dasar perineum dan ditutup dengan jahitan dua lapis
8

memakai benang sutera atau vicryl. Ruang rektorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding posterior bebas. Sayatan endoanal setengah lingkaran dilakukan
pada dinding posterir rektum pada jarak 0,5 cm dari linea dentata. Selanjutnya kolon
proksimal ditarik retrorektal melalui insisi endoanal keluar anus. Mesokolon
diletakkan di bagian posterior
Anastomosis kolorektal dilakukan untuk membentuk rektum baru dengan
menghilangkan septum (dinding rektum posterior dan dinding anterior kolon
proksimal).
3. Soave Operation
Dilakukan pembuangan lapisan mukosa rektosigmoid dari lapisan
seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon berganglion keluar anus
melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur ini disebut juga sebagai
prosedur pull through endorektal. Setelah 21 hari, sisa kolon yang diprolapskan
dipotong.
E. Angka kejadiannya
Insidens penyakit Hirschsprung adalah sekitar 1 di antara 4400 sampai 7000
kelahiran hidup. Rata-rata 1: 5000. Dalam kepustakaan disebutkan lelaki lebih banyak,
dengan rasio lelaki 4:1 perempuan di Jakarta perbandingan ini adalah 3:1. Untuk penyakit
Hirschsprung segmen panjang rasio lelaki/perempuan ialah 1:1. Tidak terdapat distribusi
rasial untuk penyakit ini. Penyakit ini jarang mengenai bayi dengan riwayat prematuritas.
Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang
mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down
Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau
colon transversum pada 17% kasus.
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya
penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6%
dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak
perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu
aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami
aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan

menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan
mengalami long segment aganglionosis.
Mortalitalitas/Morbiditas
Penyakit hirschsprung ditemukan barkaitan dengan beberapa penyakit
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Down syndrome .
Neurocristopathy syndromes .
Waardenburg-Shah syndrome.Yemenite deaf-blind syndrome.
Piebaldism .
Goldberg-Shprintzen syndrome .
Multiple endocrine neoplasia type II .
Congenital central hypoventilation syndrome

2.2 Atresia Esophagus


A. Pengertian
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang
menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak
memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, dengan demikian atresia esophagus adalah kelainan bawan
dimana ujung saluran esophagus buntu. Pada sebagian besar kasus atresia esophagus
ujung esophagus buntu, sedangkan pada -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah
berhubungan dengan trekea setinggi karina ( disebut sebagai atresia esophagus dengan
fistula ). Atresia esophagus terjadi pada 1 dai 3.000 4.500 kelahiran hidup, sekitar
sepertiga anak yang terkena lahir prematur.
B. Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak
dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14
kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal.
Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil
melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus
sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki
10

Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu


1:2500 kelahiran hidup.
C. Patofisiologi
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan.
Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran
trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior
trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan
dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat
menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan,
setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke
kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

D. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
E. Gambaran Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
1.
2.
3.
4.

Liur yang menetes terus menerus.


Liur berbuih.
Adanya aspirasi ketika bayi diberi minum (bayi tersedak).
Bayi tampak sianosis akibat sianosis yang dialami.
11

5. Bayi akan mengalami batuk seperti tercekik saat bayi diberi minum.
6. Muntah yang proyektif.
F. Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum
bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG
prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat
banyak. Atresia esophagus atau fistula esofagotrakealis bisa disebabkan oleh
penyimpangan spontan septum esofagotrakialis ke arah posterior atau oleh faktor
mekanik yang mendorong dinding usus depan ke anterior. Pada bentuk yang sering
ditemukan, bagian proksimal esophagus mempunyai ujung berupa kantong buntu,
sementara bagian distal berhubungan dengan trakea melalui sebuah saluran sempit pada
titik tepat di atas percabangan. Jenis cacat lain di daerah ini jauh lebih jarang terjadi.
Atresia esophagus menahan jalannya cairan amnion yang normal menuju saluran usus,
sehingga mengakibatkan penumpukan cairan yang banyak sekali dikantong amnion
(polihidramnion). Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus
dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan
gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan
18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri
merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang
tersedia untung meningkatkan angka

diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan

ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan ujung buntu kantong atas dan
menilai proses menelan janin dari MRI
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a.Memasukkan selang nasogastrik
b. Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di
lambung serta usus.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari atresia esophagus ini antara lain :

12

a. Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula, namun
apabila atresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan dengan kepala lebih rendah
(trandelenburg) dan seringlah mengubab-ubah posisi.
b. Segera lakukan pemasangan kateter ke dalam esophagus dan bila memungkinkan
lakukan penghisapan terus-menerus.
c. Berikan perawatan pada bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi,
pemberian nutrisi adekuat, dan lain-lain.
d. Rangsang bayi untuk menangis.
e. Lakukan informed consent dan informed choice kepada keluarga untuk melakukan
rujukan pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
H. Komplikasi
Komplikasi komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esophagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat
dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai
makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yg menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pd
st kanak2 / dewasa, dimana asam lambung naik / refluk ke esophagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan
ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
13

Komplikasi ini bhubgn dg proses mnelan mkanan, tertaannya makanan & saspirasi
mkanan kdlm trakea.
6. Batuk kronis.
Batuk mrpkn gejala yg umum stlh operasi pbaikan atresia esophagus, hal ini dsbb
klemahan dr trakea.
7. Meningkaty infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adl dg mencegah kontak dg org yg menderita flu &
meningkatkan daya tahan tbh dgn mengkonsumsi vitamin & suplemen.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
Hirschprung adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan
mengakibatkan beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya system kerja usus. Kasus
terbanyak dialami oleh pria dan umumnya ditemukan pada anak-anak yang memiliki
syndrome down.kelainan ini dapat berakibat kematian atau kelainan kronis lainnya.
14

Hirschprung adalah suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion


parasimpatis dari pleksus mesentrikus/ aurebach padakolon bagian dista.
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus,
mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi
selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. 3 Kelainan ini dikenal sebagai
congenital aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprungs disease.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling
bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus
bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit sekali.
Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung
sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong
kotoran keluar dari anus. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan
di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltik).
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

3.2 Saran
Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:
1. Dalam mempelajari asuhan neonatus, seorang calon bidan diharapkan mengetahui
kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga
mampu memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan
profesi.
2. Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan
makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan
kekurangan yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.

15

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian nanny lia.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Yogyakarta:Salemba
Medika
http://nolvian-midwifery.blogspot.com/2012/04/atresia-esophagus-danikterus.html
http://vhyalviani.blogspot.com/2013/02/makalah-hirschsprung.html

16

Anda mungkin juga menyukai