PENDAHULUAN
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna
tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan,
atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose
segmen usus tersebut.
Obstruksi usus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir adalah obstruksi
duodenum kongenital. Obstruksi duodenum kongenital dapat terjadi ketika saluran
duodenum (duodenum lumen) tidak terbentuk dengan benar (recanalized) selama
perkembangan janin. Obstruksi duodenum kongenital bisa disebabkan karena lesi
intrinsik atau ekstrinsik. Obstruksi duodenum intrinsik disebabkan oleh atresia
duodenum, stenosis duodenum dan web duodenum. Obstruksi duodenum ekstrinsik
mungkin disebabkan oleh malrotasi dengan pankreas anular. Pankrea anular itu
sendiri tidak diyakini menjadi penyebab obstruksi, karena biasanya terkait ada atresia
atau stenosis pada pasien. (Felicitas E W, et al; Pablo A, Daniel J,2014)
Obstruksi duodenum biasanya terjadi di bagian kedua dari duodenum. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena perkembangan yang buruk selama awal kehidupan
janin dalam aktivitas embriologi yang intens terlibat dalam perkembangan empedu
dan struktur pankreas. Dengan demikian, obstruksi biasanya terjadi pada atau di
bawah ampula Vater. (Felicitas E W, et al)
Obstruksi
duodenum
berhubungan
dengan
prematuritas
(46%)
dan
anomali ini terkait faktor risiko yang signifikan berkontribusi terhadap angka
kematian pada pasien dengan atresia duodenum. (Felicitas E W, et al)
Ekokardiogram
dan
foto
rontgen
abdomen
harus
dilakukan
untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Duodenum
lain terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi oleh peritoneum.
( Snell,R S,2006)
a. Bagian-Bagian Duodenum
Duodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis dan untuk tujuan
deskripsi dibagi menjadi empat bagian. ( Snell,R S,2006)
1. Pars Superior Duodenum
Pars superior duodenum panjangnya 2 inci (5 cm), mulai dari pylorus dan berjalan
keatas dan belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis I. Jadi bagian ini terletak
pada planum transpyloricum.
Hubungan
Ke Anterior
Ke Posterior
gastroduodenalis, duktus choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior
Ke Superior
:Foramen epiploicum
Ke Inferior
:Caput pancreatis
Ke medial
:Caput
pancreatis,
ductus
choledochus.
Dan
duktus
pancreaticus
3. Pars Horizontalis Duodenum
Pars horizontalis duodenum panjangnya 3 inci (8 cm) dan berjalan horizontal ke
kiri pada planum subcostale, berjalan di depan columna verterbralis dan mengikuti
pinggir bawah caput pancreatic
Hubungan
Ke Anterior
dan aorta
Ke Superior
:Caput pancratis
Ke Inferior
:Lengkung-lengkug jejunum.
Ke Posterior
sinistra
Gambar 1. Duodenum
2) Pendarahan
a. Arteri
Setengah
bagian
atas
duodenum
diperdarahi
oleh
arteria
b. Vena
2.2.1
Epidemiologi
Etiopatologi
Selama minggu kelima dan keenam kehamilan, sel epitel duodenum berproliferasi
kemudian akan menyumbat lumen duodenums secara sempurna. Kemudian akan
terjadi proses vakuolisasi. Pada proses ini sel akan mengalami proses apoptosis yang
timbul pada lumen duodenum. Apoptosis akan menyebabkan terjadinya degenerasi
sel epitel, kejadian ini terjadi pada minggu 11 kehamilan. Proses ini mengakibatkan
terjadinya rekanalisasi pada lumen duodenum. Apabila proses ini mengalami
kegagalan, maka menyebabkan atresia, atau stenosis, web. (Pablo A, Daniel J,2014)
Lengkung usus tengah yang terletak pada ujung umbilikus berotasi sebesar 90 derajat
berlawanan arah jarum jam (dilihat dari anterior) dengan arteri mesenterika superior
sebagai aksisnya (lengkung kranial mengarah ke kanan bawah sedangkan lengkung
kaudal naik ke kiri atas). Proses tersebut lengkap setelah minggu ke-8. Selama rotasi,
lengkung kranial usus tengah memanjang dan membentuk lengkung jejunum-ileum,
sedangkan perluasan dari sekum membentuk suatu tunas yaitu apendiks vermiformis.
Pada minggu ke-10 intrauterin, sekum dan usus halus kembali ke
intraabdomen dari saluran tali pusat. Sekum mengadakan rotasi menuju ke kuadran
kanan bawah dan usus halus berotasi dengan aksis arteri mesenterika superior,
sehingga sekum terfiksasi pada kanan bawah dan usus halus terfiksasi pada
peritoneum posterior. Setiap hambatan rotasi dan kembalinya sekum dan usus halus
ke abdomen pada setiap tempat menyebabkan pembentukan pita (Ladds band) yang
menyilang duodenum dan sekum yang tidak berotasi sempurna dan menyebabkan
mesenterium usus halus tidak terfiksasi pada dinding posterior abdomen.
2.2.3
Gejala Klinis
Prenatal
Obstruksi duodenum mudah didiagnosis dengan USG. Antenatal care dengan
ultrasonograpi prenatal harus dilakukan kepada wanita hamil dalam segala situasi.
obstruksi duodenum terjadi hingga minggu kehamilan 20 dengan fenomena double
bubble karena distensi simultan abdomen dan bagian pertama dari doudenum
tersebut. Dalam lebih dari 30% dari kasus, terdapat pada ibu polyhydramnion, dan
dalam beberapa kasus, aspirasi ketuban biasanya telah dilaporkan . Di fasilitas yang
mana USG tidak tersedia, kecurigaan yang tinggi harus dipertahankan dalam kasus
ibu polyhydramnion. Kehamilan dapat bertahan dekat hingga maturitas dan pada
kasus lahir spontan. (Felicitas E W, et al)
10
Postnatal
Gejala paling umum adalah muntah bilious dan intoleransi makan. Dehidrasi
dan pengurangan elektrolit cepat terjadi jika kondisi ini tidak diketahui dan terapi
intravena tidak dimulai. Aspirasi dan gagal pernafasan dapat terjadi. Muntah berulang
yang bukan bilious terlihat dalam kasus obstruksi supra ampullary (20%). Pasien
dengan web atau stenosis parsial dapat bertahan. Tanda fisik yang tidak spesifik
termasuk distensi abdomen atas dengan bagian bawah abdomen skafoid. Selain itu,
dalam konteks klinis yang tepat, fetus dengan sindrome down memiliki kecurigaan
terhadap obstruksi duodenum sebagai penyebab obstruksi intestinal pada neonatal.
Akhirnya, pemeriksaan fisik yang cermat pada tanda penyakit jantung bawaan yang
signifikan, yang bisa menyulitkan manajemen perioperatif. (Felicitas E W, et al;
Harry A at al,2012)
Penampilan klinis malrotasi berupa gangguan pasase setinggi duodenum,
dapat timbul segera, beberapa hari, beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah
kelahiran. Tujuh puluh lima persen dari penderita tampil dengan gejala dan tanda
obstruksi total saluran cerna dalam masa neonatal karena disertai volvulus.
