Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit akibat obstruksi

fungsional yang berupa aganglionis usus, dimulai dari sfingter anal

internal ke arah proximal dengan panjang segmen tertentu, setidak

tidaknya melibatkan sebagian rektum. Penyakit ini ditandai dengan tidak

adanya sel ganglion di pleksus auerbach dan meissner. Penyakit

hirschprung pada umunya mengenai kolon rektosigmoid tetapi dapat juga

mengenai seluruh bagian kolon, dan jarang mengenai usus kecil. Gejala

penyakit ini pada masa bayi biasanya kesulitan pergerakan usus, nafsu

makan yang menurun, penurunan berat badan, serta kembung pada perut.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-

laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan (4:1). Biasanya,

penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur.

Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk Down

Sindrome.

1
B. Rumusan masalah

1. Apa definisi dari pennyakit hirschprung?

2. Apa penyebab dari penyakit hirschprung?

3. Bagai mana cara mendiagnosa penyakit hirschprung?

4. Bagaimana cara penatalaksanaan yang tepat pada penyakit

hirschprung?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang

menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani

internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk

anus sampai rektum.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan

kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus

auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan

tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum

tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara

spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian

segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada

bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal

B. Epidemiologi

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran

hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ).

Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi

3
prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan

termasuk Down Sindrome.

C. Etiologi

Ada berbagai teori penyebab dai penyakit hirschsprung, dari

berbagai penyebab tersebut yang banyak dianut addalah teori karena

kegagalan sel-sel krista neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu

bagian saluran cerna bagian bawah colon dan rektum. Akibatnya tidak ada

ganglion parasimpatis di daerah tersebut. Sehingga menyebabkan

peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat

serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon

di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau

kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.

D. Embriologi

Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang

ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus

submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi. 90% kelainan

ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Hal ini diakibatkan oleh karena

terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon

distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk

membentuk sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani

interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu

4
termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis

berupa gangguan pasase usus fungsional

E. Patogenesis

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada

distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka

dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian

distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian

proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapt dibagian distal rectum.

Dasar patofisiologi dari penyakit hirschprung adalah tidak adanya

gelombang propulsif dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari

sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis atau

disganglionosis pada usus yang terkena.

Ketidakadaan ganglion (aganglion ) pada kolon menimbulkan

keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik )

dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat

berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang

menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran

cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega

Colon

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk

kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus

mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,

5
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah

itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut

melebar.

Obstruksi kronis menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus

mengalami iskemia yang disertai iritasi feses sehingga menyebabkan

terjadinya invasi bakteri. Selanjutnya dapat terjadi nekrosis, ulkus mukosa

kolon, sampain perforasi kolon. Keadaan ini menimbulkan gejala

enterokolitis dari ringan sampai berat. Bahkan terjadi sepsis akibat

dehidrasi dan kehilangan cairan tubuh yang berlebihan.

F. Diagnosa

Diagnosa penyakit ini dapat di buat berdasarkan adanya konstipasi

pada neonatus. Gejala konstipasi yang sering di temukan adalah

terlambatnya pengeluaran mekonium dalam waktu 24 jam setelah

kelahiran. Gejala lain yang biasanya terdapat adalah : distensi abdomen,

gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjadi

pada neonatus yang berusia lebih tua maka didapatkan kegagalan

pertmbuhan. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah

didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang di ikuti periode diare

yang massif, kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Faktor genetika

adalah faktor yang harus di perhatikan pada semua kasus.

6
G. Gejala klinis

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam

pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan

bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama

kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini.

Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan

adanya enterocolitis. Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus

dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada

riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala

lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam,

hematochezia dan peritonitis

Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena

obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala

kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama

kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat

konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap

kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan

lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan

pertama kehidupan.

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan

pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau

makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena

7
adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa

faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan

pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi

distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba

hipertonus dan rektum biasanya kosong.

Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit

hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada

gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari

aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan

enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat

bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan.

Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit

hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal

dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin

dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya

aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau

Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih

bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat

dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai

dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi

abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada

mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal

ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis

8
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit

hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion

dengan perforasi.

H. Pemeriksaan Penunjang

Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada

distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika

dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi

dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung.

Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian

proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga

pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal

usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada

bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai

macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari

penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium

enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari

lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih

optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon

ada tanda yang penting tapi tidak spesifik.

Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto

polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon

yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari

9
dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium

enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung

jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada

teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis

radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering

seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon

mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang

paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus

dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal

sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua

neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil

atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.

Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis

penyakit hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi

sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan

metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang

karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan

pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus.

Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis

penyakit hirschprung. 1,4 Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan

dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk

biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas

linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang

10
normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus

menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa

rectal lebih tebal.

I. Penatalaksanaan

Setelah pasti didiagnosis penyakit hirschsprung tindakan harus

mutlak dilakukan segera adalah tindakan dekompresi medik, atau

dekompresi bedah dengan pembuatan sigmoidostomi. Terapi medis hanya

dilakukan untuk persiapan bedah. Prosedur bedah pada penyakit

hirschsrung merupakan tindakan bedah sementara dan bedah definitif.

Prinsip penanganan atau terapi penyakit hirschsprung umumnya dengan

melaksanakan dengan dekompresi yang dilakukan dengan rectal washing

dan diversion (colostomi ). Serta terapi definitifnya adalah dengan

pembedahan yaitu dengan mengganti atau membungkus usus yang

mengalami aganglion dengan yang ganglion.

11
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : By. BA

Umur : 2 bln

Jenis kelamin : Laki-Laki

Tangal Lahir : 26 Mei 2016

Agama : Islam

Nama Ayah : Wirnoto

Nama Ibu :-

Alamat : Sukorejo

Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga

Tanggal Masuk : 22- 08- 2016

12
B. Anamnesis

1. Keluhan Utama : diare sejak 4 hari yang lalu sebelum MRS, disertai

perut membesar

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan BAB cair ampas warna hijau +

lendir 7x dalam satu hari bau seperti telur busuk, perut kembung dan

membesar sejak 2 bulan, muntah, demam 1 hari makan bubur di usian

2 bulan selama 1 minggu, minum asi dan susu formula sejak lahir,

pernah di pijat 2x perutnya sejak mengetahui beraknya susah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sulit BAB sejak lahir disangakal

4. Riwayat Peyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang sedang atau pernah sakit seperti yang diderita

pasien.

5. Riwayat kesehatan keluarga :

Ayah : Sehat

Ibu : Sehat

6. Pemeliharaan kehamilan dan Prenatal :

Pemeriksaan di puskesmas 1 bulan 1 kali

13
7. Riwayat kelahiran :

SC 8 bulan di Rs pandaan

8. Riwayat postnatal :

Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk timbang badan

9. Imunisasi :

Orang tua nya mengatakan pernah tetapi tidak tau imunisasi apa

10. Riwayat makan minum anak :

Sejak lahir di beri asi dan susu formula

Umur 2 bulan di beri bubur selama 1 minggu

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Kompos Mentis

2. Vital sign : Tidak dievaluasi

3. Status gizi : kesan gisi cukup

4. BB : 4 kg

5. TB :-

6. Nadi : 108 x/menit

14
7. Pernafasan : 26 x/menit

8. Suhu : 38 oC (per axiler )

9. Kepala : bentuk mesocephal,rambut hitam sukar

dicabut, UUB belum menutup

10. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),

sklera ikterik (+/+), pupil isokor

(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

11. Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-),

sekret (-/-)

12. Mulut : bibis sianosi (-), mukosa basah (+)

13. Telinga : bentuk normal, sekret (-)

14. Tenggorokan :-

15. Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening

tidak ada pembesaran

16. Thorak : retraksi (-) , gerakan simetris kanan kiri

17. Cor :

a. Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

b. Palpasi : ikus kordis tidak kuat angakat

c. Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar

15
d. Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, bising (-)

18. Pulmo :

a. Inspeksi : Pengembangan dada kanan=kiri

b. Palpasi :fremitus raba kanan = kiri

c. Perkusi :sonor/ sonor di semua lapang pandang

d. Auskultasi : vesikuler (+/+), rhongki (-/-), weezing (-/-)

19. Abdomen :

a. Inspeksi : diding dada setinggi diding perut

b. Auskultasi : peristaltik (+) meningkat

c. Perkusi : Tympani

d. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba , lien

tidak teraba

20. Urogenital : dalam batas normal

21. Ektremitas : akral hangat , odeme (-), CRT < 2”

16
D. Pemeriksaan penunjang

Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 22 – 08 - 2016

WBC 27,3 x 103/ uL Limfosit 5,31 x 103/ uL

RBC 2,780 g/dL

HGB 6,51 g/dL

HCT 22,30 %

PTL 596 x 103/ uL

GDA 84 mg/dL

Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 29-08-2016

WBC 22,4 x 103/ uL Limfosit 10,50 x 103/ uL

RBC 5,030 g/dL

HGB 12,10 g/dL

HCT 39,80 %

PLT 470 x 103/ uL

E. Diagnosis banding

1. Ilius paralitik

2. Hirschprung disease

3. NEC

F. Diagnosis Kerja

Obs meteorismus ec susp Hirschprung disease + NEC

G. Penatalaksanaan

17
Lembar Monitoring

Tanggal Jam Pemeriksaan Terapi

22-08- 09.15 S: muntah (+) demam (+) Inf . RL 400 cc/24 jam
2016 BAB warna hijau cair 7x
sehari , lendir (+), darah (-) Inj. Antrain 40 mg 3x 1
sesak (+), BAK (+) Inj. Ranitidin 8 mg 2x1
O : cm , gizi cukup c. dr oktavian Sp.A
TTV : pasang rectal tube
N : 108 x/ menit Inf. D10 0,18ns 300cc/ 24
RR : 26 x/menit jam

S : 38 oC (per axiler ) Inf aminosteril 6% 100 cc/


24 jam

Inj viccilm sx 4 x 100 mg

Inj metronidazol 3 x 60mg

Puasakan dgn NGT terbuka

Foto BOF abdomen

23-08- 09.00 S : kembung (+) muntah (-) Colon in loop


2016 panas ( ) BAB warna hijau
cair 4x sehari , lendir (+), Inf D10 0.18ns 300cc/24
darah (-) sesak (+) BAK (+) jam

O : CM , lemah Amniosteril 6% 100 cc/24


jam
Abdomen : slight distended ,
bising usus (+) , Vicc 4x100 iv
meteorismus , Metronidazol 3x60mg iv
a/i/c/d +/-/-/- Probiokid 1x ½ sach
TTV: Zinc 1x10 mg
N : 103 x/ menit

18
RR : 38 x/menit

S : 37 oC

24-08- 08.45 S : kembung (+) muntah (-) Colon in loop besok jam
2016 panas ( ) BAB warna hitam 08.00-09.00
(1x ) sehari , lendir (+),
darah (-) sesak (+) BAK (+) Inf D10 0.18ns 300cc/24
jam
O : CM , lemah
Amniosteril 6% 100 cc/24
Abdomen : slight distended , jam
bising usus (+) ,
meteorismus , Vicc 4x100 iv

a/i/c/d +/-/-/- Metronidazol 3x60mg iv

TTV: Probiokid 1x ½ sach

N : 108 x/ menit Zinc 1x10 mg

RR : 31 x/menit

S : 36,2 oC

25-08- 08.30 S : kembung (+) muntah (-) Colon in loop hari ini
2016 panas (-) BAB warna hitam
(1x ) sehari , lendir (+), Inf D10 0.18ns 300cc/24
darah (-) sesak (+) BAK (+) jam

O : CM , lemah Amniosteril 6% 100 cc/24


jam
Abdomen : slight distended ,
bising usus (+) , Vicc 4x100 iv
meteorismus (+), Metronidazol 3x60mg iv
a/i/c/d +/-/-/- Probiokid 1x ½ sach
TTV: Zinc 1x10 mg
N : 110 x/ menit

RR : 32 x/menit

S : 37,5 oC

19
26-08- S : kembung (+) muntah (-) Inf D10 0.18ns 300cc/24
2016 panas (-) BAB warna hitam jam
(1x ) sehari , lendir (+),
darah (-) sesak (+) BAK (+) Vicc 4x100 iv

O : CM , lemah Metronidazol 3x60mg iv

Abdomen : slight distended , Asi/pasi 8x 30cc p.o


bising usus (+) , DL ulang
meteorismus (+),
C. bedah
a/i/c/d +/-/-/-
Spesifik hirschsprung
TTV: disease
N : 110 x/ menit Rujuk Sp.B (k) BA
RR : 32 x/menit

S : 37,5 oC

27-08- S : kembung (+) muntah (-) Inf D10 0.18ns 300cc/24


2016 panas (-) BAB warna hitam jam
(1x ) sehari , lendir (+), darah
(-) sesak (+) BAK (+) Vicc 4x100 iv

O : CM , lemah Metronidazol 3x60mg iv

Abdomen : slight distended , Asi/pasi 8x 30cc p.o


bising usus (+) ,
meteorismus (+),

a/i/c/d +/-/-/-

TTV:

N : 110 x/ menit

RR : 32 x/menit

S : 37,5 oC

28-08- S : kembung (+) muntah (-) Inf D10 0.18ns 300cc/24


2016 panas (-) BAB warna hitam jam
(1x ) sehari , lendir (+), darah

20
(-) sesak (+) BAK (+) Vicc 4x100 iv

O : CM , lemah Metronidazol 3x60mg iv

Abdomen : slight distended , Asi/pasi 8x 30cc p.o


bising usus (+) ,
meteorismus (+), 23.00 Tranfusi prc 40 cc

a/i/c/d +/-/-/- DL ulang

TTV:

N : 110 x/ menit

RR : 32 x/menit

S : 36,8 oC

29-08- S : kembung (+) muntah (-) Inf D10 0.18ns 300cc/24


2016 panas (-) BAB warna hitam jam
(1x ) sehari , lendir (+), darah
(-) sesak (+) BAK (+) ceftriaxon 2x100 iv

O : CM , lemah Metronidazol 3x60mg iv

Abdomen : slight distended , Asi/pasi 8x 45cc p.o


bising usus (+) , Transfusi prc stop
meteorismus (+),

a/i/c/d +/-/-/-

TTV:

N : 110 x/ menit

RR : 32 x/menit

S : 36,8 oC

30-08- S : kembung (+) muntah (-) Inf D10 0.18ns 200cc/24


2016 panas (-) BAB mencret (1x ) jam
sehari , lendir (+), darah (-)
sesak (+) BAK (+) minum ceftriaxon 2x100 iv
pasi (+) Asi/pasi 8x 45cc p.o
O : CM , lemah

21
Abdomen : slight distended ,
bising usus (+) ,
meteorismus (+),

a/i/c/d +/-/-/-

TTV:

N : 110 x/ menit

RR : 32 x/menit

S : 36,8 oC

BAB IV

22
PEMBAHASAN

Pada kasus ini By. BA mengalami gejala muntah dan diare, muntah mulai

tadi malam, menurut orang tua pasien mengatakan BAB cair ampas warna hijau +

lendir 7x dalam satu hari, bau seperti telur busuk, perut kembung dan membesar

sejak 2 bulan, di beri makan bubur di usian 2 bulan selama 1 minggu, minum ASI

dan susu formula sejak lahir, pernah di pijat 2x perutnya sejak mengetahui

beraknya susah.

Penanganan awal yang di lakukan pada pasien ini awalnya adalah

pemberian cairan intravena untuk menjaga keseimbangan cairan menggunakan

infus RL 400 cc/24 jam, inj Antrain 40 mg 3x1, inj ranitidin 8mg 2x1 (bb : 4kg ).

Setelah itu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan foto polos

abdomen. Berdasarkan hasil di dapatkan tanda-tanda infeksi dan hasil foto polos

abdomen didapat dilatasi intestinal, air fluid level dan dikonsulkan terapi di ganti

infus D10 0,18ns 300 cc/24 jam, infus aminosteril 6% 100 cc/24jam, inj viccilin

4x100mg,inj metronidazol 3x60mg, di lanjutkan dengan colon in loop.

Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran klasik

seperti daerah transisi dari lumen sempit ke daerah yang melebar pada

gastrointestinal yang mengarah pada penyakit hirschprung.

Penyakit hirschprung pada umumnya sering ditemukan pada neonatus,

tetapi dapat juga terlihat pada usia yang lebih tua. Pada anak gejala yang muncul

berbeda yaitu, konstipasi dengan distensi perut, kegagalan pertumbuhan, muntah,

23
dan diare intermiten. Konstipasi yang terjadi sering disusul dengan diare yang

eksplosif, dapat pula didapatkan enterokolitis. Berbeda dengan anak, pada

neonatus gejala yang muncul adalah keterlambatan pengeluaran mekoneum

(>24jam ) dan didapatkan gejala obstruksi intestinal setelah hari kedua (distensi

abdominal,muntah,minum berkurang).

Dalam penegakkan diagnosa penyakit hirschsprung dibutuhkan

pemeriksaan penujang untuk mengetahui kondisi lumen usus besar, dalam hal ini

dapat dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen dan barium enema (colon in

loop ). Daerah rektum dan massa mekonium yang bertumpuk di kolon.

Pada pemeriksaan enema barium memperlihatkan penyempitan segmen

kolon yang aganglionik, biasanya di daerah rektosigmoid, dan proksimal daerah

patologis teerdapat pelebaran usus. Tampak daerah transisi antara kolon proksimal

yang melebar dan kolon distal yang sempit. daerah transisi ini dapat berupa

perubahan kaliber yang mendadak, bentuk corong atau bentuk terowongan. Pada

pasien dalam khasus ini, telah dilakukan pemeriksaan tersebut dan diperoleh hasil

colon in loop berupa tampak kontras mengisi seluruh kolon, tampak pelebaran

pada colon sigmoid dan rektum beradasarkan hasil radiologi. Dengan ini dapat

disimpulkan bahwa kondisi tersebut merupakan gambaran penyakit hirschsprung.

Dalam penatalaksaan, pasien dengan penyakit hirschprung membutuhkan

penanganan umum berupa stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan

dan elektrolit, antibiotik bila terjadi enterokolitis. Selain itu juga dilakukan

24
penanganan khusus berupa tindakan bedah. Dilakukan kolostomi dan kemudian

dilanjutkan dengan pembedahan definit

25
BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Penyakit hirschsprung merupakan penyakit anomaly congenital yang bila

ditegakkan secara dini dan ditangani secara tepat dapat menghasilkan prognosis

yang baik. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilihat dari anamesa, pemeriksaan

fisik, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yang khas pada

penyakit hirschsprung lebih dari 90% khasus PH mekonium keluar setelah 24 jam

yang diikuti distensi abdomen serta obtipasi kronik yang merupakan manifestasi

obstruksi usus letak rendah.

Sedangkan untuk anak yang lebih besar mempunyai gejala klinis kesulitan

makan, distensI abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi berulang serta

gagal tumbuh kembang. Pada beberapa bayi yang baru lahir atau yang lebih besar

dapat timbul diare yang menujukan adanya enterokolitis yang bila tidak ditangani

dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis ini merupakan komplikasi tersering

penyakit hirschsprung yang ditandai dengan demam , muntah berisi empedu, diare

yang menyemprot serta bau busuk, distensi abdominal, dehidrasi dan syok.

Pemeriksaan penunjang penyakit hirschsprung yang di pakai saat ini

adalah radiologi, anorektal manometri, dan pemeriksaan histopatologi.

pemeriksaan radiologi diantaranya foto polos abdomen untuk melihat adanya

26
tanda-tanda obstruksi usus letak rendah (setinggi ileum terminalis atau lebih

rendah lagi). Foto barium enema dapat memperlihatkan gambaran segmen sempit,

segmen transisi dan segmen dilatasi. Sedangkan pemeriksaan anorektal manometri

pada penyakit hirschprung yang didapat adalah hiperaktivitas pada segmen yang

dilatasi, tidak didapati kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus

aganglionik, dan tidak di jumpai relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum

akibat desakan feses.

Dalam penatalaksaannya, pasien dengan penyakit hirschsprung

membutuhkan penanganan umum berupa stabilisasi penderita, mencakup

keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotik bila terjadi enterokolitis. Selain itu

juga dilakukan penanganan khusus berupa tindakan bedah. Dilakukan kolonstomi

dan kemudian dilanjutkan dengan pembedahan difinitif.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bauke VL, Pringle KC, Ekwo EE. Anorectal Manometry for Exclusion of

Hirschsprung Disease in Neonatus. Jurnal of Pediatric Gastroentrology and

Nutrition. 1985;4:596-603

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan

Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC

Gerson KE. Hirschsprung’s Disease in : Ashcraft Pediatric Surgery 5th

Edition. Philadelphia. W.B. Saunders Company;2009:p456-475

Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in:

Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia.

page 453-468

Izadi M, Mansour MF, Jafarshad R, Joukar F, Bagherzadeh AH, Tareh F.

Clinical Manisfetations of Hirschprung’s Disease: A Six Year Course Review of

Admitted Patients in Gilan, Northern Iran. Middle East Journal of Digestive

Disease. 2009.:1;68-73

Kartono Darmawan. Penyakit Hircshprung. Sagung Seto. Jakarta. 2004

Kessman JMD. Hircshprung Disease. Center of Motility and Functional

Gastroinstetinal Disorders. 2007

28
Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital

Anomalies of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic

Imaging 10th edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153

Nurko SMD. Hircshprung Disease. Center of Motility and Functional

Gastroinstetinal Disorders. 2007

Pasumarthy L and Srour JW. Hircshprung’s Disease : A Case to

Remember. Practical Gastroentrology. 2008:42-45

Sutarto, AS, Budyatmoko, B, Darmiati, S. Radiologi Diagnostik. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 20013.

Theodore Z, Polley JR, Coran GA. Hirschprung’s Disease in The

Newborn. Pediatric Surgery International. 1985:80-83

Trisnawan, I Putu, Darmajaya, I Made. Metode Diagnosis Penyakit

Hircshprung. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udaya, Rumah

Sakit Umum Daerah Sanglah. 2009

Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND

SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders.

Philadelphia. Page 2113-2114

29
LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Foto Penderita

B. Hasil foto BOF

30
C. Hasil Colon in Loop

31
32

Anda mungkin juga menyukai