Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

GANGGUAN SISTEM IMUN


“ASUHAN KEPERAWATAN GUILLAIN BARRE SYNDROME (GBS)”

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu


Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen : Dewi Prasetiyani, M. Kep

Disusun Oleh :
1. Dwi Wahyu Imam S (108118026)
2. Annisa Fatimatul Z (108118027)
3. Intan Nilawati (108118029)
4. Ratna Komala D (108118030)
5. Sundari (108118031)
6. Sindi Yulia I (108118032)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TK 2 A


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai .Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cilacap, 27 April 2020

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................7
A. Pengertian.................................................................................................................7
B. Etiologi......................................................................................................................8
C. Manifestasi klinis....................................................................................................10
D. Klasifikasi Gualaine Barre Syndrom...................................................................10
E. Patofisiologi.............................................................................................................11
F. Pathway...................................................................................................................17
G. Komplikasi............................................................................................................18
H. Penatalaksanaan...................................................................................................18
I. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................21
J. Pengkajian..............................................................................................................23
K. Analisa Data...........................................................................................................27
L. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................27
M. Intervensi Dan Rasional.......................................................................................28
N. Evaluasi...................................................................................................................32
BAB III..................................................................................................................................33
PENUTUP..........................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guillain Bare’ Syndrom ( GBS) Adalah syndrom klinis yang ditunjukkan


oleh awutan akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses
penyakit mencakup demielinasi dan degenasi selaput myelin dari saratf perifer dan
kranial. Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon alergi atau respon auto imun sangat
mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa syindrom tersebut
menpunyai asal virus, tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sampai sejauh ini.
Guillain Bare’ terjadi dengan frekwensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan
pada semua ras. Puncak yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun,
tetapi mungkin bisa berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari
korban mempunyai penyalit febris ringan 2 sampai 3 minggu sebelum awitan, infeksi
febris biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal. 
Sindroma Guillain-Barre (SGB) mempunyai banyak sinonim, antara lain
polyneuritis akut pasca-infeksi, polineuritis akut toksik, polyneuritis febril, poli
radikulopati dan acute ascending paralysis. Ditandai dengan kelemahan motorik
progresif dan arefleksia. Biasanya juga disertai dengan abnormalitas fungsi sensorik
otonom dan batang otak. Gejala-gejala tersebut biasanya adalah gejala yang
mengikuti demam dan atau penyakit yang disebabkan oleh virus.
            Penjelasan mengenai suatu penyakit ini pertama kali dipublikasikan oleh
Landry pada tahun 1859. Oster menguraikannya lebih detil dengan apa yang ia sebut
sebagai febril polyneuritis pada tahun 1892. Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan
Strohl memperluas deskripsi klinis SGB dan pertama sekali mengemukakan
penilaian melalui cairan serebrospinal (CSF), disosiasi albinositologik (peningkatan
protein CSF terhadap hitung sel CSF normal ). Penilaian CSF digabungkan dengan
gejala-gejala klinis tertentu, akan mengarah kepada poliradiopati demielinisasi yang
membedakannya dengan poliomyelitis dan neuropati lainnya.
Sistem kekebalan tubuh seharusnya membentengi tubuh dari serangan virus
atau bakteri. Tapi jika sistem kekebalan tubuh malah menjadi musuh dan menyerang
saraf sendiri bisa memicu terjadinya sindrom Guillain Barre yang mengakibatkan
kelumpuhan. Guillain Barre syndrome adalah gangguan yang jarang terjadi karena
sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf. Gejala pertama yang dirasakan
adalah kelemahan yang ekstrim dan disertai dengan mati rasa. Sensasi ini dengan
cepat menyebar dan bisa mengakibatkan kelumpuhan seluruh tubuh. Dalam sindrom
Guillain Barre, sistem kekebalan tubuh yang biasanya hanya menyerang benda asing
atau mikroorganisme mulai menyerang saraf-saraf yang membawa sinyal antara
tubuh dan otak. Akibatnya pelindung saraf (selubung myelin) menjadi rusak dan
mengganggu proses signaling yang menyebabkan kelemahan, mati rasa (baal) atau
kelumpuhan. Penyebab pasti dari penyakit ini belum dapat diketahui, tetapi
seringkali didahului oleh penyakit menular seperti infeksi pernapasan atau flu perut.
Kondisi ini jarang sekali terjadi dan diperkirakan hanya mempengaruhi 1-2 orang per
1.000. Meskipun tidak ada obat yang bisa menyembuhkan, tapi beberapa perawatan
dapat meringankan gejala dan mengurangi penyakitnya.
Pada beberapa orang gejala mulai terasa di lengan atau wajah dan selama
gangguan berlangsung otot bisa menjadi lemah hingga berkembang pada
kelumpuhan di tungkai, lengan atau gangguan pada otot pernapasan. Contoh
penderita penyakit ini seperti yang dialami Andy Griffith, seorang aktor senior
Hollywood kelahiran 1 Juni 1926. Sebelumnya Andy tidak menyangka dirinya akan
terkena penyakit yang sangat langka. Hingga akhirnya sang dokter memvonis ia
menderita Guillain Barre Syndrome. Andy sebelumnya sudah merasakan penyakit
yang dideritanya agak aneh. Saat tubuhnya dalam kondisi baik, gejala flu yang
dialaminya berganti menjadi rasa sakit yang mengerikan dan seperti rasa membakar
yang memantul ke seluruh tubuh. Selama empat hari dokter tidak ada yang tahu
mengenai penyakit yang diderita Andy. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap
tulang belakang, dokter berhasil menemukan penyakit Andy yaitu ia menderita
Guillain Barre Syndrome.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Guillain Barre syndrome?

