Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga

patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hepar. Penyakit ini

telah ditemukan sejak jaman Hipocrates. Abses hepar merupakan penyakit serius

yang membutuhkan diagnosis dan tata laksana cepat yang umumnya

dikelompokkan berdasarkan etiologi, yaitu abses hepar piogenik dan abses hepar

amoeba. Kedua kelompok tersebut memberikan gambaran klinis yang hampir

sama sehingga selama 40 tahun terakhir, telah banyak perkembangan dalam

menegakkan diagnosis dan pengobatan abses hepar.

Abses hepar banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang

tinggal di daerah tropis dan subtropis. Angka mortalitas abses hepar masih tinggi

yaitu berkisar antara 10-40%. Insiden abses hepar jarang, berkisar antara 15-20

kasus per 100.000 populasi dan tiga per empat kasus abses hepardi negara maju

adalah abses hepar piogenik, sedangkan di negara yang sedang berkembang lebih

banyak ditemukan abses hepar amoeba.

Untuk menegakkan diagnosis abses hepar ini selain pemeriksaan fisik dan

gejala klinik dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan

pemeriksaan radiologi. Modalitas radiologi yang dilakukan pada laporan kasus ini

adalah ultrasonografi. Ultrasonografi mempunyai tingkat keakuratan sebesar 79%

untuk menegakkan diagnosis abses hepar. Meskipun mempunyai tingkat

Abses hepar 1
keakuratan yang lumayan tinggi tetapi sangat sulit untuk membedakan antara

abses hepar piogenik dengan amoebik, hal tersebut tidak mengurangi manfaat

ultrasonografi pada kasus abses hepar tertutama untuk negara berkembang seperti

Indonesia karena harga pemeriksaan masih relatif terjangkau.

Abses hepar 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hepar

Hepar merupakan organ intra abdomen terbesar. Organ ini dibungkus oleh

jaringan ikat, dan terletak pada kuadran kanan atas, yaitu didaerah hipokondriaka

kanan sampai epigastrium. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung

pada permukaan bawah kubah diafragma.

Gambar 1 ; Anatomi Hepar (Diambil dari http : //media-

2.web.britannica.com/eb- media/13/74313-00431BFAEEC.jpg)

Permukaan postero-inferior atau permukaan visera membentuk cetakan

visera yang berdekatan dan oleh karena itu bentuknya tidak teratur, permukaan ini

berhubungan dengan pars abdominalis esophagus, lambung, duodenum, fleksura

colli dekstra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis dan kandung empedu.8,9,10

Hepar terdiri dari tiga lobus yaitu lobus kanan,lobus kiri dan lobus

kaudatus. Lobus kanan dengan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media. Lobus

kanan terdiri dari segmen anterior dan posterior yang dipisahkan oleh vena

hepatika kanan. Lobus kiri terletak di epigastrium dan hipokondrium kiri, dan

Abses hepar 3
terdiri dari segmen medial dan lateral yang dipisahkan oleh vena hepatika kiri,

ligamentum teres dan fusiform. Lobus kaudatus merupakan lobus terkecil, terletak

di permukaan posterosuperior dan lobus kanan, dipisahkan dari lobus kiri oleh

ligamentum venosum.

Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua sistem anatomi

segmental yang diperkenalkan oleh Bismuth-Couinaud pada tahun 1954, yang

membagi hepar menjadi 8 segmen, berdasarkan vena porta dan vena hepatika.

Tiga cabang utama dari vena hepatika membagi hepar secara vertikal dan oblik

serta garis yang melewati percabangan vena porta kanan dan kiri membagi hepar

secara transversal.

Gambar 2 ; Segmen Hepar

Segmen 1, menunjukkan lobus kaudatus, karena vaskularisasi segmen ini

pada posisi yang unik dan mendapatkan perdarahan dari cabang utama dari vena

porta dan dari cabang kanan dan kiri. Terlebih lagi, drainase pada segmen 1 tidak

masuk ke dalam vena hepatika melainkan ke vena kava inferior. Lobus kanan dan

kiri dipisahkan oleh vena hepatika media dan vesika felea. Segmen posterior lobus

Abses hepar 4
kanan (6 dan 7) mendapat suplai darah dari cabang posterior vena porta kanan.

Segmen anterior (5 dan 8) mendapat suplai darah dari cabang anterior vena porta

kanan. Bidang transversal membagi heparpada tingkat bifurkasio vena porta

menjadi cabang kanan kiri.Lobus kiri terbentuk mulai segmen 2 sampai 4. Vena

hepatika terletak di antara segmen. Vena hepatika sinistra membagi lobus kiri

hepar menjadi segmen lateral (2 dan 3) dan medial (4). Vena hepatika dekstra

membagi lobus kanan hepar menjadi segmen anterior dan posterior.

Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua aliran darah, dimana

30% nya disuplai oleh arteri hepatika dan 70% dari vena porta. Arteri hepatika

membawa darah teroksigenasi ke hepar sedangkan vena porta membawa darah

venosa yang kaya akan hasil pencernaan yang telah diabsorbsi dari saluran cerna.

Arteri hepatika dan vena porta bercabangcabang paralel satu sama lain. Tumor-

tumor hepar pada umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri hepatika. Darah

arteri dan vena vena masuk ke vena centralis dari setiap lobulus hepar melalui

sinusoid hepar. Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatika kanan kiri, dan

vena ini meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke

dalam vena cava inferior.

2.2 Abses Hepar

Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga

patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hepar. Kelainan

Abses hepar 5
tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang

bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses

supurasi didalam parenkim hepar. Penyakit ini sering timbul sebagai komplikasi

dari peradangan akut saluran empedu. Secara umum terdapat dua jenis abses

hepar berdasarkan jenis penyebabnya, yaitu: Abses hepar piogenik dan abses

hepar amoeba.

2.2.1. Abses Hepar Piogenik

Abses hepar piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram

negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal

usus seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, enterokokus,

streptokokus anaerob, dan streptokokus mikroaerofilik. Insiden abses hepar

piogenik berkisar antara 0,006% - 2,2% dan jarang ditemukan pada anak, hanya 3

kasus dari 100.000 pasien rawat inap.16Secara epidemiologis, abses hepar

piogenik paling sering ditemukan pada pasien berusia 50-70 tahun.

Mikroorganisme dapat masuk ke dalam hepar melalui sirkulasi portal,

sirkulasi sistemik dan stasis empedu akibat obstruksi duktus bilier. Sumber

tersering penyebab terjadinya abses hepar piogenik adalah penyakit pada sistem

saluran bilier yaitu sebanyak 42,8%. Kolangitis akibat batu atau striktur

merupakan penyebab yang paling sering, diikuti oleh divertikulitis atau

apendisitis. Penurunan daya tahan tubuh memegang peran penting terjadinya

abses hepar. Kejadian yang paling sering adalah bakteremia vena portal dari

proses infeksi intra abdomen seperti abses apendiks dan abses akibattertelan

Abses hepar 6
benda asing. Pada 15-50% kasus abses piogenik tidak ditemukan fokus infeksi

yang jelas yang disebut dengan abses kriptogenik. Abses pada lobus kanan hepar

lebih sering bersifat kriptogenik, sedangkan abses pada lobus kiri hepar lebih

sering berhubungan dengan hepatolitiasis. Pada awal perjalanan penyakit, gejala

klinis seringkali tidak spesifik. Gambaran klasik abses hati piogenik adalah nyeri

perut terutama kuadran kanan atas (92%), demam yang naik turun disertai

menggigil (69%), penurunan berat badan (42%), muntah (43%), ikterus (21%) dan

nyeri dada saat batuk (51%). Pada 63% kasus, gejala klinis muncul selama kurang

dari dua minggu. Awitan abses soliter cenderung bertahap dan seringkali

kriptogenik. Abses multipel berhubungan dengan gambaran sistemik akut dan

penyebabnya lebih bisa diidentifikasi. Hepar teraba membesar dan nyeri bila

ditekan pada 24% kasus. Adanya hepatomegali disertai nyeri pada palpasi

merupakan tanda klinis yang paling dapat dipercaya. Beberapa pasien tidak

mengeluh nyeri perut kanan atas atau hepatomegali dan hanya terdapat demam

tanpa diketahui sebabnya. Ikterus hanya terjadi pada stadium akhir kecuali jika

terdapat kolangitis supuratif.16 Pada pemeriksaan penunjang, leukositosis

ditemukan pada 66% pasien, sering disertai dengan anemia akibat infeksi kronis

dan peningkatan laju endap darah. Kadar alkali fosfatase biasanya meningkat,

hipoalbuminemia dan kadar enzim transaminase yang sedikit meningkat. Foto

polos dada dan abdomen memperlihatkan pembesaran hati, kadangkala tampak air

fluid level di dalam rongga abses dan diafragma kanan biasanya terangkat.

Hampir semua kasus abses hati dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

Abses hepar 7
ultrasonografi dan CT scan. Kedua teknik pencitraan ini dapat menentukanlokasi

abses yang berukuran minimal 1 cm di parenkim hepar.

Ultrasonografi adalah metode pencitraan yang direkomendasikan karena

cepat, noninvasif, cost effective, dan dapat juga digunakan sebagai pemandu

aspirasi abses untuk diagnostik dan terapi. Ultrasonografi dan CT scan juga dapat

digunakan untuk memantau keberhasilan terapi. Pemantauan abses secara serial

dengan ultrasonografi atau CT scan hanya dilakukan jika pasien tidak memberi

respons yang baik secara klinis. Pada pemeriksaan USG tampak gambaran lesi

dengan ukuran yang bervariasi, dapat multiple maupun soliter. .

