Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRESENTASI KASUS

PENATALAKSANAAN OPERASI TRANSANAL ENDORECTAL


PULL-THORUGH (TAERTP) ATAS INDIKASI HISCHPRUNG DISEASE
Disusun untuk memenuhi Tugas Pendidikan dan Pelatihan Perawat Kamar Bedah
Stase Bedah Anak RSUD Dr. Moewardi

Disusun oleh:
RIZQI LUQMANUL HAKIM, S.Kep., Ns.

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


PERAWAT KAMAR BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI ANGKATAN 25
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PENATALAKSANAAN OPERASI TRANSANAL ENDORECTAL
PULL-THORUGH (TAERTP) ATAS INDIKASI HISCHPRUNG DISEASE

A. Pengertian
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan
panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya
sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai congenital aganglionesis,
aganglionic megacolon, atau Hirschsprung’s disease (Darmawan, 2014).

Gambar 1. Colon normal dan colon pada hischprung disease

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di


sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi
usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot
tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang
terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak
ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak
memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna
dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan
pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan
lainnya, misalnya sindroma Down (Suryadi, 2011).
Hircshprung adalah malformasi kongenital di mana saraf dari ujung distal
usus tidak ada (Suherman, 2010). Hircshprung disebut juga penyakit yang
disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya

1
motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak
mampunya spinkter rectum berelaksasi.Hirschsprung atau Mega Colon adalah
penyakit yang tidak adanyasel– sel gangglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, 2012).

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat
distensi dan penderita kelihatan menderita

B. Etiologi
Hischprung disease disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach
dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal,
70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan
sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Betz, 2012).
Darmawan (2014) menjelaskan bahwa penyebab dari Hirschprung yang
sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi
karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

2
3. Kegagalan migrasi sel-sel kista neural saluran gastrointestinal bagian atas
ke arah bawah dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada
kolon.
4. Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga
terdapat ketidakseimbangan autonomik.
5. Adanya kegagalan dari reflek stingteranal
6. Selain akibat dari aganglion, faktor penyebab lain penyakit Hirschsprung
adalah adanya riwayat keluarga yang terkena penyakit tersebut. Terdapat
kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau
latar belakang keluarga dari ibu. Penderita laki-laki lebih banyak
dibandingkan penderita perempuan dengan perbandingan 4:1.

C. Klasifikasi
Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, pada sel ganglion
Auerbach dan Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal dan serabut otot
hipertrofik. Aganglionosis ini mulai dari anus ke arah oral. Wong (2014)
menjelaskan bahwa berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit
Menurut Yusriadi (2016) berdasarkan panjang daerah aganglioner, hischprung
di bagi :
1. Ultrashort : 1/3 distal rectum
2. Short : sampai dengan rektosigmoid (pada foto diatas
promontorium)
3. Long : mencapai kolon descenden (fleksura lienalis)
4. Subtotal : kolon transversum
5. Total : seluruh colon

D. Manisfestasi klinis
Hambleton (2009) menjelaskan bahwa manifestasi klinis yang muncul
pada penderita Hischprung disease antara lain:
1. Hirschprung segmen pendek : meliputi colon sigmoid, rektum, dananal
canal, tipe ini lebih sering diderita oleh laki-laki serta sering ditemukan

3
2. Hirschprung segmen panjang: tidak ditemukan sel-sel ganglionik hampir
diseluruh colon atau seluruh colon tidak memiliki ganglion (aganglionik
colon total), biasanya melebihi sigmoid, kadang-kadang sampai usus halus

Gambar 3. Penderita hischprung disease

Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam
rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran
pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas
makan, muntah yang berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi
buncit) distensi abdomen, konstipasi, dan diare meningkat. Sedangkan,
menurut (Mansjoer, 2009) gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun)
adalah sebagai berikut:
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis (Hambleton, 2009) :
1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut

4
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

Pada anak-dewasa (Nelson, 2010) :


1. Konstipasi
2. Distensi abdomen
3. Dinding abdomen tipis
4. Aktivitas peristaltic menurun
5. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat

E. Patofisiologi
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal
colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu
bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal
sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya.
Bagian aganglionik selalu terdapat di bagian distal rectum (Corwin, 2009).
Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschprung adalah tidak adanya gelombang
propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus
internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis
pada usus besar (Lefkowitz, 2010).
Hipoaganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10
kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal.
Pada kolon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang kolon namun ada pula
yang mengenai seluruh kolon (Price, 2009).
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki

5
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase, sehingga tidak terjadi
diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).
Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari
sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan
penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas
dan hypoganglionosis (Madara, 2012).
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapa dapat berasal dari
vaskular atau nonvaskular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah
yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through
secara Swenson, Duhamel, atau Soave (Kuzemko, 2009).

