Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN


DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

OLEH :

DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI


209012550

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

I. Konsep dasar Penyakit


A. Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic
fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok
(Sudoyo Aru, dkk 2009).
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod
Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes
Albopictus (Titik Lestari, 2016).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian
utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang
masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup
tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan, 2017).

B. Faktor penyebab
Menurut Soedarto (2012), Demam Haemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh :
1. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Artropod Born Virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4, keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia
dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam gen flavirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictuus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.

Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic


Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe,
yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada
sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo dkk. 2010).
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas
oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut
telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan
(Hendarwanto 2010).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma 2015):
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Myalgia atau arthralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di
konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO (2011) diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
b. Manifestasi perdarahan yang berupa :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
1) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun < 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin lembab

D. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus
sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)
terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular
ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat
dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
(Murwani, 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan
menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama-tama
yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah
pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani, 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma
ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan
kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia
serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit
>20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani,
2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul
anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani, 2018).
E. Pathway

Nausea
F. Klasifikasi
Menurut WHO, DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma, 2015) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai
dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain
adalah (Wijayaningsih, 2013) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,
ureum dan pH darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi
reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat
cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen
dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan
dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti
prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah
daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel
di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) didapatkan efusi pleura.

H. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai
akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas
sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat
penurun panas (Rampengan & Laurentz, 2007). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF
tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF
disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit
meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan
diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler
spontan setelah pemberian cairan.
d) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2011), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau
komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu
perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai
dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi
20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai
nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung,
telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria
(Pangaribuan, Prawirohartono, & Laksanawati, 2016).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini, dkk., 2017).
1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, penanggung jawab
2. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan lemah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai
ke-7, dan pasien semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematesis.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, pasien bisa mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit apa saja yang pernah diderita sama keluarga pasien
6. Riwayat Gizi
Status gizi pasien menderita DHF dapat bervariasi. Semua pasien dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.
Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat
badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diare/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. pasien sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital
dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) : tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC).
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri,
muka tampak kemerahan karena demam.
4) Mata : konjungtiva anemis.
5) Hidung : hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
IV.
6) Telinga : tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut : pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran.
9) Dada / thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama.
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru.
Auskultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III,
dan IV.
10) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Auskultasi : Adanya penurunan bising usus.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali).
Perkusi : Terdengar redup.
11) Sistem Integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.
Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan
uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah
anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat
ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo, et al.,
2008).
12) Genitalia : biasanya tidak ada masalah.
13) Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak.
14) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d) Ig. D dengue positif.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipopreteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h) SGOT / SGPT mungkin meningkat.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin,
2018) (SDKI DPP PPNI, 2017) :
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri.
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan).
5) Nausea berhubungan dengan iritasi lambung
6) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
8) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
9) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
10) Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia).
11) Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.
C. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (SIKI DPP PPNI, 2018) (SLKI DPP PPNI, 2019).
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Perencanaan (SIKI) Rasional
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi Observasi
efektif asuhan keperawatan o Monitor pola napas o Mengetahui tanda
selama …x…, (frekuensi, usaha dan gejala awal pola
diharapkan pola napas napas). nafas tidak efektif
tidak efektif teratasi o Monitor bunyi napas o Mengetahui adanya
dengan kriteria hasil : tambahan (mis, sumbatan pada jalan
o Kapasitas vital gurgling, mengi, nafas dan
meningkat wheezing, ronkhi perkembangan status
o Dispneu menurun basah). kesehatan pasien
o Frekuensi napas o Monitor sputum o Mengetahui produksi
membaik (jumlah, warna, aroma). sputum yang
dihasilkan dan untuk
menegakkan
diagnose.

Terapeutik Terapeutik
o Posisikan semi fowler o Memberikan posisi
atau fowler. yang nyaman untuk
pasien, mengurangi
sesak nafas.
o Berikan minum hangat.
o Membantu
mengencerkan
produksi sputum.
o Berikan oksigen, jika
o Memberikan
perlu.
tambahan oksigen
dan mengurangi
perburukan keadaan.

Edukasi
o Anjurkan asupan cairan Edukasi
2000 ml/hari, jika tidak o Mencukupi jumlah
kontraindikasi. kebutuhan cairan
klien untuk
mencegah dehidrasi
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian Kolaborasi
bronkodilator, o Mengencerkan
ekspektoran, mukolitik, sputum sehingga
jika perlu. melancarkan saluran
pernafasan
2 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi Observasi
asuhan keperawatan o Identifikasi penyebab o Untuk mengetahui
selama …x…, hipertermia (mis. penyebab hipertermi.
diharapkan hipertermia dehidrasi, terpapar
teratasi dengan kriteria lingkungan panas,
hasil : penggunaan incubator).
o Menggigil menurun. o Monitor suhu tubuh. o Untuk memantau

o Kulit merah keadaan suhu tubuh

menurun. pasien.

o Suhu tubuh o Monitor kadar o Elektrolit sebagai

membaik. elektrolit. indikator keadaan

o Tekanan darah status cairan dalam


tubuh.
membaik.
o Monitor haluaran urine. o Untuk mengetahui
keseimbangan cairan
dan tingkatan
dehidrasi.

Terapeutik Terapeutik
o Sediakan lingkungan o Irigasi pendingin dan
yang dingin. pemajanan
permukaan kulit ke
udara mungkin
dibutuhkan untuk
menurunkan suhu.
o Longgarkan atau o Mendorong
lepaskan pakaian. kehilangan panas
melalui konduksi dan
konveksi.
o Basahi dan kipasi o Mempercepat dalam
permukaan tubuh. penurunan produksi
panas.
o Berikan cairan oral.
o Untuk mencegah
terjadinya hidrasi
yang akan
menyebabkan
peningkatan suhu
o Lakukan pendinginan tubuh.
eksternal (mis, kompres o Untuk membantu
dingin pada dahi, leher, menurunkan suhu
dada, abdomen, aksila). tubuh.
o Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin. o Meningkatkan resiko
perdarahan.
o Berikan oksigen, jika
o Memberikan
perlu.
tambahan oksigen
dan mengurangi
perburukan keadaan.
Edukasi
o Anjurkan tirah baring. Edukasi
o Aktivitas yang tinggi
dapat meningkatkan
suhu tubuh anak
dengan demam.

Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian Kolaborasi
cairan dan elektrolit o Untuk menggantikan
intravena, jika perlu. kehilangan cairan.

3 Nyeri Akut Setelah dilakukan Observasi Observasi


asuhan keperawatan o Identifikasi lokasi, o Mempengaruhi
selama …x…, karakteristik, durasi, pilihan / pengawasan
diharapkan nyeri akut frekuensi, kualitas, keefektifan
teratasi dengan kriteria intensitas nyeri. intervensi.
hasil : o Identifikasi skala nyeri. o Untuk mengetahui
o Keluhan nyeri berat nyeri yang
menurun. dialami pasien.
o Meringis menurun. o Identifikasi respons o Tingkat ansietas
o Gelisah menurun. nyeri nonverbal. dapat mempengaruhi
o Pola napas membaik persepsi/reaksi
terhadap nyeri.
o Identifikasi factor yang
o Dengan mengetahui
memperberat dan
faktor-faktor tersebut
memperingan nyeri.
maka perawat dapat
melakukan intervensi
yang sesuai dengan
masalah klien.

Terapeutik
Terapeutik
o Berikan teknik
o Memfokuskan
nonfarmakologis untuk
kembali perhatian,
mengurangi rasa nyeri
meningkatkan
(mis, terapi musik,
kontrol dan
kompres hangat/dingin,
meningkatkan harga
terapi bermain).
diri dan kemampuan

o Kontrol lingkungan koping

yang memperberat rasa o Memberikan


nyeri (mis, suhu ketenangan kepada

ruangan, pencahayaan, pasien sehingga

kebisingan). nyeri tidak


o Fasilitasi istirahat dan bertambah.
tidur. o Dapat membantu
meningkatkan
istirahat dan tidur.
Edukasi
o Jelaskan strategi Edukasi
meredakan nyeri. o Teknik distraksi dan
relaksasi dapat
mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan
o Anjurkan memonitor
pasien.
nyeri secara mandiri. o Mengetahui
o Ajarkan teknik
perkembangan nyeri.
nonfarmakologis untuk o Teknik distraksi dan
mengurangi rasa nyeri.
relaksasi dapat
mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan
pasien.
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
Kolaborasi
analgetik, jika perlu.
o Analgetik dapat
mengurangi
pengikatan mediator
kimiawi nyeri pada
reseptor nyeri
sehingga dapat
mengurangi rasa
nyeri.

4. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Observasi Observasi


asuhan keperawatan o Identifikasi status o Membantu mengkaji
selama …x…, nutrisi keadaan pasien.
diharapkan defisit o Menentukan
nutrisi teratasi dengan o Identifikasi alergi dan makanan yang cocok
kriteria hasil : intoleransi makanan. untuk pasien.
o Porsi makanan yang o Jika makanan yang
dihabiskan disukai pasien dapat
o Identifikasi makanan
meningkat. dimasukkan dalam
yang disukai.
o Frekuensi makan perencanaan makan,
membaik. maka dapat
o Nafsu makan meningkatkan nafsu
membaik makan pasien.

o Monitor asupan makan. o Mengetahui jumlah


makanan yang
dikonsumsi hingga
dapat ditetapkan
intervensi
selanjutnya.
o Monitor berat badan. o Untuk mengetahui
status gizi pasien.
o Monitor hasil o Monitor status
pemeriksaan nutrisi.
laboratorium.

Terapeutik Terapeutik
o Berikan makanan tinggi o Makanan yang tinggi
kalori dan tinggi kalori dibutuhkan
protein. untuk sumber energi,
sedangkan makanan
yang tinggi protein
berfungsi untuk
mengganti sel-sel
tubuh yang telah
rusak.
o Berikan suplemen
o Membantu
makanan, jika perlu.
memenuhi kebutuhan

Edukasi nutrisi pasien.

o Anjurkan posisi duduk, Edukasi


jika mampu. o Mencegah terjadinya

o Ajarkan diet yang


diprogramkan. refluks isi lambung.
o Memenuhi
kebutuhan asupan
nutisi sesuai dengan
Kolaborasi
kebutuhan.
o Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum Kolaborasi
makan (mis, Pereda o Mengurangi perasaan
nyeri, antimietik), jika tidak nyaman saat
perlu. makan.
o Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis o Diet sesuai dengan
nutrient yang kebutuhan nutrisi
dibutuhkan, jika perlu. pasien.

5 Nausea Setelah dilakukan Observasi Observasi


asuhan keperawatan o Identifikasi dampak o Mengetahui tindakan
selama …x…, mual terhadap kualitas keperawatan yang
diharapkan nausea hidup akan diberikan untuk
teratasi dengan kriteria mengatasi
hasil : permasalahan
o Keluhan mual sehingga dampak
menurun tidak dirasakan
o Perasaan ingin
o Identifikasi faktor
muntah menurun o Mengatasi mual
penyebab mual (mis.
pengobatan dan
prosedur)
o Monitor mual (mis.
o Mengetahui rasa
frekuensi, durasi dan
tingkat keparahan) mual yang dirasakan
dan mengetahui
keefektifan tindakan
keperawatan yang
sudah diberikan
o Monitor asupan nutrisi
dan kalori o Salah satu dampak
dari rasa mual adalah
tidak nafsu makan
sehingga asupan
nutrisi perlu dipantau
Terapeutik
o Berikan makanan Terapeutik
dalam jumlah kecil dan o Untuk menghindari
menarik mual dan menambah
o Berikan makanan nafsu makan pasien
dingin, cairan bening, o Bau yang menyengat
tidak berbau dan tidak dapat memicu
berwarna jika perlu terjadinya rasa mual

Edukasi
o Anjurkan sering Edukasi
membersihkan mulut, o Mulut dengan

kecuali jika keadaan yang bersih


merangsang mual dapat meningkatkan
o Anjurkan makanan nafsu makan

tinggi karbohidrat dan o Makanan berlemak


rendah lemak dapat menstimulus
o Anjurkan teknik non- rasa mual dan

farmakologis untuk muntah

mengatasi mual (mis. o Teknik non-

biofeedback, hypnosis, farmakologis


relaksasi, terapi music, digunakan untuk
akupresur) mendukung terapi
farmakologis yang
bekerja dengan
merilekskan dan
meredakan mual
Kolaborasi yang dirasakan
o Kolaborasi pemberian pasien
antiemetic, jika perlu
Kolaborasi
o Mengurangi mual
dan menetralkan
asam lambung

6 Hipovolemia Setelah dilakukan Observasi Observasi


asuhan keperawatan o Periksa tanda dan o Mengetahui adanya
selama …x…, gejala hipovolemia tanda-tanda dehidrasi
diharapkan hipovolemia (mis, frekuensi nadi dan mecegah syok
teratasi dengan kriteria meningkat, nadi terasa hipovolemik.
hasil : lemah, tekanan darah
o Turgor kulit menurun, tekanan nadi
meningkat. menyempit, turgor kulit
o Output urine menurun, membran
meningkat. mukosa kering, volume
o Tekanan darah dan urin menurun,
nadi membaik. hematokrit meningkat,
o Kadar Hb membaik. haus lemah).
o Membantu dalam
o Monitor intake dan
menganalisa
output cairan.
keseimbangan cairan
dan derajat
kekurangan cairan.

Terapeutik
Terapeutik
o Mengganti
o Berikan asupan cairan
kehilangan cairan.
oral.

Edukasi
Edukasi
o Memenuhi dan
o Anjurkan
mempertahankan
memperbanyak asupan
kebutuhan cairan
cairan oral.
tubuh.

Kolaborasi Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian o Untuk memberikan
cairan IV sesuai hidrasi cairan tubuh
program. secara parenteral.
o Kolaborasi pemberian o Tubuh tidak
produk darah. kekurangan pasokan
darah sehingga
terjadi penurunan
trombosit.

7 Intoleransi Setelah dilakukan Observasi Observasi


Aktivitas asuhan keperawatan o Monitor kelelahan fisik o Untuk mengetahui
selama …x…, dan emosional. status kelelahan klien
diharapkan intoleransi dan tingkat emosi.
aktivitas teratasi dengan o Monitor pola dan jam o Memantau pola tidur
kriteria hasil : tidur. klien agar tidak
o Frekuensi nadi terjadi kelelahan.
meningkat.
o Kemudahan dalam
Terapeutik Terapeutik
melakukan aktivitas
o Sediakan lingkungan o Meningkatkan
sehari-hari
nyaman dan rendah kenyamanan istirahat
meningkat.
stimulus (mis, cahaya, serta dukungan
o Frekuensi napas
suara, kunjungan). fisiologis/psikologis.
membaik.
o Berikan aktivitas o Meningkatkan
distraksi yang kenyamanan klien
menenangkan. saat melakukan
aktivitas secara
bertahap.

Edukasi
Edukasi
o Anjurkan tirah baring.
o Meningkatkan
kenyamanan istirahat
serta dukungan
fisiologis/psikologis.
o Anjurkan melakukan o Meminimalkan atrofi
aktivitas secara otot, meningkatkan
bertahap. sirkulasi, mencegah
terjadinya kontraktur.
o Anjurkan menghubungi o Segera mendapatkan
perawat jika tanda dan intervensi lebih
gejala kelelahan tidak lanjut.
berkurang.

Kolaborasi Kolaborasi
o Kolaborasi dengan ahli o Mempercepat proses
gizi tentang cara penyembuhan.
meningkatkan asupan
makanan.

8 Defisit Setelah dilakukan Observasi Observasi


Pengetahuan asuhan keperawatan o Identifikasi kesiapan o Memahami
selama …x…, dan kemampuan kemampuan pasien
diharapkan defisit menerima informasi. dalam menerima
pengetahuan teratasi informasi.
dengan kriteria hasil :
o Kemampuan Edukasi Edukasi
menjelaskan o Jelaskan factor risiko o Klien/keluarga

pengetahuan tentang yang dapat mengetahui factor


suatu topik mempengaruhi risiko yang dapat
meningkat. kesehatan. mempengaruhi
o Perilaku sesuai kesehatan.
dengan pengetahuan o Ajarkan perilaku hidup o Meningkatkan
meningkat. bersih dan sehat. kualitas kesehatan
dan mecegah
o Persepsi yang keliru timbulnya masalah
terhadap masalah kesehatan.
menurun o Memotivasi dalam
o Ajarkan strategi yang
meningkatkan
dapat digunakan untuk perilaku hidup bersih
meningkatkan perilaku dan sehat.
hidup bersih dan sehat.

9 Ansietas Setelah dilakukan Observasi Observasi


asuhan keperawatan o Monitor tanda-tanda o Untuk menentukan
selama …x…, ansietas (verbal dan tingkat kecemasan
diharapkan ansietas nonverbal). yang dialami pasien
teratasi dengan kriteria sehingga perawat
hasil : bisa memberikan
o Verbalisasi khawatir intervensi yang
akibat kondisi yang cepat dan tepat.
dihadapi menurun.
Terapeutik
o Perilaku gelisah Terapeutik
o Ciptakan suasana
menurun. o Agar terbina rasa
terapeutik untuk
o Konsentrasi saling percaya antar
menumbuhkan
membaik perawat-pasien
kepercayaan.
sehingga pasien
kooperatif dalam
tindakan
keperawatan.
o Dengarkan dengan
o Dapat meringankan
penuh perhatian.
beban pikiran pasien.
o Gunakan pendekatan
o Menumbuhkan
yang tenang dan
sikap/rasa saling
meyakinkan.
percaya antar
perawat-pasien.

Edukasi
Edukasi
o Anjurkan keluarga
o Klien dapat merasa
untuk tetap bersama
masih ada orang
pasien.
o Anjurkan yang
mengungkapkan memperhatikannya.
perasaan dan persepsi. o Untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
kecemasan yang
Kolaborasi dirasakan klien.
o Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika Kolaborasi
perlu. o Mengurangi
kecemasan
10 Risiko Setelah dilakukan Observasi Observasi
Perdarahan asuhan keperawatan o
Monitor tanda dan o Agar tidak terjadi
selama …x…, gejala perdarahan. perdarahan.
diharapkan risiko o
Monitor nilai o Untuk mengetahui
perdarahan tidak hamatokrit atau nilai Hb dan Ht
menjadi aktual dengan hemoglobin sebelum sesuai dengan nilai
kriteria hasil : dan setelah kehilangan normal.
o Kelembapan kulit darah.
meningkat. o
Monitor tanda-tanda o Mengetahui keadaan
o Hemoglobin vital. umum pasien.
membaik.
o Hematokrit Terapeutik Terapeutik

membaik. o
Pertahankan bed rest o Aktivitas yang tidak
selama perdarahan. terkontrol dapat
menyebabkan
terjadinya
perdarahan.

Edukasi Edukasi
o
Jelaskan tanda dan o Klien mengetahui
gejala perdarahan. dan mampu
mengidentifikasi
tanda dan gejala
perdarahan secara
mandiri.
o
Anjurkan o Membantu proses
meningkatkan asupan pembekuan darah.
makanan dan vitamin
K. o Agar segera
o
Anjurkan segera mendapatkan
melapor jika terjadi pertolongan oleh
perdarahan. tenaga medis.

Kolaborasi
Kolaborasi o Mencegah
o
Kolaborasi pemberian perburukan kondisi
obat pengontrol perdarahan.
perdarahan, jika perlu. o Tubuh tidak
o
Kolaborasi pemberian kekurangan pasokan
produk darah, jika darah sehingga
perlu. terjadi penurunan
trombosit.

11 Risiko syok Setelah dilakukan Obervasi Obervasi


asuhan keperawatan o Monitor status o Mengetahui keadaan
selama …x…, kardiopulmonal umum pasien.
diharapkan risiko syok (frekuensi dan kekuatan
tidak menjadi aktual nadi, frekuensi napas,
dengan kriteria hasil : TD).
o Tingkat kesadaran o Monitor status cairan o Untuk
meningkat (masukan dan haluaran, mengumpulkan dan

o Tekanan darah, turgor kulit, CRT). menganalisis data

frekuensi nadi dan pasien untuk

napas membaik mengatur


keseimbangan
o Monitor tingkat cairan.
kesadaran dan respon o Mengetahui status
pupil. kesadaran pasien.
Terapeutik
o Berikan oksigen untuk Terapeutik
mempertahankan o Untuk mencegah dan
saturasi oksigen >94%. memperbaiki
hipoksia jaringan.
Edukasi
o Jelaskan penyebab Edukasi
atau faktor risiko syok. o Klien mengetahui
penyebab atau faktor
risiko terjadinya
o Anjurkan melapor jika syok.
menemukan atau o Agar segera
merasakan tanda dan mendapatkan
gejala awal syok. pertolongan oleh
tenaga medis.
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian Kolaborasi
IV, jika perlu. o Untuk memberikan
o Kolaborasi pemberian hidrasi cairan tubuh
transfusi darah, jika secara parenteral.
perlu. o Tubuh tidak
kekurangan pasokan
darah sehingga
terjadi penurunan
trombosit.
D. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali & SKM, 2016).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali & SKM, 2016). Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
Hasil evaluasi yang diharapkan dari pasien dengan DHF antara lain :
a. Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif.
b. Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
c. Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang.
d. Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
e. Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi.
f. Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.
g. Pengetahuan klien/keluarga bertambah.
h. Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
i. Perdarahan tidak terjadi.
j. Tidak terjadi syok hipovolemik.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. Z., & SKM, M. M. (2016). Dasar -Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Erdin. (2018). Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan, D. (2017). Hubungan Karakteristik Klien Demam Berdarah Dengue (DBD)


dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas I
Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto).

Murwani. (2018). Kasus Hipertermi pada DHF. 6-27.

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalan Praktek Keperawatan Profesional


edisi.3. Jakarta: Salemba Medika.

Pangaribuan, A., Prawirohartono, E. P., & Laksanawati, I. S. (2016). Faktor Prognosis


Kematian Sindrom Syok Dengue. Sari Pediatri, 15(5), 332-40.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Rampengan T.H & Laurentz I.R. (2007). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta: EGC.

Soedarmo, et al. (2008). Buku Ajar : Infeksi dan Pediatri Tropis, edisi 2, Jakarta : IDAI.

Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung


Seto.

Widyorini, P., Shafrin, K. A., Wahyuningsih, N. E., & Murwani, R. (2017). Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in Semarang City are Related to Air Temperature,
Humidity, and Rainfall. Advanced Science Letters, 23(4), 3283-3287.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.

World Health Organization (WHO). (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: WHO Press Regional South-
East Asi

Anda mungkin juga menyukai