PENDAHULUAN
HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan
diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di
Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,43,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam
2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara
normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal
ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia
gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang
dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus
ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan.
Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan
menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil
memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
1.2 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan neonates bayi dan anak balita.
Untuk mengetahui pengertian Hirschsprung dan atresia eshopagus.
Untuk mengetahui etiologi Hirschsprung dan atresia eshopagus.
Untuk mengetahui tanda dan gejala Hirschsprung dan atresia eshopagus.
Untuk mengetahui penatalaksanaan Hirschsprung dan atresia eshopagus
Untuk mengetahui berapa besar angka kejadian Hirschsprung.
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1 Hirschprung
A. Definisi
Ada beberapa pengertian mengenai hirschprung, namun pada intinya sama yaitu
penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya
motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya
spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan.
Hirschprung adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan
mengakibatkan beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya system kerja usus. Kasus
terbanyak dialami oleh pria dan umumnya ditemukan pada anak-anak yang memiliki
syndrome down.kelainan ini dapat berakibat kematian atau kelainan kronis lainnya.
Hirschprung adalah suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion
parasimpatis dari pleksus mesentrikus/ aurebach padakolon bagian dista.
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus,
mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi
selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai
congenital aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprungs disease.
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri
adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak
dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat
usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit
sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan
cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat
mendorong kotoran keluar dari anus. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik).
Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut
ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini
tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak
memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi
penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki.
Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.
C. Tanda dan Gejala
Gejala yang ditemukan pada bayi baru lahir yaitu dalam rentang waktu 24-48
jam bayi tidak mengeluarkan mekonium (kototran pertama bayi yang berbentuk seperti
pasir berwarna hijau kehitaman, malas makan,muntah yang berwarna hijau, pembesaran
perut (perut menjadi buncit).
Pada masa pertumbuhan (Usia 1-3 tahun)
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Konstipasi (sembelit)
Kototran berbentuk pita
Berbau busuk
Pembesaran perut
Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia.
Distensi abdomen merupakan gejala penting lainnya. Distensi abdomen
merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh kelainan
lain. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya disekitar umbilicus,
punggung, dan disekitar genitalia ditemukan bila terdapat komplikasi peritonitis.
Gambaran abdomen tersebut ini mirip dengan gambaran abdomen pada penyakit lain
seperti enterokolitis nekrotikans neonatal, atresia ileum dengan komplikasi perforasi,
peritonitis intrauterin, dll.
Muntah yang berwarna hijau sering terjadi pada penyakit Hirschsprung.
Karena disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat terjadi pula pada gangguan pasase
usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis nekrotikans neonatal, atau peritonitis
intrauterine. Penyakit Hirschsprung dengan komplikasi enterokolitis menampilkan
distensi abdomen disertai diare berupa feses cair bercampur mucus dan berbau busuk,
dengan atau tanpa darah dan umumnya berwarna kecoklatan.
Pada pemeriksaan fisik sering terlihat tidak adanya distensi abdomen.
Penilaian posisi anus pada perineum sangatlah penting. Terdapat anus imperforate
dibagian bawah dalam keadaan terbuka yang dapat menggantikan langsung bagian
anterior ini juga dapat menyebabkan konstipasi. Pada pemeriksaan rectum pasien
Hirschsprung memperlihatkan anus yang kaku dan bisa mengakibatkan kesalahan
diagnosis karena dianggap sebagai stenosis anuS.
Pemeriksaan enema barium harus dikerjakan pada neonatus dengan
keterlambatan mekonium disertai distensi abdomen dan muntah hijau, meskipun dengan
pemeriksaan colok dubur gejala dan tanda-tanda obstruksi usus telah mereda atau hilang.
Enema barium berisikan kontras cairan yang larut dalam air, yang sangat akurat untuk
mendiagnosis penyakit Hirschsprung.
