Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GAGAL GINJAL KRONIK

DI SUSUN OLEH:
Nama : Marki
Nim : 20317083
Stage : Gawat Darurat
Dosen Pembimbing : Ns. Destiawan Eko Utomo., S. Kep.,Sp. Kep.
KMB

PROGRAM STUDY PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)YATSI TANGERANG
2021

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP GAGAL GINJAL KRONIK

1 Definisi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronis stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu kerusakan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak
mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit yang berakibat peningkatan pada kadar ureum (uremia) (Smeltzer and Bare,
2016).

2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR
(Glomeruli Fitrate Rate).
Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronik.

Tabel Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Derajat Deskripsi GFR (Ml/min/1,73m2)

1 Kerusakan jaringan normal ≥90

2 Kerusakan ginjal ringan dengan GFR ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal ringan dengan GFR sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal ringan dengan GFR berat 15-29

5 Gagal ginjal >15 (menjalani dialisis)

Sumber : National Kidney Foundation (2016)


3 Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Pada umumnya penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
Tabel Penyebab Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi Penyakit Penyakit


Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refl
nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vaskuler hipertensif Nefosklerosis beningns, nefo maligna


stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodusa
Gangguan konginetal dan Penyakit ginjal polikistik, asidosis tu
herediter ginjal

Penyakit metabolik Diabetes milletus, gout,


hiperparatiroitisme, amiloidosis
Nefropati obstruktif Penyalahgunaan analgesik, nefropati timah
Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah: hipertropi
prostat struktur uretra, anomali kongenital,
leher vesikal urinaria dan uretra

Sumber: Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2017)

4 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006),
patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung ada penyakit yang
mendasarinya. Tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertropi strruktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan
growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oeh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oeh penurunan nefron yang progesif walaupun
penyakit dasarnya tidak aktif lagi.
5 Perjalanan Klinik Gagal Ginjal Kronik
Menurut Price & Wilson (1995), perjalanan umum gagal ginjal
progesif dapat dibagi menjadi tiga stadium.
a. Stadium pertama
b. Stadium kedua
c. Stadium ketiga

6 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik


Menurut Smelzer dan Bare (2016), manifestasi gagal ginjal kronik
terbagi menjadi berbagai sistem yaitu:
Tabel 2.3 Manifestasi Gagal Ginjal Kronik
Sistem Manifestasi Klinis

Kardiovaskuler Hipertensi, friction rub perikardial, pembesaran vena leher

Integumen Edema periorbotal, pitting edema (kaki, tangan, sacrum).Warna kulit


abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

Pulmoner Crackels, sputum kental dan kiat, nafas dangkal


Gastrointestinal Nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan

lewat mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare,


perdarahan dari saluran GI
Neuro Kelemahan dan keletihan, konfusi disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai
Muskoloskeletal Kram otot dan kekuatan otot hilang, fraktur tulang, edema pada
ekstremitas
Reproduksi Amenore

Perkemihan Oliguri, anuria, dan proteinuria

7 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Brunner dan Suddarth (2016), komplikasi potensial
gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam
perawatan mencakup:
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik katabolisme
dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat
retensi produksi sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin, aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat
kadar kalium serum yang rendah.

8 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronik


Menurut Syamsiah (2016), ada beberapa pemeriksaan diagnostik
untuk gagal ginjal kronik antara lain:
a. Pemeriksaan
laboratorium
b. Pemeriksaan radiologi
c. Biopsi ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa.
Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonefritis, sindrom nefrotik,
penyakit ginjal bawaan dan perencanaan transplantasi ginjal.
9 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Menurut Suhardjono (2016), penatalaksanaan gagal ginjal kronik
meliputi:
a. Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila
penurunan faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progesif gagal
ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya,
kalsium dan fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan
hiperurisemia.
b. Dialisis Peritonial (DP)
c. Hemodialisa
d. Tranplantasi ginjal (TG)
1. Transplantasi Ginjal Donor Hidup (TGHD)
2. Transplantasi Ginjal Donor Jenazah (TGDJ)
10 Pathway

Konsep Kelebihan Volume Cairan

Konsep Kelebihan Volume Cairan menurut Andi Eka Pranata tahun 2013 adalah
sebagai berikut :
1 Definisi
Gangguan volume cairan adalah suatu keadaan ketika individu beresiko
menggalami penurunan, peningkatan, atau perpindahan cepat dari satu kelainan
cairan intravaskuler, interstisial dan intraseluler.

