OLEH :
B. Faktor penyebab
Menurut Soedarto (2012), Demam Haemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh :
1. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Artropod Born Virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4, keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia
dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam gen flavirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictuus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
D. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus
sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)
terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular
ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat
dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
(Murwani, 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan
menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama-tama
yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah
pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani, 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma
ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan
kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia
serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit
>20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani,
2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul
anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani, 2018).
E. Pathway
Nausea
F. Klasifikasi
Menurut WHO, DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma, 2015) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai
dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain
adalah (Wijayaningsih, 2013) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,
ureum dan pH darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi
reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat
cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen
dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan
dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti
prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah
daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel
di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) didapatkan efusi pleura.
H. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai
akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas
sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat
penurun panas (Rampengan & Laurentz, 2007). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF
tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF
disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit
meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan
diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler
spontan setelah pemberian cairan.
d) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2011), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau
komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu
perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai
dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi
20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai
nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung,
telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria
(Pangaribuan, Prawirohartono, & Laksanawati, 2016).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini, dkk., 2017).
1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, penanggung jawab
2. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan lemah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai
ke-7, dan pasien semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematesis.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, pasien bisa mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit apa saja yang pernah diderita sama keluarga pasien
6. Riwayat Gizi
Status gizi pasien menderita DHF dapat bervariasi. Semua pasien dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.
Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat
badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diare/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. pasien sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital
dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) : tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC).
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri,
muka tampak kemerahan karena demam.
4) Mata : konjungtiva anemis.
5) Hidung : hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
IV.
6) Telinga : tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut : pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran.
9) Dada / thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama.
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru.
Auskultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III,
dan IV.
10) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Auskultasi : Adanya penurunan bising usus.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali).
Perkusi : Terdengar redup.
11) Sistem Integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.
Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan
uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah
anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat
ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo, et al.,
2008).
12) Genitalia : biasanya tidak ada masalah.
13) Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak.
14) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d) Ig. D dengue positif.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipopreteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h) SGOT / SGPT mungkin meningkat.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin,
2018) (SDKI DPP PPNI, 2017) :
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri.
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan).
5) Nausea berhubungan dengan iritasi lambung
6) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
8) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
9) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
10) Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia).
11) Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.
C. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (SIKI DPP PPNI, 2018) (SLKI DPP PPNI, 2019).
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Perencanaan (SIKI) Rasional
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi Observasi
efektif asuhan keperawatan o Monitor pola napas o Mengetahui tanda
selama …x…, (frekuensi, usaha dan gejala awal pola
diharapkan pola napas napas). nafas tidak efektif
tidak efektif teratasi o Monitor bunyi napas o Mengetahui adanya
dengan kriteria hasil : tambahan (mis, sumbatan pada jalan
o Kapasitas vital gurgling, mengi, nafas dan
meningkat wheezing, ronkhi perkembangan status
o Dispneu menurun basah). kesehatan pasien
o Frekuensi napas o Monitor sputum o Mengetahui produksi
membaik (jumlah, warna, aroma). sputum yang
dihasilkan dan untuk
menegakkan
diagnose.
Terapeutik Terapeutik
o Posisikan semi fowler o Memberikan posisi
atau fowler. yang nyaman untuk
pasien, mengurangi
sesak nafas.
o Berikan minum hangat.
o Membantu
mengencerkan
produksi sputum.
o Berikan oksigen, jika
o Memberikan
perlu.
tambahan oksigen
dan mengurangi
perburukan keadaan.
Edukasi
o Anjurkan asupan cairan Edukasi
2000 ml/hari, jika tidak o Mencukupi jumlah
kontraindikasi. kebutuhan cairan
klien untuk
mencegah dehidrasi
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian Kolaborasi
bronkodilator, o Mengencerkan
ekspektoran, mukolitik, sputum sehingga
jika perlu. melancarkan saluran
pernafasan
2 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi Observasi
asuhan keperawatan o Identifikasi penyebab o Untuk mengetahui
selama …x…, hipertermia (mis. penyebab hipertermi.
diharapkan hipertermia dehidrasi, terpapar
teratasi dengan kriteria lingkungan panas,
hasil : penggunaan incubator).
o Menggigil menurun. o Monitor suhu tubuh. o Untuk memantau
menurun. pasien.
Terapeutik Terapeutik
o Sediakan lingkungan o Irigasi pendingin dan
yang dingin. pemajanan
permukaan kulit ke
udara mungkin
dibutuhkan untuk
menurunkan suhu.
o Longgarkan atau o Mendorong
lepaskan pakaian. kehilangan panas
melalui konduksi dan
konveksi.
o Basahi dan kipasi o Mempercepat dalam
permukaan tubuh. penurunan produksi
panas.
o Berikan cairan oral.
o Untuk mencegah
terjadinya hidrasi
yang akan
menyebabkan
peningkatan suhu
o Lakukan pendinginan tubuh.
eksternal (mis, kompres o Untuk membantu
dingin pada dahi, leher, menurunkan suhu
dada, abdomen, aksila). tubuh.
o Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin. o Meningkatkan resiko
perdarahan.
o Berikan oksigen, jika
o Memberikan
perlu.
tambahan oksigen
dan mengurangi
perburukan keadaan.
Edukasi
o Anjurkan tirah baring. Edukasi
o Aktivitas yang tinggi
dapat meningkatkan
suhu tubuh anak
dengan demam.
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian Kolaborasi
cairan dan elektrolit o Untuk menggantikan
intravena, jika perlu. kehilangan cairan.
Terapeutik
Terapeutik
o Berikan teknik
o Memfokuskan
nonfarmakologis untuk
kembali perhatian,
mengurangi rasa nyeri
meningkatkan
(mis, terapi musik,
kontrol dan
kompres hangat/dingin,
meningkatkan harga
terapi bermain).
diri dan kemampuan
Terapeutik Terapeutik
o Berikan makanan tinggi o Makanan yang tinggi
kalori dan tinggi kalori dibutuhkan
protein. untuk sumber energi,
sedangkan makanan
yang tinggi protein
berfungsi untuk
mengganti sel-sel
tubuh yang telah
rusak.
o Berikan suplemen
o Membantu
makanan, jika perlu.
memenuhi kebutuhan
Edukasi
o Anjurkan sering Edukasi
membersihkan mulut, o Mulut dengan
Terapeutik
Terapeutik
o Mengganti
o Berikan asupan cairan
kehilangan cairan.
oral.
Edukasi
Edukasi
o Memenuhi dan
o Anjurkan
mempertahankan
memperbanyak asupan
kebutuhan cairan
cairan oral.
tubuh.
Kolaborasi Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian o Untuk memberikan
cairan IV sesuai hidrasi cairan tubuh
program. secara parenteral.
o Kolaborasi pemberian o Tubuh tidak
produk darah. kekurangan pasokan
darah sehingga
terjadi penurunan
trombosit.
Edukasi
Edukasi
o Anjurkan tirah baring.
o Meningkatkan
kenyamanan istirahat
serta dukungan
fisiologis/psikologis.
o Anjurkan melakukan o Meminimalkan atrofi
aktivitas secara otot, meningkatkan
bertahap. sirkulasi, mencegah
terjadinya kontraktur.
o Anjurkan menghubungi o Segera mendapatkan
perawat jika tanda dan intervensi lebih
gejala kelelahan tidak lanjut.
berkurang.
Kolaborasi Kolaborasi
o Kolaborasi dengan ahli o Mempercepat proses
gizi tentang cara penyembuhan.
meningkatkan asupan
makanan.
Edukasi
Edukasi
o Anjurkan keluarga
o Klien dapat merasa
untuk tetap bersama
masih ada orang
pasien.
o Anjurkan yang
mengungkapkan memperhatikannya.
perasaan dan persepsi. o Untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
kecemasan yang
Kolaborasi dirasakan klien.
o Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika Kolaborasi
perlu. o Mengurangi
kecemasan
10 Risiko Setelah dilakukan Observasi Observasi
Perdarahan asuhan keperawatan o
Monitor tanda dan o Agar tidak terjadi
selama …x…, gejala perdarahan. perdarahan.
diharapkan risiko o
Monitor nilai o Untuk mengetahui
perdarahan tidak hamatokrit atau nilai Hb dan Ht
menjadi aktual dengan hemoglobin sebelum sesuai dengan nilai
kriteria hasil : dan setelah kehilangan normal.
o Kelembapan kulit darah.
meningkat. o
Monitor tanda-tanda o Mengetahui keadaan
o Hemoglobin vital. umum pasien.
membaik.
o Hematokrit Terapeutik Terapeutik
membaik. o
Pertahankan bed rest o Aktivitas yang tidak
selama perdarahan. terkontrol dapat
menyebabkan
terjadinya
perdarahan.
Edukasi Edukasi
o
Jelaskan tanda dan o Klien mengetahui
gejala perdarahan. dan mampu
mengidentifikasi
tanda dan gejala
perdarahan secara
mandiri.
o
Anjurkan o Membantu proses
meningkatkan asupan pembekuan darah.
makanan dan vitamin
K. o Agar segera
o
Anjurkan segera mendapatkan
melapor jika terjadi pertolongan oleh
perdarahan. tenaga medis.
Kolaborasi
Kolaborasi o Mencegah
o
Kolaborasi pemberian perburukan kondisi
obat pengontrol perdarahan.
perdarahan, jika perlu. o Tubuh tidak
o
Kolaborasi pemberian kekurangan pasokan
produk darah, jika darah sehingga
perlu. terjadi penurunan
trombosit.
Ali, H. Z., & SKM, M. M. (2016). Dasar -Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Rampengan T.H & Laurentz I.R. (2007). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta: EGC.
Soedarmo, et al. (2008). Buku Ajar : Infeksi dan Pediatri Tropis, edisi 2, Jakarta : IDAI.
Widyorini, P., Shafrin, K. A., Wahyuningsih, N. E., & Murwani, R. (2017). Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in Semarang City are Related to Air Temperature,
Humidity, and Rainfall. Advanced Science Letters, 23(4), 3283-3287.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.
World Health Organization (WHO). (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: WHO Press Regional South-
East Asi