PENDAHULUAN
Usus manusia secara umum terdiri atas usus besar dan usus halus. Segmen pada
usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum merupakan bagian
pertama dari usus setelah lambung. Duodenum akan diikuti oleh bagian usus yang
panjang yang disebut jejunum. Jejunum diikuti oleh ileum yang merupakan bagian akhir
dari usus halus yang akan menghubungkan usus halus dengan usus besar. Apabila bagian
dari usus ini gagal untuk berkembang pada fetus akan mengakibatkan terjadinya
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang
baru lahir. Atresia intestinal dapat terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia intestinal
dapat terjadi pada berbagai tempat pada usus halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi
pada duodenum dengan 57% perempuan dan 43% laki-laki. 46% kasus terjadi pada
Duodenal atresia terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Beberapa penelitian juga
menyebutkaninsiden dari duodenal atresia mencapai 1 dari 2000 kelahiran 3sampai 1 dari
down sindrom. Disamping itu, juga terdapat penyakit lain yang menyertai seperti
jejunoileal merupakan kasus obstruksi intestinal yang paling sering terjadi di afrika.
Atresia Di afrika, insiden dari duodenal atresia duodenal dapat terjadi pada pars desenden
dari duodenum diikuti dengan obstruksi yang terjadi dibawah ampula vater.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Duodenum atau juga disebut dengan usus duabelas jari merupakan usus yang
atau muara dari sistemapparatus biliaris dari hepar maupun dari pancreas. Selain itu
duodenum juga merupakan batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana saluran cerna
dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah oleh adanya ligamentum Treitz (m.
batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukanlekukan
kecil yang disebut dengan plica sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pada
mesoduodenum.1
2
Gambar 2. Gambaran Bagian-bagian Duodenum
Bagian ini bermula dari pylorus dan berjalan ke sisi kanan vertebrae lumbal I dan
terletak di linea transpylorica. Bagian ini tereletak setinggi vertebrae lumbal I dan
memiliki sintopi:
Bagian dari duodenum yang berjalan turun setinggi vertebrae lumbal II-
III. Pada duodenum bagian ini terdapat papilla duodeni major dan minor
3
choleductus serta ductus pancreaticus minor yang merupakan organ
dextra
pinggir bawah caput pancreas dan memiliki skeletopi setinggi vertebrae lumbal II.
jejunum
Merupakan bagian terakhir dari duodenum yang bergerak naik hingga flexura
4
yang membagi saluran cerna menjadi saluran cerna atas dan saluran cerna bawah.
Duodenum bagian ini memiliki skelotopi setinggi vertebrae lumbal I atau II.
Vaskularisasi duodenum
Vaskularisasi duodenum baik arteri maupun vena nya terbagi menjadi dua bagian.
Untuk duodenum pars superior hingga duodenum pars descendens diatas papilla
communis, cabang dari triple hallery yang dicabangkan dari aorta setinggi Vertebae
Thoracal XII – Vertebrae Lumbal I. dan aliran vena nya langsung bermuara ke
Inervasi Duodenum
2.2 Definisi
Pada kondisi ini deodenum bisa mengalami penyempitan secara komplit sehingga
menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk mengalami proses
5
absorbsi. Apabila penyempitan usus terjadi secara parsial, maka kondisi ini disebut
2.3 Epidemiologi
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang
baru lahir. Atresia intestinal dapat terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia
intestinal dapat terjadi pada berbagai tempat pada usus halus. 50% kasus atresia
intestinal terjadi pada duodenum dengan 57% perempuan dan 43% laki-laki. 46%
kasus terjadi pada jejunoileal dengan 61% laki-laki dan 39% perempuan. Duodenal
dari 40.000 kelahiran. Sepertiga neonatus yang lahir dengan duodenalatresia disertai