Manifestasi klinik malrotasi pada bayi ialah muntah hijau dengan atau tanpa distensi
abdomen, bahkan sampai terjadi peritonitis juga gejala yang terlambat datang yaitu
eritem pada abdomen dan syok . Gejala dapat dihubungkan dengan obstruksi
duodenum maupun volvulus midgut. (Dassinger III MS, Smith SD)
2.2.4
Diagnosis
Ada beberapa manfaat untuk diagnosis antenatal obstruksi duodenum,
11
neonatus dengan atresia duodenum, perut skafoid. Aspirasi melalui (NG) tabung
nasogastrik lebih dari 20 mL isi cairan lambung, seperti aspirasi normal adalah
kurang dari 5 mL. Untuk pasien dengan stenosis, diagnosis sering tertunda sampai
neonatus mulai makan dan intoleransi makan berkembang dengan emesis dan distensi
lambung. Dalam kasus antenatal dicurigai obstruksi duodenum, serta pada neonatus
dengan presentasi yang konsisten dengan obstruksi usus proksimal, radiografi
upright abdominal biasanya cukup untuk mengkonfirmasi diagnosis atresia
duodenum.
12
13
Pada stenosis duodenum, tanda double bubble sering tidak hadir dan diagnosis
biasanya dibuat dengan studi kontras. Biasanya akan terlihat 2 gelembung disertai
gelembung udara kecil-kecil di distal, (Pablo A, Daniel J,2014)
14
15
2.2.5
Tatalaksana
Tata laksana yang dilakukan meliputi tata laksana preoperatif, intraoperatif serta
postoperatif.
Perawatan pra operasi
Intensitas perawatan pra operasi proporsional dari waktu lahir sampai
presentasi rumah sakit. Setelah diagnosis ditegakkan, maka resusitasi yang tepat
diperlukan
abnormalitas elektrolit serta melakukan kompresi pada gastrik. Terapi awal terdiri
dari dekompresi nasogastrik dan penggantian cairan dan elektrolit yang tepat.
Sebagian besar dari pasien yang baru lahir ini kecil dan prematur untuk usia
kehamilan mereka, sehingga perawatan khusus harus diambil untuk menjaga suhu
tubuh dan untuk menghindari hipoglikemia, terutama dalam kasus-kasus berat bayi
lahir sangat rendah , penyakit jantung bawaan, dan sindrom gangguan pernapasan.
Ketika inkubator tidak tersedia, metode keperawatan " kanguru "
menawarkan
tahun
1970,
duodenojejunostomi merupakan
teknik
yang
duodenoduodenostomi, partial
web
duodenoplasty,
duodenoplasty. Side-to-side
dan tapering
resection with
heineke
mikulick
shape
type
duodenoplasty yang
panjang, walaupun dianggap efektif, akan tetapi pada beberapa penelitian teknik
ini memyebabkan terjadinya disfungsi anatomi dan obstruksi yang lama. Pada
pasien dengan duodenoduodenostomi sering mengalami blind-loop syndrome.
Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi maupun open
duodenoduodenostomi. Teknik untuk anastomosisnya dilakukan pada bagian
16
dilakukan
diamond
shape
anastomosis.
Beberapa
ahli
bedah
menyusui setelah 48 jam pasca operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang,
maka dapat dipasang kateter intravena baik sentral maupun perifer apabila
transanastomotic enteral tidak adekuat untuk memberi suplai nutrisi serta tidak
ditoleransi oleh pasien. Semua pasien memiliki periode aspirasi asam lambung
yang berwarna empedu. Kondisi ini terjadi karena peristaltik yang tidak efektif
atau distensi pada duodenum bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral
tergantung pada penurunan volume gastrik yang diaspirasi. (Felicitas E W, et al)
2.2.6
Prognosis
Angka harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90%.
Meskipun prognosis dari atresia intestinal secara umum baik, secara keseluruhan
mortalitas untuk obstruksi duodenum menunjukkan 7%. Terkait anomali kongenital
diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk gangguan. Klinis. Berat badan
lahir rendah dan masalah prematuritas lebih meningkatkan risiko kematian.
Morbiditas dan mortalitas obstruksi intestinal neonatal lebih tinggi di Afrika (40%)
daripada di negara-negara maju dan paling mungkin karena presentasi pasien dan
perawatan intensif neonatal sangat rendah dinegara tersebut. (Felicitas E W, et al)
18
BAB III
KESIMPULAN
Obstruksi duodenum kongenital bisa disebabkan oleh lesi intrinsik atau
ekstrinsik. Obstruksi duodenum intrinsik disebabkan oleh atresia duodenum, stenosis
duodenum dan web duodenum. Obstruksi duodenum ekstrinsik mungkin disebabkan
oleh malrotasi dengan pankreas anular, preduodenal portal vein.
Obstruksi intestinal kongenital terjadi pada sekitar 1: 2000 kelahiran hidup
dan merupakan penyebab umum pembedahan pada neonatal. Insiden obstruksi
duodenum terjadi 1:5000-10000 bayi. Lebih dari 50% dari pasien yang terkena telah
dikaitkan dengan anomali kongenital, dengan trisomi 21 terjadi pada sekitar 30 %.
Diagnosis
obstruksi
duodenum
dapat
dilakukan
dengan
anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat dinilai secara
prenatal dan postnatal. Pada prenatal obstruksi duodenum mudah didiagnosis dengan
USG. Dalam lebih dari 30% dari kasus, terdapat pada ibu polyhydramnion, dan dalam
beberapa kasus, aspirasi ketuban biasanya telah dilaporkan. Pada postnatal gejala
paling umum adalah muntah bilious dan intoleransi makan. Dehidrasi dan
pengurangan elektrolit cepat terjadi jika kondisi ini tidak diketahui, aspirasi dan gagal
pernafasan dapat terjadi.
Pada pemeriksaan fisik terdapat distensi abdomen mungkin ada atau mungkin
tidak ada, perut skafoid, aspirasi melalui (NG) tabung nasogastrik lebih dari 20 mL isi
cairan lambung, seperti aspirasi normal adalah kurang dari 5 mL. Pada pemeriksaan
penunjang dengan radiografi maka akan terlihat gambaran double bubbl.. Pada
stenosis duodenum, tanda double bubble sering tidak hadir dan diagnosis biasanya
dibuat dengan studi kontras.
Tatalaksana pada obstruksi duodenum adalah terapi awal terdiri dari
dekompresi nasogastrik, penggantian cairan dan elektrolit, mencegah hipoglikemia.
Untuk tindakan operasi akan dilakukan duodenoduodenostomy.
19
DAFTAR PUSTAKA
Felicitas E W, et al.Chapter 62. Duodenal Atresia And Stenosis. http://www.globalhelp.org/publications/books/ Help_pedsurgeryafrica62.pdf. Dikunjungi pada tanggal
25 Juni 2016.
Pablo A, Daniel J. Duodenal and Intestinal Atresia and Stenosis. Dalam: Ashcraft
KW, Holcomb GW, Murphy JP, Pediatric Surgery. Edisi ke 6. Philadelphia:Elsevier
Saunders;2014.h. 414-418.
Harry A, Roman S. Duodenal Atresia and Stenosis Annular Pancreas.
Dalam:Grosfeld JL, ONeill JA, Coran AG, Fonkalsrud EW. Pediatric Surgery. Edisi
7. Philadelphia:Elsevier Saunders;2012.h. 1051-1057
Snell,Richard S, .Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC :
Jakarta.2006.h.223-226
Sandrasegaran K, Patel A, Evan L.F, Nicholas J. Z, Henry A.P. 2009. Annular
Pancreas in Adults. American Journal of Roentgenology. 2009;193: 455-460
Dassinger III MS, Smith SD. Malrotation. Dalam: Ashcraft KW, Holcomb GW,
Murphy JP, Pediatric Surgery. Edisi ke 6. Philadelphia:Elsevier Saunders;2014.h.
430-439.
Mandell, Gerald. 2015. Imaging in Duodenal Atresia. Dapat diakses di:
http://emedicine.medscape.com/article/408582-overview#showall. Diakses tanggal
25 Juni 2016
Reid, Janet dkk (Ed). 2013. Rotations in Radiology: Pediatric Radiology. New York:
Oxford University Press
20