F. Komplikasi
Ngastiyah (2015) menjelaskan bahwa secara garis besarnya, komplikasi
pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas:
1. Kebocoran anastomose
2. Stenosis
3. Ruptur kolon
4. Enterokolitis
5. Gangguan fungsi spinchter
a. Obstruksi usus
merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus.
b. Konstipasi
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem
pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan)
mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit

6
untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang
hebat pada penderitanya
c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan
ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya
natrium dan air dalam jumlah yang relative sama, sehingga berakibat
pada kekurangan atau kelebihan voleme ekstraseluler (ECF)
d. Entrokolitis
suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan
meradang. Jika penyakitnya berat, sebagian jaringan usus bisa mati
(menjadi nekrotik) dan menyebabkan perforasi usus serta peritonitis.
e. Struktur anal dan inkontinensial (post operasi) (Betz, 2012).

G. Pemeriksaan penunjang
Kuzemko (2009) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnose Hischprung disease antara lain:
1. Foto abdomen untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak
rendah. Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus
halus. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian
distal dan dilatasi kolon proksimal.Penyakit Hirschsprung pada neonatus
cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak rendah. Daerah
pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien bayi dan anak gambaran
distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat.

7
Gambar 4. Foto Polos Abdomen Penderita Hirschprung

2. Enema barium untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


Pemeriksaan enema barium harus dikerjakan pada neonatus dengan
keterlambatan mekonium disertai distensi abdomen dan muntah hijau,
meskipun dengan pemeriksaan colok dubur gejala dan tanda-tanda obstruksi
usus telah mereda atau hilang. Enema barium berisikan kontras cairan yang
larut dalam air, yang sangat akurat untuk mendiagnosis penyakit
Hirschsprung (Nelson, 2010).
Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai
dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian
distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak
terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan
melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema
barium :
a. Abrupt, perubahan mendadak
b. Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
c. Funnel, bentuk seperti cerobong
3. Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.

8
4. Manometri anorektal untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna.
5. Biopsi otot rektum untuk mengambil lapisan otot rektum, dilakukan
dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
6. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
7. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. (Ngatsiyah,
2015)
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia Darah
Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya
dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah Rutin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet
preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak
ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.

H. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2014), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu
pembedahan dan konservatif.
1. Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-
mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan
ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan
waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau
bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan
dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus

9
yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Tiga prosedur
dalam pembedahan diantaranya:
a. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia
kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke
arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik,
menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan
bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut (Ngastiyah, 2015).
b. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang.
Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon
bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan
pada bagian posterior (Ngastiyah, 2015).
c. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan
merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati
penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan dinding otot dari
segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik
sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
Pada prinsipnya tehnik ini adalah merupakan diseksi
ekstramukosa rektosigmoid yang mula-mula dipergunakan untuk
operasi atresia ani letak tinggi. Persiapan preoperasi yang harus
dilakukan adalah irigasi rektum, dilatasi anorektal manual serta
pemberian antibiotic (Darmawan, 2014).
d. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah
dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan

10
povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm
diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang
terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang
telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus
sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa (Darmawan,
2014).
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan
operasi lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal,
feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen
tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis,
konstipasi dan striktur anastomosis.
e. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Rincian teknik operasi adalah sebagai berikut:
1) Persiapan preoperasi
Pemeriksaan fisik yang teliti, penilaian keadaan umum penderita,
adanya kelainan bawaan yang lain, pemeriksaan laboratorium rutin,
albumin dan pemeriksaan rontgen dievaluasi secara cermat untuk
menentukan ada tidaknya kontraindikasi pembedahan dan
pembiusan. Bila ada dehidrasi, sepsis, gangguan eletrolit,
enterokolitis, anemia atau gangguan asam basa tubuh semuanya
harus dikoreksi terlebih dahulu. Pencucian rektum dilakukan dengan
cara pemasangan pipa rektum dan kemudian dimasukkan air hangat
10 ml/kg berat badan. Informed consent dilakukan kepada keluarga
meliputi cara operasi, perkiraan lama operasi, lama perawatan,
komplikasi-komplikasi,cara-cara penanganan apabila terjadi
komplikasi dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin
terjadi (Darmawan, 2014).
2) Jalannya operasi
Setelah dilakukan pembiusan, kemudian dipasang pipa
lambung dan kateter. Dipasang infus pada tangan dengan
menggunakan abbocath yang sesuai dengan umur penderita. Tehnik

11
ini dilakukan dengan posisi pasien tertelungkup (Wong, 2014).
Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian
daerah operasi ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai dengan
irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot
yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam
sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum
dibuka memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari
irisan operasi (Darmawan, 2014).
Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan
cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan
adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone transisi yang
ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding rektum. Agar
supaya tidak melukai mukosa rektum maka setelah mukosa
menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari mukosa
dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah
terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar
0,5 cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone
transisi. Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk
pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi sel
ganglion Auerbach dan Meissner (Darmawan, 2014).
Lapisan-lapisan otot muscle complex ditutup kembali seperti
semula dengan benang Vicryl 3/0 diikuti lapisan subkutis dengan
benang plain cat-gut 2/0 dan lapisan kulit dijahit intra kutan dengan
benang Vicryl 3/0. Dipasang pipa rektum untuk mencegah
terjadinya infeksi pada irisan operasi.Tehnik Posterior Sagittal
Repair for Hirschsprung’s Disease ini dilakukan satu tahap, tanpa
kolostomi dan tanpa pull –through (Darmawan, 2014).
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan
mekonium dan udara (Nelson, 2010).

