Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

T DENGAN DIAGNOSA SYOK


HIPOVOLEMIK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat


STIKes ‘Aisyiyah Bandung

Disusun Oleh :
Arif Maulana Yusuf
402018008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
Tahun Ajaran 2018-2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T DENGAN


DIAGNOSA SYOK HIPOVOLEMIK DI RUANG
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PENYUSUN : Arif Maulana Yusuf

NIM : 402018008

Mengesahkan,
Pembimbing Pendidikan

(Santy Sanusi, S.Kep., Ners, M.Kep)

NPP. 2001141070010

Menyetujui,
Pembimbing Ruangan

( Andi, S,Kep., Ners)

i
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas seminar mata kuliah Stase Gawat

Darurat yang membahas tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T

DENGAN DIAGNOSA SYOK HIPOVOLEMIK DI RUANG INSTALASI

GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI JAWA

BARAT”.

Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyusun makalah

ini. Karena dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa kemampuan

yang kami miliki sangat terbatas, akan tetapi kami berusaha semaksimal mungkin

untuk menyusun makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran

dari semua pihak yang bersifat membangun akan kami terima. Dan akhirnya kami

berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan.

Bandung, juli 2019

Arif Maulana Yusuf

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan penulisan ..................................................................................................... 2
D. Metode Telaah dan Teknik Pengambilan Data ....................................................... 4
E. Sistematika Penulisan ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Syok Hipovolemik .................................................................................... 6
B. Etiologi.................................................................................................................... 7
C. Manifestasi Kinik .................................................................................................... 7
D. Patofisiologi ............................................................................................................ 8
E. Komplikasi ............................................................................................................ 10
F. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 11
G. Penatalaksanaan .................................................................................................... 12
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus...................................................................................................... 26
1. Pengkajian (Pengumpulan data)............................................................................ 26
Pemeriksaan penunjang ................................................................................................ 30
FORMAT MONITORING DAN CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN DI UNIT
GAWAT DARURAT ................................................................................................... 32
Algoritma pasien ........................................................................................................... 34
2. Analisa data........................................................................................................... 35
3. Diagnosa keperawatan .......................................................................................... 35
4. Intervensi .............................................................................................................. 36
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan........................................................................................................... 38
1. Tahap pengkajian .................................................................................................. 38
2. Diagnosa keperawatan .......................................................................................... 42

iii
3. Intervensi Keperawatan......................................................................................... 44
4. Tahap pelaksanaan ................................................................................................ 45
5. Evaluasi ................................................................................................................. 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 47
B. Saran ..................................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam

memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan

kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan

respons time yang cepat dan tepat (KepMenKes, 2009). Sebagai salah satu

penyedia layanan pertolongan, dokter dituntut untuk dapat memberikan pelayanan

yang cepat dan tepat agar dapat menangani kasus-kasus kegawatdaruratan

(Herkutanto, 2007; Napitupulu, 2015).

Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera adalah

syok. Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak

adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan

hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan

vaskuler sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan

sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan bermacam-macam sebab dan

kesamaan mekanisme terjadinya, syok dapat dikelompokkan menjadi empat

macam yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok obstruktif, dan syok

kardiogenik (Hardisman, 2013).

Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif yang

berlebihan dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan

memperburuk keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting,

1
kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merugikan bagi pasien yang menderita

syok hipovolemik (Kolecki dkk, 2014). Pemberian cairan merupakan salah satu

hal yang paling umum yang dikelola setiap hari di unit perawatan rumah sakit dan

Intensive Care Unit (ICU), dan itu adalah prinsip inti untuk mengelola pasien

dengan syok hipovolemik (Yildiz, 2013; Annane, 2013).

Apabila syok hipovolemik berkepanjangan tanpa penanganan yang baik maka

mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah jantung dan isi

sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi/perfusi

jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini kondisi pasien sangat

buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Apabila syok hipovolemik tidak

ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan kematian.

Perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan penanganannya guna

menghindari kerusakan organ lebih lanjut (Danusantoso, 2014).

B. Rumusan masalah

Sesuai dengan pemaparan diatas penulis merumuskan masalah dan tertarik

untuk membuat laporan tentang Asuhan Keperawatan Intensif pada Ny. T dengan

diagnosa Syok hipovolemik di Ruang IGD Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa

Barat.

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada Ny. T di

Ruang IGD Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

2
2. Tujuan Khusus

Setelah penulis melakukan pendekatan dan pengkajian pada asuhan keperawatan

Intensif pada Ny. T di Ruang IGD Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

penulis dapat :

a. Melaksanakan pengkajian pada Ny. T di Ruang IGD Rumah Sakit Al-

Ihsan Provinsi Jawa Barat

b. Mampu menganalisis masalah yang dialami oleh Ny. T di Ruang IGD

Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

c. Merumuskan diagnosa keperawatan Gawat darurat pada Ny. T di Ruang

IGD Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

d. Membuat rencana keperawatan gawat darurat pada Ny. T di Ruang IGD

Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. T di Ruang IGD

Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

f. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. T di Ruang IGD

Rumah Sakit Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

3
D. Metode Telaah dan Teknik Pengambilan Data

Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan adalah metode deskriptif

analisis dalam bentuk studi kasus yaitu pemaparan kasus sesuai bentuk dan

kenyataan yang ada, berupa laporan asuhan keperawatan dengan pendekatan

proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Observasi, yaitu dengan partisipatif aktif (pemberian asuhan

keperawatan langsung pada klien) dan non partisipatif (melakukan

pengamatan pada klienuntuk melihat respon dan keadaan klien)

2. Wawancara, yaitu komunikasi yang dilakukan dengan tanya jawab

kepada klien dan keluarga.