dengan down sindrom. Disamping itu, juga terdapat penyakit lain yang menyertai
2.4 Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenal sampai saat ini belum
gangguan yang dialami pada awal kehamilan dan hal ini juga diduga karena karena
risiko maternal sampai saat ini tidak ditemukan sebagai penyebab signifikan
terjadinya kondisi seperti ini. Pada sepertiga pasien dengan atresia duodenal
6
menderita pula trisomi 21 (sindrom down), akan tetapi ini bukanlah faktor risiko
Deodenum dibentuk dari bagian akhir usus depan dan bagian sefalik dari usus
tengah. Titik pertemuan kedua bagian ini terletak tepat di sebelah distal pangkal
tengahnya yang semula ke arah sisi kiri rongga abdomen. Deodenum dan kaput
dorsal menyatu dengan peritonium yang ada didekatnya. Kedua lapisan tersebut
daerah pilorus lambung, dengan sebagian kecil duodenum ( tutup duodenum) yang
ploriferasi sel di dindingnya. Akan tetapi, lumen ini akan mengalami rekanalisasi
sesudah bulan kedua. Usus depan akan disuplai oleh pembuluh darah yang berasal
dari arteri sefalika dan usus tengah oleh arteri mesenterika superior, sehingga
7
2.6 Patofisiologi
Terdapat dua faktor yaitu faktor ekstrinsik serta ekstrinsik yang diduga
Duodenum dibentuk dari bagian akhir foregut dan bagian sefalik midgut. Selama
minggu ke 5-6 lumen tersumbat oleh proliferasi sel dindingnya dan segera
endoderm yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi ploriferasinya atau
akan menyumbat lumen duodenum secara sempurna. Kemudian akan terjadi proses
vakuolisasi.4,6
Pada proses ini sel akan mengalami proses apoptosis yang timbul pada lumen
rekanalisasi pada lumen duodenum. Apabila proses ini mengalami kegagalan, maka
duodenum dapat disebabkan karena faktor ekstrinsik. Kondisi ini disebabkan karena
8
Kondisi ini akan mengakibatkan gangguan perkembangan duodenum.4,6
2.7 Klasifikasi
Atresia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe morfologi. Atresia tipe I terjadi
pada lebih dari 90 % kasus dari semua obstruksi duodenum. Kandungan lumen
bagian duodenum yang terdilatasi terdapat pada bagian distal dari duodenum yang
obstruksi. Pada tipe I ini, tidak ada fibrous cord dan duodenum masih kontinu.
Atresia tipe II, dikarakteristikan dengan dilatasi proksimal dan kolaps pada segmen
area distal yand terhubung oleh fibrous cord. Atresia tipe III memiliki gap pemisah
a. Manifestasi Klinis
Pasien dengan atresia duodenal memiliki gejala obstruksi usus. Gejala akan nampak
dalam 24 jam setelah kelahiran. Pada beberapa pasien dapat timbul gejala dalam
beberapa jam hingga beberapa hari setelah kelahiran. Muntah yang terus menerus
9
merupakan gejala yang paling sering terjadi pada neonatus dengan atresia duodenal.
Muntah yang terus-menerus ditemukan pada 85% pasien.. Muntah akan berwarna
kehijauan karena muntah mengandung cairan empedu (biliosa). Akan tetapi pada 15%
kasus, muntah yang timbul yaitu non-biliosa apabila atresia terjadi pada proksimal dari
ampula veteri. Muntah neonatus akan semakin sering dan progresif setelah neonatus
mendapat ASI. Karakteristik dari muntah tergantung pada lokasi obstruksi. Jika atresia
diatas papila, maka jarang terjadi. Apabila obstruksi pada bagian usus yang tinggi, maka
muntah akan berwarna kuning atau seperti susu yang mengental. Apabila pada usus yang
lebih distal, maka muntah akan berbau dan nampak adanya fekal. Apabila anak terus
menerus muntah pada hari pertama kelahiran ketika diberikan susu dalam jumlah yang
cukup sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti roentgen dan
harus dicurigai mengalami obstruksi usus. Ukuran feses juga dapat digunakan sebagai
gejala penting untuk menegakkan diagnosis. Pada anak dengan atresia, biasanya akan
memiliki mekonium yang jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya lebih kering, dan
Pada beberapa kasus, anak memiliki mekonium yang nampak seperti normal.
Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama biasanya tidak terganggu. Akan tetapi,
pada beberapa kasus dapat terjadi gangguan. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan
cepat, maka anak akan mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan
keseimbangan elektrolit. Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik
berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.Anak dengan atresi duodenum juga
akan mengalami aspirasi gastrik dengan ukuran lebih dari 30 ml. Pada neonatus sehat,
10
biasanya aspirasi gastrik berukuran kurang dari 5 ml. Aspirasi gastrik ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pada jalan nafas anak. Pada beberapa anak,
mengalami demam. Kondisi ini disebabkan karena pasien mengalami dehidrasi. Apabila
temperatur diatas 30oF, maka kemungkinan pasien mengalami ruptur intestinal atau
peritonitis.6
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Akan tetapi distensi ini tidak
selalu ada, tergantung pada level atresia dan lamaya pasien tidak dirawat. Jika obstruksi
pada duodenum, distensi terbatas pada epigastrium. Distensi dapat tidak terlihat jika
pasien terus menerus muntah. Pada kasus lain, distensi tidak nampak sampai neonatus
berusia 24-48 jam, tergantung pada jumlah susu yang dikonsumsi neonatus dan muntah
yang dapat menyebabkan traktus alimentari menjadi kosong. Pada beberapa neonatus,
distensi bisa sangat besar setelah hari ke tiga sampai hari ke empat, kondisi ini terjadi
karena ruptur lambung atau usus sehingga cairan berpindah ke kavum peritoneal.
Neonatus dengan atresia duodenum memiliki gejala khas perut yang berbentuk skafoid.
Saat auskultasi, terlihat gelombang peristaltik gastrik yang melewati epigastrium dari kiri
ke kanan atau gelombang peristaltik duodenum pada kuadran kanan atas. Apabila
obstruksi pada jejunum, ileum maupun kolon, maka gelombang peristaltic akan terdapat
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan saat prenatal maupun pada saat postnatal.
Pre natal
Dalam berbagai kasus secara general atresia dunodenum sulit untuk di diagnosis
11
selama kehamilan. Diagnosis prenatal selalu berdasarkan tanda non spesifik pada fetal
ultrasound seperti dilatasi lambung. Karena cairan amnion di telan dan di cerna secara
normal oleh fetus, atresia duodenum dapat menyebabkan peningkatan cairan dalam sakus
amnion dab hidroamnion. Hal tersebut mungkin merupakan tanda awal atresia
adanya struktur yang terisi dua cairan dengan gambaran double bubble pada 44% kasus.
Sebagian besar kasus atresia duodenum dideteksi antara bulan ke 7 dan 8 kehamilan,
akan tetapi pada beberapa penelitian bisa terdeteksi pada minggu ke 20.
USG Transversal
12
USG Transversal
USG Longitudinal
13
USG Transversal
Post natal
Pemeriksaan yang dilakukan pada neonatus yang baru lahir dengan kecurigaan
Pemeriksaan laboratorium yang diperiksa yakni pemeriksaan serum, darah lengkap, serta
fungsi ginjal pasien. Pasien bisanya muntah yang semakin progresive sehingga pasien
akan mengalami gangguan elektrolit. Biasanya mutah yang lama akan menyebabkan
paradoksikal aciduria. Oleh karena itu, gangguan elektrolit harus lebih dulu dikoreksi
sebelum melakukan operasi. Disamping itu, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
mengetahui apakah pasien mengalami demam karena peritonitis dan kondisi pasien
secara umum.
14
Gambar 5. Gambaran Double Bubble pada atresia duodenum
15
Gambar 7. Gambaran atresia duodenum (Barium study)
dan duodenum (bagian pertama dari usus) dilihat menggunakan film X-ray dengan
suspensi cair. Suspensi cair ini bisa berupa barium atau cairan kontras yang dapat larut
dalam air. Jika hanya bagian faring (bagian belakang mulut dan tenggorokan) dan
kerongkongan (saluran berongga berotot dari bawah lidah sampai ke lambung) yang
jaringan internal, tulang dan organ pada film. X-ray dibuat menggunakan radiasi
eksternal untuk memproduksi gambaran tubuh, organ dan struktur internal untuk tujuan
diagnosis. X-ray menembus tubuh melewati jaringan tubuh sampai plat khusus (mirip
dengan film kamera) dan negatif dihasilkan. Kontras barium kadang-kadang dapat
16
diberikan melalui tabung orogastrik atau nasogastrik di bawah fluoroskopi untuk
melihat adanya penyempitan pada saluran pencernaan atas, ulcer, tumor, polip,
melihat adanya peradangan pada usus, sindrom malabsorbsi, atau kelainan pada
Pada umumnya, rangkaian seri UGI tidak perlu dilakukan jika Anda tidak mengalami
gejala-gejala permasalahan pada pencernaan. UGI dilakukan pada orang yang memiliki:
kesulitan menelan
kemungkinan sembelit
17
Gambar 8. Gambaran atresia duodenum congenital
18
Pemeriksaan roentgen yang pertama kali dilakukan yakni plain abdominal x-ray.