12
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan
umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang
paling distal (Ngastiyah, 2015).

I. Teknik Operasi
No Langkah – langkah tindakan Instrumen
1 Scrubbing, gowning dan gloving a. Set linen
a. Perawat instrument menata b. Handscoon sesuai ukuran
instrument diatas meja mayo c. Set bedah anak
b. Perawat instrument memakaikan d. Set ekstra anak
gaun/jas dan handscoon operasi
kepada operator

2 Skin preparation : a. Sponges holder forceps


Perawat instrumen memberikan sponges b. Kom kecil berisi betadine
holder forceps, kassa steril, kom berisi c. Kom kecil berisi alcohol
betadine, dan kom berisi Alkohol 70 % d. Kassa steril
kepada asisten 1 untuk melakukan skin
preparation.
3 Melakukan draping : a. Duk sedang (120 x 200
a. Perawat instrument dan asisten 1 cm)
memasang doek sedang bagian b. Duk lubang tengah (150
bawah tubuh, doek kecil bagian atas, cm x 240 cm)
samping kanan, dan samping kiri c. Duk kecil (80 cm x 80 cm)
tubuh, diakhiri dengan doek lubang d. Duk klem
tengah
b. Menjepit doek dengan doek klem
3 Mendekatkan instrument dan alat a. Handpiece couter
penunjang operasi monopolar + mata couter
a. Perawat instrument memasang tajam
handpiece couter dan selang suction b. Selang suction
+ kanul suction, ikat dengan kassa c. Doek klem
lalu fiksasi dengan 1 doek klem. d. Instrument yang telah di
b. Perawat sirkuler memasang kabel tata diatas meja instrument
handpiece couter ke mesin couter
dan memasang selang suction ke
mesin suction
c. Perawat instrument mendekatkan
meja instrument.

13
4 Time Out : Surgical safety checklist
a. Tim operasi memperkenalkan diri
dan tugasnya
b. Mengkonfirmasi nama pasien,
prosedur dan dimana insisi akan
dilakukan
c. Memastikan apakah obat profilaksis
sudah diberikan 30 – 60 menit
sebelum operasi
d. Operator menjelaskan kemungkinan
kesulitan yang dihadapi dan langkah
yang akan diambil
e. Tim anastesi menjelaskan hal khusus
yang perlu diperhatikan
f. Perawat bedah memastkan
instrument sudah steril dan alat
penunjang lainnya sudah siap
g. Memastikan apakah hasil
pemeriksaan radiologi perlu
ditampilkan atau tidak
h. Operator memimpin doa.
5 Membersihkan bagian dalam colon a. Pinset anatomis
sigmoid melalui anus dan retum: b. Kassa panjang yang diberi
Perawat instrument memberikan pinset betadin
anatomis dan kassa yang telah diberi c. Kassa yang dibasahi NaCl
betadin kepada asisten 1. Skin 0,9 %
preparation dilakukan dengan gerakan
memutar dari dalam keluar. Dilanjutkan
dengan menggunakan kassa yang telah
dibasahi dengan NaCl 0,9 %. Kemudian
bagian luar anus dikeringkan dengan
menggunakan kassa kering
6 Membebaskan medan operasi: Hak langenbeck (2)
Perawat instrument memberikan hak
langenbeck kepada asisten 1 dan asisten
2 untuk melebarkan anus
7 Melakukan tegel pertama: a. Needle holder
Perawat instrument memberikan needle b. Pinset anatomis
holder, pinset anatomis, dan benang c. Benang Silk 3/0 (syntetic
Silk 3/0 (syntetic multifilament non multifilament non
absorbable) untuk melakukan tegel absorbable)
pertama pada mukosa anus d. Gunting benang
diaproksimasikan dengan kulit luar.
Tegel dilakukan pada 5 titik (arah jam
3, 6, 9, 11, dan 13)