3. Pemeriksaan fisik, adalah salah satu pengumpulan data dengan

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui keadaan

fisik klien.

4. Studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data klien dari klien

dengan cara mempelajari dan mencatat kejadian yang berhubungan

dengan kasus dan data yaang diterangkan dalam catatan medis.

5. Studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa buku-buku

sebagai referensi sesuai dengan masalah yang dibahas.

4
E. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menggunakan sistematika penulis

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

BAB ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan umum, tujuan khusus,

metode telaah dan teknik Pengambilan Data dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB ini berisi tentang tinjauan teori dengan urusan bahasa yaitu: definisi,

anatomi fisiologi, etiologi dan faktor predisposisi, patofisiologi, tanda dan gejala,

tindakan medis, prosedur diagnostik, diet, data fokus pengkajian sesuai teori dan

rencana keperawatan yang mungkin muncul sesuai dengan teori.

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB ini yaitu tentang Dokumentasi laporan kasus mulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan catatan

perkembangan.

BAB IV PEMBAHASAN

BAB ini berisi Pembahasan yang memuat perbandingan antara teori dan kasus.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB ini berisi tentang kesimpulan dari data yang ditemukan di klinik dengan

teori dan saran-saran yang berkaitan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Syok Hipovolemik

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian

diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya

gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana

untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji

segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka

(hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner &

Suddarth,2002).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang

menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan

akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi,2006).

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi

secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung karena hilangnya

cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran urin

berlebihan, atau keringat berlebihan). (Bruner & Suddarth,2002).

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok

adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke

jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisacedera.(Az Rifki, 2006).

6
B. Etiologi

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh

hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

a) kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir

keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik

terganggu.

b) trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan

darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml

perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.

c) kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan

protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

C. Manifestasi Kinik

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi

premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.

Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi.

Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan

jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup

besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat

ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

(Toni Ashadi, 2006).

7
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan

hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali

dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut (Toni Ashadi, 2006)

adalah:

a) Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler

selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

b) Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah

ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran

darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

c) Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah

sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial

dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat

dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

d) Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.

Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam

D. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, Menurut Guyton, (1997) syok terbagi atas 3 fase

yaitu :

a) Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga

timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan

gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi

8
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan

aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk

menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi

air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di

daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan

kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan

respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal

menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk

mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,

maka filtrasi glomeruler juga menurun.

b) Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi

kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung

tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada

saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan

bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk

metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh

darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan

vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti

dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa

ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati

intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan

9
respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan

anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan

(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan

memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan

penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke

sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek

keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim

retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan

juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.

Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat

ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

c) Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat

diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.

Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang

cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,

dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

E. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada syok hipovolemik menurut Az Rifki, (2006)

adalah sebagai berikut:

a) Gagal jantung Gagal ginjal

b) Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)

c) Kerusakan otak irreversible

10
d) Dehidrasi kronis

e) Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

F. Pemeriksaan Penunjang

a) Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali

diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada

pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien

cepat ke ruang operasi.

b) Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.

c) Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta

abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya

dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos

dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom

Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani)

untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

d) Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia

subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah

dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan

yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan

ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada

pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

11
e) Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari

foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,

aortografi, atau CT-Scan dada.

f) Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST

(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada

pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada

pasien yang stabil.

g) Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi

(Gultom, 2005)

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan Karmell, 1990.)

adalah sebagai berikut:

a) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan

mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh

penderita karena akan sangat berbahaya.

b) Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-

mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke

dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau

dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).

12
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada

indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita

menjadi mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan

pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan

volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma

atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik

intravaskuler.

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang

dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis

cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,

plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan

hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti

dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan

cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang

hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah

yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui

bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan

ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian

cairan yang berlebihan.

7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,

mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk

13
(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih

berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa

gas darah.

A. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang

mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital

awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap

terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat

kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan

penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas

terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.

Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung

pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat

digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau

ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.

Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.

Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

14
3. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat

kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan

kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf

sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak

harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera

intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,

penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki

sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting

mencegah hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada

anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak

dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang

berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita

yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini

merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung

dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung

15
atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya

hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine.

Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak

tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan

keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

B. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan

dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage)

sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus

dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya

(hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar

dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan

bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkunkan

pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena

femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan

menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena

dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral

didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu

16
tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya,

maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius

sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau

hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil. Pada anak-

anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba

sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk

memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan

dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan

tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus

dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada

vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan

penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

C. Tersieri survey

Terapi awal cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi

awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga

menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan

berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat

adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun

NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki

17
potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah

besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi


Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik
mOsm/L
Ringer 130 4 109 3 28* 273
Laktat
Ringer 130 4 109 3 28: 273
Asetat
NaCl 154 - 154 - - 308
0.9%
* sebagai laktat

: sebagai asetat

18
19
D. Diagnosa

1. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.

NO DIAGNOSI TUJUAN INTERVENSI

1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Evaluasi frekuensi pernafasan

pertukaran tindakan keperawatan dan kedalaman. Catat upaya

gas b/d diharapkan pola nafas pernafasan, contoh adanya

penurunan klien kembali dispnea, penggunaan alat bantu

ekspansi paru normal, dengan nafas

kriteria hasil: 2. Tinggikan kepala tempat tidur,

2. Area paru bersih letakkan pada posisi duduk

3. Bebas sianosis tinggi atau semi fowler

dan tanda atau 3. Dorong pasien untuk

gejala lain dari berpartisipasi selama nafas

hipoksia dengan dalam, gunakan alat bantu

bunyi nafas sama (meniup botol), dan batuk

secara bilateral sesuai indikasi

4. Auskultasi bunyi nafas. Catat

area yang menurun/ tidak ada

20
bunyi nafas dan adanya bunyi

tanbahan, contoh krekels atau

ronchi

5. Beri bantuan ventilator

tambahan sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

1. Catat respon terhadap latihan

nafas dalam atau pengobatan

pernafasan lain, catat bunyi nafas

(sebelum /sesudah pengobatan)

2 Perubahan Setelah dilakukan 1. Awasi tanda vital, palpasi nadi

perfusi tindakan keperawatan perifer, perhatikan kekuatan dan

jaringn b/d diharapkan klien kesamaan

penurunan dapat: 2. Lakukan pengkajian

suplay darah 1. Klien neurovaskuler periodic, contoh

ke jaringan menunjukkan per sensasi, gerakan, nadi, warna

fusi jaringan yang kulit dan suhu.

adekuat 3. Berikan tekanan langsung pada

2. Nadi dapat teraba sisi perdarahan, bila terjadi

3. Kulit hangat dan perdarahan. Hubungi dokter

kering dengan segera

4. Sensasi normal 4. Kaji aliran kapiler, warna kulit

dan kehangatan

21
Kolaborasi

1. Berikan cairan IV/produk darah

sesuai indikasi

2. Awasi pemeriksaan

laboratorium, contoh: Hb/Ht

3 Nyeri b/d Nyeri berkurang 1. Pertahankan imobilisasi pada

trauma hebat dengan kriteria hasil: bagian yang sakit dengan tirah

1. TTV (TD, nadi, baring, pembebat.

suhu, RR) dalam 2. Tinggikan dan dukung

batas normak ekstremitas yang terkena

2. Sensasi nyeri 3. Evaluasi keluhan nyeri,

berkurang sampai perhatikan lokasi dan

hilang karakteristik termasuk intensitas

3. Menunjukan 4. Dorong menggunakan teknik

perasaan santai manajemen stress, ex: relaksasi

dan nyaman progresif, latihan nafas dalam

dengan istirahat 5. Sedikit adanya keluhan nyeri

yang tepat yang tidak biasa atau tiba-tiba

Kolaborasi

1. Berikan obat sesuai indikasi

narkotik dan analgesik non

narkotik NSAID injeksi

(toradol, flekseril)

22
2. Berikan analgesik yang

dikontrol

4 Gangguan Setelah 1. Awasi tanda vital, CVP

keseimbangan dilakukan tindakan perhatikan pengisian kapiler

cairan b/d keperawatan dan kekuatan nadi perifer

mual, muntah diharapkan 2. Awasi pemasukan dan

menunjukkan pengeluaran cairan.

perbaikan 3. Perhatikan karakteristik dan

keseimbangan cairan frekuensi muntah juga kejadian

yang menyertai atau

mencetusnya.

4. Tingkatkan pemasukan cairan

sampai 3 – 4 liter / hari dalam

toleransi

5. Berikan penggantian cairan IV

yang dihitung elektrolit, plasma,

albumin.

Kolaborasi :

1. Berikan obat sesuai indikasi :

anti emetik, contoh :

proklorparazin ( compazin).

5 Gangguan Setelah 1. Awasi pemasukan dan

pola eliminasi dilakukan asuhan pengeluaran serta karakteristik

23
urine b/d keperawatan selama urin

Oliguria 1x 24 jam diharapkan 2. Tentukan pola berkemih normal

klien tidak pasien dan perhatikan variasi.

mengalami gangguan 3. Dorong meningkatkan

eliminasi urin pemasukan cairan yang adekuat

.dengan kriteria hasil: Kolaborasi

1. Berkemih dengan 1. Pertahankan patensi kateter

jumlah normal dan tidak menetap (ureteral, uretra

pola biasanya atau nefrostomi) bila

2. Tidak mengalami menggunakan

tanda obstruksi 2. Berikan obat sesuai indikasi,

contoh: asetazolamid (diamox),

Alupurinol (ziloprim).

3. Irigasi dengan asam atau larutan

alkalis sesuai indikasi

6 Kurangnya Setelah dilakukan 1. Kaji ulang prognosis dan

pengetahuan tindakan harapan yang akan dating

b/d keperawatan, 2. Tentukan apakah pasien

kurangnya diharapkan pasien mengetahui tentang kondisi

informasi memahami tentang dirinya.

mengenai pengobatan dengan 3. Identifikasi tanda/gejala yang

pengobatan kriteria hasil sebagai memerlukan evaluasi medik,

berikut: contoh perubahan pada sensasi

24
1. Klien menyatakan gerakan, warna kulit,

kondisi, prognosis, 4. Anjurkan penghentian merokok

dan pengobatan 5. Jaga agar klien mendapatkan

2. Klien dapat informasi yang benar tentang

melakukan dengan penyakitnya

benar prosedur 6. Peragakan penerapan terapi

yang diperlukan yang diprogramkan.

dan menjelaskan

alasan tindakan

25
BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN


A. Tinjauan Kasus

1. Pengkajian (Pengumpulan data)

Nama Pasien : Ny. T Umur : 65 Tahun No. MEDREC : 540571


Jenis kelamin : Perempuan , Kategori : Merah Tanggal masuk : 10 Juli 2019 Pkl.00:34 WIB
Diagnosis Medis : Syok hipovolemik Alamat rumah : Arjasari, kel.ancol mekar
PENGKAJIAN ABCDE DX. KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN IMPLEMENTASI PRF

Keluhan utama □ Gangguan pertukaran gas √ Atur posisi head tilt chin lift √ Mengatur posisi head tilt chin lift(06:30)
□ Atur posisi jaw thrust □ Mengatur posisi jaw thrust
Pasien terlihat sesak dan lemas, keluarga √ Penurunan curah jantung □ Lakukan finger sweep □ Melakukan finger sweep
pasien mengatakan BAB berdarah sejak tadi √ Resusitasi Jantung paru 30 : 2 √ Melakukan Resusitasi Jantung paru 30 : 2
pagi pukul 06:00 terus menerus. Dan (kompresi dada 30 nafas buatan 2) (kompresi dada 30 nafas buatan 2 (06:30)
□ Gangguan ventilasi spontan □ Melakukan suctioning mucus
merasakan mulai sesak pada pukul 18:00 □ Lakukan suctioning mucus
saat maghrib disertai nyeri, nyeri serasa di □ Lakukan black blows/abdominal thrust □ Melakukan black blows/abdominal thrust
tekan terletak diarea dada. □ Pola napas tidak efektif √ Memasang pipa oro faring/mayo (06:35)
√ Pasang pipa oro faring/mayo
√ Memasang oksigen 4 .ltr/mnt via MNR
√ Pasang oksigen 4 ltr/mnt mll……....….
□ Penurunan kapasitas adaptif □ Membantu memasang ETT
Riwayat penyakit □ Pasang ETT √ Memberikan cairan infus (00:40)
intrakranial
√ Pemberian cairan infus √ NaCl 0,9 %, terpasang di lengan kanan (00:40)
Keluarga Pasien mengatakan mempunyai √ NaCl 0,9 % √ memberikan D 40 3 vial (01 : 30)
penyakit magh dan sudah lama . √ Resiko syok √ pemberian D 40% 25ml sebanyak 3 vial √ memberikan Dextrose 10% (01:35)
√ pemberian dextrose 10% □ …………………………………..
Skala nyeri : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 □ Resiko ketidakefektifan perfusi □ ………………………………….. □ Memberikan therapy injek
gastroinestinal □ Pemberian therapy injek √ furosamide 2 amp/IV (00:40)
Tingkat kesadaran : √ furosamide 10 mg/dl 2 amp √ Sulfat atropin 1 Amp/IV (06:30)
□ Resiko ketidakefektifan perfusi √ omeprazole 1 amp √ omeprazole 1 amp (04:30)
Sadar/Lethargi/Obtundasi /Sopor/Koma ginjal √ asam tranexsamat

26
√ Sulfat atripin 0,5 mg/dl 1 amp/ IV √ asam tranexamat (04:30)
GCS = 11 E 3 M 5 V 3 □ Resiko ketidakefektifan perfusi □ Pasang NGT / Decompressi lambung □ Memasang NGT / Decompressi lambung
jaringan jantung √ Pasang Catheter Urine / nelaton catheter √ Memasang Catheter Urine nelaton catheter
TTV : TD 130/90 mmHg, Suhu 35.9°C, □ Resusitasi cairan pasien dehidrasi (02:00 WIB)
√ Ketidakefektifan perfusi □ Memberikan resusitasi cairan pasien dehidrasi
< 12 bln = 30 ml/kg BB dlm 1jam
Nadi. 108 x/m, Napas 30 x/m, jaringan perifer
< 12 bln = 70 ml/kg BB dlm 5 jam ............... .....cc dalam .....................jam/infus
TB / BB : ±150 cm/65kg, BMI =28,8 □ Nyeri Akut / Kronis > 12 bln = 30 ml / kg BB dlm 30 menit □ Memberikan resusitasi cairan luka bakar total

Airway □ Resko ketidakseimbangan > 12 bln = 70 ml / kg BB dalam 2,5 jam kebutuhan cairan :
□ Resusitasi cairan luka Bakar total kebutuhan
elektrolit
cairan :
□ Pangkal lidah jatuh □ Benda asing 4 cc x ………..….kg BB x ….…….%
√ Kekurangan volume cairan
□ Sputum banyak □ Edema laring/faring 2-4 cc kg BB x luas luka bakar Hasil penghitungan
□ Kelebihan volume cairan  8 Jam ke-1 berikan ½ total kebutuhan
□ Kejang; lama kejang …….....…..menit
□ Retensi urine  16 jam selanjutnya berikan ½ total
Total kebutuhan ………….…………cc
□ Frekwensi kejang ……..kali /……….. kebutuhan
√ Berikan transfusi darah
□ Disfungsi motilitas √ Jenis ; PRC
□ Area kejang ; total / lokal gastrointestinal √ Gol darah/jumlah A . 203 ml 8 Jam ke-1 = ….………cc
□ Hentikan perdarahan
Breathing □ Ketidakefektifan bersihan jalan □ Pembebatan/depp
napas □ Pasang spalek 16 jam selanjutnya = ….………cc
□ Apneu □ Stridor □ Bilas lambung
□ Resiko asfiksia □ …………………………………
□ Bradipnoe □ Ronchi □ …………………………........... □ Memberikan transfusi darah
□ Pemeriksaan lab darah / urine
□ Kontaminasi
√ Tachipnoe □ PCH (+) □ AGD Jenis darah : ............................................. ...........
√ Gula Darah
□ Hipertermi √ darah kimia □ Menghentikan perdarahan dengan cara :
□ Wheezing (+) □ lainnya………….....
√ darah elektrolit

27
C. Circulation □ …………………………………. □ Pembebatan/depp
√ Hipotermi □ ………………………………….
√ Akral dingin □ Sianosis □ …………………………………. □ Pasang spalek
□ Ketidakefektifan termoregulasi □ Mengambil sampel darah / urine untuk
□ Perdarahan mll >2000 cc □ Atur posisi tidur : rata lantai
pemeriksaan lab : 10-juli-2019. GOL.DAR .A
□ Perilaku kekerasan terhadap
√ CRT >2 detik □ Monitoring lab serial ……….tiap…......…jam
orang lain □ HB : 4,4 (L). Leukosit : 11.900 (H).
√ Monitoring TTV tiap 15 menit Eritrosit : 2140 (L). Hematokrit 16,2 (L).
□ Nadi tdk teraba □ Perilaku kekerasan terhadap Trombosit : 541.000 (H). SGOT : 93 (H).
diri sendiri SGPT : 17. Ureum : 54 (H). Kreatinin : 1,22 (H).
√ Turgor jelek √ Conjtv Anemi □ Monitoring intake-output tiap ……...……jam
GDS : 36 (L). Natrium : 133 (L). Kalium : 5,2
Kalsium :0,96 (L)
□ Diare, frekwensi 6x/hari NB : L (low)
H (high)
Distensi abdomen (+) / Ascites □ Mengatur posisi tidur : rata lantai

□ Memonitor hasil lab serial ….………..........


□ Muntah; cairan lambung /darah ..........ml
(Hasil lab serial lihat di lembar observasi)
□ Luka bakar, Luas…...... % Grade….......
□ Memonitor TTV tiap 15 menit/jam
√ Edema ekstremitas bawah / anasarca
(Hasil monitoring lihat lembar observasi)
□ Icteric ; sclera / permukaan kulit tubuh
□ Memonitor intake-output tiap ………....jam
□ Melena ; banyak, frekw ; 6.x
(Hasil monitoring I-O lihat di lembar obsrvs)
□ Keringat banyak sekali

□ Distensi kandung kemih (+)

D. Dissability

28
□ Pupil anisokor ; ka/ki………/.……mm

□ Fraktur terbuka

□ Fraktur/deformitas daerah femur, patella.


Tibia, fibula kanan dan kiri

□ ROM

E. Exposure

□ Luka / benjolan daerah ………….........


Status Fungsional
√ Bantuan penuh □ Bantuan sebagian
□ Mandiri
Resiko Jatuh
√ Ya □ Tidak
Hambatan edukasi
√ Ya □ Tidak
Faktor Hambatan edukasi
√ Kesadaran □ Pendengaran
□ Lainnya................................................

29
Pemeriksaan penunjang

1) EKG

pukul 02:05 WIB

Pukul 06 : 40 WIB

2) Thorax photo

30
Tabel 3.1

Pemberian obat

Tanggal/jam Nama obat/ terapi Dosis Cara


pemberian

10/07/19 furosamide 10 mg/dl x 2 amp IV


Jam 00:40
10/07/19 Omeprazole 1 IV
Jam 04:30
10/07/19 Asam tranexsamat 1 Amp IV
Jam 04:30
10/07/09 Sulfat atrofin 0,5 mg/dl IV
Jam 06 : 30
10/07/19 Adrenalin 1 ampul IV
Jam 03:37

31
FORMAT MONITORING DAN CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

DI UNIT GAWAT DARURAT

Nama pasien : Ny. T


Tanggal lahir : 16- mei - 1954
Umur/jenis kelamin : 65 tahun L / P
Diagnosis medis : Anemia gravis ec melena
Hari/tanggal/jam masuk : rabu/10-juli-2019/ 00:34
No Registrasi : 540571
IMPLEMENTASI DAN CATATAN TTD
JAM
PERKEMBANGAN Petugas
00:40 Memasang nasal canul 3 liter
00:40 Memasang infus ditangan kanan, cairan NaCl 0,9%
00:41 Mengambil darah dengan tabung chlot dan K3
00 :45 Memberikan furosamide 2 ampul
00:50 Cross match darah PRC 2 labu
01 : 00 Memphoto thorax
01:30 Melihat hasil pemeriksaan darah : HB : 4,4 (L).
Leukosit : 11.900 (H). Eritrosit : 2140 (L).
Hematokrit 16,2 (L). Trombosit : 541.000 (H).
SGOT : 93 (H). SGPT : 17. Ureum : 54 (H).
Kreatinin : 1,22 (H). GDS : 36 (L).
Natrium : 133 (L). Kalium : 5,2. Kalsium :0,96 (L)
01:55 Memberikan dextros 40 % 25 ml sebanyak 3 vial
02:00 Memberikan cairan dextrose 10 % 500ml
02:00 Memasang masker non rebreathing 5 liter
02 :05 Melakukan pemeriksaan EKG
02 :30 Memindahkan pasien keruang IHC
03:00 Mengechek GDS , hasil : 94 mg/dl
03:00 Memasang urine kateter, urine : 100 ml
03:10 Observasi pasien, hasil : TD = 88/60. N = 108. R =
30 (MNR). S = 36,1 ˚C. Pasien dapat tidur dengan
posisi duduk

32
04:00 Memberikan tranfusi darah yang pertama 203 ml,
jenis darah PRC. Golongan darah A
04:30 Memberikan obat omeprazole dan asam
tranexamat/IV
04:30 Mengobsevasi TTV, hasil : TD 89/40 mmhg. N = 77.
RR = 26 (MNR). S = 36,1 ˚C. Pasien tertidur dengan
posisi duduk
06:00 Mengobservasi TTV. Hasil : TD : 54/37 mmhg, N =
88 x/m. RR : 24 x/m (MNR)
06:30 Memeriksa labu pertama sisa 10 ml, TD : 98/50
mmhg. N = 90 x/m. RR : 24 x/m. SpO2 90 %
06:35 Pasien apneu. Mengaktivkan sistem resusitasi, code
blue. TD (-). N = 30 x/m.
06:35 Melakukan RJP 30 : 2 satu siklus, sinus bradikardi,
memberikan SA 0,5 mg/dl. RJP 30 : 2.
06 :37 Memeriksa nadi. Hasil : nadi tidak teraba dan
adrenalin masuk 1 ampul
06:40 Pasien dinyatakan meninggal oleh dokter.
Berdasarkan hasil pupi midriasis dan di dukung oleh
EKG.

33
Algoritma pasien
Pasien dating
(00:34)

Posisikan pasien Pemasangan infus Pemberian O2 (MNR)


NaCl 1 line

Pengambilan darah
pemeriksaan lab

Pemberian dextrose 40 %, 3 vial, dan


500 ml dextrose 10%

Tranfusi darah PRC 2


labu

Konsul dokter,
RJP 1 siklus Pasien apneu rencana pindah
(06:30) ruangan ke ruang HCU

Bradikardi 30 Pemberian SA 1 RJP 1 SIKLUS Nadi tidak Respirasi tidak


x/m Amp teraba ada

Tidak ada
Pasien respon EKG plat
meninggal

34
2. Analisa data

Tabel 3.2
tabel Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga pasien Melena (perdarahan) Risiko syok
mengatakan pasien BAB

berdarah sejak pagi pukul
06:00 sudah 6 kali intake↓ output↑
DO : pasien terlihat lemas ↓
hasil pemeriksaan darah : Elektrolit didalam tubuh
berkurang
- HB : 4,4 (L).
- Leukosit : 11.900 ↓
(H).
Kekurangan darah didalam
- Eritrosit : 2140 (L).
tubuh
- Hematokrit 16,2
(L). ↓
- Trombosit : 541.000
(H). HB↓
- SGOT : 93 (H). ↓
- SGPT : 17.
- Ureum : 54 (H). Hipovolemik
- Kreatinin : 1,22 (H). ↓
- GDS : 36 (L).
- Natrium : 133 (L). Resiko syok
Kalium : 5,2.
Kalsium :0,96 (L)

3. Diagnosa keperawatan

a. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan di tandai dengan melena

sebanyak 7 kali

35
4. Intervensi
Tabel 3.3
Tabel intervensi

Diagnosa Tujuan dan


Intervensi Rasional
Keperawatan kriteria hasil
Resiko syok Setelah dilakukan 1. Evaluasi 1. mengidetifikasi
tindakan frekuensi perubahan pola
keperawatan 1x 4 pernafasan dan nafas yang tidak
jam diharapkan kedalaman. teratur
pola nafas klien 2. Tinggikan 2. meningkatkan
kembali normal, kepala tempat sirkulasi pernafasan
dengan kriteria tidur, letakkan dan mengurangi
hasil: pada posisi tekanan terhadap
duduk tinggi paru-paru
1. Area paru bersih
atau semi fowler
2. Tidak ada retrasi
3. Dorong pasien 3. melatih pasien
dada
untuk untuk tidak
3. Bebas sianosis
berpartisipasi ketergantungan alat
dan tanda atau
selama nafas pernafasan untuk
gejala lain dari
dalam, gunakan mengoptimalkan
hipoksia dengan
alat bantu dan ventilasi paru-paru
bunyi nafas
batuk sesuai
vaskuler
indikasi
4. Elektrolit
4. Auskultasi
didalam tubuh
bunyi nafas. 4. mengidentifikasi
normal
Catat area yang adanya bunyi
5. HB 12-16 g/dl
menurun/ tidak tambahan dan
6. GDS 90-130
ada bunyi nafas mempermudah
mg/dl
dan adanya dalam intervensi
7. Eritrosit 3.8-6.8
bunyi tanbahan baru
juta/ul
5. Kolaborasi 5. meningkatkan
8. Trombosit
pemberian O2 sirkulasi pernafasan
150.000-440.000
NC/MNR dan mempermudah
sel/ul
meningkatkan O2
9. Hematokrit 35-
dalam paru-paru
47 %
6. Mengidentifikasi
6. Awasi tanda
adanya peningkatan
vital, CVP
atau penurunan
perhatikan
tanda-tanda vital
pengisian

36
kapiler dan
kekuatan nadi
perifer 7. Mengidentifikasi
7. Awasi adanya ketidak
pemasukan dan seimbangan
pengeluaran masuknya cairan
cairan. 8. Meningkatkan
8. Tingkatkan sirkulasi darah
pemasukan sesuai kebutuhan
cairan tubuh
9. Kolaborasi 9. NaCl membantu
pemberikan meningkatkan
cairan IV NaCl natrium didalam
0,9% dan tubuh dan
dextrose sesuai menyeimbangkan
indikasi osmolaritas darah.

37
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pembahasan kasus ini merupakan bagian dari perbandingan antara asuhan

keperawatan dilapangan selama ini dengan tujuan kasus penulis berupaya dalam

menerapkan asuhan keperawatan dilapangan melalui tahap proses keperawatan

dengan kesenjangan dan kesamaan teori, selain itu juga penulis menemukan

faktor yang menghambat dan mendukung tingkat kesembuhan klien dengan

asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnosa medis klien yaitu

animia gravis.

1. Tahap pengkajian

a. Primari survay

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang

mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital

awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap

terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat

kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan

penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

38
2. Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas

terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.

Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung

pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat

digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau

ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.

Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.

Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

3. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat

kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan

kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf

sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak

harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera

intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,

penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki

sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting

mencegah hipotermia.

39
5. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada

anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak

dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang

berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita

yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini

merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung

dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung

atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya

hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine.

Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak

tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan

keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

B. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan

dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage)

sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus

dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya

(hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar

dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.

40
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan

bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkunkan

pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena

femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan

menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena

dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral

didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu

tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya,

maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius

sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau

hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil. Pada anak-

anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba

sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk

memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan

dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan

tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus

dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada

vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan

penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

C. Tersieri survey

41
Terapi awal cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal.

Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan

volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya

kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan

pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis

merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk

terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi

ginjalnya kurang baik

2. Diagnosa keperawatan

Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan data-data, penulis

mengelompokan data, menganalisa, dan merumuskan diagnosa keperawatan pada

Ny.T pada pengambilan diagnosa keperawatan penulis merumuskan data

berdasarkan prioiritas mengacu pada kaidah dalam menentukan diagnosa prioritas

diantaranya Berdasarkan tingkat Kegawatan,. Diagnosa ditentukan rumusan

diagnosa yang mungkin muncul pada teori terdapat 5 diagnosa yang sesuai

dengan kondisi pasien. Berikut adalah diagnosa yang penulis ambil :

a. Gangguan pertukaran gas


Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan
atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolar kapiler (Nanda, 2018).
Diagnosa ini diangkat berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kepada
pasien dengan analisa data yang dapatkan. DS: pasien mengatakan sesak.
sejak pukul 18:00 saat maghrib dan DO: pasien terlihat sesak, Terdapat
retraksi dada, Konjungtiva anemi, RR : 30 x/m dan N : 108 x/m
b. Ketidakseimbangan volume cairan
Ketidakseimbangan volume cairan adalah kekurangan dan kelebihan isotonik
terjadi jika air dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proporsi yang sama.

42
Sebalikanya ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja
sehingga konsentrasi (osmolaritas) serum dipengaruhi (potter & perry, 2006).
Berdasarkan hasil pengkajian diagnosa ini diangkat karena cairan tubuh di dalam
tubuh pasien tidak seimbang dengan analisa data sebagai berikut :
- DS : keluarga pasien mengatakan pasien BAB berdarah sejak pagi pukul
06:00 sudah 6 kali
- DO : pasien terlihat lemas
hasil pemeriksaan darah :
- HB : 4,4 (L).
- Leukosit : 11.900 (H).
- Eritrosit : 2140 (L).
- Hematokrit 16,2 (L).
- Trombosit : 541.000 (H).
- SGOT : 93 (H).
- SGPT : 17.
- Ureum : 54 (H).
- Kreatinin : 1,22 (H).
- GDS : 36 (L).
- Natrium : 133 (L). Kalium : 5,2. Kalsium :0,96 (L)
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan
Ketidakefektifan perfusi adalah ketidak adekuatan suplai oksigen kedalam

tubuh yang disebabkan karna perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen

(Nanda, 2018), Diagnosa diangkat berdasarkan hasil observasi yang dilakukan

kepada klien dimana Klien nnampak pucat, Akral dingin, Klien terlihat anemis,

dan berdasarkan analisa data : DS : keluarga pasien mengatakan pasien BAB

darah sejak tadi pagi sudah 6x dan sesak sejak pikul 18:00 dan DO : pasien

terlihat sesak, Terdapat retraksi dada, HB 4,4 mg/dl, Eritrosit 2140 mg/dl,

Hematokrit 16,2 %, Akral dingin , CRT > 2 detik dan Edema ekstermitas bawah.

43
d. Nyeri akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang digambarkan

sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan

hingga bera, dengan akhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi

kurang dari 3 bulan (Nanda, 2018). DS : pasien mengeleuh sesak disertai nyeri,

nyeri serasa di tekan terletak diarea dada. Dan DO : pasien terlihat sesak, Pasien

terengah-engah, Terdapat retraksi dada, Sekali-kali tangan memegang dada dan

Skala nyeri 4.

e. Perubahan eliminasi urin

Perubahan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami

atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine (Nanda, 2018). Diagnosa

tersebut diangkat berdasarkan analisa data sebagai berikut DS : keluarga pasien

mengatakan pasien belum buang air kecil semenjak siang dan DO : palpasi

abdomen kosong, Disuria dan Tidak ada haluaran urin.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaa dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NANDA. Berdasarkan

NANDA, perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan dibuat berdasarkan

pada Nursing Outcomes Classification (NOC) dan Nursing intervention

classification (NIC). Pada tahap ini, rencana asuhan keperawatan yang telah

direncanakan telah disesuaikan dengan permasalahan yang muncul, situasi dan

kondisi serta sarana dan prasarana yang tersedia diruangan tanpa meninggalkan

aspek kemampuan penulis mengaplikasikan hasil studi dan menerapkannya

44
dilapangan. Dalam menetapkan tujuan, intervensi dasar pemikiran dari setiap

intervensi penulis berpedoman pada sumber buku dan literatur yang mendukung

permasalahan yang akan diatasi.

4. Tahap pelaksanaan

Salah satu intervensi untuk mencegah intervensi terjadinya penurunan curah

jantung yaitu pamantaun kesadaran dengan nilai Gasglow coma scale (GCS). Hal

ini sejalan dengan Brunner & Suddarth (2014) bahwa perubahan pada tingkat

kesadaran klien atau respon rangsangan menjadi tanda pertama terjadinya

perubahan perfusi jaringan otak. Selain itu observasi tanda-tanda vital seperti

tekanan darah, nadi dan respirasi, serta suhu.

Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan

jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama

dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.

Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa

air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra

vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume

perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan

jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa

transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan NaCl sama

efektifnya dengan darah lengkap.

Hasil analisis penulis terhadap tata laksana yang berada dilapangan dan di

abndingkan dengan teori bahwasannya tindakan yang dilakukan sudah sesuai, di

awali dengan mengakaji tanda-tanda vital, kemudian pemberian O2 dan segera

45
emasang IV line dengan memberikan cairan NaCl 0,9% kemudian mengambil

sample pemeriksaan darah untuk tindakan lebih lanjut. Setelah hasil darah sudah

muncul maka intervensi selanjutnya dilakukan seperti pemberian dextrose dan

darah jenis PRC 2 labu untuk meningkatkan HB didalam darah, dan eritrosit.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan klien mengalami apneu pada pukul 06:30 WIB

dan dilakukan RJB serta beging sebanya 2 siklus dan satu labu darah PRC masuk

melalui IV, kemudian pasien mengalami bradikardi dan diberikan SA 05 mg/dl

atau 1 ampul, kemudian di RJP satu siklus namun nadi tidak ada dan berdasarkan

hasil EKG pasien dinyatakan meninggal oleh dokter, sehingga masalah

keperawatan tidak terratasi.

46
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksakan asuhan keperawatan pada Ny.T dengan syok

hipovolemik di ruang instalasi gawat darurat RSUD Al-ihsan provinsi jawabarat

penulis mengacu pada data prioritas yang dialami oleh pasien yaitu Pasien terlihat

sesak dan lemas, keluarga pasien mengatakan BAB berdarah sejak tadi pagi pukul

06:00 terus menerus. Dan merasakan mulai sesak pada pukul 18:00 saat maghrib

disertai nyeri, nyeri serasa di tekan terletak diarea dada. Dan data-data objektif

dalam analisa data berdasarkan NANDA, NOC & NIC.

Dalam perumusan diagnosa keperawatan pada klien multipel fraktur terbuka

penulis menyimpulkan bahwa dari data-data yang didapatkan pada tahap

pengkajian, dengan diagnosa yang ditemukan adalah gangguan pertukaran gas,

ketidak seimbangan volume cairan, ketidakefektifan perfusi jaringan, nyeri akut,

dan perubahan eliminasi urine.

Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan,

baik tindakan mandiri maupun kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Penulis

telah melaksanakan tindakan keperawatan semaksimal mungkin yaitu dengan

melibatkan pasien. Pasien cukup kooperatif dan membantu dalam melaksanakan

semua perencanaan, pasien selalu merespon apapun yang dilakukan perawat.

Namun pasien tidak dapat diselamatkan karena mengalami henti jantung dan

nafas, sehingga klien dinyatakan meninggal oleh dokter berdasarkan hasil EKG.

47
B. Saran

1. Bagi Penulis

Diharapkan untuk penulis/peneliti selanjutnya mampu melakukan pengkajian

yang lebih mendalam/lengkap untuk mendapatkan data fokus yang menunjang

terhadap pasien yang syok hipovolemik, sehingga mampu menegakan diagnosa

keperawatan serta asuhan keperawatan yang tepat.

2. Bagi Institusi pendidikan

Diharapkan untuk institusi pendidikan mampu menjadikan materi

pembelajaran khusus dalam syok hipovolemik sesuai algoritma yang terbaru,

sehingga mahasiswa dapat memahami dengan baik dan mampu mengaplikasikan

pada saat pembelajaran di lapangan.

3. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan untuk pihak rumah sakit mampu meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan gawat darurat dan keperawatan kritis yang sudah ada di rumah sakit,

sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan meningkatkan angka

kepuasan dan keselamatan bagi pasien.

48
DAFTAR PUSTAKA

NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klafikasi 2018-2020. (2018).


Jakarta: EGC.
Jitowiyono, S., & Weni, K. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Judha, M., & Fauziah, A. (2013). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kowalak, Weish, & Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA. Yogyakarta: MediAction.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of nursing. Proces an
Practice. Edisi 4. Jakarata: EGC Medika.
Price Sylvia, A. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Vol.2. Jakarta: EGC.
Rendy, M., & Margareth, T. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sjamsuhidayat, R., & de Jong, W. (2014). Buku Ajar Ilmu bedah Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S. C., & Brenda G, B. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
Brunner Suddarth, Vol.1. Jakarta: EGC.

49
LAMPIRAN

50
51

Anda mungkin juga menyukai