X-ray akan menujukkan gambaran double-bubble sign tanpa gas pada distal dari usus.
Pada sisi kiri proksimal dari usus nampak gambaran gambaran lambung yang terisi cairan
dan udara dan terdapat dilatasi dari duodenum proksimal pada garis tengah agak kekanan.
Apabila pada x-ray terdapat gas distal, kondisi tersebut tidak mengekslusi atresia
duodenum. Pada neonatus yang mengalami dekompresi misalnya karena muntah, maka
udara akan berangsur-angsur masuk ke dalam lambung dan juga akan menyebabkan
gambaran double-bubble.
Karena anak-anak lebih sensitif terhadap radiasi. maka penggunaa CT pada anak
hanya jika sangat penting dalam membuat keputusan diagnostik dan tidak dilakukan
pengulangan jika sangat diperlukan. Contohnya pada semua kanker solid risiko konsisten
dengan peningkatan tinier dosis radiasi, dari dosis rendab sampai 2,5 Sv dan anak-anak
jauh lebih radiosensitif dari pada dewasa. Bergantung pada selling sistem pada CT
scanner, organ target akan mencrima dosis radiasi dalam kisaran 15 mSv (pada dewasa)
sampai 30 mSv (pada bayi baru lahir) untuk CT yang umumnya dilakukan dua sampai
tiga CT skan per pasico yang akhinya dapat mencapai dosis dalam rentang 30 sampai 90
mSv. Dengan demikian, pada rentang dosis tersebut, terbukri akan mengalami
peningkatan risiko kanker. Jika dikaitkan dengan usia, terdapat penuruoan risiko kanker
dari paparan 10 mGy (10 mSv) dengan bcrtambahnya usia untuk sebagian besar kanker
yang ditunjuk.kan pada bukti ini secara beralasan menyakinkan unluk dewasa dan sangat
menyakinkan untuk anak. Untuk sebuah dosis tertentu, terdapat perbedaan dalam risiko
kanker dari paparan radiasi terhadap anak dibandingkan dengan dewasa. Beberapa alasan
19
(I) Sebagian besar jaringan dan organ pada anak dalam lahap
terhadap efek radiasi dibandingkan dengan organ orang dewasa yang sudab matang,
(sekitar 2-10 tabun) dari kanker mempat. Anak memiliki harapan hidup yang lebih
dengan dewasa. .9
risiko radiasi, seperti lCRP. UNSCEA dan lainnya. sependapat bahwa terdapat
kcmungkinan tidak ada dosis rendah radiasi sebagai batas ambang untuk menginduksi
kanker yang bcrarti tidak ada j umlah radiasi yang dapat dipertimbangkan aman secara
absolut. Data dari studi epidemiologi terakhir pada populasi lain yang teradiasi
menunjukkan risiko yang kecil tetapi signifikan peningkatan risiko kanker meskipun pada
tingkat radiasi yang rendah yang relevan dengan CT skan pada anak. .9
Dosis efektif dari sekali skan CT pada anak dapac berkisar dari sekitar < I sampai
30 mSv. Di antara anak-anak yang menerima tindakan CT skan, paling tidak sekitar
sepertiganya mendapatkan tiga kali scan yang menimbulkan kekawatiran khusus. Sebagai
comoh, tiga scan dapat diharapkan berisiko kanker tiga kali dari setiap scan tunggal.