2 Penyebab Kelebihan Volume Cairan


Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran
cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium
dalam aliran darah menjadi sangat kecil. Minum air dalam jumlah yang
sangat banyak biasanya tidak menyebabkan overhidrasi jika kelenjar
hipofisia, ginjal dan jantung berfungsi secara normal.

Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik

1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan dan analisis informasi secara
sistematis dan berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data
dan menempatkan data ke dalam format yang terorganisir (Rosdahl dan
Kowalski, 2017).
a. Identitas
b. Usia
c. Jenis Kelamin
d. Keluhan Utama
e. Riwayat Kesehatan Sekarang
f. Riwayat Kesehatan Dahulu
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
h. Pola kesehatan sehari-hari
i. Pemeriksaan Fisik
j. Pemeriksaan balance cairan
k. Pemeriksaan pitting edema

3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah kesehatan
klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intervensi
keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyaataan yang ringkas,
jelas, berpusat pada klien dan spesifik pada klien (Kowalski, 2018).

4 Intervensi Keperawatan
Menurut Kowalski (2018), rencana keperawatan adalah pedoman
formal untuk mengarahkan staf keperawatan untuk memberi asuhan klien.
Biasanya berdasarkan prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek
atau panjang) dan progam keperawatan.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N SDKI SLKI SIKI


O
1 Kategori : Keseimbangan Manajemen hipervolemia
Fisiologis Cairan (L.03020) (I.03114)
Sub Kategori : Ekspektasi : Observasi :
nutrisi dan meningkat  Periksa tanda dan
cairan Setelah dilakukan gejala hipervolemia
D.0022 : tindakan (orthopneu, dispneu,
keperawatan selama oedema, jvp/cvp
Hipervolemia
.....x24 jam meningkat, suara nafas
Keseimbangan tambahan, refleks
cairan terpenuhi hepatojugular positif)
dengan kriteria hasil  Identifikasi penyebab
: hipervolemia
 Haluaran  Monitor status
urine 2-4 dinamik(frekuensi
(cukup jantung, tekanan darah,
menurun- MAP,CVP,PAP,PCWP
cukup ,CO,CI) jika tersedia
meningkat)  Monitor intake dan
 Kelembaban output cairan
membran  Monitor tanda
Mukosa 2-4 hemokonsentrasi(misal
(cukup kadar natrium, BUN,
menurun- hematokrit, berat jenis
cukup urine)
meningkat)  Monitor tanda
 Edema 1-4 peningkatan tekanan
(meningkat- onkotik plasma(misal
cukup kadar protein dan
menurun) albumin meningkat)
 Asites 2-4  Monitor kecepatan
(cukup infus secara ketat
meningkat-  Monitor efek samping
cukup diuretik 9misal
menurun) hipotensi ortotostatik,
 Tekanan hipovolemia,
darah 2-4 hipokalemia,
(cukup hiponatremia0
memburuk- Terapeutik :
cukup  Timbang BB setiap
membaik) hari pada aktu yang
sama
 Batasi asupan cairan
dan garam
 Tinggikan kepala TT
30-40 derajat
Edukasi :
 Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika
BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
 Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
diuretik
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
 Kolaborasi pemberian
Contobuous Renal
replacement Theraphy
(CRRT) jika perlu
2 Kategori : Pola napas Pemantauan Respirasi
Fisiologis (L.01004) (I.010114)
Sub Kategori : Ekspektasi : Observasi :
Respirasi Membaik  Monitor frekuensi,
D.0005 : pola Setelah dilakukan irama kedalaman dan
tindakan upaya nafas
nafas tidak
keperawatan  Monitor pola nafas
efektif selama....x24 jam (bradipnea, takipnea,
pola nafas membaik hiperventilasi,
ditandai dengan : kussmaul, cheyne
 Frekuensi stokes, biot, ataksis)
nafas 2-4  Monitor kemampuan
(cukup batuk efektif
memburuk-  Monitor adanya
cukup produksi sputum
membaik)  Monitor adanya
 nKedalaman sumbatan jalan nafas
napas 2-4  Palpasi kesimetrisan
(cukup ekspansi paru
memburuk-  Auskultasi bunyi nafas
cukup  Monitor nilai AGD
membaik)
 Monitor hasil x ray
 Ekskursi toraks
dada 2-4 Terapeutik :
(cukup  Atur interval
memburuk- pemantauan respirasi
cukup sesuai kondisi pasien
membaik)
 Dokumentasikan hasil
 Dyspneu 2-4 pemantauan
(cuup Edukasi :
meningkat-
 Jelaskan tujuan dan
cukup
prosedur pemantauan
menurun)
 Informasikan hasil
 Penggunaan
pemantauan kp
otot bantu
napas 2-4
(cukup
meningkat-
cukup
menurun)
 Orthopneu 2-
4 (cukup
meningkat-
cukup
menurun)
 Pernafasan
cuping
hidung 2-4
(cuup
meningkat-
cukup
menurun)
 Kapasitas
vital 2-4
(cukup
meningkat-
cukup
menurun)
 Ventilasi
semenit 2-4
(cukup
meningkat-
cukup
menurun)
3 Kategori L.05045 : Pola tidur I.05174 Dukugan Tidur
: Setelah dilakukan Observasi :
tindakan
Fisiologis
keperawatan selama  Identifikasi pola
Sub Kategori : 1x24 jam pola tidur aktivitas dan tidur
ekspektasi membaik
Aktivitas/Istira
dengan kriteria hasil  Identifikasi faktor
hat : pengganggu tidur
 Keluhan sulit
D. 0055 :  Identifikasi makanan
tidur (2-4)
Gangguan Pola  Keluhan dan minuman ang
Tidur sering terjaga mengganggu tidur
(2-4)
 Keluhan  Identifikasi obat tidur
istirahat ang dikonsumsi
tidak cukup
(2-4) Terapeutik :
 Modifikasi lingkungan
 Batasi waktu tidur
siang
 Fasilitasi
menghilangkan stress
sebelum tidur
 Tetapkan jadwal tidur
rutin
 Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
 Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan
atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur
Edukasi :
 Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
 Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari
makanan/minuman ang
mengganggu tidur
 Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur rem
 Ajarkan faktor faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur
 Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi
lainnya
5 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien (Nursalam, 2017).

6 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan keperawatan
yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan
pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu
(Nursalam,2017).
DAFTAR PUSTAKA

Angelina, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (5th ed.). Jakarta: EGC.

Anggraini, Y. D. (2016). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis di RSUD Blambangan Banyuwangi. Digital Repository
Universitas jember .

Aisara, Sitifa., Azmi, S., Yanni, M. 2018. “Gambaran Klinis Penderita Penyakit Gagal
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. Djamil Padang.”
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1).

Ariyanti, F. W., & Sudiyanto. H. (2017). Hubungan antara lama menjalani


hemodialisis dengan mekanisme koping pasien penyakit ginjal kronik di
rumah sakit Gatoel Mojokerto,
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/view/168

Amin & hardhi. 2018. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction

Aisara, Sitifa, Azmi, Syaiful. (2018). Gambaran Klinis Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2018; 7 (1).

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Bulechek, G.

M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2018).


Nursing Interventions Classification (NIC). Philadhelpia: Elsevier.

Centers for Disease Control and Prevention. (2019). Chronic Kidney Disease in the
United States, 2019. Atlanta, GA: US Department of Health and
Human Services, Centers for Disease Control and Prevention. Retrieved
from https://www.cdc.gov/kidneydisease/pdf/2019_National-
ChronicKidneyDisease-Fact-Sheet.pdf

Guyton, & Hall. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapore: Elsevier.

Isroin, Laily. (2016). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis untuk


Meningkatkan Kualitas Hidup. Ponorogo : Unmuh Ponorogo Press
Kerr, P. G., Tran, H. T. B., Ha Phan, H. A., Liew, A., Hooi, L. S., Johnson, D.
W., & Levin, A. (2018). Nephrology in the Oceania–South East Asia
region: perspectives and challenges. Kidney International, 94(3), 465–470.
https://doi.org/10.1016/j.kint.2018.05.014

Kowalski, E. R. (2018). Terapi Hipertensi : Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan


Darah Tinggi dan Mengurangi Resiko Serangan Jantung dan Stroke Secara
Alami. Bandung : Qanita.

Margareth TH, M. C. R. (2015). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit


Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mansjoer, A., Simadibrata, M. K., 2000. Dukungan Nutrisi Pada Penyakit Kritis
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta Pusat: InternaPublishing pp.
336.

NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2018-2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta: MediAction.

Nurlina Nurlina, (2018), Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.Y Dengan
Gagal Ginjal Kronik (Ggk) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Dan Elektrolit Di Ruang Hemodialisa Rsud Labuang Baji Makassar, Politeknik
Kesehatan Makassar

National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Clasification and Stratification. Am J Kidney
Dis[internet].2002[ cited 2014 Dec 24];39:S1-S266. Available. from: www.kidney.org

Naga, Sholeh. S. 2013. Buku Panduan lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA
Press.

Nurani, V.M., Mariyanti, S., 2013. Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Psikolog. Vol. 11 No 1:1-13

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2006.Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Price, S.A., dan Wilson, L. M., Pathofisiologi Konsep Klinik ProsesProses


Penyakit. Jakarta: EGC. 2006. Hal : 43-51
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi
10. Jakarta: EGC.

Suhardjono, 2016. Hemodialysis : Prinsip dasar & pemakaian kliniknya dalam sehati S. Alwi,
Sudoyo AW, Simandibrata M, Setyohadi B, Pehyunting, Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta : Internal Publising. Hlm 2194.98.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
edisi 8. Jakarta : EGC

Sylvia Anderson Price dan Lorraine M Wilson. Patofisiologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2017

Wahid, & Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan KeperawatanPada Gangguan
Sistem Respirasi. Jakarta: TIM.
1. Tanggal : 1 Maret 2011,Inisial klien : Tn R, 55 tahun. Keluhan Utama SMRS (sebelum
masuk rumah sakit): kejang-kejang. Riwayat sebelum smrs: Pasien kejang-kejang 4 jam smrs. 10
menit kejang tonik berulang ± 6x/ Busa(+). 1 hr smrs pasien mulai bicara tidak nyambung. Muntah
(+), mual (+), demam (+). 8 bulan smrs pasien didiagnosa gagal ginjal disarankan untuk hemodialisa
namun belum dilaksanakan karena masalah dana. RPD (riwayat penyakit dahulu) : Sebelumnya
pernah kejang, riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu. Didapatkan tanda-tanda vital : TD: 180/110
mmHg, N = 80x/menit, RR: 30x/menit. Kesadaran apatis. Hasil lab: DPL jam 22.59.44  Hb 5,2 ;
Leukosit 16.400 ; Trombosit 150.000 ; Ureum 233 ; Creatinin 26,5 ; Albumin 3 ; GDS 201 ; Na 96 ;
K 3,4. Mata : Konjuctiva anemis +/+, sklera ikterik, ekstremitas : Akral kaki dingin,
motorik lemah, edema -/- , jantung : BJ I – II normal, mur-mur -, gallop -, Paru :
Vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, lemas, BU +, Hepar tidak teraba, ballotemen -/- .
Lakukan pegkajian, analisa data, prioritas dx.keperawatan, intervensi, implementasi (Data boleh
ditambahkan).
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA
No. Rekam Medis ... 1234567 Diagnosa Medis : CKD ...
IDENTITAS

Nama : Tn. R Jenis Kelamin : laki-laki Umur : 55 tahun


Agama : Islam Status Perkawinan : kawin Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Supir Sumber informasi : Istri Alamat : Periuk

TRIAGE P1  P2 P3 P4
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : Kejang-kejang 4 jam smrs, 10 menit kejang tonik berulang ± 6x/ Busa(+). 1 hr
smrs pasien mulai bicara tidak nyambung. Muntah (+), mual (+), demam (+),8 bulan smrs
pasien didiagnosa gagal ginjal disarankan untuk hemodialisa namun belum dilaksanakan karena
masalah dana.
RPD (riwayat penyakit dahulu) : Sebelumnya pernah kejang, riwayat hipertensi sejak 3 bulan
yang lalu
Mekanisme Cedera : tidak ada
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, tidak dapat di kaji karena kesadaran
menurun (Apatis)
Diagnosis Keperawatan: D.0006
AIRWAY Risiko Aspirasi
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x60 menit,
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A tingkat aspirasi menurun (L.01006)
Suara Nafas : Snoring Gurgling
Kriteria Hasil :
Stridor  N/A  Kesadaran meningkat
Keluhan/data Lain:  Dispnea menurun
 Kelemahan otot meningkat
 Kejang tonik berulang  Akumulasi sekret menurun
 Mulut berbusa
Intervensi :
A. MENEJEMEN JALAN NAPAS
(I.01011)

1. Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

B. PENCEGAHAN ASPIRASI (I.01018)

1. Observasi
 Monitor tingkat
kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Monitor status
pernafasan
 Monitor bunyi nafas,
terutama setelah makan/ minum
 Periksa residu gaster
sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan
selang nasogastric sebelum
memberi asupan oral
2. Terapeutik
 Posisikan semi fowler
(30-45 derajat) 30 menit sebelum
memberi asupan oral
 Pertahankan posisi
semi fowler (30-45 derajat) pada
pasien tidak sadar
 Pertahanakan
kepatenan jalan nafas (mis.
Tehnik head tilt chin lift, jaw trust,
in line)
 Pertahankan
pengembangan balon ETT
 Lakukan penghisapan
jalan nafas, jika produksi secret
meningkat
 Sediakan suction di
ruangan
 Hindari memberi makan
melalui selang gastrointestinal jika
residu banyak
 Berikan obat oral dalam
bentuk cair
3.  Edukasi
 Anjurkan makan secara
perlahan
 Ajarkan strategi
mencegah aspirasi
 Ajarkan teknik
mengunyah atau menelan, jika
perlu

Diagnosa Keperawatan: D. 0005


BREATHING Pola Nafas Tidak Efektif
Gerakan dada:  Simetris  Asimetris Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, Pola
nafas membaik (L.01004)
 Irama Nafas :  Cepat Dangkal  Normal
Kriteria Hasil :
 Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur  Dispnea menurun
 Pengunaan otot
 Retraksi otot dada :  Ada
 Pemanjangan fase ekspirasi
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : 30x/mnt menurun
 Pernapasan cuping hidung menurun
Keluhan/data Lain:
 Pernafasan cuping hidung Intervensi :
A. PEMANTAUAN RESPIRASI
 Kejang (I.01014)

1. Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot,  ataksik0
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan
napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

B. MENEJEMEN JALAN NAPAS (I.


01011)

1. Observasi
 Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
 Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Diagnosa Keperawatan: D. 0009


CIRCULATION Perfusi Perifer Tidak Efektif
Nadi :  Teraba  Tidak teraba Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam, Perfusi
Sianosis :  Ya perifer meningkat (L.02011)
CRT : < 2 detik > 2 detik
Kriteria Hasil :
Pendarahan :  YaTidak ada  Warna kulit pucat menurun
Keluhan Lain:  Kelemahan otot menurun
 Pengisian kapiler cukup membaik
 Mengeluh mual muntah  Turgor kulit cukup membaik
 Membran mukosa kering  Tekanan darah normal

 Suhu 38.6 C INTERVENSI KEPERAWATAN


 Telapak tangan pucat A. PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)
 Konjungtiva kanan dan kiri anemis
1. Observasi
 Akral dingin  Periksa sirkulasi
perifer(mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kalpiler, warna, suhu,
angkle brachial index)
 Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
 Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau bengkak
pada ekstremitas
2. Terapeutik
 Hindari pemasangan
infus atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada ekstremitas
pada keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area
yang cidera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah secara
teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
 Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada
kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)

B. MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I.


06195)

1. Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prostesis, sepatu,
dan pakaian
 Periksa perbedaan
sensasi tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan
sensasi panas atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan tromboemboli
vena
2. Terapeutik
 Hindari pemakaian
benda-benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau
dingin)
3. Edukasi
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji suhu
air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal saat
memasak
 Anjurkan memakai
sepatu lembut dan bertumit
rendah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
Diagnosa Keperawatan: D.0130
DISABILITY Hipertermia
Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, Termoregulasi
mambaik (L.14134)
Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  Apatis Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh normal (36.5-37.5)
GCS :  Eye 4  Verbal 4  Motorik 4 2. Suhu kulit normal
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis 3. Tidak ada kejang
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
Keluhan Lain : Intervensi :
 Sebelumnya pernah kejang MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)
 TD : 180/110 mmHg
1. Observasi
 Suhu 38.6C  Identifkasi penyebab
 Mual, muntah hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
 BAK sedikit 1/2 gelas aqua, warna kuning keruh lingkungan panas penggunaan
incubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
2. Terapeutik
 Sediakan lingkungan
yang dingin
 Longgarkan atau
lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
 Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

Manajemen Kejang
Observasi
 Monitor terjadinya kejang berulang
 Monitor karakteristik kejang (mis.
Aktivitas motorik, dan progresi
kejang)
 Monitor status neurologis
 Monitor tanda tanda vital
Terapeutik
 Baringkan pasien agar tidak terjatuh
 Berikan alas empuk di bawah kepala,
jika memungkinkan
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Longgarkan pakaian, terutama di
bagian leher
 Dampingi selama periode kejang
 Jauhkan benda benda berbahaya
terutama benda tajam
 Catat durasi kejang
 Reorientasikan setelah periode
kejang
 Dokumentasikan periode terjadinya
kejang
 Pasang akses IV, jika perlu
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan keluarga menghindari
memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat periode kejang
 Anjurkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakann pasien
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antikonvulsan,
jika perlu

Diagnosa Keperawatan: D.0129


EXPOSURE Gangguan Integritas Jaringan Kulit
 Deformitas : Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Contusio : Tidak selama 3x24 jam, Integritas kulit dan
 Abrasi : Tidak jaringan meningkat (L.14125)
 Penetrasi :Tidak
 Laserasi :Tidak Kriteria Hasil :
 Edema :Tidak  Elastisitas meningkat
Keluhan Lain: kulit kering,  Hidrasi meningkat
kemerahan bekas  Perfusi jaringan meningkat
garukan  Kemerahan menurun
 Suhu kulit membaik

INTERVENSI KEPERAWATAN

PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


(I.11353)

1. Observasi
 Identifikasi penyebab
gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, peneurunan
kelembaban, suhu lingkungan
ekstrem, penurunan mobilitas)
2. Terapeutik
 Ubah posisi setiap 2 jam
jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal
dengan air hangat, terutama
selama periode diare
 Gunakan produk
berbahan petrolium  atau minyak
pada kulit kering
 Gunakan produk
berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah

2. PERAWATAN LUKA( I.14564 )

1. Observasi
 Monitor karakteristik luka
(mis: drainase,warna,ukuran,bau
 Monitor tanda –tanda
inveksi

1. Terapiutik
 lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan
NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berika salep yang sesuai
di kulit /lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
 Pertahan kan teknik
seteril saaat perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
 Berika diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam amino),sesuai
indikasi
 Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
2. Edukasi
 Jelaskan tandan dan
gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri
3. Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

Diagnosa Keperawatan:
ANAMNESA
Riwayat Penyakit Saat Ini : Gagal ginjal Kriteria Hasil : … … …

SECONDARY SURVEY
Alergi : Tidak ada Intervensi
Medikasi : Propanolol, furosemid,
allopurinol, natrium karbonat.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Hopertensi

Makan Minum Terakhir : jam 6 sore


Even/Peristiwa Penyebab: tiba-tiba
kejang

Tanda Vital :
BP : 180/110 N : 80x/mnt S: 38,6C RR : 30x/mnt

PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:


Kepala dan Leher: Kriteria Hasil : … … …
Kulit wajah pucat,
Intervensi :
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, Pupil
dilatasi
Hidung : pernapasan cuping hidung
Mulut : membrane mukosa kering, lidah berwarna
keputihan, bibir pecah-pecah
Leher : pembesaran vena jugularis
Dada:
Bentuk dada simetris, terlihat retraksi dada, suara paru
vesikular, ronchi -/-, wheezing -/-, BJ I-II normal, mur-mur
(-), gallop (-)
Abdomen:
Bentuk datar, lemas, bising usus (+), hepar tidak teraba,
ballotemen -/-
Pelvis:
Tidak ada kelainan
Ektremitas Atas/Bawah:
Turgor kulit kering, warna kulit mengkilap dan kemerahan
terdapat bekas garukan, akral kaki dingin, telapak tangan
pucat, CRT >2 detik, motorik lemah, edema -/-
Punggung :
Bentuk simetris, tidak terdapat lesi
Neurologis :
Riwayat kejang sebelumnya, dan 4x kejang tonik berulang
saat ini
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosa Keperawatan:

RONTGEN CT-SCAN USG EKG Kriteria Hasil : … … …


 ENDOSKOPI  Lain-lain, Lab tanggal 1 Maret 2011 Intervensi :
Hasil : 1. … … …

Hb 5,2 Ureum 233


Leukosit 16.400 Creatinin 26,5
Trombosit 150.000 Albumin 3
GDS 201 Na 96
K 3,4.
Tanggal Pengkajian : 1 Maret 2011 TANDA TANGAN PENGKAJI:
Jam : 14.00 WIB
Keterangan : NAMA JELAS : Marki
IMPLEMENTASI EVALUASI
NO. DX TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI (TGL& JAM) PRF

1 Maret 2011 A. MENEJEMEN JALAN NAPAS S : Tidak bisa terkaji karena Marki
1 (I.01011) pasien mengalami kejang dan
Jam 14.00  mengobservasi pola napas penurunan kesadaran
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas) O:
 Mengobservasi bunyi napas  RR : 30x/mnt
tambahan
 Melakukan  Suara nafas gurgling
pemasangan OPA  Terpasang OPA
 Melakukan  Saliva berwarna putih
penghisapan lendir kurang kental, jumlah banyak,
dari 15 detik
refleks batuk ada
 Kesadaran apatis, CGS
B. PENCEGAHAN ASPIRASI E4M4Vterpasang OPA
(I.01018)

 Mengobservasi
A : Masalah terasatasi sebagian
tingkat kesadaran, batuk,
muntah dan kemampuan P: Lanjutkan intervensi
menelan penghisapan hipersaliva jika
 Mengobservasi kesadaran masih menurun
status pernafasan
 Melakukan
penghisapan jalan nafas

2 Jam 14.10 S : Tidak bisa terkaji karena


pasien mengalami kejang dan
PEMANTAUAN RESPIRASI
penurunan kesadaran
(I.01014)

 Mengobservasi frekuensi, O:
irama, kedalaman, dan  RR : 30x/mnt
upaya napas  Nafas cepat dan dangkal
 Mengobservasi pola
napas
 Terpasang OPA
 Mengobservasi  Saliva berwarna putih
kemampuan batuk efektif kental, jumlah banyak,
 Mengobservasi adanya refleks batuk ada
produksi sputum
 Saturasi 90%
 Mengobservasi adanya
sumbatan jalan napas  Terpasang Oksigen simple
 Mengauskultasi bunyi mask 10 lpm
napas
 Memonitor saturasi
oksigen A : Masalah terasatasi sebagian
MENEJEMEN JALAN NAPAS P: Lanjutkan intervensi
(I.01011)

 Mengobservasi pola napas


(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Mengobservasi bunyi napas
tambahan
 Memberikan oksigen

3 Jam 14.20 S : Tidak bisa terkaji karena


pasien mengalami kejang dan
PERAWATAN SIRKULASI penurunan kesadaran
(I.02079)
O:
 Melakukan  Warna kulit pucat
pemeriksaan sirkulasi perifer
 Kelemahan otot
 mengidentifikasi
 CRT > 3 detikTurgor kulit cukup
faktor resiko gangguan
membaik
sirkulasi
 Memonitor  TD : 180/110 mmHg
panas, kemerahan pada  Terpasang infus di tangan kanan
ekstremitas dengan abocath no 22
 Berkolaborasi
pemberian cairan intravena A : Masalah terasatasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

4 Jam 14.35 S : Tidak bisa terkaji karena


pasien mengalami kejang dan
penurunan kesadaran
MANAJEMEN HIPERTERMIA
(I.15506) O:
 Membran mukosa kering, kulit
kering dan bersisik
 Mengidentifkasi
 Suhu tubuh 38,6C
penyebab hipertermi Monitor
suhu tubuh  Terpasang cateter urine, urine
 Memonitor warna kuning pekat, jumlah
haluaran urine 50 cc
 Menyediakan  Terpasang OPA
lingkungan yang dingin  Terpasang akses IV
 Berkolaborasi
cairan dan elektrolit A : Masalah terasatasi sebagian
intravena
 Memonitor P: Lanjutkan intervensi
terjadinya kejang berulang
 Memonitor
status neurologis
 Memonitor tanda
tanda vital
 Membaringkan
pasien agar tidak terjatuh
 Mempertahanka
n kepatenan jalan nafas
 Mendampingi
selama periode kejang
 Mencatat durasi
kejang
 Memasang
akses IV
 Memberikan
oksigen

Anda mungkin juga menyukai