FAKULTAS KEDOKTERAN
GUILLAIN–BARRÉ SYNDROME
Disusun oleh :
Pembimbing :
Laporan kasus dengan judul : “Guillain–Barré Syndrome” atas nama Bartolomeus Umbu
Flugentius, S.Ked (2008020043), Vanessa Luvita Sari, S.Ked (2008020062), Maria Yoseva
Mandala Dede, S.Ked (1508010001), pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah di sajikan dalam Kepaniteraan Klinik bagian
Rehabilitasi Medik RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang pada tanggal Maret 2021
Mengetahui,
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................3
2.1 Definisi dan Etiologi Guillain–Barré syndrome (GBS)...........................................................3
2.2 Manifestasi Klinis.....................................................................................................................4
2.3 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................9
2.3.1 Pemeriksaan laboratorium......................................................................................................9
2.3.2 Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)................................................................................9
2.3.3 Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)............................10
2.3.4 Pemeriksaan patologi anatomi..............................................................................................10
2.3.5 Magnetic Resonance Imaging (MRI)...................................................................................11
2.3.6 Pemeriksaan lain...................................................................................................................12
2.4 Diagnosis.................................................................................................................................12
2.4.1 Fase Progresif.......................................................................................................................12
2.4.2 Fase Plateau..........................................................................................................................13
2.4.3 Fase Penyembuhan...............................................................................................................13
2.5 Diagnosis Banding...................................................................................................................15
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................................................................17
2.6.1 Terapi Farmakologi..............................................................................................................17
2.6.2 Terapi Suportif......................................................................................................................20
2.6.3 Program rehabilitasi..............................................................................................................21
2.6.4 Prognosis...............................................................................................................................22
BAB III..........................................................................................................................................27
LAPORAN KASUS......................................................................................................................27
BAB IV..........................................................................................................................................40
PEMBAHASAN............................................................................................................................40
BAB V...........................................................................................................................................42
KESIMPULAN..............................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN
akut yang merupakan penyakit yang diperantarai oleh sistem kekebalan tubuh yang
1916 oleh Guillain dan Barre yang menjelaskan mengenai karakteristik temuan cairan
disertai dengan kenaikan jumlah sel pada dua prajurit Perancis yang mengalami
kelemahan.1
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, muncul pada setiap musim dan dapat
Serikat adalah 1,65-1,79 per 100.000 orang dengan rasio kejadian pada laki-lakidan
akhir tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai
varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM mengalami
kenaikan sekitar 10%. Beberapa infeksi terlibat dalam perkembangan GBS. Sekitar
dua-pertiga dari pasien dengan infeksi saluran napas atau gejala gastrointestinal telah
dilaporkan dalam tiga minggu sebelum timbulnya gejala GBS. Bukti yang paling kuat
adalah pada infeksi Campylobacter jejuni, namun GBS juga dilaporkan pada infeksi
dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisis
bilateral. Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.2,3
menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu ke ekstremitas
atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan
proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa
parestesia dan disestesia pada ekstremitas bawah, rasa sakit dan kram juga dapat
menyertai terutama pada anak anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi
awal pada lebih dari 50% anak - anak yang dapat menyebabkan kesalahan dalam
mendiagnosis. Di samping itu, kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat
hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest, facial flushing, sfingter yang tidak
Makalah ini dibuat untuk mempelajari aspek klinis dan penatalaksanaan GBS
lebih rinci sehingga dapat memberikan wawasan bagi pembaca dan penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf
tepi dirinya sendiri dengan karakterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf
subtipe yaitu:1,4
patologi klinis demielinisasi perifer multifaktoral yang dapat dipengaruhi baik oleh
yang terbentuk dalam tubuh yang melawan gangliosida GM1, GD1a, GalNAc-GD1a,
dan GD1b pada akson saraf motorik perifer tanpa disertai adanya proses
yang sama dengan AMAN tetapi terdapat proses degenerasi aksonal sensoris,
antibodi imunoglobulin G merusak gangliosida GQ1b, GD3, dan GT1a. Miller Fisher
syndrome merupakan kasus yang jarang terjadi, yang memiliki gejala yang khas
berupa oftalmoplegi bilateral, ataksia dan arefleksia. Selain itu juga terdapat
kelemahan pada wajah, bulbar, badan, dan ekstremitas yang terjadi pada 50% kasus.
kasus ini sangat jarang terjadi. Gejalanya berupa gejala otonom khususnya pada
kardiovaskuler dan visual, kehilangan sensoris juga terjadi pada kasus ini.
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya
mielin, material yang membungkus saraf. Hilangnya mielin ini disebut dengan
inflamasi dan destruksi dari mielin dan menyerang beberapa saraf. Penyebab
terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum diketahui. Ada
Mekanisme GBS diyakini merupakan suatu neuropati inflamasi yang disebabkan oleh
reaktivitas silang antara antigen dan antibodi saraf yang disebabkan oleh infeksi
tertentu yaitu organisme menular, seperti C. jejuni, yang memiliki struktur dinding
bakteri yang mirip dengan gangliosida. Molekular mimikri ini akan menciptakan
2.2 Etiologi
gejala sensorik atau otonom. Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS
penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama
sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang
beberapa saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini
penyakit autoimun.
virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri
2.3 Patofisiologi
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen
lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri Antigen
bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan
myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat
untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls
Manifetasi klinis GBS tergantung pada lokasi dan keparahan inflamasi yang
terjadi. GBS dapat menimbulkan gejala-gejala di daerah multifokal dari infiltrasi sel
monuklear pada saraf perifer. Pada subtipe AIDP (Acute inflammatory demyelinating
AMAN (Acute motor axonal neuropathy), nodus ranvier merupakan target inflamasi.5
9
rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisis ke
empat ekstremitas yang bersifat ascendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.
Badan, bulbar, dan otot respirasi mungkin saja terkena. Pasien mungkin tidak dapat
berdiri atau berjalan. Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang
sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan
menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas
atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan sarafmotoris ini bervariasi pada masing-
masing individu, mulai dari kelemahan sampai pada quadriplegia flaksid. Kelemahan
lanjut yang dapat terjadi yaitu melibatkan otot-otot respiratorik dan sekitar 25%
yang cepat, kelemahan anggota gerak atas, disfungsi otonom, atau kelumpuhan
bulbar. Kelemahan biasanya mencapai puncak pada minggu kedua, diikuti dengan
fase plateu dengan durasi yang bervariasi sebelum terjadinya resolusi atau stabilisasi
dengan gejala disabilitas sisa. Keterlibatan saraf pusat, muncul pada 50% kasus,
tersebut dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan
yang paling sering (50%) adalah bilateral facial palsy. Pada GBS juga terjadi
kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar.
10
Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada
ekstremitas distal. Gejala sensoris ini umumnya ringan, kecuali pada pasien dengan
GBS subtipe AMSAN (Acute motor-sensory axonal neuropathy). Rasa nyeri dan
kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi terutama pada anak. Nyeri
dirasakan terutama saat bergerak terjadi pada 50 – 89% pasien GBS. Nyeri yang
dideskripsikan berupa nyeri berat, dalam, seperti aching atau crampin/kaku pada otot
yang terserang, sering memburuk pada malam hari. Nyeri bersifat nosiseptif dan/atau
neuropatik. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50%
pasien yang dapat menyebabkan diagnosis GBS menjadi tertunda. Kelainan saraf
otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Gejala otonom terjadi
pada dua per tiga pasien dan meliputi instabilitas tekanan darah (hipotensi atau
Hipertensi terjadi pada 10–30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari
pasien. Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk
mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi,konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas,
perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).5,6
progresif
-Hiporefleksia atau
arefleksia
AMAN (Acute motor Antibodi antigangliosida - AMAN meliputi
Jepang.
simetris, onset
akut/subakut
yang hilang
(arefleksia difus)
- Kelemahan otot
- Insufisiensi respirasi
AMSAN (Acute motor- Mekanisme menyerupai - Quadriparesis akut -
(lebih mendominasi
dibandingkan AMAN)
- Insufisiensi respirasi
Miller Fisher Syndrome Miller Fisher Syndrome - Jarang (3% GBS di
Amerika serikat)
- Optalmoplegi bilateral -
Ataksia
- Arefleksia
(50% kasus)
neuropathy jarang
13
- Gejala otonomik,
terutama
kardiovaskuler dan
visual
- Hilangnya sensoris
- Penyembuhan lama,
dapat inkomplit
difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk
yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot
interkostal. Tanda rangsang meningeal seperti tanda kernig dan kaku kuduk mungkin
dapat ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinski umumnya negatif. 6,7
Secara lebih ringkas, subtipe dan gejala GBS dapat dilihat pada Tabel 1.
umumnya normal atau sedikit meningkat, leukosit umumnya dalam batas normal,
cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat
14
kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini
kebanyakan kasus, pada hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah
beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih lanjut saat gejala klinis mulai
stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6
minggu setelah mulainya gejala klinis. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan
mononuklear/mm.8
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua
dan pada akhir minggu ketiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada minggu
latensi (75%), konduksi blok (58%) dan penurunan kecepatan konduksi motor (50%).
Pada minggu kedua, potensi penurunan tindakan berbagai otot (CMAP, 100%),
15
perpanjangan distal latensi (92%) dan penurunan kecepatan konduksi motor (84%).
Manifestasi elektrofisiologis yang khas tersebut, yakni, prolongasi masa laten motorik
distal yang menandai blok konduksi distal dan prolongasi atau absennya respon
gelombang F yang menandakan keterlibatan bagian proksimal saraf, blok hantar saraf
motorik, serta berkurangnya KHS. Degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi yang
dapat dijumpai 2-4 minggu setelah awitan gejala telah terbukti berhubungan dengan
tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS,
akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita
yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi
EMG.11
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya
lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demielinasi ini akan muncul bersama dengan
demielinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat. Saraf perifer
dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik
intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal
proksimal, dan saraf kranial.Infiltrat sel-sel limfosit dan sel mononuklear lain juga
didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.10,11
16
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan pada hari ke
radiks kauda equina dengan peningkatan pada gadolinium. Adanya penebalan radiks
kauda equina mengindikasikan kerusakan pada barier darah saraf. Hal ini dapat
10,11
terlihat pada 95% kasus GBS dan hasil sensitif sampai 83% untuk GBS akut.
Akan tetapi, pasien dengan tanda dan gejala yang sangat sugestif mengarah ke GBS
digunakan sebagai modalitas diagnostic tambahan, terutama bila temuan klinis dan
GBS dan SLE, potongan sagital dan aksial menunjukkan herniasi diskus T12-L1 yang
(EKG) yang biasanya memperlihatkan hasil normal atau kebanyakan kelainan yang
ditemukan tidak diakibatkan oleh GBS sendiri. Pemeriksaan serum Kreatinin Kinase
biasanya normal atau meningkat sedikit. Tes fungsi respirasi atau pengukuran
oksigen pada arteri berada dibawah 70 mmHg. Biopsi otot tidak diperlukan dan
biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation
atrophy. 10,11
2.6 Diagnosis
Diagnosis GBS terutama ditegakkan dari temuan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya, fase progresif berlangsung selama dua sampai tiga minggu
sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap yang dikenal sebagai “titik nadir”.
18
Pada fase ini timbul nyeri, kelemahan bersifat progresif dan gangguan sensorik.
Derajat keparahan gejala bervariasi dan tergantung seberapa berat serangan yang
menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen.
Fase progresif akan diikuti oleh fase plateau yang stabil dimana tidak didapati
baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase berikutnya, yaitu fase penyembuhan. Pada
pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat peradangan saraf serta kekakuan otot dan
sendi. Keadaan umum penderita sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan
khusus, serta fisioterapi. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang
hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Pengawasan terhadap tekanan
darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis
perlu dilakukan dengan rutin. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Lama fase ini
setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama
Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan dimana terjadi perbaikan dan
mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal
dan optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang
beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan
penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap
menunjukkan gejala ringan sampai waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat
penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
Disorders and Stroke (NINCDS) menjadi patokan untuk diagnosis GBS; meliputi
1) Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
b. Gejala tambahan
2) Biasanya simetris
20
3) Adanya gejala sensoris yang ringan 4) Gejala saraf kranial, 50% terjadi
parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya
c. Pemeriksaan CSS
1) Peningkatan protein
d. Pemeriksaan elektrodiagnostik
Diagnosis banding yang sering mirip GBS, dapat dibedakan dengan: 9,10
tetap kuat, sedangkan pada miastenia, otot mandibula akan melemah setelah
b. Thrombosis arteri basilaris: Dapat dibedakan dari GBS dimana pada GBS,
sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis
Babinski.
keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia. Pada GBS, terdapat
respirasi.
dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang
pada kulit.
dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat
daripada GBS.
tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hampir sama yakni pada fase syok
pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang
muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam
pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.
23
2.8 Penatalaksanaan
Saat ini, diketahui tidak ada terapi khusus yang dapat menyembuhkan
penyakit GBS. Penyakit ini pada sebagian besar penderita dapat sembuh
Tujuan dari terapi adalah untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit dan
perawatan yang lama dan juga masih tingginya angka kecacatan / gejala sisa
Kortikosteroid
pasien yang diberikan kortikosteroid oral menunjukkan hasil yang lebih buruk
dengan 124 pasien GBS menerima metylprednisone 500 mg setiap hari selama
15 hari dan 118 pasien mendapatkan placebo. Dalam studi ini tidak
24
Plasmaparesis
minimal penggunaan alat bantu napas, dan lama perawatan yang lebih
ventilator (alat bantu napas). Terapi ini melibatkan penghilangan plasma dari
femoral atau vena subklavia internal. Komplikasi yang mungkin terjadi antara
nadi, dan jumlah cairan masuk dan keluar. Selain itu, perlu juga dilakukan
monitoring CBC, elektrolit, PT, APTT, dan INR satu atau dua hari bila
Imunoglobulin Intravena
respon IVIg pada GBS pertama kali dilakukan oleh Dutch Guillai-Barre
Syndrome Group dua decade silam. Dalam studi ini, mereka membandingkan
efikasi IVIg dan plasmaparesis dalam 147 pasien dan tidak ada kelompok
kontrol. Hasil studi ini menunjukkan bahwa IVIg tidak hanya efektif dalam
penelitian tentang terapi IVIg pada kasus GBS pada anak yang dilakukan oleh
pada penderita GBS adalah 400 mg/kg yang diberikan selama 6 hari. 12 Efek
samping yang muncul dalam penggunaan IVIg dikatakan ringan dan jarang
cc/jam selama 30 menit dan ditingkatkan secara progresif 50cc/jam setiap 15-
20 menit hingga 150- 200 cc/jam. Efek samping ringan berupa nyeri kepala,
mual, menggigil, rasa tidak nyaman pada dada, dan nyeri punggung muncul
Sementara itu, reaksi berat dan jarang sekali muncul berupa anafilaksis,
otonomik dan sensorik. Dalam bab ini akan dibahas secara mendetail masing-
masing problem.
Muskuloskeletal
27
junction, yang satuannya disebut motor unit. Satu motor unit adalah beberapa
serat otot yang mendapatkan inervasi oleh satu motor neuron. Saraf yang
menginervasi motor neuron berasal dari akar saraf tulang belakang. Satu akar
saraf bisa menginervasi ribuan motor neuron. Sebaliknya satu otot mungkin
disarafi oleh beberapa motor neuron yang berasal dari beberapa akar saraf
tulang belakang. Jadi bila ada satu akar saraf mengalami gangguan, maka
sebagian serabut otot tidak mendapatkan inervasi; sedangkan serabut otot yang
mendapat innervasi dari akar saraf lain masih mendapatkan konduksi saraf.
dalam satu otot yang tidak terkonduksi, sehingga otot tersebut tidak bisa
motor unit dalam satu otot yang masih terkonduksi saraf, sehingga masih
serabut otot yang terinervasi yang bekerja untuk menggerakkan satu otot,
tersebut tidak bergerak. Bila hal ini terjadi dalam kurun waktu lama, yang akan
terjadi bukan hanya kekuatan otot yang terganggu, tetapi juga akan terjadi
28
pemendekan otot, dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS). Jadi akibat
bekerja, bahkan mungkin tidak ada sama sekali, sehingga kelemahan otot atau
lumpuh sama sekali, dan akan terjadi pemendekan otot, dan pada akhirnya
keterbatasan LGS.
Kardiopulmoner
Hal yang sama juga terjadi bila proses kerusakan selaput myelin terjadi
pada tingkat akar saraf thoracal, karena akan terjadi kelemahan otot-otot
ventilasi juga menurun. Akibat kapasitas vital menurun, kemampuan batuk pun
menjadi berkurang.
29
terhadap posisi paru. Akibat gravitasi juga, otot-otot pernafasan yang sudah
berkurang.
kemampuan ventilasi paru akan sangat besar, yang akan memperburuk kondisi
pasien.
mencapai tulang belakang tingkat thoracal, maka akan terjadi juga gangguan
saraf otonomik simpatik. Bila gangguan selaput myelin mencapai saraf vagus
(salah satu cranial nerves) akan terjadi gangguan parasimpatik. Oleh karena
30
saraf-saraf tepi otonomik berakar dari akar saraf yang keluar dari antara tulang
belakang thoracal dan saraf vagus. Gangguan yang biasanya tampak adalah
hipotensi.
Kecuali gangguan tekanan darah yang naik turun secara tiba-tiba, dan
Sensasi
(sensasi). Gangguan rasa yang dirasakan adalah kesemutan, tebal, rasa terbakar,
ataupun nyeri. Pola penyebarannya tidak teratur dan tidak simetris, bisa berubah
setiap saat. Meskipun gangguan tersebut tidak berbahaya, tetapi gangguan rasa
tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman. Rasa nyeri kadangkala juga terjadi
akibat sebuah sendi tidak digerakkan dalam waktu tertentu. Jadi kadangkala
disebabkan oleh kombinnasi gangguann sensasi dan sendi yang sudah lama
tidak digerakkan.
31
untuk pencegahannya.
Sebanyak 30% kasus GBS dapat mengalami gagal pernapasan, sehingga terapi
suportif yang baik menjadi elemen penting dalam terapi GBS. Umumnya
yang lebih intensif. Penurunan expiratory forced vital capacities < 15 cc/kgBB
profilaksis DVT berupa kaos kaki kompres atau antikoagulan berupa heparin
atau enoxaprin subkutan.14,16,17 Apabila terjadi kelompuhan otot wajah dan otot
menelan, maka perlu dipasang selang NGT untuk dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi dan cairan penderita. Fisioterapi aktif juga diperlukan menjelang masa
a) Terapi fisioterapi
awal, yaitu sejak kondisi pasien stabil. Oleh karena perjalananan penyakit
GBS yang unik, ada dua fase yang perlu diperhatikan dalam memberikan
fisioterapi. Yang pertama adalah fase ketika gejala masih terus berlanjut
hingga berhenti sebelum kondisi pasien terlihat membaik. Pada fase tersebut
pasien membaik. Pada fase ini pengobatan fisioterapi ditujukan pada penguatan
dan pengoptimalan kondisi pasien. Pada fase pertama penekanan pada semua
problem menjadi sangat penting. Sedangkan pada fase kedua hanya problem
kemampuan fungsional.
karenanya sulit memisahkan satu masalah dengan masalah yang lain. Penulis
sesuai dengan penguraian problem di atas supaya lebih detail. Tetapi pada
prakteknya, pemberian fisioterapi tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
baik pada fase pertama maupun kedua oleh karena bukan hanya motorik adalah
masalah utama penderita GBS, tetapi juga skeletal sebagai akibat dari gangguan
kekuatan otot, panjang otot, luas gerak sendi (LGS), tanpa melupakan bahwa
kondisi pasien masih akan terus memburuk dalam waktu maksimal 2 minggu.
Bila panjang otot dan LGS terus terjaga pada fase pertama, fisioterapi
Pada fase pertama, program awal yang bisa diberikan adalah latihan
kondisi kelemahan otot sangat menonjol, latihan pasif harus diberikan; artinya
fase ini, kondisi penderita akan menurun, maka biasanya bantuan yang
menggerakkan anggota tubuh pasien, sehingga tidak ada bagian yang terlewati.
anggota tubuh dari bawah, sehingga akan diakhiri dengan bagian tubuh yang
terkuat. Secara psikis hal ini juga akan sangat membantu motivasi pasien.
gerakan tiap sendi dibuat secara sistematis, sehingga tidak ada gerakan otot
yang tertinggal.
tingkat toleransi pasien terhadap latihan. Jangan sampai pasien dibiarkan terlalu
lelah atau memaksa menggerakkan anggota tubuh, karena akan merusak motor
unit. Berikan kesadaran kepada pasien bahwa pada waktunya ototnya akan
kembali bergerak, asalkan dilakukan gerakan secara rutin. Bagi pasien GBS,
frekuensi latihan seharusnya tidak terlalu tinggi dalam satu sesi, untuk
mencegah kelelahan, mengingat jumlah motor unit yang bekerja hanya terbatas.
sebelumnya. Sasaran utama pada fase ini adalah peningkatan kekuatan otot.
Meskipun demikian latihan yang diberikan masih harus tidak boleh terlalu
berat, karena jumlah motor unit yang aktif terbatas. Program latihan aktif
kekuatan otot.
otot, perlu diingat otot-otot mana saja yang diperlukan dalam beraktivitas, atau
kekuatan otot (MMT- manual muscles testing). Tentu saja pada fase pertama
misalnya tiap minggu, atau tiap 3 hari. Dengan demikian fisioterapis maupun
penderita bisa melihat perkembangan yang terjadi, yang mungkin juga akan
dikatakan semua sendi sudah digerakkan. Hanya perlu diingat bahwa pada fase
pertama, otot penderita GBS biasanya tidak mampu menggerakkan LGS secara
menggerakkan sendi sesuai dengan luas gerak sendi yang normal, minimal yang
fungsional.
sebaiknya juga dilakukan secara sistematis supaya tidak ada yang tertinggal.
sampai 3 kali gerakan sendi oleh fisioterapis dalam LGS maksimal untuk
disepakati sistem apa yang digunakan, posisi penderita dan posisi goniometer
pada setiap sudut pengukuran. Seharusnya tidak akan ada perubahan LGS dari
besar otot juga terpelihara panjangnya. Kecuali beberapa otot yang panjangnya
melewati dua sendi. Untuk otot-otot tersebut, perlu gerakan khusus untuk
sartorius adalah contoh otot yang melewati dua sendi. Otot-otot tersebut penting
bila panjang ototnya tidak terpelihara, maka akan berpengaruh pada aktivitas
Agak sulit membuat pengukuran panjang otot, oleh karena panjang otot
tiap individu akan berbeda tergantung pada aktivitas dan keturunan. Karenanya
untuk mengetahui panjang otot yang normal, secara nalar, berarti fisioterapis
harus tahu penderita sebelum menderita GBS. Kenyataannya hal itu tidak
mungkin terjadi. Sehingga salah satu cara untuk mengetahui panjang otot
cukup untuk kembali melakukan kembali aktivitasnya. Cara lain yang bisa
digunakan adalah membandingkan otot sebelah kiri dan kanan, karena biasanya
bisa dilakukan dengan mudah. Latihan pasif hanya bisa dilakukan dengan
sesuai dengan kapasitas vital, maka pertukaran gas dalam alveoli menjadi
dan diafragma sudah menigkat, maka latihan penguatan harus segera diberikan.
Oleh karena tekanan positif yang diberikan lewat ventilator dan manual
aturan rendah frekuensi dalam satu sesi dan banyak sesi dalam sehari. Ini
berarti harus diberikan kesempatan istirahat cukup bagi penderita diantara sesi
sistem pertahanan, yakni didorong oleh cilia yang kemudian tertelan. Bila
sekresi yang dihasilkan lebih dari normal, atau ada kegagalan kerja cilia, maka
Agar bisa meletupkan batuk yang kuat, seseorang harus bisa menghirup cukup
volume udara.
yang menonjol tidak mampu melakukan batuk yang kuat untuk mengeluarkan
akan menyempit. Ini berarti volume udara yang bisa masuk ke paru berkurang,
Pada fase awal, pada penderita GBS dengan kelemahan otot pernafasan
ekspirasi bisa diperpendek, sehingga kecepatan udara yang keluar pada waktu
sekresi dari saluran pernafasan yang distal ke yang lebih proksimal. Untuk
saturasi penderita agar selalu dalam batas normal. Jelaslah bahwa melatih batuk
saluran pernafasan. Hal ini biasanya bisa terlaksana pada fase ke-dua, ketika
otot-otot pernafasan mulai menguat. Atau pada fase pertama bila kelemahan
Jika terjadi juga gangguan menelan, maka resiko infeksi dada semakin
menjadi lebih besar. Benda tersebut kemudian akan menjadi sumber infeksi
dada. Dalam hal ini ada dua masalah dalam sistem respiratori, yakni benda itu
sediri, dan sekresi yang berlebihan akibat adanya benda asing yang masuk ke
saluran pernafasan. Bila kemampuan pasien untuk batuk kuat, maka pasien
makanan melalui slang yang langsung masuk ke lambung, sehingga tidak perlu
banyak fisioterapi yang bisa dilakukan. Tetapi pada fase ke dua program
fisioterapi yang bisa diberikan adalah segera memberikan latihan batuk, bila
teratasi.
kehancuran selaput myelin mencapai tingkat thoracal atau lebih tinggi, yakni
43
cranial nerves. Pada umumnya gangguann saraf otonnomik tersebut adalah hal
gangguan tersebut antara lain labilnya tekanan darah, keluarnya keringat tidak
input, kemudian tekanann darah meningkat atas pengaruh saraf otonnom. Bila
tekanan darah dari waktu ke waktu. Oleh karena yang diukur adalah tekanan
darah, maka yang dijadikan aturan adalah tekanan darah. Bila memungkinkan
Problem sensasi pada penderita GBS yang muncul adalah rasa terbakar,
kesemutan, rasa tebal atau nyeri. Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk
Secara teori rasa nyeri bisa dikurangi dengan pemberian TNS. Rasa nyeri bisa
tulang belakang beserta otot-otot disekitarnya, rasa nyeri berkurang, maka rasa
nyeri tersebut disebabkan oleh kurangnya gerakan. Tetapi bila rasa nyeri
Jadi bila sesudah peregangan rasa nyeri berkurang, tetapi tidak hilang
sama sekali. Bila rasa nyeri disebabkan oleh kuranngnya gerakan sendi,
tindakan yang bisa dilakukan adalah peregangan lebih lanjut, atau lebih spesifik
bisa dilakukan manipulasi atau mobilisasi pada tulang belakang tertentu. Selain
dekubitus.
b) Terapi bicara
untuk menilai deficit, karena masalah kognitif telah dialporkan pada beberapa
2.9 Prognosis
baik, 2-12% dari mereka meninggal akibat komplikasi yang berkaitan dengan
GBS dan persentase yang signifikan dari penderita sequel motor persisten.
pemulihan yang baik, 15-20% memiliki sisa deficit sedang, dan 1-10% yang
tersisa dengan cacat. Meskipun prevalensi yang tepat tidak pasti, hinggal
46
2.10 Komplikasi
infeksi, trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu,
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny. SS
JenisKelamin :Perempuan
Umur : 17 Tahun
Agama : Budha
Alamat :Walikota
Anamnesa Umum
KeluhanUtama
masih bisa menggerakan kedua kaki dan tangannya sedikit demi sedikit.
Keluhan di mulai dari kaki pada pagi hari. Awalnya kedua kaki terasa
hingga tidak bisa di gerakan. Tidak hanya kaki, tangannya pun juga susah
di gerakan. Pasien juga merasakan baal pada kaki yang menjalar pada
48
tubuh bagian atas.Seminggu kaki kebas dan ada demam selama 2 hari di
sertai batuk dan susah menelan, mual dan muntah di sangkal. Riwayat
trauma di sangkal. BAB tidak ada sejak kemarin dan BAK tidak ada
Riwayat Pengobatan
Disangkal
Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Pemeriksaan Umum
Tanda Vital
TD : 120/80mmHg
Nadi : 64 x/mt,reguler
RR : 24x/menit
Kepala:
Mata :
Thorax :
Paru-paru :
Perkusi : sonor
50
wheezing (-)
Jantung:
Perkusi: redup
Abdomen:
Inspeksi: datar
Perkusi: timpani
Ekstremitas: atrofi (-), odem (-), sianosis (-), gerakan terbatas superior dan
inferior.
B. Status Neurologis
Saraf kranial:
N.II (optikus) : OD OS
OD OS
Ptosis : - -
Eksoftalmus / endoftalmus : - -
Pupil :
Refleks akomodasi : + +
Parase : - -
Nistagmus: - -
N.V (Trigeminal)
Sensibilitas: N. VI : Normal
N. V2 : Normal
N. V3 : Normal
N. VII (Facialis) :
Sensorik khusus
52
N. VIII (vestibulokoklearis)
Suara : normal
N. XI (asesorius)
N XII (hiplogossus)
Deviasi lidah :-
Atrofi :-
Tremor :-
Ataksia :-
Kaku kuduk : -
Kernig sign : -
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Kanan kiri
kanan kiri
eutrofi eutrofi
terbatas terbatas
0/0/0 0/0/0
hipotonus hipotonus
Otot terganggu: - -
- -
Biceps : + + KPR: + +
Triceps: + + APR: + +
Brachioradialis : + +
Lutut: - - - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer: - -
Oppenheim: - -
o sensorik
Suhu:
Stregnosis :
Dapat Dapat Tidak Dapat Tidak Dapat
mengenali mengenali mengenali mengenali
benda benda benda benda
o
Kanan kiri
o Otonom :BAB tidak ada sejak kemarin dan BAK tidak ada sejak
tadi pagi
Pemeriksaan Penunjang
Lengkap 2/3/2021
Bacaan:
RESUME
keempat anggota gerak tidak dapat di gerakan sejak -/+ 1 hari sebelum
bisa menggerakan kedua kaki dan tangannya sedikit demi sedikit. Keluhan di
mulai dari kaki pada pagi hari. Awalnya kedua kaki terasa berat untuk di
pasien pasien merasa kedua kakinya semakin berat hingga tidak bisa di
gerakan. Tidak hanya kaki, tangannya pun juga susah di gerakan. Pasien juga
merasakan baal pada kaki yang menjalar pada tubuh bagian atas. Seminggu
kaki kebas dan ada demam selama 2 hari di sertai batuk dan susah menelan,
mual dan muntah di sangkal. Riwayat trauma di sangkal. BAB tidak ada
kompos mentis, tanda vital dalam batas normal namun suhu badan pasien
mengenali benda.
Diagnosis Neurologi:
Diagnosis Fungsional:
grade 1, Hipestesia
Disabillity : tidak bisa berjalan dan kesulitan melakukan aktivitas sehari- hari
Penatalaksanaan
Ceftriaxone 2 x1 gr/IV
Non medikamentosa:
Prognosis:
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ditemukan pasien mengalami gejala parese yang menjalar dari
tungkai bawah yang bergerak secara progresif ke ekstremitas atas dan disertai dengan
rasa hypoestesia, hal ini memenuhi kriteria penegakan diagnosis secara klinis suatu
GBS yakni ascending paralysis yang mana hal ini disebabkan karena adanya infeksi
virus atau bakteri tertentu yang menyerang sistem saraf perifer yang memicu
terjadinya auto imun terhadap sistem saraf perifer yang mekanismenya belum
myelin merupakan suatu selubung saraf yang berfungsi sebagai media yang
selubung myelin, diamana apabila terjadi proses ini maka aliran saraf tidak akan
berjalan dan otot target saraf perifer tidak akan mendapatkan inervasi yang berguna
untuk proses pergerakan dan koordinasi gerak otot. Selain itu pada anamnesis
didapatkan pasien sempat mengalami demam, batuk dan nyeri saat menelan yang
kemungkinan pasien mengalami Tonsilitis, sesuai dengan teori bahwa GBS biasanya
didahului oleh suatu infeksi pernapasan sebagai faktor predisposisi terjadinya. Virus
maupun bakteri dari infeksi saluran pernapasan inilah yang menyebabkan terjadinya
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bahwa pasien ini terjadi hiporefleks
dan hipoastesia hal ini menunjukkan bahwa kelainan neurologis ini terdapat pada
lower motor neuron yang mana menyerang saraf perifer. Dimana lesi lower motor
merupkan suatu kelainan neurologis yang menyerang sistem saraf perifer yang mana
termasuk dalam lower motor neuron. Selain, pada pemeriksaan fisik ditemukan juga
pada pasien leukositosis pada pemeriksaan darah lengkap, hal ini menjelaskan bahwa
pasien sedang dalam suatu proses infeksi. Seperti yang diketahui bahwa faktor
predisposisi utama terjadinya GBS ialah suatu proses infeksi yang mana
menyebabkan timbulnya suatu proses autoimun terhadap sistem saraf perifer sehingga
BAB V
PENUTUP
yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan
dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan
bersifat simetris dan asendens yang biasanya terjadi dalam 1-3 minggu dan
Pada sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau
bisa terjadi paralisis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot – otot pernafasan
dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat
megakan diagnosis lebih dini akan memberikan prognosis yang lebih baik.
aritmia.
64
DAFTAR PUSTAKA