Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan pada sistem pencernaan dapat terjadi jika salah satu atau lebih proses
pencernaan tidak berjalan dengan baik. Anak masih sangat rentan terhadap masalah pencernaan.
Sebenarnya sistem pencernaan pada anak dan orang dewasa adalah sama, namun demikian, anak-
anak masih belum optimal dalam memaksimalkan fungsi dari masing-masing organ pada sistem
pencernaannya. Penyakit pada sistem pencernaan pada anak yaitu diare, diare dengan dehidrasi,
disentri, cacingan, maag, dan hirschprung disease (Saefudinn, dkk, 2015)

Menurut WHO (World Health Organization), sekitar 7% angka kematian bayi


diseluruh dunia disebabkan oleh kelainan kongenital dengan insiden penyakit hirschsprung.
Di Eropa, seitar 25% kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Di Asia
Tenggara kejadian kelainan kongenital mencapai 5% dari jumlah bayi yang lahir,
sementara di Indonesia sendiri dengan jumlah penduduk 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup dengan insiden hirschsprung. Hal tersebut
diprediksi pada setiap tahunnya akan lahir 1400 bayi dengan masalah kongenital
hirschsprung. Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 kematian bayi adalah kelainan kongenital pada
usia 0-6 hari sebesar 1% dan pada usia 7-18 hari sebesar 19% (Verawatiet al, 2013). Menurut
Willye (2012), angka mortalitas neonatus dengan penyakit hirschsprung yang
ditangani mencapai 30% disebabkan karena enterocolitis, sedangkan angka mortalitas
pada neonatus dengan penyakit 3definitive dengan menggunakan prosedur diantaranya,
Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein (Coputty et al, 2015). Penyakit hirschprung disease
merupakan sebuah kelainan bawaan (cacat lahir) pada usus disebabakan ketiadaan sel
gangilia (saraf) pada dinding usus. Penyakit ini juga sering disebut dengan aganglionosis
atau megacolon (aganglionic megacolon). Hirschprung disease menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari springter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi, termasuk anus sampai rectum (Mendri & Prayogi, 2018).
B. TUJUAN PENULIS
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan analisis asuhan keperawatan An. S yang mengalami
Hirschsprung Post Operasi Tutup Kolostomi.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan ini untuk memberikan gambaran tentang :1.Mampu menjelaskan
analisis setiap tahap proses keperawatan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Hirschsprung


1. Definisi Penyakit Hirschsprung atau yang disebut juga dengan kongenital aganglionik
megakolon merupakan kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid kolon sehingga menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Nurarif danKusuma, 2015).
Penyakit hirschsprung merupakan suatu penyakit yang menyerang sistem percernaan
manusia, terutama menyerang usus besar (kolon). Pada penyakit ini dijumpai pembesaran
usus besar (megacolon), akibat tidak adanya sel ganglion pada bagian distal usus. (Putu
dan I Made, 2016).

2. Etiologi

Penyakit hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk dengan sempurna,
sehingga usus besar tidak mendorong feses keluar, akibatnya feses akan menumpuk di usus besar.
Penyebab hirschsprung belum diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor kondisi yang
diduga dapat meningkatkan resiko ketidaksempurnaan pembentukan saraf usus besar antara
lain karena faktor genetik dan lingkungan, menderita penyakit bawaan lainnya yang
diturunkan seperti anak down syndromedan penyakit jantung bawaan, mutasi gen, kegagalan sel
neurat pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pasda
myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Wyllie, 2012)

3. Patofisiologi
Penyakit hirschsprung disebabkan darikegagalan migrasi kraniokaudal pada precursor sel
ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5 dan
ke-12. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus
besar, sehingga adanya kerusakan pada dinding sub mukosa kolon distal dengan tidak
adanya sel ganglion digambarkan dengan istilah kongenital aganglionik mega colon. Tidak
adanya sel ganglion merupakan suatu keabnormalan dimana tidak adanya peristaltic atau
gerakan pendorong dan tidak adanyaevakuasi usus spontan serta tidak dapat
berelaksasinya spinkter rectum sehingga mencegah feses keluar secara normal yang
menyebabkan akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Ganglion pada
intramural plexus dalam usus berguna sebagai kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik
secara normal. Terkumpulnya feses ke segmen aganglionik karena terdorong oleh isi
usus menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar. Keabnormalan
peristaltic usus inidapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada anak seperti
konstipasi, distensi abdomen, mual muntah yang menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi dan
beresiko pada gangguan pertumbuhanserta dapat menyebabkan kematian pada bayi atau anak
dengan penyakit hirschsprung apabila tidak dilakukan penanganan segera akibat sudah
terjadi enterocolitis atau inflamasi pada husu halus dan kolon (Kartono, 2010).

4. Kasifikasi
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2011).
Penyakit hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segmen yangterkena menjadi dua tipe
berikut :
a. Segmen Pendek
Aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid, sekitar 70% terjadi pada kasus penyakit
hirschsprung. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada
laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari penderita anak untuk
mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20.
b. Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh
kolon atau sampai usus halus. Terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis
kelamin atau memiliki peluang sama antara laki-laki dan perempuan (Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2011).

5. Manifestasi Klinis
Penyakit hirschsprung pada umumnya akan muncul manifestasi klinis saat neonatal, namun
pada beberapa kasus dengan penyakit hirschsprung ringan dapat muncul tanda dan
gejala pada masa anak-anak sehingga terjadi keterlambatan diagnosis. Menurut Wong (2013)
tanda dan gejala yang timbul pada anak dengan hirschsprung diantaranya;
1) Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup :
Tidak keluarnyafeses dalam hari pertama kelahiran (pengeluaran meconium lebih dari 24
jam pertama), muntah yang mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan
pencernaan yang diproduksi di hati, distensi abdomen, adanya fases yang
menyemprot saat dilakukan pemeriksaan colok dubur merupakan tanda yang khas.
2) Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup :
Distensi abdomen atau perut yang buncit, anak kesulitan dalam meningkatkan berat
bada atau peningkatan berat badan yang sedikit, adanya masalah dalam penyerapan
nutrisi yang mengarah pada gangguan dalam pertumbuhan, infeksi kolon yang dapat
mencakup enterocolitis, gejala dapat mencakup konstipasi berkepanjangan (Wong,
2013).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
diantaranya: Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui hematokrit dan platelet
sebelum dilakukan tindakan operasi, pemeriksaan kimia darah dapat membantu
mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit, pemeriksaan profil koagulasi
untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah, leukosit sebagai sistem
kekebalan tubuh untuk melawan mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur atau
parasit yang mencegah terjadinya infeksi setelah dilakukan pembedahan.(Ngastiyah,
2014 : 220).
b. Pemeriksaan Radiologi
diantaranya: Poto polos abdomen untuk menunjukan adanya loop usus yang distensi
dengan adanya udara dalam rectum, barium enemauntukmengetahuiadanya penyumbatan
pada kolon, biopsi rectum untuk melihat ada atau tidaknya ganglion pleksus submukosa
meisner, manometri anorectal untuk mencatat respons refluks sfingter interna dan
eksterna, pemeriksaan colok anus untuk mengetahui bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan
(Ngastiyah, 2014 : 220).

7. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pasca bedah menurut Suriadi (2011: 241) yaitu:
a. Enterokolitis (akut), disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin
b. Stenosis striktura ani, disebabkan karena gerakan muskulussfingter ani tak pernah
mengadakan gerakan kontraksi dan relaksasi karena ada kolostomi sehingga terjadi
kekakuan ataupun penyempitan
c. Obstruksi usus, dapat disebabkan karena penumpukan feses pada daerah spur (duhamel),
striktur (soave dan swenson), dan terpuntir pada daerah pullthrough atau penyempitan pada
muscular cuff (soave)
d. Inkontinensia (jangka panjang), sfingter yang abnormal bias diakibatkan karena
injuri saat dilakukan pullthrough atau myectomy atau sphincterotomy sebelumnya

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini penatalaksanaan penyakit hirschsprung hanya dapat dilakukan dengan
pembedahan.
a. Tatalaksana Medis
Tatalaksana medis menurut Coputtyet al (2015) dengan penatalaksanaan bedah.
Pada hirschsprung dilakukan dengan 2 tahap pembedahan, yaitu dengan dilakukan
kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), serta bila umur bayi itu
antara 6-12 bulan, 1 dari 3 prosedur definitive dapat dilakukan.
1) Tindakan bedah sementara Tindakan bedah sementara dimaksudkan sebagai
tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan kematian. Pada tahap ini dilakukan
tindakan berupa kolostomi loop atau double-barrel pada usus yang memiliki
ganglion normal paling distal guna menghilangkan obstruksi usus dan
mencegah enterocolitis.
2) Tindakan bedah definitif Tindakan bedah definitive dengan pullthrough yaitu dimana
bagian usus yang terkena aganglionik akan dibuang dan bagian usus yang sehat akan
disambungkan ke anus. Teknik ini terdiri dari tiga prosedur, diantaranya prosedur duhamel:
prosedur ini dilakukan pada bayi kurang dari 1 tahun dengan penarikan kolon normal
kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal
yang ditarik tersebut, prosedur swenson: bagian kolon aganglionik dibuang kemudian
dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang
dilatasidan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior, prosedur
soave:biasanya dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara dinding otot dari
segmen rektum dibiarkan tetap utuhkemudian kolon yang bersaraf normal ditarik
sampai ke dubur tempat menunggu anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa (Coputtyet al, 2015).
b. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan menurut Ngastiyah (2014) diantaranya; membantu orang tua
untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini,
membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak, mempersiapkan orang tua
akan adanya intervensi medis (pembedahan), mendampingi orang tua pada perawatan
colostomy setelah rencana pulang.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hirschsprung

1.Pengkajian Keperawatan Menurut (Nurarif danKusuma, 2015) pengkajian adalah tahap awal dari
proses keperawatan. Pada penyakit hirschprung terdiri atas beberapa pengkajian post operasi,
diantaranya :a.Anamnesis1)Identitas kliena)Keluhan utama KlienMasalah yang dirasakan klien yang
sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian misalnya rasa nyeri yang timbul pada daerah
luka post operasi dimana rasa nyeri yang timbul akibat efek tindakan pembedahan. Nyeri dapat dinilai
dengan respon verbal maupun nonverbal yang dapat diamati oleh perawat seperti menangis, meringis,
gelisah, mengerutkan wajah, dan kesulitan tidur. Adanya masalah eliminasi fekal yang
mengganggu setelah dilakukan tindakan pembedahan akibat perubahan pola defekasi. b)Riwayat
kesehatan sekarang Adanya keluhan nyeri pada daerah luka post operasi, terjadinya perubahan
pola defekasi diman klien sudah dapat bedefekasi melalui anus, frekuensi defekasi lebih dari sekali karena
adanya perubahan pola defekasi kosistensi cair, dengan jumlah sedikit.

12c)Riwayat kesehatan masa laluPada pasien hirschsprung sebelumnya dilakukan operasipertama


untuk pembuatan kolostomi setelah terdiagnosis hirschsprung dengan gejala yang timbul pada anak
yang lebih besar atau usia sekolah meliputi konstipasi, peningkatan BB yang sedikit, gangguan
pertumbuhan. d)Riwayat Nutrisi meliputi Klien dengan post operasi hirschsprung akan mendapatkan
diit cair atau susu selama beberapa hari. e)Riwayat psikologisbagaimana perasaan klien terhadap
kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien
mengekspresikannya.f)Riwayat kesehatan keluargaTanyakan pada orang tua apakah ada anggota
keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.g)Riwayat socialApakah ada pendakan secara verbal
atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.h)Riwayat tumbuh
kembangTanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan susah BAB, terjadinya gangguan
pertumbuhan karena kesulitan meningkatkan berat badan. i)Riwayat kebiasaan sehari-
hariMeliputikebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas. b.Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik
yang didapatkan pasien dengan hirschsprung post operasi penutupan kolostomi terdapat jahitan
pada bagian abdomen dimana tempat terpasang stoma sebelumnya yang dibalut perban, sudah tidak
menggunakan kolostomi.
132.DiagnosisKeperawatanberdasarkan SDKIDiagnosis keperawatan adalah penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehudipan yang dialaminya baik
yang berlangsung actual maupun potensial. DiagnosaHirscsprung Post Op tutupkolostomi
menurut(Nurarif danKusuma, 2015)sebagai berikut:a.Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (prosedur operasi)b.Inkontinensia fekal berhubungan dengan pasca bedah pull through dan
penutupan kolostomi, c.Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive, 3.Rencana
Keperawatan Perencanaan keperawatan yang digunakan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada
klien berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI, (2018) dan menggunakan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) PPNI,(2019), sebagai berikut: a.Diagnosa 1 : Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (prosedur operasi) Tujuan: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, diharapkan tingkat nyeri menurun Kriteria Hasil: Keluhan nyeri menurun,
meringis menurun,sikap protekstif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, pola tidur
membaik. Intervensi: Manajemen Nyeri 1)Observasi1.Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri 2.Identifikasi skala nyeri 3.Identifikasi respon nyeri non verbal

144.Monitor efek samping penggunaan analgetik 2)Terapeutik 1.Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri 2.Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 3.Fasilitasi istirahat tidur
3)Edukasi 1.Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri2.Jelaskan strategi meredakan nyeri 3.Ajarkan
teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri b.Diagnosa 2: Inkontinensia fekal berhubungan
dengan pasca bedahpull through dan penutupan kolostomi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, klien menunjukkan kontinensia fekal membaikKriteria Hasil: Pengontrolan pengeluaran
feses membaik, frekuensi buang air besar membaik, kondisi kulit perianal atau anus membaik,
mempertahankan kebersihan diri terutama daerah perianal atau anusIntervensi: Perawatan
inkontinensia fekal1)Observasi a)Identifikasi penyebab inkontinensia fekal baik fisik maupun psikologis
b)Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi fesesc)Monitor kondisikulit
perianal2)Terapeutik a)Bersihkan daerah perianal dengan sabun dan air b)Jaga kebersihan tempat tidur
dan pakaian c)Berikan celana pelindung/ pokok/ pembalut

153)Edukasi a)Jelaskan definisi, jenis inkontinensia, penyebab inkontinensia fekal b)Anjurkan mencatat
karakteristik fekalc.Diagnosa 3: Resiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasiveTujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan tingkat Infeksi menurun Kriteria Hasil:
Nyeri menurun, kemerahan menurun, demam menurun, nafsu makan meningkat, kebersihan
tangan meningkat, kebersihan badan meningkat. Intervensi: Pencagahan infeksi 1)Observasi a)Monitor
tanda dan gejala infeksi lokal 2)Terapeutik a)Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien 3)Edukasi1.Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2.Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar 3.Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi 4.Ajarkan meningkatkan asupan
nutrisi4)Kolaborasi a)Kolaborasi pemberian antibiotic 4.Implementasi keperawatan Implementasi atau
pelaksanaan keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untukmencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,

16mengobservasi respon klien sebelum dan sesudahpelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru (Rohmah danWalid, 2012). 5.Evaluasi KeperawatanMenurut Intervensi keperawatan sesuai
dengan kasus yang dikelola dan berdasarkan prioritas, hasil yang diharapkan setelah pasien
mendapatkan intervensi adalah nyeri berkurang atau hilang, inkontinensia fekal berkurang atau
membaik, resiko infeksi tidak menjadi actual atau tingkat infeksi menurun (Rohmah & Walid, 2010).

BAB III
TINJAUAN KASUS

Pada babini penulis akan menguraikan tentang kasus asuhan keperawatan pada An. S dengan
hirschsprung post operasitutup kolostomi sesuai dengan data yang telah penulis peroleh dari An. S
terhitung sejak 28 Oktober 2019 sampai 30 Oktober 2019 di RSCM, sesuai dengan proses asuhan
keperawatan berikut uraiannya:A.Pengkajian KeperawatanAn. S berusia 11 tahun lahir pada 30
Januari 2008 berjenis kelamin laki-laki. Klien sudah sekolah kelas 4 SD, beragama islam dengan suku
betawi. Ibu klien bernama NY. H berusia 40 tahun dengan pendidikan terakhir SMP bekerja
sebagai pedagang sembako, beragama islam, bersuku betawi. Bapak klien bernama Tn. P berusia 42
tahun dengan pendidikan terakhir SMA dan bekerja sebagai pedagang, beragama islam dengan suku
bangsa betawi. Klien tinggal bersama orang tua yang beralamat di Tanggerang. Pada tanggal 19
Oktober 2019 pukul 17.00 WIB klien kembali masuk ke RSCM melalui IRJ dengan diagnosa
medis Hirschsprung segmen pendek dan telah dilakukan pemasangan kolostomi sejak bulan April
2019 atau sekitar 6 bulan lalu.Riwayat kesehatan klien saat ini klien post operasi penutupan
kolostomi hari ke 4, terdapat jahitan sepanjang 8 cm yang diperban, klien saat ini mengeluhkan
nyeri pada luka operasi penutupan kolostomi. Selama perawatan setelah operasi klien
mendapatkan ob

Anda mungkin juga menyukai