Gambar 3.(A). Pada abses hepar piogenik, tampak lesi hiperekoik, uniform

dengan internal debris disertai dengan posterior acoustic enhancement. (B)

Tampak adanya gas di dalam abses pada lobus kanan hepar yang menggaburkan

batas lesi. (Diambil dari Ahuja .T.Anil.Piogenic Hepatic Abscess. Diagnostic

Imaging Ultrasound : 1.42-1.45)

Pada gambaran usg pada abses hepar biasanya bentuk bulat atau oval, tepi

regular kadang irregular, dinding tipis/tebal. Ekogenesitas abses piogenik dapat

Abses hepar 8
pula bervariasi , berupa lesi anekoik (50 %), hiperekoik (25%), hipoekoik (25%) ,

dapat dijumpai adanya fluid level atau debris, internal septa dan posterior acoustic

enhancement. Terbentuknya gas pada lesi memberikan gambaran berupa lesi

hiperekoik dengan posterior artefak. Pada pemeriksaan color Doppler tampak

peningkatan vaskuler terutama pada dinding abses. Parenkim hepar yang

berbatasan dengan abses, dijumpai peningkatan vaskularisasi karena adanya

proses inflamasi. Pemeriksaan biakan abses dapat menemukan bakteri patogen

pada 86% kasus, hasil biakan steril ditemukan pada 14% kasus. Bakteri aerob

gram negatif ditemukan tumbuh pada 70% kasus dan yang paling sering adalah

Escherichia coli. Pemeriksaan biakan darah memberikan hasil positif pada 57%

kasus.

Gambar 4; CT Scan Abses Hepar Piogenik

. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil

<5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada

mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil. Apabila mikroabses >10 mm

atau membentuk kluster sehingga tampak massa agak besar maka prakontras

kluster piogenik abses tampak sebagai masa low density berbatas suram. Pasca

Abses hepar 9
kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement

dimana hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses

terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga

membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding kapsul

abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak area yang

hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil piogenik bersifat

monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di

dalam abses biasanya pada infeksi oleh kuman Klebsiella.

Abses hepar piogenik memerlukan terapi antibiotik dan drainase abses.

Antibiotik parenteral spektrum luas yang secara empiris mampu mematikan

bakteri gram negatif, bakteri anaerob dan Streptococcus, harus segera diberikan

setelah diagnosis abses ditegakkan. Antibiotik yang diberikan terdiri dari

golongan penisilin, aminoglikosid dan metronidazol yang efektif melawan E. coli,

K. pneumonia, bakteriodes, enterokokus, dan streptokokus anaerob. Pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal, lebih baik diberikan golongan sefalosporin

daripada aminoglikosida. Terapi empiris ini diberikan sambil menunggu hasil

biakan bakteri, yang kemudian dapat diganti sesuai dengan hasil biakan dan uji

resistensi. Terapi antibiotik diberikan selama 2-4 minggu tergantung dari jumlah

abses, respons klinis dan toksisitas antibiotik yang dipilih. Pada beberapa pasien,

pemberian antibiotik saja efektif untuk pengobatan abses yang berukuran kurang

dari 2 cm (mikroabses). Pada hampir semua pasien dengan abses hati lebih dari 3-

4cm memerlukan aspirasi perkutan atau drainase dengan kateter yang dipandu

dengan USG atau CT scan.

Abses hepar 10
Drainase perkutan merupakan tata laksana utama pada abses hati piogenik,

baik soliter maupun multipel. Tindakan ini lebih aman dan sama efektifnya

denganoperasi besar (drainase operatif ). Operasi besar hanya dilakukan jika

drainase abses perkutan tidak berhasil atau ada indikasi lain yang membutuhkan

operasi seperti penyakit saluran bilier. Keberhasilan drainase perkutan tampak

pada 80-90% kasus.

2.2.2. Abses Hepar Amuba

Infeksi amuba atau amubiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica,

mencakup 10% dari populasi seluruh dunia dan 95% di antaranya adalah karier

yang asimptomatis. Dari 5% pasien yang simptomatis, sepuluh persen menjadi

abses hepar. Insiden abses hepar amuba dipengaruhi oleh keadaan nutrisi,

higieneindividu yang buruk, dan kepadatan penduduk. Parasit ditularkan melalui

jalur fekal-oral dengan menelan minuman atau makan yang mengandung kista

Entamoeba histolytica.

Bentuk kista yang patogen dapat melewati lambung dan berdisintegrasi di

dalam usus halus, melepaskan trofozoit dan bermigrasi ke kolon. Selanjutnya

trofozoit beragregasi di lapisan musin usus dan membentuk kista baru. Lisis dari

epitel kolon dipermudah oleh galaktosa dan N-asetil-D-galaktosamin

(Gal/GalNAc)-lektin spesifik yang dimiliki trofozoit, sehingga menyebabkan

neutrofil berkumpul di

tempat infasi tersebut. Ulkus pada epitel kolon merupakan jalur amuba masuk ke

dalam sistem vena portal dan menyebabkan penyebaran ekstraintestinal

Abses hepar 11
keperitoneum, hati dan jaringan lain. Organ hati merupakan lokasi penyebaran

ekstraintestinal yang paling sering. Amuba bermultiplikasi dan menutup cabang-

cabang kecil vena portal intrahepatik menyebabkan nekrosis dan lisis jaringan

hati. Diameter daerah nekrotik bervariasi dari beberapa milimeter sampai 10 cm.

Abses hepar amuba biasanya soliter dan 80% kasus terletak di lobus kanan. Abses

mengandung pus steril dan jaringan nekrotik hepar yang encer berwarna coklat

kemerahan (anchovy paste). Amuba pada umumnya terdapat pada daerah perifer

abses. Pasien dapat merasakan gejala sejak beberapa hari hingga beberapa minggu

sebelumnya. Nyeri perut kanan atas merupakan keluhan yang menonjol, pasien

tampak sakit berat, dan demam. Seeto dkk melaporkan bahwa gejala abses hepar

amuba secara umum bersifat nonspesifik, 72% pasien mengeluh demam dan nyeri

di perut kanan atas. Selain itu anoreksia ditemukan pada 39% kasus dan

penurunan berat badan pada 29% kasus. Pada pemeriksaan fisik, 83% kasus

dilaporkan demam dan 69% dengan hepatomegali yang disertai nyeri tekan.

Ikterik jarang terjadi.24 Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan

jumlah sel polimorfonuklear sekitar 70-80%, peningkatan laju endah darah,

anemia ringan, peningkatan alkali fosfatase dan kadar bilirubin. Uji fungsi hati

pada umumnya normal. Feses dapat mengandung kista, pada disentri ditemukan

trofozoit hematofagus. Kista positif pada feses hanya ditemukan pada 10-40%

kasus.16 Foto dada menunjukkan hemidiafragma kanan terangkat dengan

atelektasis atau pleural efusi. Pada pemeriksaan USG, biasanya dijumpai lesi

soliter,hipoekoik homogen dengan fine internal echo,bentuk bulat atau oval, batas

Abses hepar 12
tegas, dengan lokasi lebih sering di perifer (subcapsuler).

Gambar 5. (A) Tampak gambaran abses amoeba dengan internal echo disertai

gambaran hallo hipoekoik. (B) Tampak gambaran abses hepar amoeba dengan

posterior acoustic enhancement. (Diambil dari Ahuja .T.Anil.Piogenic Hepatic

Abscess. Diagnostic Imaging Ultrasound : 1.42-1.45)

Tak tampak adanya pembentukan gas. Kadang ditemukan adanya septa,

tetapi tak tampak adanya peningkatan vaskularisasi baik pada dinding ataupun

septa. Dapat pula ditemukan gambaran hallo yang hipoekoik maupun posterior

enhancement yang mild.

Abses hepar 13
Gambar 6; CT scan abses hepar amuba

Gambaran CT scan : 85% berupa massa soliter relatif besar, monolokular,

prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses

berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang

tebal. Septa terlihat pada 30% kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase

porta.

Uji serologis dapat membantu menegakkan diagnosis abses hati amuba,

antara lain IHA (indirect hemagglutination antibody), EIA (enzyme

immunoassay), IFA (indirect immunolfuoresent antibotic), LA (latex

agglutination), AGD (agar gel diffusion), dan CIE (counter

immunoelectrophoresis). Antibodi hemaglutinasi indirek terhadap Entamoeba

histolytica telah banyak digunakan dan meningkat pada 90% pasien. Sensitivitas

IHA pada keadaan akut 70-80%, sedangkan pada masa konvalesen >90%.

Kekurangan IHA selain hasil tes diperoleh terlalu lama, hasilnya juga tetap positif

selama 20 tahun sehingga dapat memberi gambaran penyakit infeksi sebelumnya

dan bukan infeksi yang akut. Saat ini IHA telah digantikan oleh EIA yang dapat

mendeteksiantibodi E.histolytica baik IgG maupun imunoglobulin total.

Uji serologis ini relatif lebihsederhana, mudah dilakukan, cepat, stabil dan

murah harganya serta memiliki sensitivitas 99% dan spesifisitas > 90%. Titer

positif dapat bertahan beberapa bulan hingga tahunan setelah sembuh sehingga di

daerah endemik nilai diagnostiknya berkurang.16 Metronidazol atau tinidazol

merupakan terapi pilihan. Sembilan puluh lima persen abses amuba tanpa

Abses hepar 14
komplikasi membaik dengan pemberian metronidazol saja. Gejala klinis biasanya

membaik dalam waktu 24 jam. Terapi metronidazol yang adekuat menyembuhkan

90% kasus. Dosis perlu diperhatikan, karena metronidazol yang lebih rendah

memudahkan terjadinya relaps. Aspirasi jarum atau drainase perkutan yang

dipandu dengan alat pencitraan telah menggantikan posisi intervensi bedah

sebagai pilihan utama untuk mengurangi ukuran abses. Salah satu dari

tindakantersebut dilakukan jika hasil serologis negatif pada abses berukuran besar

(>3-4 cm), tidak memberi respons terhadap terapi antiamuba setelah 4-5 hari atau

jika terdapat ruptur ke peritoneum, pleura atau perikardium. Tindakan drainase

operatif hanya diperlukan jika abses telah ruptur sehingga menyebabkan

peritonitis amuba atau jika pasien tidak berrespons terhadap obat walaupun sudah

dilakukan aspirasi dandrainase dengan kateter.13

2.3 Diagnosa Banding

1. Kista Hepar

Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi sekitar

2- 7%. Sering ditemukan pada wanita kira kira 40% kasus dapat

dijumpai pada pasien dengan autosomal dominant polycystic disease

disertai multiple kista hepar. Patognomonik pada kista hepar lesi yang

terlokalisir atau multipel kavitas disertai fluid level didalamnya dengan

ukuran yang bervariasi yang berbatas tegas dengan parenkim. Pada

Abses hepar 15
pemeriksaan USG tampak gambaran anekoik, bentuk bulat yang ditandai

dengan peningkatan acoustic enhancement.

Gambar 7. Pada pemeriksaan USG tampak lesi anechoic , batas

tegas, tepi regular dengan Posterior acoustic enhancement enhancement

(Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2

nd edition, Churchill.Livingstones 2004 : 80)

2. Metastasis Hepar

Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor

gastrointestinal bermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor dari

tempat lain melalui arteri hepatika. Pada pemeriksaan USG dapat

ditemukan lesi dengan berbagai tipe dapat berupa lesi dengan gambaran

hiperekoik, hipoechoik dan isoechoik Metastasis pada hepar cenderung

solid, batas tidak tegas. Kadang dapat dijumpai lesi besar dengan nekrotik

area didalamnya disertai cairan. Dapat pula ditemukan adanya kalsifikasi

Abses hepar 16
didalamnya, biasanya pada kasus- kasus metastasis setelah terapi

kemoraterapi.

Gambar 8. (A). Tampak lesi anechoic, lobulated, batas tegas pada lobus

kanan hepar yang merupakan lesi sekunder karena penyebaran peritoneal

karsinoma ovarium.(B) Tampak lesi anekoik, tepi irregular di daerah

sekitar vena porta, pada penderita dengan carcinoma colon. (Diambil dari

Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd edition,

Churchill Livingstones.2004: 84)

3. Kista Echinococcus

Kista Echinococcus (Hydatid disease) disebabkan oleh parasite,

Echinococcus, yang sering ditemukan pada daerah endemik seperti Timur

Tengah. Cacing hidup di saluran cerna anjing yang terinfeksi yang

mengeluarkan telur cacing . Selain anjing, sapi atau domba dapat

terinfeksi oleh cacing ini, dan kemudian siklus ini sampai ke manusia

parasite menyebar melalui aliran darah menuju ke hepar yang

menyebabkan reaksi peradangan. Kista tumbuh biasanya sangat lambat

Abses hepar 17
dan asimptomatik. Pada USG, kista ini biasanya memiliki dua lapisan

dinding berupa kapsul dengan dinding yang tebal, yang mungkin terpisah.

Gambar 9. Pada pemeriksaan USG tampak multipel lesi anechoic,

bersepta-septa yang memberikan gambaran daughter cysts. (Diambil dari

Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2nd edition,

Churchill Livingstones.2004 : 82)

Adanya gambaran Daughter cysts yang berasal dari kapsul bagian

dalam atau membentuk gambaran honey comb atau cartwheel

appearance. Dapat ditemukan kalsifikasi pada dinding kista, yang

menunjukkan bahwa kista tersebut sudah tidak aktif.

Abses hepar 18
BAB III

LAPORAN KASUS

2.4 Kasus

Dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 47 tahun. Kurang lebih tiga

bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai mengeluh nyeri di perut kanan

atas sampai dada samping kanandisertai mual, muntah, nafsu makan menurun,

batuk dan demam. Pasien memeriksakan diri ke dokter dan diberi obat, keluhan

menetap (sering kambuh-kambuhan) selama dua bulan kemudian.

Satu bulan sebelum masuk rumah sakit keluhan nyeri perut kanan atas

memberat disertai dengan demam. Pasien memeriksakan diri ke RS dan dilakukan

pemeriksaan USG dengan hasil suspek abses hepar. Keluhan berkurang tetapi

masih dirasakan nyeri di perut kanan atas sampai dada samping kanan, kemudian

pasien dirujuk ke RSS pada tanggal 12 September 2013. Pasien mempunyai

riwayat sering minum-minuman ber-alkohol sejak tahun 2004. Pada pemeriksaan

fisik , didapatkan keadaan umum baik dengan status gizi yang cukup. Tekanan

darah terukur 100/80 mmHg, nadi terukur 90 x/menit, pernafasan 25 x/menit, dan

suhu 37,8C. Pemeriksaan kepala, leher, dada, dan ekstremitas tidak didapatkan

suatu kelainan, sedangkan pada pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran

hepar dengan nyeri tekan pada kuadran kanan atas.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8 g/dl; AL 11,56 x 103/ul ; HT

27,2% ; AT 389 x 103/ul ; SGOT 13 U/I ; SGPT 12 U/I ; Alb 2,26 g/L ; D bil 0,23

Abses hepar 19
mg/dL ; T bil 0,41 mg/dL; Hbs Ag (-) ; AFP 1,52 ng/ml ; PTT 13 (14) ; APTT

32,5 (32,4) ; INR 0,93 . Pemeriksaan tinja didapatkan hasil amoeba (-).

Hasil pemeriksaan diatas mengarah pada suatu diagnosis anemia,

observasi hepatomegali dengan suspek abses hepar dan pasien diberikan terapi

transfusi darah, metronidazole dan urdafalk. Selanjutnya pada tanggal 16

September 2013 dilakukan pemeriksaan penunjang USG abdomen dengan hasil

didapatkan kelainan berupa pembesaran hepar (terukur 15,92 cm) dengan lesi

anechoic di lobus kanan hepar, batas tegas , bentuk bulat, dinding licin, internal

echo (+), ukuran 10,04 cm x 12,53 cm x 9,85 cm (volume 639,88 ml), posterior

enhancement (+), pada CFM tampak sedikit vaskularisasi pada perilesi. Sistema

bilier dan vakuler intra hepatal tak prominent. Pemeriksaan USG tersebut

dikesankan sebagai suatu gambaran abses hepar.

Abses hepar 20
Gambar 10. pembesaran hepar (terukur 15,92 cm) dengan lesi anechoic di

lobus kanan hepar, batas tegas , bentuk bulat, dinding licin, internal echo (+),

ukuran 10,04 cm x 12,53 cm x 9,85 cm (volume 639,88 ml), posterior

enhancement (+), pada CFM tampak sedikit vaskularisasi pada perilesi, tak

tampak gambaran halo hipoechoic, reverberation maupun internal septa.

Tanggal 27 September 2013 dilakukan pungsi sebanyak 140 cc berupa

pus, karena pasien kesakitan hebat maka pungsi tidak dilanjutkan pada hari

tersebut. Hasil pungsi tersebut dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan hasil

Gram negatif basil (+) , epitel (+) dan Leukosit (+), sehingga pasien tegak

didiagnosis sebagai abses hepar. Pungsi ulang dilakukan pada tanggal 30

September 2013 yang berhasil mengeluarkan 530 cc pus. Terapi yang sama tetap

Abses hepar 21
diberikan dan satu minggu setelah pungsi kedua keluhan pasien sangat berkurang

dan kemudian pasien dipulangkan.

Abses hepar 22
BAB IV

PEMBAHASAN

2.5 Pembhasan kasus

Abses hati merupakan penyakit yang mempunyai angka kematian relatif

tinggi sebesar 10% - 40%, meskipun begitu keterlambatan dalam penegakan

diagnosis dapat menyebabkan klinisi mengalami kesulitan dalam pengobatannya.

Keterlambatan penegakan diagnosis tersebut dapat meyebabkan suatu abses hepar

mengalami ruptur baik itu ke peritoneum maupun ke pericardiaum. Abses hepar

yang ruptur , terutama ke pericardium dapat menyebabkan kematian. Anamnesis

dan pemeriksaan fisik pada pasien memegang peranan penting untuk

mengarahkan suatu diagnosis.

Abses hepar 23
Pasien laki-laki dengan usia mendekati 50 tahun dengan gejala klinis pada

pasien sangatlah khas mengarah pada suatu abses hepar, dimana terdapat keluhan

nyeri perut regio kuadran kanan atas, demam, malaise, anoreksia, penurunan

berat badan, batuk, nyeri dada pleuritik. Hampir semua keluhan pada abses hepar

pyogenik terdapat pada abses hepar amoebik, kecuali keluhan nyeri dada dan

batuk.

Abses hepar 24
Pemeriksaan fisik pada pasien abses hepar baik pyogenik maupun amoebik

didapatkan pembesaran hati, hal ini juga terdapat pada pasien ini. Tanda ikterik

kadang juga didapatkan, tetapi biasanya pada fase lanjut, pada pasien ini tidak

didaptkan tanda-tanda ikterik. Ikterik pada abses hepar pyogenik terjadi jika

terdapat kolangitis supuratif, sedangkan pada abses hepar amoebik jarang terjadi.

Pemeriksaan darah pada pasien ini didaparkan Hb dan albumin yang

menurun, serta lekosit yang meningkat, tetapi tidak didapatkan kelainan pada

fungsi hati maupun bilirubin. Pemeriksaan faeces tidak didapatkan amoeba. Hasil

laboratorium darah pada pasien ini mempunyai kesesuaian yang mengarah pada

suatu abses hepar piogenik.

Ultrasonografi berperan penting dalam penegakan suatu abses hepar,

disebutkan bahwa ultrasonografi mempunyai angka sensitifitas 79% untuk

penegakan abses hepar. Meskipun demikian ultrasonografi masih mengalami

hambatan dalam membedakan abses hepar pyogenik dengan amoebik, hal ini

dikarenakan gambaran pada kedua jenis abses tersebut relatif sama. Hal yang

sama juga terjadi pada hasil pemeriksaan ultrasonografi pada pasien ini, meskipun

demikian setelah kita telaah lebih jauh ternyata masih terdapat sedikit perbedaan

untuk mengarahkan diagnosis kepada abses hepar pyogenik.

Abses hepar 25
Hasil pemeriksaan pada pasien ini yaitu di dapatkan pembesaran hepar

dengan lesi anechoic di lobus kanan hepar segmen batas tegas , bentuk bulat,

dinding licin, internal echo (+), posterior enhancement (+), pada CFM tampak

sedikit vaskularisasi pada perilesi. Sistema bilier dan vakuler intra hepatal tak

prominent. Hasil tersebut menunjukkan terdapat kekurangan pada analisa, yaitu

belum dicantumkannya letak, gambaran internal echo dan posterior enhancement

yang lebih spesifik, reverberation artefak, internal septa, dan halo hipoechoic. Lesi

yang terdapat pada pasien ini mulai terjadi nekrosis dan liquefaksi abses yang

Abses hepar 26
menyebakan gambaran intralesi yang mulai inhomogen sehingga terlihat suatu

echogenic debris di dalam lesi, kadang bisa didapatkan gambaran septa pada

beberapa penelitian. Kejadian ini berbeda dengan abses hepar amoebic dimana

internal echo di dalamnya cenderung lebih homogen sehingga kadang bisa

membentuk gambaran halohipoechoic selain itu karena internal echonya lebih

homogen maka gambaran posterior enhancementnya juga tidak sekuat pyogenic

abses. Letak lesi pada abses hepar juga dapat sebagai penentu perbedaan diantara

kedua jenis abses, dari gambaran ultrasonografi pasien ini bisa kita lihat bahwa

letak abses tidak tepat berada di sub capsuler , tetapi masih berada di parenkim

hepar yang merupakan salah satu ciri dari abses hepar pyogenik.

Proses inflamasi yang hebat pada abses hepar pyogenik menyebabkan

gambaran CFM tampak pada dinding lesi, sedangkan pada intralesi tidak

didapatkan gambaran vaskularisasi seperti yang tampak pada gambaran

ultrasonografi pasien ini. Jumlah lesi, batas/tepi dan ukuran sulit dijadikan

pembedan antara kedua abses tersebut, meskipun pada abses pyogenic cenderung

multiple dengan batas yang lebih tegas. Bentuk lesi yang cenderung bulat pada

hasil pemeriksaan ultrasonografi merupakan salah satu ciri pada amoebic abses,

meskipun begitu pada beberapa literatur pyogenik abses dapat mempunyai bentuk

yang bulat. Akhirnya dari data-data ultrasonografi yang telah dilakukan dapat kita

tarik kesimpulan bahwa dari gambaran ultrasonografi mengarah pada abses hepar

pyogenik. Kesimpulan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium darah dan

faeces, serta pemeriksaan ultrasonografi semuanya mengarah pada gambaran

pyogenik abses, untuk mempertegas hal tersebut maka klinisi melakukan

Abses hepar 27
pemeriksaan kultur dari aspirasi abses berupa cairan yang purulen. Hasil kultur

menunjukkan didapatkan gram negatif yang (+), yang pada penelitian

mempunyai sensitifitas sebesar 77 % untuk abses hepar piogenik.

Abses hepar 28
BAB V

PENUTUP

2.6 Kesimpulan

Gambaran pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanyapembesaran

hepar dengan lesi anechoic di lobus kanan hepar dengan letak tidak di sub

capsuler, batas tegas , bentuk bulat, dinding licin, internal echo inhomogen,

posterior enhancement kuat, pada CFM tampak sedikit vaskularisasi pada perilesi,

tak tampak gambaran halo hipoechoic, reverberation maupun internal septa.

Gambaran tersebut seperti yang dilaporkan dalam kepustakaan mempunyai

kecenderungan sebagai abses hepar piogenik. Anamnesis, pemeriksaan fisik

maupun pemeriksaan laboratorium yang dilakukan semuanya mengarah pada

suatu abses hepar pyogenik yang mendukung gambaran pada pemeriksaan

ultrasonografi, sehingga terdapat kesesuaian dengan literatur.

Abses hepar 29
DAFTAR PUSTAKA

1. Dull JS, Topa L, Balgha V, Pap A. Non-surgical Treatment of Biliary Liver

Abscesses : Efficacy of Endoscopic Drainage and Local Antibiotic Lavage with

Nasobiliary Catheter. Gastrointest Endosc. 1999 ; 51:55-9

2. Chu KM, Fan ST, Lai ECS, Lo CM, Wong J. Pyogenic Liver Abscess. Arch

Surg. 1996; 131 : 148-52

3. Ong E, Espat NJ, Helton WS. Hepatic Abscess. Curr Treatment Opt Infect Dis.

2003 ; 5:393-406

4. Ahsan T, Jehngir MU, Mahmood T, Ahmed N, Saleem M, Shahid M. Amoebic

Versus Pyogenic Liver Abscess. JPMA. 2002; 52:497-501

5. Mishra K, Basu S, Roychoudhury S, Kumar P. Liver Abscess in Children: an

Overview. World J Pediatr. 2010;6(3):210-6

6. Stain SC, Yellin AE, Donovan AJ, Brien HW. Pyogenic Liver Abscess Modern

Treatment. Arch Surg. 1991;126:991-6

7. Halvorsen RA, Foster WL, Wilkinson RH, Silverman PM, Thompson WM.

Hepatic Abcess : Sensitivity of Imaging Test and Clinical Findings. Gastrointest

Radiol. 1988;13(2):135-41

8. Wagener O.Whole Body Computed Tomography. 2 nd edition. Hamburg.

Germany.July 1992.244-75.

Abses hepar 30
9. Grainger RG,Alison DJ, adam.A, Dixon AK..Diagnostic Radiology A Texbook

of Medical Imaging. 4 th edition . Churchill Livingstone .2003 : 123772

10. Sutton D.Texbook of Radiology and Imaging Vol.2.Churchill Livingstone.

2003 : 737-86

11. Haaga JR,Lanzieri G, Gilkeson RC. CT and MRI of the Whole Body. Volume

2. 4 th edition. Missouri Mosby, 2003:1318 37

12. Knollmann F, Coakley FV.Multislice CT : Principles and Protocols.Saunders

Elsever.Philadelphia. 2006 : 123 47

13. Sudoyo, Aru. W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV.

Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

14. Sjamsuhidayat, R., Jong, Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta :

EGC. 2005

15. Brook I, Fraizer EH. Role of Anaerobic Bacteria Inliver Abscess in Children.

Pediatr Infect Dis J 1993;12:743-6

16. Prianti Y, Bisanto J, Firman K. Abses Hati Pada Anak. Sari Pediatri, vol 7 No

1. Juni 2005 ; 50-6

17. Kelly DA,. Diseases of The Liver and Biliary System in Children. London:

Blackwell Science, 1999 ; 65-76

Abses hepar 31
18. Perez JAP, Gonzalez JJ, Baldonedo RF, Sanz L, Carreiio G, Junco A, et al.

Clinical course, treatment, and multivariate analysis of risk factors for pyogenic

liver abscess. Am J Surg 2001;181:177-86

19. Allan P, Baxter G, Weston M. Clinical Ultrasound. Third Edition. Churchill

Livingstone Elsevier. 2011; 120-66

20. Walls P, Barnes P, Radin D R, Colleti P, Halls J. Sonographic Features of

Amebic and Pyogenic Liver Abcesses : A Blinded Comparison. AJR. 1987 ; 149 :

499-501

21. Bugti Q, Baloch M, Wadood A, Mulghani A, Azem B, Ahmed J. Pyogenic

Liver Abscess : Demographic, Clinical, Radiological and Bacteriological

Characteristics and Management Strategies. Gomal Journal of Medical Sciences

vol 3 no 1. 2005 ; 10-4

22. Cosme A, Ojeda E, Zamarreno I, Bujanda L, Garmendia G, Benavente J, et al.

Pyogenic versus Amoebic liver abscesses. A comparative clinical study in a series

of 58 patients. Rev Esp Enfem Dig vol 102. 2010 ; 90-9

23. Mc Kaigney C. Hepatic Abscess : Case Report and Review. Western Journal

of Emergency Medicine. Volume XIV no 2 . 2013 ; 154-7

24. Gupta M, Kesarwala H, Gaur S. Amebic liver abscess in a child. Clin Pediatr

1996; 3:155-6

Abses hepar 32

Anda mungkin juga menyukai