Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DYSPEPSIA

DIRUANG PERAWATAN NURI RS.SARI MULIA


BANJAMASIN

DISUSUN OLEH :
RAIHANA (17IK539)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : DISPEPSIA


TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : DI RUANG NURI RS.SARI MULIA
NAMA : RAIHANA

Banjarmasin, 21 Febuari 2019

Menyetujui,

RS. Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Sarjana Keperawatan


Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Merry Sinta Uli, S.Kep., N


NIK. 311.11.04.01 NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : DYSPEPSIA


TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : DI RUANG NURI RS.SARI MULIA
NAMA : RAIHANA

Banjarmasin, 21 Febuari 2019

Menyetujui,

RS. Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Sarjana Keperawatan


Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Winda Ayu Fazraningtyas, S.Kep., Ns., MSN Merry Shinta Uli, S.Kep., Ns
NIK.379.05.06.01 NIK.
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari
kelainan saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas,
perih, mual, yang kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut,
lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas
asam dari mulut (Kamus Kedokteran, 2017).
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiridari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2012).
Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari
nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh,atau cepat kenyang,
sendawa (Dharmika, 2010). Sedangkan menurut Aziz (2010), sindrom
dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama,
terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual

B. Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke
atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang
dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa
obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia.
Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab
dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidak mampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis,
kolesistitisdan lainnya).
2. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia
nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
(Kamus Kedokteran, 2017).

C. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang


dominan,membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar d.Nyeri episodic
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat,
sertadapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya.
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkindisertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).
Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada
penderitayang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi
nafsumakan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perutkembung).Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa
minggu, atautidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai
penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita
harusmenjalani pemeriksaan.

D. Patofisiologi Proses Perjalanan Penyakit

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-
zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaanstress.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. KondisiDemikian
dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akanmerangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan dimedulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.

E. Pathway

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stress Kopi & Alkohol

Perasangan Saraf Simpatis Respon Mukosa Lambung


NV (Nervus Vagus)

Vaso dilatasi mukosa gaster Ekspeliasi


Produksi HCl di
(pengelupasan)
lambung

Mual HCL kontak dengan


mukosa gaster

Muntah
Nyeri

Kekurangan Volume cairan


b.d kehilangan cairan aktif Nyeri epigastrium b/d iritasi pada
mukosa lambung
F. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu
adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia
yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa
lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus
terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di
mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti
akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya
sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah
terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan
operasi (Wibawa, 2012).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama
kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian
pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi
empiris tanpa endoskopi. Menurut Schwartz, M William (2004) dan Wibawa
(2006) berikut merupakan pemeriksaan penunjang:
1. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan
kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori
menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan
saluran pencernaan.
2. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium
Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk
H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan
kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori
merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia
baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien
dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia,
atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit
struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat
GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada
evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat
mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau
fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
DPL : Anemia mengarahkan keganasan
EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung
darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan
pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.
3. Barium enema
untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usushalus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan ataumuntah,
penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik
ataumemburuk bila penderita makan.
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi,
Pemeriksaan radiologisdilakukan terhadap saluran makan bagian atas
dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal
akan tampak peristaltik di esofagusnyangmenurun terutama di bagian
distal, tampak anti-peristaltik di antrum yangmeninggi serta sering
menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yangmasuk ke intestin.
Pada tukak baik di lambung, maupun diduodenum akan terlihat gambar
yang disebut niche, yaitu suatu kawah daritukak yang terisi kontras
media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnyareguler,
semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker dilambung secara radiologis,
akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah
kanker, bentuk dari lambung berubah
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hariGolongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat,Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama,
juga berkhasiat sebagaiadsorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akanmenyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat
yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yangdapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%.
Pirenzepin jugamemiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golonganantagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, danfamotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)Golongan obat ini
mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi
asam lambung. Obat-obat yang termasuk golonganPPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2).Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung
olehsel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
prostoglandinendogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas
(SCBA).
6. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid,
domperidon, danmetoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk
mengobati dispepsiafungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah
refluks danmemperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang
keluhanyang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas
dan depresi.

I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Dengan teknik relaksasi nafas dalam salah satu tindakan
keperawatan yang paling dianjurkan untuk mengurangi nyeri dengan cara
merelaksasikan otot-otot yang tegang dengan tarik nafas dari hidung
pelan-pelan dan dada mengembang, tahan dan dikeluarkan dari mulut
(Fahriani, 2012)
2. Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan
lupa terhadap nyeri yang dialami. Misalnya seorang pasien sehabis
operasi mungkin tidak merasakan nyeri sewaktu melihat pertandingan
sepakbola di televisi.
3. Edukasi kepada pasien untuk mengenali dan menghindari keadaan yang
potensial mencetuskan serangan dyspepsia ,
4. Menganjurkan pola hidup sehat
5. Menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus. Pola
makan porsi kecil tetapi sering dan makanan rendah lemak.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia
meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang
muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung,
rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung
secar tiba-tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia adalah
sebagai berikut:
a. Biodata
Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
b. Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping
dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan,
kembung, rasa kenyang
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis,
riwayat minum-minuman beralkohol
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit
saluran pencernaan
d. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan
makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat badan
sebelum dan sesudah sakit.
e. Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya
masalah interpersonal yang bisa menyebabkan stress
f. Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat
tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress
psikologis dan pola makan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan
cemas,
b. Palpasi
Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena pasien
sering muntah
c. Auskultasi
Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (<5x/menit)
d. Perkusi
Pekak karena meningkatnya produksi HCl lambung dan perdarahan
akibat perlukaan
3. Data Fokus
Pada data subyektif sering ditemukan :;
a. pasien sering mual.;
b. Anoreksia;
c. nyeri perut pada bagian atas atau pada daerah tertentu dengan
frekuensilama.;
d. tidak nyaman perut pada tingkat tertentu.
Pada Data obyektif meliputi
a. muntah dengan jumlah banyak.
b. Frekuensi muntah sering dan banyak.
c. Adanya rasa haus.
d. penurunan turgor kulit.
e. selaput mukosa kering.
f. oliguria, otot lemah.
g. Nyeri pada perut bagian atas
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan anoreksia, mual muntah.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
d. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan adanya nyeri
5. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri dapat berkurang
2) Kriteria hasil:
a) Skala nyeri menurun
b) Klien dapat mengantisipasi saat nyeri muncul
3) Intervensi:
a) -Kaji skala nyeri
b) -Berikan posisi yang nyaman
c) -Ajarkan teknik penanggulangan nyeri, distraksi, relaksasi.
d) Kolaborasi pemberian analgetik dengan medis
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi
2) Kriteria hasil:
a) Berat badan tidak turun/stabil
b) Klien tidak mual dan muntah, nafsu makan baik
3) Intervensi:
a) Kaji ulang status nutrisi pasien ( BB, intake dan out put )
b) Anjurkan untuk makan dengan porsi sedikit tetapi sering.
c) Instruksikan klien dan keluarga untuk menghindari makanan
/minumanyang dapat mengiritasi lambung
d) Kolaborasi pemberian cairan parenteral dan pemberian obat
anti mual,muntah
e) Sajikan makanan semenarik mungkin
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tanda-tanda tidak
seimbangcairan dan elektrolit tidak terjadi
2) Kriteria hasil:
a) Cairan dan elektrolit seimbang
b) Tanda dehidrasi tidak muncul
3) Intervensi:
a) Monitor Input dan Output cairan
b) Monitor TTV secara rutin
c) Pertahankan terapi intravena untuk penggantian cairan dan
tidak terjadidehidrasi
d) Beri cairan peroral sampai 2600 ml/hari-Awasi keadaan kulit,
warna, kelembaban, dan turgor kulit.
d. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan adanya nyeri
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur klien
bisaterpenuhi
2) Kriteria hasil:
a) Pola istirahat klien terpenuhi
b) Klien dapat beristirahat dengan cukup
3) Intervensi:
a) Kaji ulang status istirahat tidur pasien
b) Beri kesempatan kepada klien untuk istirahat
c) Kondisikan ruangan senyaman mungkin untuk istirahat klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 20012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2011, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2012, Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

Mansyoer, Arif. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I.


Jakarta:Media Acsulapius. FKUI.

Nanda, 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan 2015 – 2017, Editor Budi


Santosa,Prima Medika, Jakarta.

Sujono,H. 2016. Gastroenterology. Jakarta : PT Alumni

Anda mungkin juga menyukai