14
8 Melakukan tegel kedua: a. Needle holder
Perawat instrument memberikan needle b. Pinset anatomis
holder, pinset anatomis, dan benang Silk c. Benang Silk 3/0 (syntetic
3/0 (syntetic multifilament non multifilament non
absorbable) untuk melakukan tegel absorbable)
kedua pada mukosa anus (+ 0,5 cm ke d. Gunting benang
arah proksimal dari tegel pertama). e. Arteri klem lurus
Tegel dilakukan pada 4 titik (arah jam 3,
6, 9, dan 12), benang tegel dipotong agak
panjang kemudian diklem dengan arteri
klem lurus
9 Melakukan infiltrasi: a. Spuit 5 cc
Perawat instrument memberikan spuit 5 b. Lidocain 1 ampul
cc yang berisi Lidocain 1 ampul yang c. NaCl 0,9 cc
telah diencerkan dalam 5 cc NaCl 0,9%
untuk dilakukan infiltrasi
10 Melakukan insisi : a. Handpiece couter
Perawat instrument memberikan monopolar
handpiece couter monopolar dengan b. Pinset anatomis
mata couter yang tajam untuk melakukan
insisi melingkar diantara tegel pertama
dan tegel kedua
11 Melakukan deseksi : a. Pinset anatomis
a. Operator melakukan deseksi diantara b. Handpiece couter
mukosa dan muskularis pada bagian monopolar
usus ganglionic diperdalam sampai c. Arteri klem bengkok besar
bagian anorectal.
b. Perawat instrument memberikan
arteri klem bengkok besar untuk
menjepit sebagian mukosa anus yang
telah terdeseksi. Arteri klem kecil
(pada tegel kedua) dilepas.
c. Asisten 1 dan 2 memegang tetap
memegang hak langenbeck dan
memegang arteri klem lurus (pada
tegel kedua)
12 Memperdalam deseksi : a. Pinset anatomis
Perawat instrument memberikan pinset b. Handpiece couter
anatomis dan gunting metzenbaum monopolar
kepada operator untuk memperdalam c. Gunting metzenbaum
deseksi dari anorectal sampai colon
sigmoid. Kemudian bagian meso rectum
dipotong menggunakan gunting
metzenbaum
13 Melakukan identifikasi dari zona transisi a. Arteri klem bengkok besar
(batas antara bagian aganglionik dan

15
ganglionik) sampai + 5 cm ke arah b. Handpiece couter
proksimal zona transisi. Melakukan monopolar
koagulasi pada bagian pembuluh darah c. Pinset anatomis
usus untuk meminimalkan perdarahan.
14 Melakukan tegel pada bagian serosa a. Needle holder
colon sigmoid: b. Pinset anatomis
a. Perawat instrument memberikan c. Benang Silk 3/0 (syntetic
needle holder, pinset anatomis, dan multifilament non
Silk 3/0 (syntetic multifilament non absorbable) tapper
absorbable) tapper kepada operator. d. Gunting benang
b. Perawat instrument memberikan e. Arteri klem lurus
arteri klem lurus kepada asisten 1
c. Perawat instrument memberikan
gunting benang pada asisten 2.
d. Tegel dilakukan di arah jam 3, 6, 9,
dan 12.
15 Melakukan eksisi pada colon sigmoid, + a. Pinset anatomis
5 cm diatas zona transisi bagian anterior b. Handpiece couter
(setengah dari lingkar usus): monopolar
Perawat instrument memberikan pinset
anatomis dan handpiece couter kepada
operator.
16 Membersihkan bagian mukosa colon a. Pinset anatomis
sigmoid (bagian proksimal) dan bagian b. Kassa betadin
mukosa aganglionik (distal):
Perawat instrument memberikan pinset
anatomis dan kassa yang telah dibasahi
dengan betadin
17 Melanjutkan eksisi sampai seluruh colon a. Pinset anatomis
sigmoid untuk memisahkan bagian b. Handpiece couter
ganglionik dan aganglionik: monopolar
Perawat instrument memberikan pinset
anatomis dan handpiece couter kepada
operator untuk melakukan eksisi dan
merawat perdarahan.
18 Sign Out Perawat instrument mengecek
kelengkapan kassa dan
instrumen. Inventaris alat dan
kasa, pastikan berjumlah
lengkap.
19 Melakukan heacting secara all layer pada a. Needle holder
colon sigmoid dengan anus: b. Pinset anatomis
a. Perawat instrument memberikan c. polyglicolide acid (PGA)
needle holder, pinset anatomis, dan Safil 4/0 (syntetic
benang polyglicolide acid (PGA) multifilament absorbable)
Safil 4/0 (syntetic multifilament tapper Gunting benang

16
absorbable) tapper. Heacting
dilakukan dengan teknik single
heacting, melingkar sampai mukosa
semua colon sigmoid dan mukosa
anus menyatu.
b. Perawat instrument memberikan
guntung benang.
c. Asisten 1 dan asisten 2 melepas hak
langenbeck
20 Operator melepas kassa betadin yang a. Pinset anatomis
masih ada didalam colon sigmoid. b. Kassa NaCl
Dilanjutkan dengan membersihkan
bagian mukosa colon sigmoid dengan
menggunakan kassa yang telah dibasahi
NaCl 0,9%.
21 Operator melepas benang tegel pertama Pinset anatomis dan gunting
benang
22 Memasang rectal tube no 28: a. Rectal tube no 28
a. Perawat instrument memberikan b. Cathejell
rectal tube no 28 kepada operator c. Kassa panjang steril
beserta cathejell d. Plester
b. Fiksasi rectal tube dengan bagian e. Plastic klip besar
lateral kanan dan kiri menggunakan
kassa dan plester.
c. Perawat sirkuler memasang plastik
klip besar diperkuat dengan
menambah plester.
23 Membersihkan bagian anus dengan a. Kassa kering steril
kassa NaCl dan kassa kering. b. Plester hipafix
Dilanjutkan dengan menutup bagian
anus dengan menggunakan kassa steril
dan plester hipafix
24 Melepas plester pada kedua kaki pasien.
Kemudian memposisikan pasien ada
posisi supinasi kembali.
25 Operasi selesai Cek kelengkapan alat, cuci
dan bersihkan. Alat siap
disteril ulang.

17
J. Teknik Instrumen
1. Alat – alat steril
a. Instrumen Basic
1) Pinset anatomis 2
2) Pinset anatomis bakar 2
3) Arteri klem bengkok kecil 6
4) Arteri klem bengkok besar 2
5) Arteri klem lurus 4
6) Gunting jaringan 1
7) Gunting benang 1
8) Gunting kassa 1
9) Needle holder 1
b. Instrumen Penunjang
1) Linen set 1
2) Doek klem 5
3) Kanul suction 1
4) Bengkok 2
5) Hak langenbeck 2
6) Sponge holder forceps 1
7) Handpiece couter monopolar 1
8) Mata couter (tajam) 1
9) Kom kecil 2
10) Kom besar 1
2. Alat – alat tidak steril
a. Bedside Monitor
b. Electric Surgery Unit (mesin couter)
c. Meja operasi
d. Meja instrument
e. Standard infus
f. Gunting plester
g. Tempat sampah medis dan non medis dan tempat linen

18
3. Bahan habis pakai
No Nama alat/bahan Jumlah
a. Underpad 1
b. Handscoon
1) Nomor 6,5 2
2) Nomor 7 3
3) Nomor 7,5 3

c. Desinfektan
1) Alkohol 70% 200 cc
2) Povidone iodine 2 botol (per botol
60 cc)
d. Apron 5
e. Negative plate monopolar 1
f. Selang suction 1
g. Transofix 1
h. NaCl 0,9 % 500 cc 1
i. Sufratule 1
j. Kassa steril 30
k. Set Dower Catheter
1) Cathejell 1
2) Selang NGT no 3,5 1
3) Plastik klip kecil 1
l. Plester 1
m. Lidocain 1 ampul
n. Spuit 5 cc 1
o. Benang Silk 3/0 (Syntetic multifilament, non 3
absorbable) tapper
p. Benang Polyglicolide Acide (PGA) Safil 4/0 3
(Syntetic multifilament, absorbabale) tapper
q. Rectal tube no 28 1
r. Plastik klip besar (untuk penampung feses) 1
s. Aquades 1 liter 1

K. Evaluasi
1. Kelengkapan instrument
2. Proses operasi
3. Bahan pemeriksaan

19
LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN OPERASI TRANSANAL ENDORECTAL PULL
THROUGH (TAERPT) PADA By. Ny. R ATAS INDIKASI HISCHPRUNG
DISEASE DI KAMAR OPERASI 10 INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD Dr. MOEWARDI

A. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. R
Alamat : Surakarta
Umur : 38 hari
Diagnosa Medis : Hischprung Disease
Rencana Tindakan : Transanal Endorectal Pull Through (TAERPT)
Operator : dr. Suwardi, Sp.B.A.

B. Persiapan alat dan bahan


1. Alat – alat steril
a. Instrumen Basic
1) Pinset anatomis 2
2) Pinset anatomis bakar 2
3) Arteri klem bengkok kecil 6
4) Arteri klem bengkok besar 2
5) Arteri klem lurus 4
6) Gunting jaringan 1
7) Gunting benang 1
8) Gunting kassa 1
9) Needle holder 1
b. Instrumen Penunjang
1) Linen set 1
2) Doek klem 5
3) Kanul suction 1
4) Bengkok 2

20
5) Hak langenbeck 2
6) Sponge holder forceps 1
7) Handpiece couter monopolar 1
8) Mata couter (tajam) 1
9) Kom kecil 2
10) Kom besar 1

2. Alat – alat tidak steril


a. Bedside Monitor
b. Electric Surgery Unit (mesin couter)
c. Meja operasi
d. Meja instrument
e. Standard infus
f. Gunting plester
g. Tempat sampah medis dan non medis dan tempat linen

3. Bahan habis pakai


No Nama alat/bahan Jumlah
a. Underpad 1
b. Handscoon
1) Nomor 6,5 2
2) Nomor 7 3
3) Nomor 7,5 3
c. Bahan skin preparation:
1) Alkohol 70% 200 cc
2) Povidone iodine 2 botol (per botol
60 cc)
d. Apron 5
e. Negative plate monopolar 1
f. Selang suction 1
g. Transofix 1
h. NaCl 0,9 % 500 cc 1
i. Sufratule 1
j. Kassa steril 30
k. Set Dower Catheter
1) Cathejell 1
2) Selang NGT no 3,5 1

21
3) Plastik klip kecil 1
l. Plester 1
m. Lidocain 1 ampul
n. Spuit 5 cc 1
o. Benang Silk 3/0 (Syntetic multifilament, non 3
absorbable) tapper
p. Benang Polyglicolide Acide (PGA) Safil 4/0 3
(Syntetic multifilament, absorbabale) tapper
q. Rectal tube no 28 1
r. Plastik klip besar (untuk penampung feses) 1
s. Aquades 1 liter 1

C. Persiapan Pasien (Pre Operatif)


1. Sign in :
a. Melakukan identifikasi pasien
1) Nama : By. Ny. R
2) Tanggal lahir : 26 Juli 2019
3) Nomor RM : 0147XXXX
b. Memeriksa kelengkapan berkas rekam medis, meliputi:
1) Inform consent tindakan
2) Inform consent anestesi
3) Lembar konsul anastesi
4) Lembar konsul kardiologi
5) Lembar Assessment pra anastesi
6) Hasil pemeriksaan laboratorium
7) Hasil foto rongsent
8) Hasil pemeriksaan USG
9) Surgical safety checklist
10) Site Marking
c. Mengkonfirmasi apakah pasien sudah puasa 6-8 jam sebelum operasi
d. Memeriksa apakah pasien sudah terpasang dower catheter atau belum
(pasien telah terpasang dower catheter)

22
e. Memberikan obat profilaksis sudah diberikan 30 – 60 menit sebelum
operasi (Cefazoline 600 mg telah diberikan dikamar operasi 30 menit
sebelum operasi)
f. Perawat anestesi mengecek mesin anestesi dan obat anastesi apakah
sudah lengkap
g. Perawat anastesi memasang pulse oximetry dan memastikannya telah
berfungsi dengan baik
h. Perawat anestesi mengobservasi apakah ada alergi, kesulitan jalan
napas, dan resiko aspirasi, dan resiko perdarahan
i. Pasien diberi narkose
j. Memasang catheter urine, menggunakan :
1) Cathejell
2) Selang NGT no 3,5
3) Plastik klip kecil
4) Plester
k. Memposisikan pasien (posisi lithotomy)
Perlengkapan untuk posisi pasien :
1) Penghalang atas
2) Plester

D. Prosedur Jalannya Operasi (Intra Operatif)


No Langkah – langkah tindakan Instrumen
1 Scrubbing, gowning dan gloving a. Set linen
a. Perawat instrument menata b. Handscoon sesuai ukuran
instrument diatas meja mayo c. Set bedah anak
b. Perawat instrument memakaikan d. Set ekstra anak
gaun/jas dan handscoon operasi
kepada operator
2 Skin Preparation : a. Sponges holder forceps
Perawat instrumen memberikan sponges b. Kom kecil berisi betadine
holder forceps, kassa steril, kom berisi c. Kom kecil berisi alcohol
betadine, dan kom berisi Alkohol 70 % d. Kassa steril
kepada asisten 1 untuk melakukan skin
preparation.

23
3 Melakukan draping : a. Duk sedang (120 x 200
a. Perawat instrument dan asisten 1 cm)
memasang doek sedang bagian b. Duk lubang tengah (150
bawah tubuh, doek kecil bagian atas, cm x 240 cm)
samping kanan, dan samping kiri c. Duk kecil (80 cm x 80 cm)
tubuh, diakhiri dengan doek lubang d. Duk klem
tengah
b. Menjepit doek dengan doek klem
3 Mendekatkan instrument dan alat a. Handpiece couter
penunjang operasi monopolar + mata couter
a. Perawat instrument memasang tajam
handpiece couter dan selang suction b. Selang suction
+ kanul suction, ikat dengan kassa c. Doek klem
lalu fiksasi dengan 1 doek klem. d. Instrument yang telah di
b. Perawat sirkuler memasang kabel tata diatas meja instrument
handpiece couter ke mesin couter
dan memasang selang suction ke
mesin suction
c. Perawat instrument mendekatkan
meja instrument.
4 Time Out : Surgical safety checklist
a. Tim operasi memperkenalkan diri
dan tugasnya
b. Mengkonfirmasi nama pasien,
prosedur dan dimana insisi akan
dilakukan
c. Memastikan apakah obat profilaksis
sudah diberikan 30 – 60 menit
sebelum operasi
d. Operator menjelaskan kemungkinan
kesulitan yang dihadapi dan langkah
yang akan diambil
e. Tim anastesi menjelaskan hal khusus
yang perlu diperhatikan
f. Perawat bedah memastikan
instrument sudah steril dan alat
penunjang lainnya sudah siap
g. Memastikan apakah hasil
pemeriksaan radiologi perlu
ditampilkan atau tidak
h. Operator memimpin doa.
5 Membersihkan bagian dalam colon a. Pinset anatomis
sigmoid melalui anus dan retum: b. Kassa panjang yang diberi
Perawat instrument memberikan pinset betadin
anatomis dan kassa yang telah diberi c. Kassa yang dibasahi NaCl
betadin kepada asisten 1. Skin 0,9 %

24
preparation dilakukan dengan gerakan
memutar dari dalam keluar. Dilanjutkan
dengan menggunakan kassa yang telah
dibasahi dengan NaCl 0,9 %. Kemudian
bagian luar anus dikeringkan dengan
menggunakan kassa kering
6 Membebaskan medan operasi: Hak langenbeck (2)
Perawat instrument memberikan hak
langenbeck kepada asisten 1 dan asisten
2 untuk melebarkan anus
7 Melakukan tegel pertama: a. Needle holder
Perawat instrument memberikan needle b. Pinset anatomis
holder, pinset anatomis, dan benang c. Benang Silk 3/0 (syntetic
Silk 3/0 (syntetic multifilament non multifilament non
absorbable) untuk melakukan tegel absorbable)
pertama pada mukosa anus d. Gunting benang
diaproksimasikan dengan kulit luar.
Tegel dilakukan pada 5 titik (arah jam
3, 6, 9, 11, dan 13)
8 Melakukan tegel kedua: a. Needle holder
Perawat instrument memberikan needle b. Pinset anatomis
holder, pinset anatomis, dan benang Silk c. Benang Silk 3/0 (syntetic
3/0 (syntetic multifilament non multifilament non
absorbable) untuk melakukan tegel absorbable)
kedua pada mukosa anus (+ 0,5 cm ke d. Gunting benang
arah proksimal dari tegel pertama). e. Arteri klem lurus
Tegel dilakukan pada 4 titik (arah jam 3,
6, 9, dan 12), benang tegel dipotong agak
panjang kemudian diklem dengan arteri
klem lurus
9 Melakukan infiltrasi: a. Spuit 5 cc
Perawat instrument memberikan spuit 5 b. Lidocain 1 ampul
cc yang berisi Lidocain 1 ampul yang c. NaCl 0,9 cc
telah diencerkan dalam 5 cc NaCl 0,9%
untuk dilakukan infiltrasi
10 Melakukan insisi : a. Handpiece couter
Perawat instrument memberikan monopolar
handpiece couter monopolar dengan b. Pinset anatomis
mata couter yang tajam untuk melakukan
insisi melingkar diantara tegel pertama
dan tegel kedua
11 Melakukan deseksi : a. Pinset anatomis
a. Operator melakukan deseksi diantara b. Handpiece couter
mukosa dan muskularis pada bagian monopolar
usus ganglionic diperdalam sampai c. Arteri klem bengkok besar
bagian anorectal.

25
b. Perawat instrument memberikan
arteri klem bengkok besar untuk
menjepit sebagian mukosa anus yang
telah terdeseksi. Arteri klem kecil
(pada tegel kedua) dilepas.
c. Asisten 1 dan 2 memegang tetap
memegang hak langenbeck dan
memegang arteri klem lurus (pada
tegel kedua)
12 Memperdalam deseksi : a. Pinset anatomis
Perawat instrument memberikan pinset b. Handpiece couter
anatomis dan gunting metzenbaum monopolar
kepada operator untuk memperdalam c. Gunting metzenbaum
deseksi dari anorectal sampai colon
sigmoid. Kemudian bagian meso rectum
dipotong menggunakan gunting
metzenbaum
13 Melakukan identifikasi dari zona transisi a. Arteri klem bengkok besar
(batas antara bagian aganglionik dan b. Handpiece couter
ganglionik) sampai + 5 cm ke arah monopolar
proksimal zona transisi. Melakukan c. Pinset anatomis
koagulasi pada bagian pembuluh darah
usus untuk meminimalkan perdarahan.
14 Melakukan tegel pada bagian serosa a. Needle holder
colon sigmoid: b. Pinset anatomis
a. Perawat instrument memberikan c. Benang Silk 3/0 (syntetic
needle holder, pinset anatomis, dan multifilament non
Silk 3/0 (syntetic multifilament non absorbable) tapper
absorbable) tapper kepada operator. d. Gunting benang
b. Perawat instrument memberikan e. Arteri klem lurus
arteri klem lurus kepada asisten 1
c. Perawat instrument memberikan
gunting benang pada asisten 2.
d. Tegel dilakukan di arah jam 3, 6, 9,
dan 12.
15 Melakukan eksisi pada colon sigmoid, + a. Pinset anatomis
5 cm diatas zona transisi bagian anterior b. Handpiece couter
(setengah dari lingkar usus): monopolar
Perawat instrument memberikan pinset
anatomis dan handpiece couter kepada
operator.
16 Membersihkan bagian mukosa colon a. Pinset anatomis
sigmoid (bagian proksimal) dan bagian b. Kassa betadin
mukosa aganglionik (distal):

26
Perawat instrument memberikan pinset
anatomis dan kassa yang telah dibasahi
dengan betadin
17 Melanjutkan eksisi sampai seluruh colon a. Pinset anatomis
sigmoid untuk memisahkan bagian b. Handpiece couter
ganglionik dan aganglionik: monopolar
Perawat instrument memberikan pinset
anatomis dan handpiece couter kepada
operator untuk melakukan eksisi dan
merawat perdarahan.
18 Sign Out Perawat instrument mengecek
kelengkapan kassa dan
instrumen. Inventaris alat dan
kasa, pastikan berjumlah
lengkap.
19 Melakukan heacting secara all layer pada a. Needle holder
colon sigmoid dengan anus: b. Pinset anatomis
a. Perawat instrument memberikan c. polyglicolide acid (PGA)
needle holder, pinset anatomis, dan Safil 4/0 (syntetic
benang polyglicolide acid (PGA) multifilament absorbable)
Safil 4/0 (syntetic multifilament tapper Gunting benang
absorbable) tapper. Heacting
dilakukan dengan teknik single
heacting, melingkar sampai mukosa
semua colon sigmoid dan mukosa
anus menyatu.
b. Perawat instrument memberikan
guntung benang.
c. Asisten 1 dan asisten 2 melepas hak
langenbeck
20 Operator melepas kassa betadin yang a. Pinset anatomis
masih ada didalam colon sigmoid. b. Kassa NaCl
Dilanjutkan dengan membersihkan
bagian mukosa colon sigmoid dengan
menggunakan kassa yang telah dibasahi
NaCl 0,9%.
21 Operator melepas benang tegel pertama Pinset anatomis dan gunting
benang
22 Memasang rectal tube no 28: a. Rectal tube no 28
a. Perawat instrument memberikan b. Cathejell
rectal tube no 28 kepada operator c. Kassa panjang steril
beserta cathejell d. Plester
b. Fiksasi rectal tube dengan bagian e. Plastic klip besar
lateral kanan dan kiri menggunakan
kassa dan plester.

27
c. Perawat sirkuler memasang plastik
klip besar diperkuat dengan
menambah plester.
23 Membersihkan bagian anus dengan a. Kassa kering steril
kassa NaCl dan kassa kering. b. Plester hipafix
Dilanjutkan dengan menutup bagian
anus dengan menggunakan kassa steril
dan plester hipafix
24 Melepas plester pada kedua kaki pasien.
Kemudian memposisikan pasien ada
posisi supinasi kembali.
25 Operasi selesai Cek kelengkapan alat, cuci
dan bersihkan. Alat siap
disteril ulang.

E. Evaluasi (Post Operatif)


1. Kelengkapan instrument
Instrument lengkap, tidak ada instrument atau kassa yang tertinggal di
dalam area operasi. Kassa yang digunakan 30 pcs.
2. Proses operasi
Pasien dengan megacolon kongenital type short segment dengan zona
transisi di recto sigmoid bentuk cone. Telah dilakukan reduksi pada zona
transisi hingga + 5 cm diatas recto sigmoid. Operasi berjalan + 1 jam.
Perdarahan sangat minimal, dikarenakan insisi dilakukan dengan handpiece
couter tanpa menggunakan mess.
3. Bahan pemeriksaan
Bagian anorectal sampai rekto sigmoid yang aganglionik dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily & Sowden. (2012). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa
Jan Tambayong. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Darmawan K. (2014). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Hambleton, G. (2009). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono
dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Kuzemko, Jan. (2009). Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto,
cetakan III. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Lefkowitz, Mark., et al. (2010). Atlas of Pathophysiology. California: Lippincott


Williams & Wilkins

Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesulapius


FKUI

Madara, Bernadette., et al. (2012). Obstetric and Pediatric Pathophysiology.


Canada: Jones and Bartlett Publishers

Nelson, W. (2010). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC

Ngastiyah. (2015). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. (2009). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Suherman. (2010) . Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : Buku Kedokteran


EGC

Suryadi dan Yuliani, R. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto

Wong, Donna. (2014). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta
: Buku Kedokteran EGC

Yusriadi, Teuku. (2016). Pintar Bedah Anak: Konsep praktis ilmu bedah anak.
Jakarta : CV. Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai