Anda di halaman 1dari 9

Hirschprung

1 Definisi
Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enteric dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus
mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan
memberikan manifestasi perubahan struktur dari kolon (Lee, 2008). Pada kondisi ini
penyakit hirschprung dengan megacolon kongenital.
Penyakit hirschprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling
sering pada usus besar (colon). Normalnya otot pada usus secara ritmis akan
menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit hirschprung saraf (sel ganglion)
yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini
mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya
(Henna N, 2011).
Penyakit hirschprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering dialami
oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus hirschprung terdiagnosis pada
bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga usia remaja atau
dewasa muda (Izadi M, 2007).
Penyakit hirschprung merupakan suatu penyakit yang terjadi pada usus besar.
Terjadi karena sel-sel ganglion yang ada pada usus besar tidak berfungsi dengan
baik, akibatnya feses tidak dapat terdorong sampai ke rectum. Penyakit ini paling
sering dialami oleh neonatus.

2 Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Penyakit Hirschsprung dapat di
klasifikasikandalam 4 kategori :
a Penyakit Hirschsprung segmen pendek/HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid. Merupakan 70% dari kasus
penyakitHirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.
b Penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)
Daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh
kolon dansampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan
perempuan
c Total colonic aganglionosis (3-12%). Bila segmen aganglionik mengenai seluruh
kolon (5-11%)
d Kolon Aganglionik Universal. Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus
sampai pylorus (5%)

3 Epidemiologi
Terdapat studi yang menyatakan bahwa risiko lebih tinggi (12.4%-33%) terjadi
pada penderita yang memiliki saudara kandung dengan total colonic involvement.
Sekitar 25% obstruksi intestinal pada newborn disebabkan oleh Hirschsprungs
disease (Georgeson, 2010).
Di Amerika Serikat, penyakit hirschprung terjadi sekitar 1 per 5000 kelahiran
hidup. Penyakit hirschprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Hampir semua anak dengan penyakit
hirschprung didiagnosis selama 2 tahun pertama kehidupan. Setelah satu setengah
anak-anak yang terkena penyakit ini didiagnosis sebelum mereka berumur 1 tahun
(Neville, 2008).
Menurut penelitian Kartono yang menangani penyakit hirschprung di RS Cipto
Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit hirschprung lebih banyak
ditemukan pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang)
sedangkan untuk umur 1 bulan -1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang).
Kartono juga mencatat penderita penyakit hirschprung sebanyak 131 orang
(74,85%) berjenis kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang
(25,15%).
Hasil penelitian Sari di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2005-2009 tercatat ada
50 orang anak yang menderita penyakit hirschprung dan dijadikan sampel
penelitian. Dari 50 orang sampel tersebut, distribusi tertinggi pada kelompok usia 0-
2 tahun yaitu sebanyak 40 orang (80%). Ada 36 orang (72%) berjenis kelamin laki-
laki dan 14 orang (28%) berjenis kelamin perempuan yang tercatat menderita
penyakit hirschprung.

4 Etiologi
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian atas
dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal. Penyakit
Hisprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan tidak
mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding
usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus.
Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari
faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3.

5 Faktor resiko
a Faktor Bayi
- Umur bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena
penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyebab
paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari) (Milla, 2006).
- Riwayat Syndrom Down
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari sindrom
yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling umum
beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah Sindrom Down. 2-10%
dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan penderita syndrom Down.
Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada tambahan salinan kromosom
21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung bawaan, dan
keterlambatan perkembangan anak (Milla, 2006).
b Faktor Ibu
- Umur
Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan
risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan Sindrom Down lebih
sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause (Milla, 2006).
- Ras / Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat
(sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan
pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan
incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar
kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital (Tarigan, 2009).

6 Patofisiologi
(terlampir)
7 Manifestasi klinik
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit hirschprung dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu :
a Periode neonatus
Ada trias gejala yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus hirschprung
tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan
mengeluarkan mekonium seteleh 24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilous (hijau)
dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan
segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih
dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada payudara yang akan
mengakibatkan feses berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah (Kessman, 2008).
b Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus
dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak (Lakshmi, 2008).
Gejala yang timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan
malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen
disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi
usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang akan
dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).

Tanda penyakit hirschprung

a. Anemia dan tanda-tanda malnutrisi


b. Perut membuncit (distensi abdomen) mungkin karena retensi kotoran
c. Terlihat gelombang peristaltik pada dinding abdomen
d. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang
padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan bau
feses dan gas yang busuk
e. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus,
punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi
peritonitis (Kessman, 2008; Laksmi, 2008)

Manifestasi hirschprung menurut Betz, 2002

Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) :


1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

8 Pemeriksaan diagnostik
a Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang. Apabila
keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen. Saat
dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang. Untuk
menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal
touche dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat
explosive stool (Izadi,2007).
b Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan:
1. Daerah transisi
2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
3. Entrokolitis padasegmen yang melebar
4. Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam
c Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa.
d Biopsi otot rectum. Yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit
ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase.
f Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus.
g Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
h Pemeriksaan radiologi
Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda obstruksi
usus (Lakhsmi, 2008). Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk
menentukan diagnosis hirschprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada
bayi dengan penyakit hirschprung.

9 Penatalaksanaan medis
a Konservatif
Intervensi agresif pada fase awal terdiri atas resusitasi cairan dan elektrolit,
dekompresi usus, administrasi analgesia dan antimuntah sesuai klinis, antibiotik
spektrum luas, serta konsultasi bedah awal.
b Pembedahan
Pilihan operasi bervariasi tergantung pada usia pasien, status mental, kemampuan
unutk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, panjang segmen aganglionik, derajat
dilatasi kolon, dan kehadiran enterocolitis. Pilihan bedah kolostomi termasuk pada
tingkat usus normal, irigasi rektal diikuti oleh reseksi usus dan prosedur kolostomi.
Ada beberapa pembedahan diantaranya yaitu:
Tindakan bedah sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah
berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan
ini bertujuan menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan
mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang telah besar sehingga
memungkinkan dilakukan anastomose
Tindakan bedah definitif
a) Prosedur swenson
Pada dasarnya, operasi yang dilakukah adalah rektosigmoidektomi dengan
preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea
dentata, sebenarya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam
pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang
ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun
1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan
2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.
b) Prosedur Duhamel
Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke
arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding
posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang
ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side.
c) Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959
untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi.Tujuan utama dari
prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian
menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum
yang telah dikupas tersebut
d) Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot
levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan
intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis.
e) Minimally invasive surgery (MIS)
Saat ini menjadi teknik pembedahan pilihan pada banyak kasus thoraks,
abdomen, dan cervical. Georgeson adalah ahli bedah pertama yang melakukan
pendekatan ini pertama kali sebagai terapi pada neonatus penderita Hirschsprungs
disease, dimana dilakukan reseksi pada colo-anal dan dikeluarkan menggunakan
laparoskopi tanpa melakukan colostomy secara cepat dan hati-hati sehingga
meminimalisasi komplikasi metode laparotomi (Jona, 2005; Thomson, et al., 2015)
f) Total transanal endorectal pull-through (TTEP)
Diperkenalkan pertama kali oleh De La Torre dan Ortega pada tahun 1998
dengan prinsip prosedur complete dissection dan mobisasi aganglionic colon
secara keseluruhan serta anastomosis kolon normal ke anus melalui muscular tube.
Teknik ini paling banyak digunakan oleh para ahli bedah karena komplikasi
konstipasi dan inkontinensia yang minimal (Wang, et al., 2009; Kamal, 2010)
10 Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hisprung yaitu gangguan
elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi. Menurut Mansjoer
(2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hisprung adalah:
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena
iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan
relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.
Daftar Pustaka
Kessman JMD. Hirschsprung Disease: Diagnosis and Management. American Family
Physician. 2006;74:1319-1322.

Izadi M, Mansour MF, Jafarshad R, Joukar F, Bagherzadeh AH, Tareh F. Clinical


Manifestations of Hirschsprungs Disease: A Six Year Course Review of
Admitted Patients in Gilan, Northern Iran. Middle East Journal of Digestive
Diseases. 2009;1:68-73.

Henna, N et all. 2011. Children With clinical Presentations of Hirschsprungs Disease-A


Clinicopathological Experience. Biomedica; 27: 1-4.

Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschprungs Disease. Hershey Medical Center; 44-46

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI

Wong, Donna L.2003.Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),


Monica Ester (Alih bahasa)edisi 4. Jakarta:EGC

Corwin Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Tarigan, J.B. 2009. Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) pada Batak Karo.
Skripsi FISIP USU. Medan

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
ke-3. Jakarta : EGC

Milla, P.J. 2006. Penyakit Hirschsprung dan Neuropati Lain, dalam Buku Pediatri
Rudolph Volume 2 Edisi 20. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai