PENDAHULUAN
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh
darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan
lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat
arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat
karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Strok semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh
darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung
dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan strok. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum
tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah
arteri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT
I. DEFENISI
1. Menurut WHO, stroke adalah :
a. Disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara
mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
b. Sindrom neurologik fokal mendadak seperti hemipharesis yang secara sekunder disebabkan
semacam gangguan pembuluh darah.
2. Menurut WHO, Monica Project (1995), stroke adalah gangguaan fungsi otak fokal atau global
yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam kecuali jika klien mengalami pembedahan
atau meninggal sebelum 24 jam dan disebabkan pendarahan otak.
3. Dalam Buku Ajar Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, stroke adalah gangguan
neurologis fokal dan merupakan akibat sekunder suatu proses patologis yang dialami pembuluh
darah serebral.
CT scan slice of the brain showing a right-hemispheric ischemic stroke (left side of image).
Klasifikasi stroke :
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat
karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Strok semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh
darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung
dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan strok. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum
tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah
arteri.
Strok juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh
darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa
mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan strok.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Strok bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang
banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
II. ETIOLOGI
Faktor Resiko :
1. Diabetes melitus
2. Hipertensi
3. Hiperurisemia
4. Dislipideamia
5. Hiperfibrinogenia
6. Polisitemia vera
7. Hiperhomosisteinemia
8. Stres
9. Rokok
10. Pil KB
11. Penyakit kolagen
12. Penyakit jantung kongenital
13. Alkohol
14. Obesitas
III. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik utama dapat dihubungkan dengan tanda dan gejala dibawah ini :
1. Defisit lapang pandang
a. Hominimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
1. Tidak menyadari objek di tampat kehilangan penglihatan
2. Mengabaikan salah satu sisi tubuh
3. Kesulitan menilai jarak
b. Diplopia : penglihatan ganda
c. Kehilangan penglihatan perifer
1. Kesulitan melihat pada malam hari
2. Tidak menyadari batas objek
2. Defisit motorik
a. Hemipharesis : kelemahan wajah, lengan dan tungkai pada sisi yang sama.
b. Hemiplegia : paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama
c. Ataksia
1. Berjalan tidak tegap atau mantap
2. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas
d. Disartria : kesukaran membentuk kata
e. Disfagia : kesukaran menelan
3. Defisit sensori
Parastasia : terjadi pada sisi berlawanan dari lesi
a. Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
b. Kesulitan dalam propriosepsi
4. Defisit verbal
a. Afasia ekspresif : ketidakmampuan untuk membentuk kata yang dapat dimengerti, mungkin
mampu berbicara dalam respon kata tunggal
b. Afasia reseptif : ketidakmampuan memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi tidak
masuk akal
c. Afasia global : kombinasi afasia ekspresif dan reseptif
5. Defisit kognitif
a. Kehilangan memori jangka panjang dan jangka pendek
b. Penurunan lapang pandang
c. Alasan abstrak buruk
d. Perubahan penilaian
6. Defisit emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan, marah
g. Perasaan isolasi
Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi
muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan ,
namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan
terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska stroke ,
juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan
gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat.
IV. PENATALAKSANAAN
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
1. Mempertahankan kepatenan saluran udara (pengisapan yang dalam, O2, trakeostomi)
2. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih dengan memasang kateter in-out setiap 4-6 jam
d. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat harus dilakukan secepat mungkin. Pasien harus
dibalik setiap jam dan setiap dua jam dijalankan latihan-latihan gerak pasif
2. Pengobatan konservatif
Vasodilator yang diberikan hampir tidak berefek pada pembuluh darah serebral terutama jika
diberikan per oral (seperti asam nikotinat, tolazolin dan papaverin). Aspirin dapat digunakan
untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosit yang terjadi setelah ulserasi ateroma.
3. Terapi pembedahan
a. Tindakan revaskularisasi, dilakukan untuk meningkatkan aliran darah regional ke daerah-daerah
yang mengalami gangguan sirkulasi.
b. Pencangkokan by pass karotis eksterna sub klavia
c. Evakuasi bekuan darah
d. Legasi leher aneurisma
Manifestasi klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian
otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan
atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul
lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing
stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanen
(Harsono,1996, hal 67)
V Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Beberapa faktor resiko dari stroke tidak dapat kita
hindari seperti penambahan usia, faktor keturunan, dll namun beberapa dapat kita modifikasi
karena berhubungan dengan gaya hidup kita. Apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah
stroke :
- Diet yang teratur dan seimbang, kurangi makanan berlemak (tinggi kolesterol), perbanyak
konsumsi sayur dan buah
- Olahraga teratur minimal 30 menit 2 kali seminggu, disesuaikan dengan usia dan keadaan
individual
- Kontrol tekanan darah bila terjadi hipertensi
- Kontrol gula darah dalam batas normal
- Tidak merokok
- Tidak mengkonsumsi alcohol
- Jaga berat badan ideal
- Lakukan pemeriksaan penunjang secara rutin (General Check Up)
Tn B (62 Tahun) masuk ke RS dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 4 jam yang lalu.
Sebelum masuk RS, klien sudah menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Diagnose medis,
saat ini Tn.B mengalami stroke. Saat ini dilakukan pemasangan kateter dan NGT. Diet sat ini
MC 6x300 cc.
Hasil pemeriksaan :
TD : 170/100 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 37 C
Kesadaran saat ini (GCS) = 10 hemiparesis kiri
Hasil laboratorium :
Hb :15.2
Leukosit : 16.700
Ht : 43
Trombosit : 418.000
Total kolesterol : 286
HDL : 56
Trigliserida : 86
Kreatinin : 35
I. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama : Tn B
Umur :62 tahun
Jenis Kelamin: laki-laki
b. Riwayat kesehatan Dulu
Tn B pernah menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu
c. Riwayat kesehatan sekarang
Tn B tidak sadarkan diri sejak 4 jam yang lalu, saat ini pasien mengalami stroke
d. Data subjektif
Keluarga klien menyebutkan klien tidak mampu menelan makanan, bereliminasi, dan
beraktivitas sehari-hari
e. Data objektif
TD : 170/100mmHg, S: 370C, N: 88x/I, RR:24x/i
Hb : 15.2
Leukosit : 16.700
Ht : 43
Trombosit : 418.000
Total kolesterol : 286
HDL : 56
Trigliserida : 86
Kreatinin : 35
Ritme Teratur
PMI --