Tanda-tanda klasik radiografik yang khas untuk penyakit Hirschsprung
adalah:
a. Segmen sempit dari sfingter anal dengan panjang tertentu.
b. Zona transisi, daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi.
c. Segmen dilatasi.
Terdapat 3 jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema
barium:
a. Abrupt, perubahan mendadak
b. Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
c. Funnel, bentuk seperti cerobongSelain tanda-tanda seperti diatas, dapat juga terlihat
gambar permukaan mukosa yang tidak teratur yang menunjukkan proses
enterokolitis. Juga dapat terlihat garis-garis lipatan melintang (transverse fold),
khususnya bila larutan barium mengisi lumen kolon dilatasi yang berada dalam
keadaan kosong. Pada kasus aganglionosis yang mengenai seluruh kolon, sering
caliber kolon tampak normal.
D. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai
dengan pembedahan, berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan
pengembalian kontinuitas usus. Terapi medis hanya dilakukan untuk persiapan bedah.
Prosedur bedah pada penyakit hirscshsprung dapat berupa bedah sementara dan bedah
definitive.
Secara klinis, bagian usus yang tidak ada persarafannya ini harus di buang
lewat pembedahan atau operasi. Operasi pada kasus ini biasanya dilakukan dua kali.
Pertama, di buang usus yang tidak ada persarapannya. Kedua, kalau usus bisa di tarik ke
bawah, langsung di sambung ke anus ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa di tarik,
maka di lakukan operasi ke dinding perut, yang di sebut dengan kolostomi. Yaitu di buat
lubang ke dinding perut. Jadi bayi akan BAB lewat lubang tersebut
Kalau ususnya sudah cukup panjang bisa di operasi lagi untuk di turunkan dan
di sambunglangsung ke anus. Sayang sekali kadang-kadang proses ini cukup memakan
waktu lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin hingga 6-12 bulan. Setelah operasi biasanya
BAB bayi akan normal kembali, kecuali kasus tertentu misalnya karena kondisi yang
sudah terlalu parah. Jika terjadi perforasi (perlubangann usus) atau enterokolitis, di
berikan antibiotic.
Ada beberapa cara tindakan pembedahan yang dapat digunakan untuk
tindakan bedah definitif antara lain teknik Swenson, Duhamel, dan Soave Operation.
1. Swenson
Pada cara ini dilakukan rektosigmoidektomi dengan preservasi sfingter
anal. Anastomosis dilakukan langsung di luar rongga peritoneal. Pungtum rektum
ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan. Komplikasi pasca bedah antara lain
kebocoran anastomosis, stenosis, inkotinensi, enterokolitis, dll. Pada swenson,
enterokolitis diduga terjadi akibat spasme pungtum rektum yang ditinggalkan (anal
sphincter tightness). Untuk mengurangi keadaan tersebut, maka swenson melakukan
memakai benang sutera atau vicryl. Ruang rektorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding posterior bebas. Sayatan endoanal setengah lingkaran dilakukan
pada dinding posterir rektum pada jarak 0,5 cm dari linea dentata. Selanjutnya kolon
proksimal ditarik retrorektal melalui insisi endoanal keluar anus. Mesokolon
diletakkan di bagian posterior
Anastomosis kolorektal dilakukan untuk membentuk rektum baru dengan
menghilangkan septum (dinding rektum posterior dan dinding anterior kolon
proksimal).
3. Soave Operation
Dilakukan pembuangan lapisan mukosa rektosigmoid dari lapisan
seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon berganglion keluar anus
melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur ini disebut juga sebagai
prosedur pull through endorektal. Setelah 21 hari, sisa kolon yang diprolapskan
dipotong.
E. Angka kejadiannya
Insidens penyakit Hirschsprung adalah sekitar 1 di antara 4400 sampai 7000
kelahiran hidup. Rata-rata 1: 5000. Dalam kepustakaan disebutkan lelaki lebih banyak,
dengan rasio lelaki 4:1 perempuan di Jakarta perbandingan ini adalah 3:1. Untuk penyakit
Hirschsprung segmen panjang rasio lelaki/perempuan ialah 1:1. Tidak terdapat distribusi
rasial untuk penyakit ini. Penyakit ini jarang mengenai bayi dengan riwayat prematuritas.
Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang
mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down
Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau
colon transversum pada 17% kasus.
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya
penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6%
dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak
perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu
aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami
aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan
menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan
mengalami long segment aganglionosis.
Mortalitalitas/Morbiditas
Penyakit hirschsprung ditemukan barkaitan dengan beberapa penyakit
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Down syndrome .
Neurocristopathy syndromes .
Waardenburg-Shah syndrome.Yemenite deaf-blind syndrome.
Piebaldism .
Goldberg-Shprintzen syndrome .
Multiple endocrine neoplasia type II .
Congenital central hypoventilation syndrome
D. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
E. Gambaran Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5. Bayi akan mengalami batuk seperti tercekik saat bayi diberi minum.
6. Muntah yang proyektif.
F. Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum
bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG
prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat
banyak. Atresia esophagus atau fistula esofagotrakealis bisa disebabkan oleh
penyimpangan spontan septum esofagotrakialis ke arah posterior atau oleh faktor
mekanik yang mendorong dinding usus depan ke anterior. Pada bentuk yang sering
ditemukan, bagian proksimal esophagus mempunyai ujung berupa kantong buntu,
sementara bagian distal berhubungan dengan trakea melalui sebuah saluran sempit pada
titik tepat di atas percabangan. Jenis cacat lain di daerah ini jauh lebih jarang terjadi.
Atresia esophagus menahan jalannya cairan amnion yang normal menuju saluran usus,
sehingga mengakibatkan penumpukan cairan yang banyak sekali dikantong amnion
(polihidramnion). Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus
dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan
gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan
18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri
merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang
tersedia untung meningkatkan angka
ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan ujung buntu kantong atas dan
menilai proses menelan janin dari MRI
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a.Memasukkan selang nasogastrik
b. Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di
lambung serta usus.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari atresia esophagus ini antara lain :
12
a. Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula, namun
apabila atresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan dengan kepala lebih rendah
(trandelenburg) dan seringlah mengubab-ubah posisi.
b. Segera lakukan pemasangan kateter ke dalam esophagus dan bila memungkinkan
lakukan penghisapan terus-menerus.
c. Berikan perawatan pada bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi,
pemberian nutrisi adekuat, dan lain-lain.
d. Rangsang bayi untuk menangis.
e. Lakukan informed consent dan informed choice kepada keluarga untuk melakukan
rujukan pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
H. Komplikasi
Komplikasi komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esophagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat
dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai
makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yg menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pd
st kanak2 / dewasa, dimana asam lambung naik / refluk ke esophagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan
ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
13
Komplikasi ini bhubgn dg proses mnelan mkanan, tertaannya makanan & saspirasi
mkanan kdlm trakea.
6. Batuk kronis.
Batuk mrpkn gejala yg umum stlh operasi pbaikan atresia esophagus, hal ini dsbb
klemahan dr trakea.
7. Meningkaty infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adl dg mencegah kontak dg org yg menderita flu &
meningkatkan daya tahan tbh dgn mengkonsumsi vitamin & suplemen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
Hirschprung adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan
mengakibatkan beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya system kerja usus. Kasus
terbanyak dialami oleh pria dan umumnya ditemukan pada anak-anak yang memiliki
syndrome down.kelainan ini dapat berakibat kematian atau kelainan kronis lainnya.
14
3.2 Saran
Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:
1. Dalam mempelajari asuhan neonatus, seorang calon bidan diharapkan mengetahui
kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga
mampu memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan
profesi.
2. Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan
makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan
kekurangan yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.
15
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian nanny lia.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Yogyakarta:Salemba
Medika
http://nolvian-midwifery.blogspot.com/2012/04/atresia-esophagus-danikterus.html
http://vhyalviani.blogspot.com/2013/02/makalah-hirschsprung.html
16