2. Apa etiologi dari Guillain Barre syndrome?

3. Bagaimana manifestasi klinis dari Guillain Barre syndrome?

4. Apa saja klasifikasi Guillain Barre syndrome.

5. Bagaimana patofisiologi dari Guillain Barre syndrome?

6. Bagaimana penatalaksanaan Guillain Barre syndrome?

7. Bagaimana asuhan keperawatan Guillain Barre syndrome.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Guillain Barre syndrome.

2. Untuk mengetahui etiologi dari Guillain Barre syndrome.

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Guillain Barre syndrome.

4. Untuk mengetahui klasifikasi Guillain Barre syndrome.

5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Guillain Barre syndrome.

6. Untuk mengetahui pentalaksanaan dari Guillain Barre syndrome.

7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Guillain Barre syndrome.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Gullaine Barre Syndrom (GBS) adalah gangguan yang jarang di tubuh anda,
sistem kekebalan tubuh menyerang saraf Anda. GBS adalah penyakit yang biasanya
terjadi satu atau dua minggu setelah infeksi virus ringan seperti sakit tenggorokan,
bronkitis, atau flu, atau setelah vaksinasi atau prosedur bedah. Untungnya, GBS
relatif jarang terjadi, hanya mempengaruhi 1 atau 2 orang per 100.000. Kelemahan
dan mati rasa di kaki biasanya merupakan gejala pertama. Sensasi ini dapat dengan
cepat menyebar, akhirnya melumpuhkan seluruh tubuh.
Parry mengatakan bahwa, Gullaine Barre Syndrom adalah suatu polineuropati
yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu
setelah infeksi akut. Menurut Bosch, Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks,
dan nervus kranialis (Japardi, 2002).
Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu kelompok heterogen dari proses
yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem
imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya
disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan
suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang
simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik
ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun
murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan
nafas sehingga mengancam jiwa (Judarwanto, 2009).
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain
Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang
menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila
parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang
menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.
Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang
sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf. Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis,
Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit autoimun neurologis yang
mana penyakit ini timbul dikarenakan sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap saraf, sehingga terjadi kerusakan pada saraf itu sendiri. Kasus GBS dapat
berkembang setelah infeksi (misalnya gangguan sistem pernapasan atas atau penyakit
system pencernaan). Hal ini terjadi ketika tubuh membuat antibodi untuk melindungi
diri melawan invasi bakteri atau virus. Namun, bakteri dan virus tertentu memiliki
penutup protein yang menyerupai beberapa protein yang normal pada selubung yang
membungkus saraf (selubung mielin) sehingga dapat mengakibatkan sistem
kekebalan tubuh menyerang saraf itu sendiri. Guillain-Bare terjadi dengan frekuensi
yang sama pada kedua jenis kelamin dan pada semua ras. Puncak yang agak tinggi
terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada
setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyakit febris ringan
2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau
gastrointestinal 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologi. Pada
beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinansi atau pembedahan. Hal ini juga
dapat diakibatkan oleh infeksi virus perifer, reaksi imun dan beberapa proses lain,
atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus
menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf perifer. Meilen merupakan
substansi yang ada disekitar atau menyelimuti akson- akson saraf dan berperan
penting pada transmisi impuls saraf.
B. Etiologi

Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih
belum dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak
kasus, penyakit ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti infeksi
saluran pernafasan dan saluran pencernaan. GBS sering sekali berhubungan dengan
infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini
sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul
seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi
pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-
Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan
segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.
Kondisi yang khas adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang
terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral.
Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV),
HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling
sering oleh Campylobacter jejuni. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data
bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun.
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai
beberapa minggu sebelum onset. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
 Infeksi
 vaksin
 Infeksi
 Vaksinasi
 Pembedahan
 Diare
 Peradangan saluran nafas atas
 Kelelahan
 Demam
 Kehamilan/ dalam masa nifas
 Penyakit sistematik:
- Keganasan
- Systemic Lupus Erythematosus
- Tiroiditis
- Penyakit Addison

C. Manifestasi klinis

Sulit dideteksi pada awal kejadian, biasanya : Gejala berupa flu, demam, headache,
pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah. Selang 1-4 minggu, sering muncul
gejala berupa :
1. Paraestasia (rasa baal, kesemutan)
2. Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)
3. Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg  ganguan gerak bola mata, mimic
wajah, bicara,
4. Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)
5. Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
6. Gangguan frekuensi jantung
7. Ganggua irama jantung
8. Gangguan tekanan darah
9. Gangguan proprioseptive dan persepsi terhadap tubuh diikuti rasa nyeri pada
bagian punggung dan daerah lainnya.

D. Klasifikasi Gualaine Barre Syndrom

1. Acute inflammatory demyelinnating polyradiculoneuropathy (AIDP)


Mediasi oleh antibody, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri sebelumnya, gambaran
elektrofisiologi berupa remenilisasi muncul setelah reaksi imun berakhir, merupakan
SGB yang sering dijumpai di Eropa dan Amerika.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)


Bentuk murni dari neuropathy axonal, 67% pasien seropositif untuk
Campylobacteriosis, elektrofisiologi menunjukkan absen/turunnya saraf motorik dan
saraf sensorik, penyembuhan lebih cepat, sering terjadi pada anak, merupakan tipe
SGB yang sering di Cina dan Jepang.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Degenerasi myelin dari serabut saraf motorik dan sensorik, mirip dengan AMAN
hanya tipe ini juga mempengaruhi sensorik, seringkali terdapat pada dewasa.

4. Miller Fisher Syndrome

Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflaxia dan
oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 1-3 bulan.

5. Acute Panautonomic Neuropathy

Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi sistem simpatis dan
parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, hipertensi, disaritmia),
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, kekeringan pada mata dan
anhidrosis, penyembuhan bertahap dan tidak sempurna, sering dijumpai juga
gangguan sensorik.

E. Patofisiologi
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS/SGB terjadi dan
dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah
bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu
penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun.

Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan
limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai
pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah
susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda
asing.

Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan


kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi
ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin, bahkan kadang kadang juga
dapat terjadi destruksi pada axon.
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin.
Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh
antigen tersebut.

Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat
mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk
merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari
seluruh bagian tubuh Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan
organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan
selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu
sendiri. Terdapatsejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba
menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan
bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah
keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai
sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel
imun,sepertihalnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T
yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi
melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksidari
myelin.

Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis;
berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu
selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang
terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan.Sebagai contoh,sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada
kecepatan lebih dari 50 km/jam.

Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini,transmisi sinyal akan
semakin lambat.

Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi


terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun
virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta
merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada
saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan
mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil
myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada
waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring
dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara
bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal
melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal
ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan. Untungnya, fase ini bersifat
sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan
berhenti dan pasien akan kembali pulih.

Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla
spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri darisaraf kranialis
dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla
spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat
diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).

Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan
sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang
bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBSdikenal sebagai
neuropati perifer.

GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila
selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal
saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi
abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipedemyelinasi; dan prosesnya sendiri
dinamai demyelinasi primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2.
Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa
lapis.

Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi
sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila
akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih
lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol
oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki
prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang
panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada
penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf.
Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun,
saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:


1. Fase progresif 
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai
gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri,
kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi
tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan
mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi
secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi
resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta
gejala.
2. Fase plateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati
baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama
dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada.
Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus,
serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang
meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses
penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien
langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain
mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase
penyembuhan.
3. Fase penyembuhan 
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan
penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan
saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal,
serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal.
Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama
fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu
bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala
ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan
tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
F. Pathway
G. Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau
paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini
membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5%
penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif.
Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa
ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan
atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi
yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat. Dengan
penatalaksanaanrespirasiyanglebihmodern,komplikasiyanglebihsering terjadi lebih
diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:

1. Gagal nafas, dengan ventilasimekanik


2. Aspirasi
3. Paralisis otot persisten
4. Hipo ataupunhipertensi
5. Tromboemboli, pneumonia,ulkus
6. Aritmiajantung
7. Retensiurin
8. Masalah psikiatrik, seperti depresi danansietas
9. Nefropati, pada penderita anak
10. Ileu

H. Penatalaksanaan

Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan
pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang
mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan
dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga.

1.  Dukungan pernafasan dan kardiovaskuler

Jika vaskulatur pernafasan terkena, maka mungkin dibutuhkan ventilasi


mekanik. Mungkin perlu dilakukan trakeostomi jika pasien tidak dapat disapih
dari ventilator dalam beberapa minggu. Gagal pernafasan harus diantisipasi
sampai kemajuan gangguan merata, karena tidak jelas sejauh apa paralisis akan
terjadi.  Jika sistem saraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan
drastis dalam tekanan darah (hipotensi dan hipertensi) serta frekuensi jantung
akan terjadi dan pasien harus dipantau dengan ketat. Pemantauan jantung akan
memungkinkan disritmia teridentifikasi dan diobati dengan depat. Gangguan
sistem saraf otonom dapat dipicu oleh Valsava maneuver, batuk, suksioning, dan
perubahan posisi, sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan dengan sangat
hati-hati.

2.  Plasmaferesis

Plasmaferesis dapat digunakan baik untuk SGB maupun miastenia gravis


untuk menyingkirkan antibodi yang membahayakan dari plasma. Plasma pasien
dipisahkan secara selektif dari darah lengkap, dan bahan-bahan abnormal
dibersihkan atau plasma diganti dengan yang normal atau dengan pengganti
koloidal. Banyak pusat pelayanan kesehatan mulai melakukan penggantian
plasma ini jika didapati keadaan pasien memburuk dan akan kemungkinan tidak
akan dapat pulang kerumah dalam 2 minggu.

3. Penatalaksanaan nyeri

Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi bagian dari perhatian pad pasien dengan
SGB. Nyeri otot hebat biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan
otot. Unit stimulasi listrik transkutan dapat berguna pada beberapa orang.
Setelah itu nyeri merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan
penyembuhan sementara. Nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan
4 pagi, mencegah tidur, dan narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada
malam hari jika pasien tidak mengkompensasi secara marginal karena narkotik
dapat meningkatkan gagal pernafasan. Dalam kasus ini, pasien biasanya
diintubasi dan kemudian diberikan narkotik.

4.  Nutrisi
Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan
per oral, dapat dipasang selang peroral. Selang makan, bagaimana pun,
dapatmenyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan
dengan cermat oleh dokter dan perawat.

5. Gangguan tidur

Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan
ini,terutama karena nyeri tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang
memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol lingkungan yang cermat (mis,
mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat membantu
untuk meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien
yang mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat
ketakutan sendiri pada malam hari, karena ketakutan tidak mampu mendapat
bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau lampu pemanggil
sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal
rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan.

6. Dukungan emosional

Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada


pasien dan keluarga sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang
teratur tentang intervensi dan kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus
diperbolehkan untuk membuat keputusan sebanyak mungkin sepanjang
perjalanan pemulihan.  Kadang pasien seperti sangat sulit untuk dirawat karena
mereka membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat menggunakan bel
pemanggil secara berlebihan jika merasa tidak aman. Perawat harus
mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu
lebih banyak bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat
memberikan pasien dan keluarga rasa aman, mengetahui bahwa ada seseorang
yang dapat menjadi sumber informasi dengan konsisten. Pertemuan tim dengan
pasien dan keluarga harus dilakukan secara.
I. Pemeriksaan Diagnostik

a. Spinal tap (tusuk lumbalis)/(lumbarpuncture)

Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal tulang
belakang di daerah (lumbar. Cairan cerebrospinal kemudian diuji untuk jenis
tertentu perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang memiliki sindrom
Guillain-Barre. Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni
meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis
(peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total
protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan
lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan
menjadi sangat tinggi. Jika memiliki GBS, tes ini dapatmenunjukkan peningkatan
jumlah protein dalam cairan tulang belakangtanpa tanda infeksi lain.

Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)


Manifestasi elektro fisiologis yang khas dari GBSterjadiakibat demyelinasi saraf,
antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal)
dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian
proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90%
kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60%normal.

EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai


degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala,
sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya
aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta
disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang
lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan
yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari
3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasiEMG

b. Pemeriksaan Darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal
dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia
jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara
anemia bukanlah salah satu gejala. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas
antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM,
akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan.
Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan
adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena
virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.

c. Elektrokardiografi(EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia.
GelombangT akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase
QRS kadang dijumpai, namun tidaksering.

d. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)


Menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).