Selain itu, selama pemeriksaan tunggal mungkin dilakukan lebih dari sam kali scan yang
bcrarti meningkatkan lebih lajuh dosis radiasi. Dengan demikian akaa sernakin besar
masalah pada kesehataa masyarakat jika populasi anak yang terpapar dengan risiko yang
20
Tabel.1 Rentang dosis organ dari berbagai jenis pemeriksaan radiologi pada anak
Jenis pemeriksaan Organ target Dosis serap (mGy) Dosis efektif (msv)
Kepala (200 mAs, otak 23-49 1,8-3,8
tanpa penyesuaian)
Kepala (100 mAs, Otak 11-25 0,9-1,9
disesuaikan)
Abdomen(200 mAs Lambung 21-43 11-24
tanpa penyesuaian)
Abdomen (50 mAs, Lambung 5-11 3-6
diseuaikan)
Xray dada posterior Paru 0,04-0,08 0,01-0,03
anterior
X-ray dada lateral Paru 0,04-0,10 0,03-0,06
21
Gambar 10. CT Scan Atresia Duodenum
telah tcrbenruk dan dipahami dengan baik tetapi tidak demikiao halnya dengan
penggunaan CT skan. .rumlah radiasi yang dipcrlukan Lmtuk pemeriksaan CT pada janin
dan anak lebih rendah dari dewasa. Jika selling yang sama digunakan untuk anak dan
dewasa, maka anak-anak akan menerima kelebihan jmnlah radiasi yang tidak diperlukan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan unruk mereduksi tingkat radiasi yang diterima anak
4. Hasil pencitraan untuk tujuan diagnostic tidak dengan resolusi tinggi dengan tingkat
5. Mengganti penggunaan ct scan dengan opsi lain seperti USG dan MRI
22
6. dan paling efektif adalah menurunkan jumlah pemeriksaan ct yang di resepkan
Protocol ct scan untuk dewasa umumnya multiple scan pada bagian tubuh yang sama
sedangkan untuk anak sebuah scan tunggal pada bagian tubuh menjadi target biasanya
cukup untuk keperluan diagnostic. Dari sudut pandang individual, ketika sebuah CT scan
dijustifikasi dengan kebutuhan medic, risiko yang terkait lebih kecil di bandingkan
dengan informasi diagnostic yang di peroleh. Tetapi, jika benar bahwa sekitar sepertiga
dari CT scan tidak di justifikasi dengan kebutuhan medis, maka sejumlah pasien anak
Anak-anak, terutama bayi, memiliki risiko lebih besar karena pada anak dan bayi
mempunyai otak yang masih berkembang. Dan CT scan yang tidak perlu, dapat
menghasilkan lebih banyak tes dan perawatan, dengan lebih banyak risiko. 9
post operatif.
menjaga hidrasi IV. Managemen preoperatif ini dilakukan mulai dari pasien lahir.
Sebagian besar pasien dengan duodenal atresia merupakan pasien premature dan
kecil, sehingga perawatan khusus diperlukan untuk menjaga panas tubuh bayi dan
mencegah terjadinya hipoglikemia, terutama pada kasus berat badan lahir yang
23
sangat rendah, CHD, dan penyakit pada respirasi. Sebaiknya pesien dirawat dalam
incubator.
akan tetapi pada beberapa penelitian teknik ini memyebabkan terjadinya disfungsi
anatomi dan obstruksi yang lama. Pada pasien dengan duodenoduodenostomi sering
Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi maupun open
proksimal secara melintang ke bagian distal secara longitudinal atau diamond shape.
distal secara longitudinal. Melalui teknik ini akan didapatkan diamater anatomosis
yang lebih besar, dimana kondisi ini lebih baik untuk mengosongkan duodenum
bagian atas. Pada beberapa kasus, duodenoduodenostomi dapat sebagai alternatif dan
kuadran kanan atas pada suprambilikal. Untuk membuka abdomen maka diperlukan
insisi pada kulit secara tranversal, dimulai kurang lebih 2 cm diatas umbilikus dari
24
garis tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas. Setelah kita
menggeser kolon ascending dan tranversum ke kiri, kemudian kita akan melihat
tranversal pada dinding anterior bagian distal dari duodenum proksimal yang
terdilatasi serta duodenostomi yang sama panjangnya dibuat secara vertikal pada
dengan menyatukan akhir dari tiap insisi dengan bagian insisi yang lain.
instrument. Satu pada kuadran kanan bayi, dan satu pada mid-epigastik kanan.
laparoscopik anatomosis dengan jahitan secara interrupted, akan tetapi teknik ini
memerlukan banyak jahitan. Metode terbaru yang dilaporkan, kondisi ini dapat
duodenoduodenostomi tanpa adanya kebocoran dan bayi akan lebih untuk dapat
pankreas. Operator tidak boleh melakukan pembedahan pada pankreas karena akan
25
menyebabkan pankreatik fistula, kondisi demikian menyebabkan stenosis atau atresia
menggunakan transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien dapat mulai menyusui
setelah 48 jam pasca operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang, maka dapat
enteral tidak adekuat untuk memberi suplai nutrisi serta tidak ditoleransi oleh pasien.
Semua pasien memiliki periode aspirasi asam lambung yang berwarna empedu.
Kondisi ini terjadi karena peristaltik yang tidak efektif atau distensi pada duodenum
bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral tergantung pada penurunan
2.10 Prognosis
Angka harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90-95%. Mortalitas
multiple. Komplikasi post operatif dilaporkan pada 14-18% pasien, dan beberapa
pasien memerlukan operasi kembali. Beberapa kondisi yang sering terjadi dan
BAB III
KESIMPULAN
26
Atresia intestinal didefinisikan dengan kegagalan usus untuk berkembang pada
fetus akan mengakibatkan terjadinya sumbatan pada usus. Atresia intestinal dapat
terjadi pada bagian dimana saja dari usus. Yang tersering adalah terjadi pada
duodenum. Duodenal atresia terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Penyebab yang
mendasari terjadinya atresia duodenal sampai saat ini belum diketahui. Atresia
Ada faktor ekstrinsik serta ekstrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya atresia
duodenal. Faktor intrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya anomali ini karena
kegagalan rekanalisasi lumen usus. Pada beberapa kondisi, atresia duodenum dapat
dengan atresia duodenal memiliki gejala obstruksi usus. Muntah yang terus menerus
merupakan gejala yang paling sering terjadi pada neonatus dengan atresia duodenal.
(biliosa). Anak dengan atresia, biasanya akan memiliki mekonium yang jumlahnya
lebih sedikit, konsistensinya lebih kering, dan berwarna lebih abu-abu dibandingkan
mekonium yang normal. Anak dengan atresi duodenum juga akan mengalami
aspirasi gastrik dengan ukuran lebih dari 30 ml. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
distensi abdomen. Neonatus dengan atresia duodenum memiliki gejala khas perut
27
Peran Pemeriksaan Radiologi pada kasus atresia duodenum adalah sebagai alat
menggunakan USG pada saat antenatal care, saat postnatal meliputi pemeriksaan
foto polos abdomen yang menunjukkan gambaran khas yaitu gambaran double
bubble. Pada pemeriksaan imaging CT- Scan tidak di srankan untuk pasien anak-
anak–anak karena memiliki tingkat radiasi yang cukup tinggi dan Pemindaian CT
terutama bayi, memiliki risiko lebih besar karena pada anak dan bayi mempunyai
DAFTAR PUSTAKA
1. Laura K, Jay GL, Karen WW, Frederick JR, Scherer LR, Schott AG. Intestinal Atresia
28
2. Tamer S, Mustafa K, Ulas A, Ali SK, Duodenal Atresia and Hirchsprung Disease in a
3. Free FA, Barry G. Duodenal Obstruction in the Newborn Due To Annular Pancreas.
Surg.2004;103:321-325
Surgery.2001;136:578-561
Radiology.2011;66: 86-88
6. Hayden CK, Marshall ZS, Michael D, Leonard ES. Combine Esophageal and Duodenal
7. Richard FL, Benneth AL, Norman GB, Anthony JB, Brian RJ. Sonographic
8. Felicitas EW, Afu AJ, Sanjay K. Duidenal Atresia and Stenosis. 2009;p 936-938
9. Arch, M.E.. and Frush, 0.P., Pediatric body MOCT: A 5-ycar fol low-up survey of
29