Disusun Oleh :
1. Dwi Wahyu Imam S (108118026)
2. Annisa Fatimatul Z (108118027)
3. Intan Nilawati (108118029)
4. Ratna Komala D (108118030)
5. Sundari (108118031)
6. Sindi Yulia I (108118032)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai .Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................7
A. Pengertian.................................................................................................................7
B. Etiologi......................................................................................................................8
C. Manifestasi klinis....................................................................................................10
D. Klasifikasi Gualaine Barre Syndrom...................................................................10
E. Patofisiologi.............................................................................................................11
F. Pathway...................................................................................................................17
G. Komplikasi............................................................................................................18
H. Penatalaksanaan...................................................................................................18
I. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................21
J. Pengkajian..............................................................................................................23
K. Analisa Data...........................................................................................................27
L. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................27
M. Intervensi Dan Rasional.......................................................................................28
N. Evaluasi...................................................................................................................32
BAB III..................................................................................................................................33
PENUTUP..........................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Guillain Barre syndrome?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gullaine Barre Syndrom (GBS) adalah gangguan yang jarang di tubuh anda,
sistem kekebalan tubuh menyerang saraf Anda. GBS adalah penyakit yang biasanya
terjadi satu atau dua minggu setelah infeksi virus ringan seperti sakit tenggorokan,
bronkitis, atau flu, atau setelah vaksinasi atau prosedur bedah. Untungnya, GBS
relatif jarang terjadi, hanya mempengaruhi 1 atau 2 orang per 100.000. Kelemahan
dan mati rasa di kaki biasanya merupakan gejala pertama. Sensasi ini dapat dengan
cepat menyebar, akhirnya melumpuhkan seluruh tubuh.
Parry mengatakan bahwa, Gullaine Barre Syndrom adalah suatu polineuropati
yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu
setelah infeksi akut. Menurut Bosch, Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks,
dan nervus kranialis (Japardi, 2002).
Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu kelompok heterogen dari proses
yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem
imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya
disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan
suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang
simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik
ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun
murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan
nafas sehingga mengancam jiwa (Judarwanto, 2009).
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain
Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang
menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila
parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang
menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.
Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang
sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf. Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis,
Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit autoimun neurologis yang
mana penyakit ini timbul dikarenakan sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap saraf, sehingga terjadi kerusakan pada saraf itu sendiri. Kasus GBS dapat
berkembang setelah infeksi (misalnya gangguan sistem pernapasan atas atau penyakit
system pencernaan). Hal ini terjadi ketika tubuh membuat antibodi untuk melindungi
diri melawan invasi bakteri atau virus. Namun, bakteri dan virus tertentu memiliki
penutup protein yang menyerupai beberapa protein yang normal pada selubung yang
membungkus saraf (selubung mielin) sehingga dapat mengakibatkan sistem
kekebalan tubuh menyerang saraf itu sendiri. Guillain-Bare terjadi dengan frekuensi
yang sama pada kedua jenis kelamin dan pada semua ras. Puncak yang agak tinggi
terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada
setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyakit febris ringan
2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau
gastrointestinal 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologi. Pada
beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinansi atau pembedahan. Hal ini juga
dapat diakibatkan oleh infeksi virus perifer, reaksi imun dan beberapa proses lain,
atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus
menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf perifer. Meilen merupakan
substansi yang ada disekitar atau menyelimuti akson- akson saraf dan berperan
penting pada transmisi impuls saraf.
B. Etiologi
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih
belum dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak
kasus, penyakit ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti infeksi
saluran pernafasan dan saluran pencernaan. GBS sering sekali berhubungan dengan
infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini
sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul
seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi
pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-
Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan
segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.
Kondisi yang khas adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang
terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral.
Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV),
HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling
sering oleh Campylobacter jejuni. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data
bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun.
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai
beberapa minggu sebelum onset. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
Infeksi
vaksin
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Diare
Peradangan saluran nafas atas
Kelelahan
Demam
Kehamilan/ dalam masa nifas
Penyakit sistematik:
- Keganasan
- Systemic Lupus Erythematosus
- Tiroiditis
- Penyakit Addison
C. Manifestasi klinis
Sulit dideteksi pada awal kejadian, biasanya : Gejala berupa flu, demam, headache,
pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah. Selang 1-4 minggu, sering muncul
gejala berupa :
1. Paraestasia (rasa baal, kesemutan)
2. Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)
3. Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola mata, mimic
wajah, bicara,
4. Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)
5. Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
6. Gangguan frekuensi jantung
7. Ganggua irama jantung
8. Gangguan tekanan darah
9. Gangguan proprioseptive dan persepsi terhadap tubuh diikuti rasa nyeri pada
bagian punggung dan daerah lainnya.
Degenerasi myelin dari serabut saraf motorik dan sensorik, mirip dengan AMAN
hanya tipe ini juga mempengaruhi sensorik, seringkali terdapat pada dewasa.
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflaxia dan
oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 1-3 bulan.
Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi sistem simpatis dan
parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, hipertensi, disaritmia),
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, kekeringan pada mata dan
anhidrosis, penyembuhan bertahap dan tidak sempurna, sering dijumpai juga
gangguan sensorik.
E. Patofisiologi
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS/SGB terjadi dan
dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah
bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu
penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun.
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan
limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai
pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah
susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda
asing.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat
mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk
merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari
seluruh bagian tubuh Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan
organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan
selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu
sendiri. Terdapatsejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba
menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan
bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah
keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai
sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel
imun,sepertihalnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T
yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi
melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksidari
myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis;
berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu
selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang
terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan.Sebagai contoh,sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada
kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini,transmisi sinyal akan
semakin lambat.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla
spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri darisaraf kranialis
dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla
spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat
diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan
sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang
bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBSdikenal sebagai
neuropati perifer.
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila
selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal
saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi
abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipedemyelinasi; dan prosesnya sendiri
dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2.
Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa
lapis.
Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi
sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila
akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih
lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol
oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki
prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang
panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada
penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf.
Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun,
saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan
pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang
mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan
dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga.
2. Plasmaferesis
3. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi bagian dari perhatian pad pasien dengan
SGB. Nyeri otot hebat biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan
otot. Unit stimulasi listrik transkutan dapat berguna pada beberapa orang.
Setelah itu nyeri merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan
penyembuhan sementara. Nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan
4 pagi, mencegah tidur, dan narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada
malam hari jika pasien tidak mengkompensasi secara marginal karena narkotik
dapat meningkatkan gagal pernafasan. Dalam kasus ini, pasien biasanya
diintubasi dan kemudian diberikan narkotik.
4. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan
per oral, dapat dipasang selang peroral. Selang makan, bagaimana pun,
dapatmenyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan
dengan cermat oleh dokter dan perawat.
5. Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan
ini,terutama karena nyeri tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang
memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol lingkungan yang cermat (mis,
mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat membantu
untuk meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien
yang mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat
ketakutan sendiri pada malam hari, karena ketakutan tidak mampu mendapat
bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau lampu pemanggil
sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal
rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan.
6. Dukungan emosional
Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal tulang
belakang di daerah (lumbar. Cairan cerebrospinal kemudian diuji untuk jenis
tertentu perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang memiliki sindrom
Guillain-Barre. Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni
meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis
(peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total
protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan
lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan
menjadi sangat tinggi. Jika memiliki GBS, tes ini dapatmenunjukkan peningkatan
jumlah protein dalam cairan tulang belakangtanpa tanda infeksi lain.
b. Pemeriksaan Darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal
dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia
jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara
anemia bukanlah salah satu gejala. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas
antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM,
akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan.
Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan
adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena
virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.
c. Elektrokardiografi(EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia.
GelombangT akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase
QRS kadang dijumpai, namun tidaksering.
e. Pemeriksaan patologianatomi
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya
infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada
fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama
dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat
Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf
motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root,
saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel
mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung,
dan organ lainnya.
J. PENGKAJIAN
1. Identitas
1.1 identitas klien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Alamat
e. Suku/ bangsa
f. Agama
g. Pendidikan
h. Pekerjaan
1.2 Identitas wali
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Alamat
e. Hubungan dengan klien
2. Riwayat kesehatan
2.1 Riwayat keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering diungkapkan klien adalah kelemahan otot
baik kelemahan fisik secara umum maupun lokal.
2.2 Riwayat kesehatan terdahulu
Tanyakan pada klien penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang
meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, infeksi gastrointestinal, dan
tindakan bedah saraf.
Tanyakan pada klien obat-obat yang sering digunakan seperti obat
kortikosteroid, pemakaian obat antibiotik dan reaksinya.
2.3 Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian klien GBS biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan proses demielinisasi. Keluhan tersebut diantaranya gejala-gejala
neurologis diawali dengan parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot
kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot
wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang
lengkap.
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan merupakan
komplikasi yang paling berat dari GBS adalah gagal napas. Melemahnya otot
pernapasan membuat klien dengan gangguan ini beresiko lebih tinggi
terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang. Disfagia juga dapat
timbul mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstremitas atas dan
bawah hampir sama seperti keluhan klien yang terdapat pada klien stroke.
Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi kardiovaskular, yang
memungkinkan terjadinya gangguan sistem saraf otonom pada klien GBS
yang dapat mengakibatkan distritmia jantung atau perubahan drastis yang
mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.
2.4 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada keluarga klien apakah ada anggota yang pernah mengalami
gangguan kesehatan yang sama dengan klien, dan tanyakan pula apakah ada
anggota keluarga yang pernah menggalami gangguan ISPA ataupun yang
lainnya.
3. Pemeriksaan fisik (data dasar pengkajian klien)
3.1 Aktivitas /istirahat
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya
dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang
cepat kerah atas.
Tanda : kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris)
Cara berjalan tidak mantap
3.2 Sirkulasi
Tanda :Perbahan tekanan darah (hipotensi dan hipertensi).
Disritmia, takikardia/bradikardia
Wajah kemerahan,diaforesis.
3.3 Integritas ego
Gejala :Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang
dihadapi
Tanda :Tampak takut dan binggung.
3.4 Eliminai
Gejala :Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda :kelemahan pada otot-otot abdomen .
Hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfinger.
3.5 Makanan/ cairan
Gejala :Kesulitan dalam mengunyah dan menelan
Tanda : Gangguan pada refleks menelan
3.6 Neurosenori
Gejala :
Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan
selanjutnya terus naik (distribusi stoking atau sarung tangan).
Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi nyeri, sensasi
tubuh.
Perubahan dalam ketajaman penglihatan.
Tanda :
Hilangnya atau menurunnya refleks tendon dalam.
Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan
Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata
(keterlibatan saraf karnil).
Kehilangan kemampuan untuk berbicara.
3.7 Nyeri/kenyamanan
Gejala :Nyeri tekan otot; seperti terbakar, mengganggu, sakit nyeri (terauma
pada bahu, pelvis pinggang, punggung dan bokong). Hipersensitif
terhadap sentuhan
3.8 Pernapasan
Gejala : Kesulitan dalam bernapas, napas pendek
Tanda : Pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, apnea,
penurunan/hilangnya bunyi napas. Menurunnya kapasitas vital paru-paru
Pucat/sianosis. Gangguan refleks gag/ menelan/ batuk.
3.9 Keamanan
Gejala : Infeksi virus nonspesivik (seperti, infeksi saluran pernafasan atas)
kira-kira 2 minggu sebelum munculnya tanda serangan. Adanya riwayat
terkena herpes zoster, sitomegalovirus
Tanda : Suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu
lingkungan). Penurunan kekuatan/tonus otot, paralisis atau parestesia.
3.10 Interaksi sosial
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi.
4. Pemeriksaan penunjang
a) Pungsi lumbal berurutan: memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan
normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan
protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut
tidak akan tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan
pemeriksaan seri pungsi lumbal (perlu diulang untuk beberapa kali).
b) Elektromiografi: hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan
sindrom yang timbul. Kecepatan konduksi syaraf diperlambat pelan.
Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya
terjadi pada fase akhir.
c) Darah lengkap: terlihat adanya leukositosis pada fase awal
d) Foto ronsen: dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari
gangguan pernafasan, seperti atelektasis dan pnemonia.
e) Pemeriksaan fungsi paru: dapat menunjukkan adanya penurunan kapasitas
vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.
K. ANALISA DATA
Diagnosa keperawatan Data subjektif Data objektif
Pola napas tidak efektif Klien mengatakan sesak Menggunakan otot
berhubungan dengan bantu napas
melemahnya otot-otot Penurunan
pernapasan kapasitas paru-paru
Ketidakefektifan bersihan Klien mengatakan sesak Sianosis
jalan napas berhubungan Kesulitan berbicara
dengan akumulasi sekret.
Resiko pemenuhan nutrisi Klien mengatakan susah Tonus oto buruk
kurang dari kebutuhan menelan dan mengunyah Kelemahan otot yang
tubuh berhubunga dengan berfungsi untuk
kesulitan menggunyah, menelan atau
dan menelan mengunyah
Kerusakan mobilitas fisik Klien mengatakan Perubahan cara
berhubungan dengan tubuhnya terasa lemah berjalan
kerusakan neuromuskular Hilangnya kontrol
motorik halus
Ansietas berhubungan Klien mengatakan Kelemahan
dengan prognosis yang merasa cemas Kesulitan bernafas
jelek. Hipertensi
Wajah kemerahan
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan melemahnya otot-otot pernapasan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan menggunyah, dan menelan
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
5. Ansietas berhubungan dengan prognosis yang jelek.
N. EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan pola napas
2. Mempertahankan bersihan jalan napas
3. Mempertahankan pemenuhan nutrisi
4. Mobilitas fisik klien kembali normal
5. Klien tidak mengalami ansietas /kecemasan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang menimbulkan
peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang
membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari
penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat menyebar
menimbulkan kelumpuhan.
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih belum
dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak kasus, penyakit
ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti infeksi saluran pernafasan dan
saluran pencernaan.
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini
adalah melalui mekanisme imunlogi.
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem
imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai
penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme
pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang
mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.
B.Saran
Disarankan kepada seluruh masyarakat setelah menegetahui apa yang dimaksud
dengan penyakit Guillaine Barre Syndrom dapat mengerti bahwa penyakit ini cukup
berbahaya. Sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila menemui orang
dengan gejala yang telah dijabarkan.
DAFTAR PUSTAKA