e. Pemeriksaan patologianatomi
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya
infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada
fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama
dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat
Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf
motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root,
saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel
mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung,
dan organ lainnya.
J. PENGKAJIAN
1. Identitas
1.1 identitas klien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Alamat
e. Suku/ bangsa
f. Agama
g. Pendidikan
h. Pekerjaan
1.2 Identitas wali
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Alamat
e. Hubungan dengan klien
2. Riwayat kesehatan
2.1 Riwayat keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering diungkapkan klien adalah kelemahan otot
baik kelemahan fisik secara umum maupun lokal.
2.2 Riwayat kesehatan terdahulu
Tanyakan pada klien penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang
meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, infeksi gastrointestinal, dan
tindakan bedah saraf.
Tanyakan pada klien obat-obat yang sering digunakan seperti obat
kortikosteroid, pemakaian obat antibiotik dan reaksinya.
2.3 Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian klien GBS biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan proses demielinisasi. Keluhan tersebut diantaranya gejala-gejala
neurologis diawali dengan parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot
kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot
wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang
lengkap.
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan merupakan
komplikasi yang paling berat dari GBS adalah gagal napas. Melemahnya otot
pernapasan membuat klien dengan gangguan ini beresiko lebih tinggi
terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang. Disfagia juga dapat
timbul mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstremitas atas dan
bawah hampir sama seperti keluhan klien yang terdapat pada klien stroke.
Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi kardiovaskular, yang
memungkinkan terjadinya gangguan sistem saraf otonom pada klien GBS
yang dapat mengakibatkan distritmia jantung atau perubahan drastis yang
mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.
2.4 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada keluarga klien apakah ada anggota yang pernah mengalami
gangguan kesehatan yang sama dengan klien, dan tanyakan pula apakah ada
anggota keluarga yang pernah menggalami gangguan ISPA ataupun yang
lainnya.
3. Pemeriksaan fisik (data dasar pengkajian klien)
3.1 Aktivitas /istirahat
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya
dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang
cepat kerah atas.
Tanda : kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris)
Cara berjalan tidak mantap
3.2 Sirkulasi
Tanda :Perbahan tekanan darah (hipotensi dan hipertensi).
Disritmia, takikardia/bradikardia
Wajah kemerahan,diaforesis.
3.3 Integritas ego
Gejala :Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang
dihadapi
Tanda :Tampak takut dan binggung.
3.4 Eliminai
Gejala :Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda :kelemahan pada otot-otot abdomen .
Hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfinger.
3.5 Makanan/ cairan
Gejala :Kesulitan dalam mengunyah dan menelan
Tanda : Gangguan pada refleks menelan
3.6 Neurosenori
Gejala :
Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan
selanjutnya terus naik (distribusi stoking atau sarung tangan).
Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi nyeri, sensasi
tubuh.
Perubahan dalam ketajaman penglihatan.
Tanda :
Hilangnya atau menurunnya refleks tendon dalam.
Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan
Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata
(keterlibatan saraf karnil).
Kehilangan kemampuan untuk berbicara.
3.7 Nyeri/kenyamanan
Gejala :Nyeri tekan otot; seperti terbakar, mengganggu, sakit nyeri (terauma
pada bahu, pelvis pinggang, punggung dan bokong). Hipersensitif
terhadap sentuhan
3.8 Pernapasan
Gejala : Kesulitan dalam bernapas, napas pendek
Tanda : Pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, apnea,
penurunan/hilangnya bunyi napas. Menurunnya kapasitas vital paru-paru
Pucat/sianosis. Gangguan refleks gag/ menelan/ batuk.
3.9 Keamanan
Gejala : Infeksi virus nonspesivik (seperti, infeksi saluran pernafasan atas)
kira-kira 2 minggu sebelum munculnya tanda serangan. Adanya riwayat
terkena herpes zoster, sitomegalovirus
Tanda : Suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu
lingkungan). Penurunan kekuatan/tonus otot, paralisis atau parestesia.
3.10 Interaksi sosial
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi.
4. Pemeriksaan penunjang
a) Pungsi lumbal berurutan: memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan
normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan
protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut
tidak akan tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan
pemeriksaan seri pungsi lumbal (perlu diulang untuk beberapa kali).
b) Elektromiografi: hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan
sindrom yang timbul. Kecepatan konduksi syaraf diperlambat pelan.
Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya
terjadi pada fase akhir.
c) Darah lengkap: terlihat adanya leukositosis pada fase awal
d) Foto ronsen: dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari
gangguan pernafasan, seperti atelektasis dan pnemonia.
e) Pemeriksaan fungsi paru: dapat menunjukkan adanya penurunan kapasitas
vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.
K. ANALISA DATA
Diagnosa keperawatan Data subjektif Data objektif
Pola napas tidak efektif Klien mengatakan sesak  Menggunakan otot
berhubungan dengan bantu napas
melemahnya otot-otot  Penurunan
pernapasan kapasitas paru-paru
Ketidakefektifan bersihan Klien mengatakan sesak  Sianosis
jalan napas berhubungan  Kesulitan berbicara
dengan akumulasi sekret.
Resiko pemenuhan nutrisi Klien mengatakan susah  Tonus oto buruk
kurang dari kebutuhan menelan dan mengunyah  Kelemahan otot yang
tubuh berhubunga dengan berfungsi untuk
kesulitan menggunyah, menelan atau
dan menelan mengunyah
Kerusakan mobilitas fisik Klien mengatakan  Perubahan cara
berhubungan dengan tubuhnya terasa lemah berjalan
kerusakan neuromuskular  Hilangnya kontrol
motorik halus
Ansietas berhubungan Klien mengatakan  Kelemahan
dengan prognosis yang merasa cemas  Kesulitan bernafas
jelek.  Hipertensi
 Wajah kemerahan

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan melemahnya otot-otot pernapasan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan menggunyah, dan menelan
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
5. Ansietas berhubungan dengan prognosis yang jelek.

M. INTERVENSI DAN RASIONAL


DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
- Pola napas tidak efektif Status pernafasan (hal.556) Monito Nafas (hal.236)
berhubungan dengan Indikator IR ER 1. Monitor kecepatan
Frekuensi nafas 2 5
melemahnya otot-otot ,irama,kedalaman, dan
Irama nafas 2 5
pernapasan Penggunaaan otot 2 5 kesulitan bernafas
(NANDA hal.228) bantu nafas 2. Catat pergerakan
Suara nafas tambahan 3 5
Batasan karakteristik dada,catat ketidak
Pernafasan cuping 3 5
- pola napas abnormal hidung simetrisan otot bantu
-perubahan eksursi dada nafas, dan retraksi pada
-bradipnea Keterangan: otot supraclaviculas dan
-penurunan tekanan 1. Sangat berat intercosta
inspirasu
2. Berat 3. Monitor suara nafas
-penurunan kapasitas
3. Cukup tambahan
vital
4. Ringan 4. Monitor saturasi oksigen
-pernapasan cuping
5. Tidak ada pada pasien (seperti,
hhukkidung
-ortopnea SaO2,SvO2,SpO2) sesuai
Faktor yang berhubungan protokol yang ada.
-ansietas 5. Monitor kelelahan otot-
-posisitubuh yang otot diagfragma dengan
menghambat exkresi pergerakan parasoksikal.
paru
- keletihan
-hiperventilasi
-obesitas
-nyeri
-keletihan otot
pernapasan
- Ketidakefektifan bersihan Status nafas : Ventilasi (hal.560) Manajemen jalan Nafas
jalan napas berhubungan Indikator IR ER (hal.186)
Penggunaan otot bantu 2 5
dengan akumulasi sekret. 1. Posisikan pasien untuk
nafas
(NANDAD hal.384) Suara nafas tambahan 2 5 memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik Restraksi dinding dada 2 5 2. Gunakan teknik yang
Frekuensi nafas 2 5
- Perubahan pola napas menyenangkan untuk
- Suara napas tertahan Akumulasi sputum 2 5 memotivasi bernafas
- Perubahan frekuensi dalam
napas 3. Instruksi bagaimana agar
- Dispniea Keterangan: bisa melakukan batuk
- Spututm dalam jumlah 1. Sangat berat efekti
berlebih 2. Berat 4. Monitor status pernafasan
- Batuk tidak efektif 3. Cukup pasien, sebagaimana
- Ortopnea 4. Ringan mestinya
Faktor yang berhubungan 5. Tidak ada 5. Buang skret dengan
- Mukus berlebih
memotifasikan pasien
- Terpajan asap
batuk atau menyedot
- Benda asing dalam jalan
lendir (suction)
napas
- Sekresi yang tertahan
- Perokok pasif
- Perokok

- Ketidak seimbangan Status Menelan (hal.541) Manajemen Mual (hal.197)


nutrisi kurang dari Indikator IR ER 1. Monitor intake/asupan
kebutuhan tubuh Mempertahankan 2 5 makanan dan asupan
berhubungan dengan makanan di mulit cairan
Kekuatan 2 5
kesulitan menggunyah, 2. Monitor aasupan kalori
mengunyah
dan menelan Durasi makan 2 5 makanan sehari hari
(NANDA hal.153) dengan respek pada 3. Beri dukungan sembari
Batasan karakteristik jumlah yang di klien juga berusaha
- Gangguan sensasi rasa konsumsi mengintegrasiperilaku
- Kerapuhan kapiler Reflek menelan 2 5 makan yangh baru
- Enggan makan sesuai waktunya ,perubahan citra tubuh dan
Muntah 3 5
- Kurang minat makan perubahan gaya hidup
- Kelemahan otot 4. Monitor perilaku klien
Keterangan:
mengunyah yang berhubungan dengan
1. Sangat terganggu
- Kelemahan otot menelan pola makan, penambahan
2. Banyak terganggu
- Tonus otot menurun 3. Cukup terganggu dan kehilangan berat
faktor yang berhubungan 4. Sedikit terganggu badan
- Asupan diet kurang 5. Tidak terganggu 5. 5Monitor muntah klien
Populasi beresiko
- Faktor biologis
- Kesulitan ekonomi
Kondisi terkait
- Ketidak mampuan
mengabsorbsi
- Ketidakmampuan
mencerna makanan
- Ketidakmampuan makan
- Gangguan psikososial
- Hambatan mobilitas fisik Status Neurologi : Fungsi Monitor neurologi, hal:235
berhubungan dengan Motorik Hal:551 1. Monitor (uji) pronator
penurunan kekuatan otot Indikator IR ER drift
yang ditandai dengan Gerakan kepala dan 2 5 2. Monitor tingkat kesadaran
adanya gangguan bahu 3. Monitor kekuatan
Kekuatan tubuh 2 5
neuromuskular pegangan
bagian atas
(NANDA hal.217) Sensasi kulit bagian 2 5 4. Monitor adanya tremor
Batasan karakteristik atas 5. Monitor terhadap
- Gangguan sikap Pronator drift 2 5 tajam,tumpul,dingin, dan
Keadaan normal 2 5
berjalan panas
- Penurunan Keterangan :
ketrampilan motorik 1. Sangat terganggu
halus 2. Banyak terganggu
- Penurunan rentang 3. Cukup terganggu
gerak 4. Sedikit terganggu
- Ketidaknyamanan 5. Tidak terganggu
- Dipsnea setelah
bersktivitas
- Gerak lambat
- Gerak spastik
Faktor yang berhubungan
- Intoleran aktivitas
- Penurunan kekuatan
otot
- Penurunan kendali otot
- Penurunan masa otot
- Penurrunan ketahanan
tubuh
- Malnutrisi
- Disuse
Kondisi terkait
- Ganguan fingsi
kognitif
- Gangguan
metabolisme
- Gangguan
muskuloskeletal
- Gangguan
neuromuskular
- Program pembatasan
gerak
- Ansietas berhubungan Status kenyamanan fisik, hal Manajemen lingkungan :
dengan prognosis yang 529 Kenyamanan, hal 192
jelek. Indikator IR ER 1. Tentukan pasien dan
Kesejahteraan fisik 2 5 keluarga dalam mengelola
Posisi yang nyaman 2 5
Sesak napas 2 5 lingkungan dan
Relaksasi otot 2 5 kenyamanan yang
Perawatan pribadi 3 5
optimal.
dan kebersihan
2. Berikan atau singkirkan

Keterangan : selimut untuk kenyamanan

1. Sangat terganggu pasien terhadap suhu


2. Banyak terganggu panas dan dingin
3. Cukup terganggu 3. Posisikan pasien untuk
4. Sedikit terganggu memfasilitasi kenyamanan
5. Tidak terganggu 4. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung
5. Berikan suber edukasi
yang relevan mengenai
manajemen penyakit dan
cidera pada pasien dan
keluarga jika sesuai.

N. EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan pola napas
2. Mempertahankan bersihan jalan napas
3. Mempertahankan pemenuhan nutrisi
4. Mobilitas fisik klien kembali normal
5. Klien tidak mengalami ansietas /kecemasan.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang menimbulkan
peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang
membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari
penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat menyebar
menimbulkan kelumpuhan.
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih belum
dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak kasus, penyakit
ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti infeksi saluran pernafasan dan
saluran pencernaan.
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini
adalah melalui mekanisme imunlogi.
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem
imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai
penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme
pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang
mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.
B.Saran
Disarankan kepada seluruh masyarakat setelah menegetahui apa yang dimaksud
dengan penyakit Guillaine Barre Syndrom dapat mengerti bahwa penyakit ini cukup
berbahaya. Sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila menemui orang
dengan gejala yang telah dijabarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC
Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome. New York : Theime Medical Publisher.
Davids, HR. 2008. Guillain-Barre Syndrome. (http://emedicine.medscape.com/article /315632-
overview.html), diakses pada 30 Mei 2016.
Burnts, T. 2008. Guillain-Barre Syndrome.(http://www.thieme-connect.com/
ejournals/html/sin/doi/10.1055/s-2008-1062261.html), diakses pada 30 Mei 2016.
Japardi I. 2002. Sindroma Guillan-Barre. (http://library.usu.ac.id/download/fk/ bedah-
iskandar%20japardi46.pdf), diakses pada 31 Mei 2016.
Inawati. 2010. Sindrom Guillan Barre (GBS). (http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/
archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember%202010/SINDROM
%20GUILLAIN%20BARRE.pdf), diakses pada 31 Mei 2016.
Israr, Y., dkk. 2009. Sindroma Guillaine-Barre. (http://www.Files-of-DrsMed.tk/
guillaine_barre_syndrome_files_of_drsmed.pdf), diakses pada 31 Mei 2016
Saharso D. 2006. Sindroma Guillan-Barre (SGB), (http://www.pediatrik.com/isi03. php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-mvib207.html),
diakses tanggal31Mei 2016.
Judarwanto, W. 2009. Sindroma Guillain-Barre (GBS) : Patofisiologi dan Diagnosis,
(https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-patofisiologi-
manifestasi-klinis-dan-diagnosis/ ), diakses pada 02 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai