Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN DAN PATOFISIOLOGI


PADA KASUS GANGGUAN SYSTEM NEUROLOGI
“Myasthenia Gravis”

OLEH :
KELAS B14A
KELOMPOK 6

Ni Ketut Septiani Nurhaely (213221232)


Ni Putu Marthadi Lucky Lestari (213221202)
Putu Eka Sri Suwastini (213221198)
Ni Wayan Sri Janawati (213221219)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang

Hyang Widhi, atas berkat dan rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan

makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Myasthenia Gravis” sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan. Kami ingin mengucapkan terimakasih

kepada pihak-pihak dan sumber-sumber yang telah membantu kami dalam

penulisan makalah ini.

Kami menyadari masih ada banyak kekurangan dalam penulisan makalah

ini, maka dari itu kami harap Bapak/Ibu dapat memberikan saran/masukan yang

bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Om Santhi, Santhi, Santhi Om

Denpasar, 13 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................2
1.4 Manfaat.................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Pendahuluan Myasthenia Gravis............................................4
2.2.1 Definisi.......................................................................................4
2.2.2 Etiologi.......................................................................................5
2.2.3 Patofisiologi................................................................................6
2.2.4 Pathway..................................................................................... 7
2.2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................8
2.2.6 Klasifikasi...................................................................................9
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang..............................................................11
2.2.8 Penatalaksanaa Medis.................................................................12
2.2.9 Komplikasi.................................................................................13
2.2 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan..............................................14
2.3 Contoh Asuhan Keperawatan ..............................................................42
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan...............................................................................................60
3.2 Saran.....................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................61

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Myasthenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat di mana


terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis
mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Usia awitan dari miastenia gravis
adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60 tahun untuk pria. Kelemahan otot
yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah
komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan
menelan, bicara cadel, kelopak mata turun, dan penglihatan kabur atau ganda.
Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat yang disebut dengan krisis
miastenia. Hal ini kadang kala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi
sangat lemah dan pada beberapa orang, otot yang diperlukan untuk
pernafasan melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa(Abdullah, 2016).

Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai
90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit
perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini
bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600,
dan pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan
ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita
penyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrinyang
sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi krammenstruasi.
Pengelolaan akut krisis miastenia memerlukan terapi suportif umum dan
ventilasi serta langkah untuk meningkatkan blokade neuromuskuler yang
mencakup pertukaran plasma atau immunoglobulin intravena, serta
penghapusan pemicu. Terapi ini telah meningkatkan harapan hidup penderita
dengan tingkat kematian saat ini adalah sekitar 4-8%. Penyembuhan dapat
terjadi pada 10-20% pasien (PERDOSI, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah definisi Myasthenia gravis ?
2. Apakah etiologi dari Myasthenia gravis?
3. Bagaimanakah manifestasi klinis dari Myasthenia gravis?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari Myasthenia gravis?
5. Bagaimanakah pathway dari Myasthenia gravis?
6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari Myasthenia gravis?
7. Apa sajakah komplikasi dari Myasthenia gravis?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Myasthenia gravis ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum penyakit Myasthenia Gravis dan asuhan
keperawatan tentang penyakit Myasthenia Gravis.
2. TujuanKhusus
1) Mampu mengetahui dan memahami definisi dari Myathenia gravis
2) Mampu mengetahui dan memahami etiologi dari Myasthenia gravis
3) Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Myasthenia
gravis
4) Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari Myasthenia gravis
5) Mampu mengetahui dan memahami pathway Myasthenia gravis
6) Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
Myasthenia gravis
7) Mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan medik dari
Myasthenia gravis
8) Mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari Myasthenia gravis
9) Mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Myasthenia gravis

2
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit Myasthenia gravis.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat
dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan kritis.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 LAPORAN PENDAHULUAN MYASTHENIA GRAVIS


2.2.1 Definisi
Krisis miastenia didefinisikan sebagai setiap Myashtenia gravis yang
diidentifikasi mengalami eksaserbasi. Diagnosis krisis miastenia harus dicurigai
pada semua pasien dengan gagal pernafasan, terutama mereka dengan etiologi
tidak jelas. Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun kronik yang ditandai
oleh bermacam-macam tingkat kelemahan dari otot skelet (volunter) tubuh. Kata
myasthenia gravis berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang secara harafiah
berarti kelemahan otot yang berat atau gawat (grave muscle weakness). Pada masa
lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah
ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka
sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi(Istiantoro, 2012).
Myasthenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung saraf
motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot
pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah dan ampuh.
Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa
menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada
Neuromuscular junction. Hipotesis yang dibuat oleh para sarjana untuk
menerangkan peristiwa ini ada beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan
sebagai mediator kimiawi rangsang dari saraf ke otot, kurang pembentukannya.
Hipotesis lainnya mengatakan pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak
dianut ialah asetilkolin lekas terurai oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan
penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini dapat pulih kembali sesudah istirahat.
Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak
mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan. Otot-otot tubuh lainnya dapat pula
dihinggapi penyakit ini. Myashtenia gravis berakhir dengan kematian bila otot-
otot pernapasan menjadi lumpuh sama sekali.

4
2.2.2 Etiologi
                        Kelainan primer pada myasthenia gravis dihubungkan dengan gangguan
transmisi pada neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan
unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler
yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba
pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat
memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR)
pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat
otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada
MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang
berperanan. 
Myasthenia gravis disebabkan oleh gangguan transimisi impuls saraf ke
otot. Hal ini terjadi ketika komunikasi normal antara saraf dan otot terganggu di
persimpangan neuromuskuler dimana sel-sel saraf terhubung dengan otot-otot
yang dikontrol. Biasanya bila impuls menuju saraf, ujung saraf akan melepaskan
zat neurotransmitter yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan dari sambungan
neuromuskuler dan mengikat reseptor asetilkolin yang diaktifkan dan
menghasilkan kontraksi otot. Pada myasthenia gravis antibodi blok mengubah
atau menghancurkan reseptor untuk asetilkolin pada sambungan neuromuskuler
yang mencegah terjadinya kontraksi otot. Antibodi ini diproduksi oleh sistem
kekebalan tubuh.
2.2.3 Patofisiologi
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang
berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini
mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer.
Nervus yang bersangkutan bercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000
serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi
disebut unit motorik. Walaupun masing masing neuron motorik mempersarafi
banyaj serabut otot, namun masing masing otot dipersarafi oleh neuron motorik
tunggal.

5
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut
otot disebut sinaps atau taut neuromuskular. Asetilkolin disimpan dan disintesis
dalam akson terminal (bouton). Membran pascasinaps mengandung reseptor
asetilkolin yang dapat membangkitkan lempeng akhir motorik dan sebalikya dapat
menghasilkan potensial aksi otot. Apabila implus saraf mencapai taut
neuromuskular, membrana akson parasimpatik terminal terdepolirisasi,
menyebabakan pelepasan asetilkolin kedalam membran parasimpatik. Asetilkolin
menyeberangi celah sinaptik secara difusi dan menyatu dengan bagian reseptor
asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan
keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng. Ketika EPP mencapai
puncak EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam membran otot tidak bertaut
yang menyebar sepanjang sarkonema. Potensial aksi ini merangkai serangkaian
reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi melalui
penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzin
asetilkonlinetrase. Dalam MG konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah
reseptor asetilkolin normal menjadi menurun. (Keperawatan medikal bedah,
2001).

6
2.2.4 Pathway Cedera Autoimun, Gangguan subimun

Simplifikasi region pasca sinaps

Gangguan konduksi neuromuskular


  
jumlah reseptor asetilkolin pada membrane postsinaps

Hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan


neuromuskular

Kerusakan pada transmisi impuls saraf

Gangguan potensial aksi sel saraf

Gangguan kontraksi serabut otot

Energi yang diperlukan untuk bergerak Kelemahan otot

Keletihan Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan otot Gangguan otot wajah, Gangguan otot


okuler laring, faring pernafasan

Diplopia Ptosis Regurgitasi makanan ke Disfonia Kelemahan Kelemahan otot Ketidakmampuan


hidung saat menelan otot palatum pernafasan batuk efektif
Penglihatan Kelopak mata jatuh Kesulitan
ganda Resiko Aspirasi mengucapkan
kata-kata Ketidakmampuan Sesak nafas Sekresimucus
Terlihat seperti orang tertidur menutup rahang
Resiko sepanjang waktu
Cedera Gangguan Pola nafas tidak Bersihan jalan
Komunikasi Gangguanme efektif nafas tidak
Gangguan Citra Tubuh 7
Verbal nelan efektif
2.2.5 Manifestasi klinis
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah
mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang
setelah istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot yang
terpenagaruh, sebagai berikut:
2.1.5.1 Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf
kranial. Karena otot – otot okular terkena, maka gejala awal yang
muncul diplopia (penglihata ganda) dan ptosis (jatuhnya kelopak mata).
Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti patung hal ini
dikarenakan otot wajah terkena
2.1.5.2 Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara)
dalam pembentukan bunyi suara hidung atau kesukaran dalam
pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot bulbar menyebabkan
masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan
aspirasi.
2.1.5.3 Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada
otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
2.1.5.4 Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat
nafas, yang merupakan  keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal
bedah, 2001)
Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi :
1. Kelelahan
2. Wajah tanpa ekspresi
3. Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan,
tangandan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan.
4. Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari.
5. Kesulitan mengunyah
6. Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
7. Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
8. Kelumpuhan okular
9. Diplopia

8
10. Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan
jari kaki
11. Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
12. Inkontinensia stress
13. Kelemahan pada sphincter anal
14. Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot
aksesori. (Yudistira,2014)
2.2.6 Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), Myasthenia
gravis dapat diklasifikasikan sebagaiberikut:

Kelas I Adanya kelemahanotot-ototocullar, kelemahan pada saat menutup


mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan.
Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial
lebih ringan disbandingkan kelas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat
sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduany asecara predominan. Terdapa tkelemahan otot
orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan
dalamderajat yang berat, sedangkan otot-otot ocular mengalami

9
kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan
atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan
dalam derajat ringan.
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan
pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa
dilakukan intubasi.
Kelas V Penderitater-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Klasifikasi menurut Osserman ada 4 tipe :


1. Ocular myasthenia
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan
dan tidak ada kematian
2. Generalized myiasthenia
1) Mild generalized myasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke
otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon
terhadap otot baik.
2) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap
obat tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
1) Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens
tinggi thymoma

10
2) Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek.
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan : pekerjaan fisik yang berlebihan, emosi, infeksi, melahirkan anak

2.2.7 Pemeriksaan penunjang


2.1.6.1 Tes darah dikerjakan untuk menentukan kadar antibody tertentu didalam
serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies,
antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini
dapat mengindikasikan adanya MG.
2.1.6.2 Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG
dapat menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuan untuk
menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk
memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk
mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
2.1.6.3 Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
2.1.6.4 Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi,
mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan
saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir
aksi dari enzim acetylcholinesterase.
2.1.6.5 Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot
dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah
menandakan adanya MG.

11
2.2.8 Penatalaksanaan medis
Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling dapat
diatasi. Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor seperti umur,
kesehatan secara umum, keparahan penyakit, dan derajat perkembangan penyakit.
Pengobatan :
2.1.7.1 Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin®) dan pyridostigmine
(Mestinon®) biasanya diresepkan. Obat ini mencegah destruksi ACh dan
meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular junctions, memperbaiki
kemampuan kontraksi otot. Efek samping itermasuk liur berlebihan,
kontraksi otot involunter (fasciculation), nyeri abdomen, mual, dan diare.
Obat yang disebut kaolin dapat digunakan sebagai anticholinesterase untuk
mengurangi efek samping pada gastrointestinal.
2.1.7.2 Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir
AChR pada neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan
dengan anticholinesterase. Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam
beberapa minggu dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya
dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan
tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti, ulkus
gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan, gula darah meningkat, dan
peningkatan resiko infeksi mungkin muncul pada pemakaian jangka
panjang.
2.1.7.3 Immuno suppressants seperti azathioprine (Imuran®) dan
cyclophosphamide (Neosar®) dapat digunakan untuk menangani MG
umum jika pengobatan lain gagal mengurangi gejala. Efek Samping dapat
berat dan termasuk penurunan sel darah putih, disfungsi liver, mual,
muntah, dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak digunakan untuk
menangani MG congenital karena kondisi ini bukan terjadi disebabkan
oleh disfungsi sistem imun.
Penatalaksanaan lainnya :
1. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi
malfungsi pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang memburuk
(eksaserbasi) atau persiapan operasi thymectomy.  Biasanya, 2 hinga 3 liter

12
plasma dibuang dan diganti pada setiap penanganan dimana memerlukan
beberapa jam. Kebanyakan pasien menjalani beberapa sesi selama metode
plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis memperbaiki gejala MG dalam
beberapa hari dan perbaikan bertahan hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk
tekanan darah rendah, pusing, penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan
darah (thrombosis).
2. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya
dilakukan pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan pasien yang
lebih muda dari umur 55 tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat thymectomy
berkembang secara perlahan dan kebanyakan perbaikan terjadi selama
bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.
Penatalaksanaan myasthenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi
pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan
sirkulasi antibody.
2.2.9 Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi
bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan
respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi
lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk
riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca
operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas
berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.Bisa
timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi dan
Bullous death.

13
2.2 LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
2.2.2.1 Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin dan
status
2.2.2.2 Keluhan utama :
kelemahan otot.
2.2.2.3 Riwayat kesehatan :
Diagnosa myasthenia gravis didasarkan pada riwayat dan
presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan
myashtenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah
melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya
kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga
bukti tentang kelemahan otot.
2.2.2.4 Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan Umum :
2. Tingkat kesadaran   :
3. GCS                        :
4. TTV                         :
1) TD     : ………… mmHg
2) N       : …….x/menit
3) S        : ………… oC
4) RR     : …… x/menit 

1. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata :-
Perdarahan perifer : Capilary refill time< 2 detik
KGB : Tidak teraba membesar
Columna vertebralis : Letak ditengah, skoliosis ( - ), lordosis ( - )
Kulit : Warna kuning langsat, sianosis ( - ), ikterik ( - )
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, jejas ( - ), nyeri tekan perikranial ( - )

14
Mata : Konjungtiva anemis - / -, sklera ikterik - / -, ptosis + / +,
lagoftalmus - / -, pupil bulat isokor, diameter
5mm/5mm, refleks cahaya langsung + / +,
refleks cahaya tidak langsung + / +
Telinga : Normotia + / +, perdarahan - / -
Hidung : Deviasi septum - / -, perdarahan - / -
Mulut : Bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - ),
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak
terabapembesaran KGB dan tiroid.
2. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V 2 jari medial linea
Mid klavikularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea
mid klavikularis sinistra
Perkusi : Pinggang jantung ICS III linea parasternalis
sinistra, batas kanan ICSIV linea sternalis dextra,
batas kiri ICS V5 2 jari medial linea mid
klavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
3. Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi + / +, wheezing - / -
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus ( + ), 3x/menit

15
5. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Akral hangat + / +, edema - / -
Inferior : Akral hangat + / +, edema - / -
6. Pemeriksaan neurologis
GCS : E4V5M6 = 15
FKL : bahasa terganggu
7. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk :-
Kerniq :-
Brudzinsky I :-
Brudzinsky II :-
8. Nervus Kranialis
1) N. I (Olfaktorius)
Normosmia :+/+
2) N. II (Optikus)
Acies visus : Baik / baik
Visus campus : Baik / baik
Lihat warna : Baik / baik
Funduskopi : Tidak dilakukan
3) N. III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Kedudukkan bola mata : Ortoposisi + / +
Pergerakkan bola mata : Baik ke segala arah

Oculi Dextra Oculi Sinistra


Lagofthalmus :-/-
Ptosis :+/+
Nystagmus :-/-

16
Pupil
Bentuk : Pupil Bulat, isokor, diameter normal
Reflek cahaya langsung :+/+
Reflek cahaya tidak langsung :+/+
4) N. V (Trigeminus)
Cabang Motorik
Gerakan rahang : Baik
Menggigit : Baik
Cabang sensorik
Ophtalmicus : Baik / baik
Maksilaris : Baik / baik
Mandibularis : Baik / baik
Refleks
Kornea :+/+
Jaw reflex :-/-
5) N. VII (Fascialis)
Motorik
Sikap wajah : Kesan mencong tidak ada
Angkat alis : Baik / baik
Mengerutkan dahi : Baik / baik
Menutup mata : Baik / baik
Menyeringai : Baik / baik
Plika nasolabialis : Tidak ada bagian yang lebih mendatar
Sensorik
Pengecapan lidah 2/3 depan : Baik
6) N. VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular
Vertigo :-
Nistagmus :-
Koklearis : Baik / baik
7) N. IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik

17
Kedudukan uvula : Berada di tengah

Kedudukan arcus faring : Tidak ada deviasi


Menelan : Terganggu
Sensorik : Baik
8) N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : Baik / baik
Menoleh : Baik / baik
9) N.XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah : Baik
Menjulurkan lidah : Lurus ke depan
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Tremor :-
9. Sistem Motorik
Trofi : eutrofi
Tonus : normotonus
Kekuatan otot :
Ekstremitas superior : 5555/5555
Ekstremitas inferior : 5555/5555
Gerakkan involunter :
Tremor :-/-
Chorea :-/-
Atetose :-/-
Miokloni :-/-
Tics :-/-
10. Sistem Sensorik
Propioseptif
Getar : Tidak dilakukan
Sikap : Baik / baik
Eksteroseptif
Nyeri : Baik / baik

18
Suhu : Tidak dilakukan
Raba : Baik / baik
11. Refleks Fisiologis
Kornea :+
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
KPR : ++/++
APR : ++/++
Dinding perut : ++/++
12. Refleks Patologis
Hoffman Tromer :-/-
Babinsky :-/-
Chaddok :-/-
Gordon :-/-
Schaefer :-/-
Klonus patella :-/-
Klonus achilles :-/-
13. Fungsi Serebelar
Ataxia :-
Tes Romberg : Baik
Disdiadokokinesia : Baik
Jari-jari : Baik
Jari-hidung : Baik
Tumit-lutut : Baik
Rebound phenomenon : Baik
Hipotoni :-/-
Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi keringat : Baik

19
2.2.2.5 11 POLA KESEHATAN FUNGSIONAL MENURUT GORDON
1. Pola Persepsi Kesehatan
Ketidaktahuan klien tentang informasi dari penyakit yang
dideritanya.
2. Pola Nutrisi Metabolik
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan menurun,
kurus,makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
3. Pola Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, urin encer berwarna pucat dan kuning,
perubahan dalamfeses ( diare ), sering buang air besar dan terkadang
diare, keringat berlebihan, berkeringat dingin.
4. Pola Aktivitas
Latihan sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat, palpitasi, nyeridada, Bicaranya cepat dan parau,
gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung,disorientasi,
gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus
padatangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif
refleks tendon dalam(RTD). Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea,
dispnea, edema paru (pada krisistirotoksikosis), Jari tangan gemetar
(tremor), Jantung berdebar cepat, denyut nadi cepat,seringkali sampai
lebih dari 100 kali per menit Rasa capai, Otot lemas, terutama
lenganatas dan paha, Ketidaktoleranan panas Pergerakan-pergerakan
usus besar yang meningkat gemetaran Kegelisahan; agitasi.
5. Pola Istirahat Dan Tidur
Insomnia sehingga sulit untuk berkonsentrasi
6. Pola Kognitif Perseptual
Ada kekhawatiran karena pusing, kesemutan, gangguan
penglihatan, penglihatan ganda,gangguan koordinasi, Pikiran sukar
berkonsentrasi.

20
7. Pola Persepsi Diri
Gangguan citra diri akibat perubahan struktur anatomi, mata besar
(membelalak =exophthalmus), keluhan lain pada mata (spt nyeri,peka
cahaya,kelainan penglihatan danconjunctivitis), kurus.
8. Pola Peran
Hubungan Nervus, tegang, gelisah, cemas, mudah tersinggung.bisa 
menyesuaikan tidak akanmenjadi masalah dalam hubungannya dengan
anggota keluarganya.
9. Pola Seksualitas
Reproduksi penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten,
Haid menjadi tidak teratur dan sedikit, Bola mata menonjol, dapat
disertai dengan penglihatan ganda (double vision).
10. Pola Koping
Toleransi stress mengalami stres yang berat baik emosional
maupun fisik. Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi.
11. Pola Nilai Kepercayaan
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang
dianut oleh individu tersebut. Nervus, tegang, gelisah, cemas
2.2.2 Pengkajian persistem
2.2.2.1 Sistem integument
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral,
kebersihan rambut dan kuku.
2.2.2.2 Sistem penginderaan
Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau
tidaknya lesi.
2.2.2.3 Sistem pernafasan
Kaji bentuk dada, irama dan frekuensi nafas.Inspeksi
apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk
efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering
didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi atau

21
stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada
jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2.2.2.4 Sistem cardiovaskuler
Kaji irama dan frekuensi denyut nadi. Pengkajian pada
system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau
perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi
dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai
dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan
2.2.2.5 Sistem pencernaan
Biasanya klien mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis menurun
karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari
kelemahan otot-otot menelan.
2.2.2.6 Sistem perkemihan
Biasanya mengalami inkontinensia urine. Pemeriksaan pada
system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume
pengeluaran urin, yang berhubungan dengan penurunan perfusi
dan penurunan curah jantung ke ginjal.
2.2.2.7 Sistem muskuluskeletal

Biasanya klien mengalami kelemahan otot pada bagian


tertentu.Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan
dari system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-otot
rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan
intoleransi aktivitas. Adanya kelemahan otot-otot volunter
memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktivitas
perawatan diri.(Arif Muttaqin, 2008).

2.2.2.8 Sistem Persarafan


1. Saraf I (olfaktorius)
Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama fungsi
penciuman.

22
2. Saraf II (optikus)
Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering
mengeluh adanya penglihatan ganda.
3. Saraf III,IV dan VI (okulomotoris, troklearis, abdusens)
Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia,
mimic dari pseudointermulear oftalmoplegia akibat gangguan
motorik pada nervus VI.
4. Saraf V (trigeminus)
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah
5. Saraf VII (fasialis)
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan
motorik lidah
6. Saraf VIII (akustikus)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7. Saraf IX dan X (glosofaringeus,vagus)
Ketidakmampuan dalam menelan
8. Saraf XI (aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII (hipoglosus)
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat
kelemahan otot motorik pada lidah.
2.2.2.9 Pengkajian Refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal.
2.2.2.10 Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya
didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh.
2.2.2.11 Riwayat keperawatan : kelemahan otot (meningkat dengan
pengerahan tenaga, membaik bila istirahat, tiba-tiba cepat lelah);
kesulitan menelan dan mengunyah; diplobia; tumor kelenjar timus.

23
2.2.2.12 Psikososial : usia; jenis kelamin; pekerjaan; peran dan tanggung
jawab yang biasa dilakukan; penerimaan terhadap kondisi; koping
yang biasa digunakan; status ekonomi dan penghasilan.
2.2.2.13 Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang penyakit,
komplikasi, prognosa dan pengobatan; kemampuan membaca dan
belajar.
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan disfungsi neuromuskuler
ditandai dengan pasien mengeluh sesak napas, sulit bicara, ortopnea,
batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing , atau ronkhi kering, meconium dijalan nafas, gelisah,
sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas
berubah.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, sesak nafas saat
berbaring/terlentang, penggunaan otor bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal, pernapasan pursed-lips, pernapasan
cuping hidung, diameter thorak anterior-posterior, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan
inspirasi menurun, ekskursi dada berubah.
3. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrospinal,
gangguan saraf kranialis, paralisis serebral, akalasia, abnormalitas
laring, abnormalitas orofaring, ditandai dengan pasien mengeluh sulit
menelan, batuk sebelum menelan, batuk setelah makan atau minum,
makanan tertinggal di rongga mulit
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan pasien mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, ROM menurun.
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskular ditandai dengan tidak mampu berbicara dan mendengar,
menunjukkan respon tidak sesuai.

24
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
ditandai dengan mengungkapkan kecacatan/kehilangan, kehilangan
bagian tubuh, fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
7. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis ditandai dengan
pasien merasa energy tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang
tenaga, mengeluh lelah, tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin,
tampak lesu.
8. Resiko cedera
9. Resiko aspirasi

25
2.2.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi


.
1 2 3

1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :


berhubungan dengan depresi pusat ….x24 jam, maka pola nafas membaik 1. Manajemen Jalan Napas
pernapasan, hambatan upaya dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Monitor pola nafas (frekuensi,
nafas, deformitas dinding dada, 1. Sesak napas menurun
kedalaman, usaha nafas)
deformitas tulang dada, gangguan 2. Penggunaan otot bantu pernapasan b. Monitor bunyi napas tambahan
neuromuscular, gangguan menurun c. Monitor sputum
neurologis, imaturitas neurologi, 3. Pemanjangan fase ekspirasi meningkat 2) Terapeutik
penurunan energy, obesitas, posisi 4. Frekuensi nafas membaik a. Pertahankan kepatenan jalan napas
tubuh menghambat ekspansi paru, 5. Kedalaman napas membaik dengan head-tilt dan chin lift
sindrom hipoventilasi, kerusakan b. Posisikan semi-fowler/fowler
c. Berikan minum hangat
inervasi diafragma, cedera pada
d. Lakukan fisioterapi dada (bila
medulla spinalis, efek agen perlu)
farmakologis, kecemasan ditandai e. Lakukan penghisapan lendir
dengan pasien mengeluh sesak kurang dari 15 detik
nafas, sesak nafas saat f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
berbaring/terlentang, penggunaan penghisapan endotrakel
otor bantu pernapasan, fase g. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep Mcgrill
ekspirasi memanjang, pola nafas
h. Berikan oksigen (bila perlu)
abnormal, pernapasan pursed-lips, 3) Edukasi

26
pernapasan cuping hidung, a. Anjurkan asupan cairan 2000
diameter thorak anterior-posterior, ml/hari (jika tidak ada
ventilasi semenit menurun, kontraindikasi)
b. Anjurkan teknik batuk efektif
kapasitas vital menurun, tekanan
4) Kolaborasi
ekspirasi menurun, tekanan a. Kolaborasi pemberian
inspirasi menurun, ekskursi dada bronkodilator, ekspektoran,
berubah. mukolitik (bila perlu)
2. Pemantauan Respirasi
1) Observasi
a. Monitor frekuensi, kedalaman,
usaha nafas
b. Monitor pola nafas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas tambahan
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
2) Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan

3) Edukasi

27
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan
(bila perlu)
2 Bersihan Jalan Napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan spasme jalan ….x24 jam, maka bersihan jalan napas 1. Latihan Batuk Efektif
nafas, hiperekskresi jalan napas, meningkat dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
disfungsi neuromuscular, benda 1. Dipsnea menurun
b. Monitor adanya retansi sputum
asing dalam jalan napas, adanya 2. Produksi sputum menurun c. Monitor tanda dan gejala infeksi
jalan napas buatan, sekresi yang 3. Mengi, wheezing dan ronkhi kering saluran napas
tertahan, hyperplasia dinding jalan menurun d. Monitor input dan output cairan
napas, proses infeksi, respon 4. Frekuensi nafas membaik 2) Terapeutik
alergi efek agen farmakologis 5. Pola nafas membaik a. Atur posisi semi-fowler/ fowler
ditandai dengan pasien mengeluh b. Pasang perlak dan bengkok
dipangkuan pasien
sesak napas, sulit bicara, ortopnea,
c. Buang secret pada tempat sputum
batuk tidak efektif, tidak mampu 3) Edukasi
batuk, sputum berlebih, mengi, a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
wheezing , atau ronkhi kering, efektif
meconium dijalan nafas, gelisah, b. Anjurkan tarik napas dalam melalui
sianosis, bunyi napas menurun, hidung selama 4 detik, ditahan
frekuensi napas berubah, pola selama 2 derik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu
napas berubah
selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat

28
langsung stelah tarik napas dalam
yang ketiga
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran (bila perlu)
2. Manajemen Jalan Napas
1) Observasi
a. Monitor pola nafas (frekuensi,
kedalaman, usaha nafas)
b. Monitor bunyi napas tambahan
c. Monitor sputum
2) Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin lift
b. Posisikan semi-fowler/fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada (bila
perlu)
e. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakel
g. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep Mcgrill
h. Berikan oksigen (bila perlu)
3) Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari (jika tidak ada

29
kontraindikasi)
b. Anjurkan teknik batuk efektif
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik (bila perlu)
3. Pemantauan Respirasi
1) Observasi
a. Monitor frekuensi, kedalaman,
usaha nafas
b. Monitor pola nafas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas tambahan
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
2) Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan

30
(bila perlu)
3 Gangguan menelan berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
dengan gangguan serebrospinal, ….x24 jam, maka status menelan 1. Dukungan perawtan diri :
gangguan saraf kranialis, paralisis membaik dengan kriteria hasil : makan/minum
1) Observasi
serebral, akalasia, abnormalitas 1. Mempertahankan makanan dimulut
a. Identifikasi diet yang dianjurkan
laring, abnormalitas orofaring, meningkat b. Monitor kemampuan menelan
abnormalitas jalan napas atas, 2. Reflek menelan meningkat c. Monitor status dehidrasi pasien
defek anatomic konginetal, defek 3. Kemampuan mengosongkan mulut (bila perlu)
laring, defek nasal, defek rongga meningkat 2) Terapeutik
nasofaring, defek trakea, rufluk 4. Frekuensi tersedak menurun a. Ciptakan lingkungan yang
gastroesofagus, obstruksi menyenangkan selama makan
b. Atur posisi nyaman saat
mekanis, prematuritas ditandai
makan/minum
dengan pasien mengeluh sulit c. Sediakan makanan/minuman
menelan, batuk sebelum menelan, yang disukai
batuk setelah makan atau minum, d. Motivasi untuk makan diruang
makanan tertinggal di rongga makan (bila perlu)
mulit 3) Edukasi
a. Jelaskan posisi makanan pada
pasien yang mengalami
gangguan penglihatan dengan
menggunakan arah jarum jam
4) Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi

2. Pencegahan aspirasi

31
1) Observasi
a. Monitor tingkat kesadaran,
batuk, muntah,dan kemampuan
menelan
b. Monitor status pernapasan
c. Monitor bunyi napas
d. Periksa residu gaster sebelum
memberikan asupan oral
e. Periksa kepatenan selang NGT
sebelum memberi asupan oral
2) Terapeutik
a. Posisikan semi fowler 30 menit
sebelum memberi asupan oral
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Lakukan penghisapan jalan
napas, jika produksi secret
meningkat
d. Berikan makanan yang kecil dan
lunak
3) Edukasi
a. Anjurkan pasien untuk makan
perlahan
b. Ajarkan strategi mencegah
aspirasi
c. Ajarkan teknik mengunyah dan
menelan bila perlu
4 Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :

32
berhubungan perubahan struktur/ ….x24 jam, maka citra tubuh meningkat 1. Promosi citra tubuh
bentuk tubuh, perubahan fungsi dengan kriteria hasil : 1) Observasi
tubuh, perubahan fungsi kognitif, 1. Verbalisasi perasaan negative tentang a. Identifikasi harapan citra tubuh
berdasarkan tahap perkembangan
ketidaksesuaian budaya, perubahan tubuh menurun
b. Identidikasi budaya, agama, jenis
keyakinan, atau sistem nilai, 2. Verbalisasi perubahan gaya hidup kelamin, dan umur terkait citra
transisi perkembangan, gangguan menurun tubuh
psikososial, efek tindakan atau 3. Menyembunyikan bagian tubuh c. Identifikasi perubahan citra
pengobatan ditandai dengan menurun tubuh yang mengakibatkan
mengungkapkan 4. Hubungan sosial membaik isolasi social
kecacatan/kehilangan, kehilangan d. Monitor frekuensi pernyataan
kritik terhadap diri sendiri
bagian tubuh, fungsi/struktur
e. Monitor apakah pasien bisa
tubuh berubah/hilang melihat bagian tubuh yang
berubah
2) Terapeutik
a. Diskusikan perubahan tubuh dan
fungsinya
b. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap harga
diri
c. Diskusikan perubahan akibat
pubertas, kehamilan, dan
penuaan
3) Edukasi
a. Jelaskan kepada keluarga/ pasien
tentang perawatan perubahan
citra tubuh

33
b. Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri
c. Latih peningkatan penampilan
diri
d. Latih pengungkapan kemampuan
diri kepada oranglain meupun
kelompok
2. Promosi Koping
1) Observasi
a. Identifikasi kemampuan yang
dimiliki
b. Identifikasi sumberdaya yang
tersedia untuk memenuhi tujuan
c. Identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap dukungan
sosial
2) Terapeutik
a. Diskusikan perubahan peran
yang dialami
b. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
c. Motivasi terlibat dalam kegiatan
sosial
3) Edukasi
a. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
b. Anjurkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif

34
c. Latih keterampilan sosial
5 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan penurunan ….x24 jam, maka komunikasi verbal 1. Promosi komunikasi : defisit bicara
sirkulasi serebral, gangguan meningkat dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Monitor kecepatan, tekanan,
neuromuscular, gangguan 1. Kemampuan bicara meningkat
kualitas, volume, dan diksi bicara
pendengaran, gangguan 2. Kemampuan mendengar meningkat b. Monitor proses kognitif,
musculoskeletal, kelainan 3. Kesesuaian ekspresi wajah/ tubuh anatomis, dan fisiologis
palatum, hambatan fisik, meningkat c. Monitor frustasi, marah, depresi
hambatan individu, hambatan dan hal lain yang mengganggu
psikologis, hambatan lingkungan bicara
ditandai dengan tidak mampu 2) Terapeutik
a. Gunakan metode komunikasi
berbicara dan mendengar,
alternative
menunjukkan respon tidak sesuai b. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
c. Berikan dukungan psikologis
d. Gunakan juru bicara (bila perlu)
3) Edukasi
a. Anjurkan bicara perlahan
b. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologiyang berhubungan
dengan kemampuan bicara
4) Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
2. Promosi komunikasi : defisit

35
pendengaran
1) Observasi
a. Periksa kemampuan pendengaran
b. Monitor akumulasi serumen
berlebihan
c. Identifikasi metode komunikasi
yang disukai pasien
2) Terapeutik
a. Gunakan bahasa sederhana
b. Gunakan bahasa isyarat (bila
perlu)
c. Verifikasi apa yang dikatakan
dan ditulis pasien
d. Berhadapan dengan pasien secara
langsung selama berkomunikasi
3) Edukasi
a. Anjurkan menyampaikan pesan
isyarat
b. Ajarkan membersihkan serumen
dengan tepat
3. Promosi komunikasi : defisit visual
1) Observasi
a. Periksa kemampuan penglihatan
b. Monitor dampak gangguan
penglihatan
2) Terapeutik
a. Fasilitasi peningkatan stimulasi
indra lainnya

36
b. Pastikan kacamata dan lensa
kontak berfungsi dengan baik
c. Sediakan pencahayaan cukup
3) Edukasi
a. Jelaskan lingkungan pada pasien
b. Ajarkan keluarga cara membantu
pasien berkomunikasi
4) Kolaborasi
a. Rujuk pasien ke terapis bila perlu
6 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan kerusakan ….x24 jam, maka mobilitas fidik 1. Dukungan Ambulasi
intregitas struktur tulang, meningkat dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau
perubahan metabolism, 1. Pergerakan ekstremitas meningkat
keluhan fisik lainnya
ketidakbugaran fisik, penurunan 2. Kekuatan otot meningkat b. Identifikasi toleransi fisik
kendali otot, penurunan massa 3. Rentang gerak (ROM) meningkat melakukan ambulasi
otot, penurunan kekuatan otot, 4. Nyeri menurun c. Monitor frekuensi jantung dan
gangguan musculoskeletal, tekanan darah sebelum memulai
gangguan neuromuscular, nyeri, ambulasi
gangguan kognitif, gangguan d. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
sensoripersepsi ditandai dengan
2) Terapeutik
pasien mengeluh sulit a. Fasilitasi aktivitas ambulasi
menggerakkan ekstremitas, dengan alat bantu
kekuatan otot menurun, ROM b. Fasilitasi melakukan mobilisasi
menurun fisik bila perlu
c. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam

37
meningkatkan ambulansi
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini
2. Dukungan Mobilisasi
1) Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
2) Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
b. Fasilitasi melakukan pergerakan
bila perlu
c. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
4) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi

38
dini
7 Keletihan berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
gangguan tidur, gaya hidup ….x24 jam, maka tingkat keletihan 1. Edukasi aktivitas / istirahat
monoton, kondisi fisiologis , membaik dengan kriteria hasil : 1) Observasi
program perawatan, peristiwa a. Identifikasi kesiapan dan
1. Kemampuan melakukan aktivitas rutin
hidup negative, stress berlebihan, kemampuan menerima informasi
depresi ditandai dengan pasien meningkat 2) Terapeutik
merasa energy tidak pulih 2. Verbalisasi lelah lesu menurun a. Sediakan materi dan media
walaupun telah tidur, merasa 3. Pola istirahat membaik pengaturan aktivitas dan istirahat
kurang tenaga, mengeluh lelah, b. Jadwalkan pemberian pendidikan
tidak mampu mempertahankan kesehatan secara sepakat
aktivitas rutin, tampak lesu c. Berikan kesempatan pasien dan
keluarga untuk bertanya
3) Edukasi
a. Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik
b. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain, atau
aktivitas lainnya
c. Anjurkan membuat jadwal
aktivitas dan istirahat
2. Menejemen energy
1) Observasi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
b. monitor kelelahan fisik
c. monitor pola dan jam tidur
2) Terapeutik

39
a. Sediakan lingkungan yang nyaman
dan rendah stimulus
b. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
3) Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan kegiatan
secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang.
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
8 Risiko Cedera berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI:
dengan faktor eksternal seperti ….x24 jam, maka tingkat risiko cedera 1. Manajemen Keselamatan Cedera
terpapar pathogen, terpapar zat membaik dengan kriteria hasil : 1) Observasi
kimia, faktor internal seperti a. Identifikasi risiko
1. Toleransi aktivitas meningkat
malnutrisi, ketidaknormalan profil b. Skrining kesehatan
2. Kejadian cedera menurun
darah, disfungsi autoimun, c. Skrining gizi
3. Luka atau lecet menurun
disfungsi biokimia, kegagalan 2) Terapeutik
4. Tanda-tanda vital membaik
mekanisme pertahanan tubuh, a. Pemasangan alat pengaman
perubahan fungsi psikomotor, b. Pencegahan jatuh
perubahan fungsi kognitif c. Pencegahan kejang
d. Pencegahan perdarahan

40
e. Pencegahan risiko lingkungan
3) Edukasi
a. Edukasi keselamatan lingkungan
b. Edukasi pengurangan risiko
c. Promosi kesehatan masyarakat
d. Edukasi keselamatan rumah

9 Risiko aspirasi berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI:


dengan penurunan tingkat ….x24 jam, maka tingkat risiko cedera 1. Manajemen jalan nafas
kesadaran, gangguan menelan, membaik dengan kriteria hasil : 1) Observasi
disfagia, kerusakan mobilitas a. Identifikasi kejang, muntah dan
1. Tingkat kesadaran meningkat
fisik, penurunan reflek muntah sedasi
2. Kemampuan menelan meningkat
dan atau batuk, sfingter esophagus 2) Terapeutik
3. Dispnea menurun
bawah inkompeten, perlabatan a. Pengaturan posisi
4. Kelemahan otot menurun
pengosongan lambung, terpasang b. Perawatan pasca selang NGT
5. Akumulasi secret menurun
selang NGT, terpasang c. Terapi menelan
trakeostomi, trauma pembedahan d. Resusitasi neonatus
leher, mulut dan atau wajah, efek e. Penghisapan jalan nafas
agen farmakologi, f. Pemberian obat inhalasi, intravena
ketidakmampuan menghisap, 3) Edukasi
menelan dan bernafas a. Edukasi dukungan perawatan diri
makan dan minum
b. Edukasi keluarga support system

41
2.3 CONTOH KASUS DAN ASKEP
2.3.1 Pengkajian

1. Anamnesis Identitas klien:


Nama : Tn. X
Alamat : Cimahi,Bandung
Jeniskelamin : Laki-laki
Umur : 60Th
Status : Menikah
Agama :Islam
2. Keluhan utama : Kelemahanotot
3. Riwayat kesehatan:
Diagnosa myasthenia didasarkan pada riwayat dan
pesentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan
myasthenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah
melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya
kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga
bukti tentang kelemahanotot.
4. KeadaanUmum
1) Tingka tkesadaran : compos mentis
2) Tekanan Darah : 110/70 mmHg
3) Nadi : 92 x/menit
4) Suhu : 37,8oC
5) RR : 65 x/menit

42
5. Pengkajian persistem
1) Sistem integument
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral,
kebersihan rambut dan kuku.
2) Sistem penginderaan
Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau
tidaknya lesi.
3) Sistem pernafasan
Kaji bentuk dada, irama dan frekuensi nafas.
4) Sistem cardiovaskuler
Kaji irama dan frekuensi denyut nadi
5) Sistem pencernaan
Biasanya klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan
6) Sistem perkemihan
Biasanya mengalami inkontinensia urine
7) Sistem muskuluskeletal
Biasanya klien mengalami kelemahan otot pada bagian tertentu.
8) Sistem persarafan

(1) Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan
(2) Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien
sering mengeluh adanya penglihatan ganda
(3) Saraf III, IV dan VI : Sering didapatkan adanya ptosis.
Adanya oftalmoglegia (dapat dilihat pada gambar 8-5),
mimik dari pseudointernuklear oftalmoglegia akibat
gangguan motorik pada saraf VI
(4) Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-ototwajah.
(5) SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya
gangguan motorik lidah/triple-furrowedlidah
(6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi

43
(7) Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan

(8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan


trapezius
(9) Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu
sisi akibat kelemahan otot motorik pada lidah/triple-
furrowedlidah
2.3.2 Analisa Data

Masalah
No. Data Etiologi Keparawatan

1 Do: - Otot pernapasan Pola nafas tidak


- Kelemahan otot-otot efektif
- Perubahan gerakan
pernapasan pola napas
dada
- Ketidak mampuan batuk
- Penurunan tekanan
efektif
ekspirasi
/ inspirasi
- Napasdalam
- Pernapasan cuping
hidung.
Ds :
- Dispnea
- Napas pendek

44
2 Do: - Kelemahan otot-otot Gangguan
(Myasthenia Gravis) mobilitas fisik
- Penurunan waktu
- Otot volunteer
reaksi
- Kelemahan otot-otot
- Kesulitan bergerak
rangka
- Melambatnya
pergerakan
- Pergerakan tak
terkoordinasi
- Keterbatasan rentang
gerak
Ds:
- Klien mengatakan sulit
untuk melakukan
aktivitas sehari-
hari.

3 Do: - Kelemahan otot-otot Gangguan


(Myasthenia Gravis) komunikasi verbal
- Kesulitan mengolah
- Otot wajah, laring, faring
kata- kata atau kalimat
- Regurgitasi makanan ke
- Tidak atau tidak dapat
hidung pada saat
berbicara
menelan
- Dispnea
- Suara abnormal
- Verbalisasi tidak sesuai
ketidakmampuan
- Bicara pelo
menutup rahang
- Bicar agagap
- Keinginan
menolak untuk
bicara
Ds:

- Klien mengatakan sulit


dalam menyampaikan
sesuatu.

45
4 Do : - Kelemahan otot-otot Gangguan citra
(Myasthenia Gravis) tubuh
- Depersonalisasi
- Otot-otot ocular
bagian tubuh
- Gangguan otot levator
- Takut atau penolakan
palpebra
reaksi dari orang lain
- Ptosis & Diplopia
- Preokupasi perubahan
atau kehilangan
- Menolak untuk
memverivikasi
perubahan actual
Ds:

- Perubahan actual
pada struktur atau
fungsi tubuh
- Perubahan pada
keterlibatan social
- Kehilangan bagian
tubuh
- Tidak melihat
bagian tubuh
- Tidak menyentuh
bagian tubuh

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal berikut :


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, sesak nafas saat
berbaring/terlentang, penggunaan otor bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal, pernapasan pursed-lips, pernapasan

46
cuping hidung, diameter thorak anterior-posterior, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan
inspirasi menurun, ekskursi dada berubah.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan pasien mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,
kekuatan otot menurun, ROM menurun.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskular ditandai dengan tidak mampu berbicara dan mendengar,
menunjukkan respon tidak sesuai.
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh ditandai
dengan mengungkapkan kecacatan/kehilangan, kehilangan bagian tubuh,
fungsi/struktur tubuh berubah/hilang

47
2.3.4 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi

1 2 3
1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan depresi ….x24 jam, maka pola nafas membaik 1. Manajemen Jalan Napas
pusat pernapasan, hambatan dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Monitor pola nafas (frekuensi,
upaya nafas, deformitas 1. Sesak napas menurun
kedalaman, usaha nafas)
dinding dada, deformitas 2. Penggunaan otot bantu pernapasan
b. Monitor bunyi napas tambahan
tulang dada, gangguan menurun
c. Monitor sputum
3. Pemanjangan fase ekspirasi
neuromuscular, gangguan 2) Terapeutik
meningkat
neurologis, imaturitas a. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Frekuensi nafas membaik
neurologi, penurunan dengan head-tilt dan chin lift
5. Kedalaman napas membaik
energy, obesitas, posisi b. Posisikan semi-fowler/fowler
c. Berikan minum hangat
tubuh menghambat ekspansi
d. Lakukan fisioterapi dada (bila perlu)
paru, sindrom hipoventilasi, e. Lakukan penghisapan lendir kurang
kerusakan inervasi dari 15 detik
diafragma, cedera pada f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
medulla spinalis, efek agen penghisapan endotrakel
farmakologis, kecemasan g. Keluarkan sumbatan benda padat
ditandai dengan pasien dengan forsep Mcgrill
h. Berikan oksigen (bila perlu)
mengeluh sesak nafas, sesak
3) Edukasi
nafas saat c. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
berbaring/terlentang, (jika tidak ada kontraindikasi)

48
penggunaan otor bantu d. Anjurkan teknik batuk efektif
pernapasan, fase ekspirasi 4) Kolaborasi
memanjang, pola nafas a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
abnormal, pernapasan
mukolitik (bila perlu)
pursed-lips, pernapasan 2. Pemantauan Respirasi
cuping hidung, diameter 1) Observasi
thorak anterior-posterior, a. Monitor frekuensi, kedalaman,
ventilasi semenit menurun, usaha nafas
kapasitas vital menurun, b. Monitor pola nafas
tekanan ekspirasi menurun, c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya sputum
tekanan inspirasi menurun,
e. Monitor adanya sumbatan jalan
ekskursi dada berubah. napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas tambahan
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
2) Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan

3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan

49
(bila perlu)
2 Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan perubahan ….x24 jam, maka citra tubuh meningkat 1. Promosi citra tubuh
struktur/ bentuk tubuh, dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Identifikasi harapan citra tubuh
perubahan fungsi tubuh, 5. Verbalisasi perasaan negative tentang
berdasarkan tahap perkembangan
perubahan fungsi kognitif, perubahan tubuh menurun b. Identifikasi budaya, agama, jenis
ketidaksesuaian budaya, 6. Verbalisasi perubahan gaya hidup kelamin, dan umur terkait citra
keyakinan, atau sistem nilai, menurun tubuh
transisi perkembangan, 7. Menyembunyikan bagian tubuh c. Identifikasi perubahan citra tubuh
gangguan psikososial, efek menurun yang mengakibatkan isolasi social
tindakan atau pengobatan 8. Hubungan sosial membaik d. Monitor frekuensi pernyataan
kritik terhadap diri sendiri
ditandai dengan
e. Monitor apakah pasien bisa
mengungkapkan melihat bagian tubuh yang berubah
kecacatan/kehilangan, 2) Terapeutik
kehilangan bagian tubuh, a. Diskusikan perubahan tubuh dan
fungsi/struktur tubuh fungsinya
berubah/hilang b. Diskusikan perbedaan penampilan
fisik terhadap harga diri
c. Diskusikan perubahan akibat
pubertas, kehamilan, dan penuaan
3) Edukasi
a. Jelaskan kepada keluarga/ pasien
tentang perawatan perubahan citra
tubuh
b. Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri

50
c. Latih peningkatan penampilan diri
d. Latih pengungkapan kemampuan
diri kepada orang lain maupun
kelompok
2. Promosi Koping
1) Observasi
a. Identifikasi kemampuan yang
dimiliki
b. Identifikasi sumberdaya yang
tersedia untuk memenuhi tujuan
c. Identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap dukungan
sosial
2) Terapeutik
a. Diskusikan perubahan peran yang
dialami
b. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
c. Motivasi terlibat dalam kegiatan
sosial
3) Edukasi
a. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
b. Anjurkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif
c. Latih keterampilan sosial

3 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :

51
berhubungan dengan penurunan ….x24 jam, maka komunikasi verbal 1. Promosi komunikasi : defisit
sirkulasi serebral, gangguan meningkat dengan kriteria hasil : bicara
neuromuscular, gangguan 4. Kemampuan bicara meningkat 1) Observasi
a. Monitor kecepatan, tekanan,
pendengaran, gangguan 5. Kemampuan mendengar meningkat
kualitas, volume, dan diksi bicara
musculoskeletal, kelainan 6. Kesesuaian ekspresi wajah/ tubuh b. Monitor proses kognitif,
palatum, hambatan fisik, meningkat anatomis, dan fisiologis
hambatan individu, hambatan c. Monitor frustasi, marah, depresi
psikologis, hambatan lingkungan dan hal lain yang mengganggu
ditandai dengan tidak mampu bicara
berbicara dan mendengar, 2) Terapeutik
a. Gunakan metode komunikasi
menunjukkan respon tidak sesuai
alternative
b. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
c. Berikan dukungan psikologis
d. Gunakan juru bicara (bila perlu)
3) Edukasi
a. Anjurkan bicara perlahan
b. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologiyang berhubungan
dengan kemampuan bicara
4) Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
2. Promosi komunikasi : defisit
pendengaran

52
1) Observasi
a. Periksa kemampuan pendengaran
b. Monitor akumulasi serumen
berlebihan
c. Identifikasi metode komunikasi
yang disukai pasien
2) Terapeutik
a. Gunakan bahasa sederhana
b. Gunakan bahasa isyarat (bila
perlu)
c. Verifikasi apa yang dikatakan
dan ditulis pasien
d. Berhadapan dengan pasien secara
langsung selama berkomunikasi
3) Edukasi
a. Anjurkan menyampaikan pesan
isyarat
b. Ajarkan membersihkan serumen
dengan tepat
3. Promosi komunikasi : defisit
visual
1) Observasi
a. Periksa kemampuan penglihatan
b. Monitor dampak gangguan
penglihatan
2) Terapeutik
a. Fasilitasi peningkatan stimulasi
indra lainnya

53
b. Pastikan kacamata dan lensa
kontak berfungsi dengan baik
c. Sediakan pencahayaan cukup
3) Edukasi
a. Jelaskan lingkungan pada pasien
b. Ajarkan keluarga cara membantu
pasien berkomunikasi
4) Kolaborasi
a. Rujuk pasien ke terapis bila perlu
4 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan kerusakan ….x24 jam, maka mobilitas fisik 1. Dukungan Ambulasi
intregitas struktur tulang, meningkat dengan kriteria hasil : 1) Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau
perubahan metabolism, 5. Pergerakan ekstremitas meningkat
keluhan fisik lainnya
ketidakbugaran fisik, penurunan 6. Kekuatan otot meningkat b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
kendali otot, penurunan massa 7. Rentang gerak (ROM) meningkat ambulasi
otot, penurunan kekuatan otot, 8. Nyeri menurun c. Monitor frekuensi jantung dan
gangguan musculoskeletal, tekanan darah sebelum memulai
gangguan neuromuscular, nyeri, ambulasi
gangguan kognitif, gangguan d. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
sensoripersepsi ditandai dengan
2) Terapeutik
pasien mengeluh sulit a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
menggerakkan ekstremitas, alat bantu
kekuatan otot menurun, ROM b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
menurun bila perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan

54
ambulansi
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini

3. Dukungan Mobilisasi
1) Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
2) Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
b. Fasilitasi melakukan pergerakan
bila perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan

3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi

55
b. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini

56
Tgl / Implementasi
2.3.5 No. Dx Keperawatan
Tindakan Keperawatan
Jam Kep
1 1. Mengkaji kemampuan ventilasi

2. Mengkaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman

3. Pernapasan dan melaporkan setiap perubahan yang

terjadi.

4. Membantu membaringkan klien dalam posisi yang

nyaman dalam posisi duduk

5. Mengobservasi tanda-tanda vital (nadi, RR).


1. Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2 2. Mengatur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan

3. Mengevaluasi kemampuan aktivitas motorik

1. Mengkaji komunikasi verbal klien.


3

2. Melakukan metode komunikasiyang ideal sesuai


dengan kondisi klien

3. Memberi peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami


gangguan berbicara, sediakan belkhusus bilaperlu.
4. Membantu kebutuhanklien.

5. Berkolaborasi: konsultasi ke ahli terapibicara.


4 1. Mengkaji perubahan dari gangguan persepsi dan
hubungan
2. dengan derajat ketidakmampuan.
3. Mengidentifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada
klien.
4. Membantu memperbaikikebiasaan.

5. Menganjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan


klien melakukan hal untuk dirinyasebanyak-banyaknya.

57
6. Berkolaborasi : merujuk pada ahli neuro psikologi dan

7. konseling bila ada indikasi.

2.3.6 Evaluasi Keperawatan

Tgl / No Dx. Kep Catatan Perkembangan Pasien Paraf


Jam
1 S : Klien mengatakan masih sesak napas.
O:
- RR :70x/menit
- Pernapasan cupinghidung
- Menggunakan otot bantu pernapasan
A : Masalah ketidakefektifan pola napas belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi

S : Klien mengatakan kesulitan dalam melakukan


2 aktivitas sedikit berkurang.
O : Keluarga tampak membantu klien agar mandiri.
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi.
P : lanjutkan intervensi.

S : Klien mengatakan kadang susah dalam


berbicara.
3
O : Klien tampak berbicara pelo.
A : Masalah gangguan komunikasi verbal belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.

58
S : Klien mengatakan masih merasa malu dengan
kondisinya.
4
O : Perubahan struktur atau fungsi tubuh.
A : Masalah gangguan citra diri belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.

59
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Myasthenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung


saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah.
Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah
dan ampuh. Myasthenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular,
autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor
Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction.
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut
penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari
sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Tanda dan gejala klien myasthenia gravis
meliputi : Kelelahan, Wajah tanpa ekspresi, Kelemahan secara umum,
khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau tungkai.
Kelemahan meningkat pada saat pergerakan, Kesulitan dalam menyangkut
lengan diatas kepala atau meluruskan jari, Kesulitan mengunyah, Kelemahan,
nada tinggi, suara lembut, Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata,
Kelumpuhan okular, Diplopia, Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ;
namun berjalan dengan jari kaki, Kekuatan makin menurun sesuai dengan
perkembangan , Inkontinensia stress, Kelemahan pada sphincter anal,
Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.
3.2 Saran
1. Mahasiswa
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
dan mempelajari asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan
Myashtenia Gravis

2. Tenaga kesehatan
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga kesehatan baik primer
maupum spesialis dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk
pasien dengan Myasthenia Gravis.

3. Masyarakat

60
Setelah membaca makalah ini diharapkan masyarakat dapat
memahami dan mengetahui pengertian, tanda dan gejala, komplikasi dan
penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan secara mandiri terkait dengan
Myasthenia Gravis.

61
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Rozi. 2016. Tatalaksana Pasien Krisis Miastenia Gravis dengan Syok


Septik.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi : buku saku. Jakarta: EGC

Effendi, dkk.2004.Keperawatan Medikal Bedak Klien Dengan Gangguan Sistem


Respirasi. EGC : Jakarta

Mubarak, dkk. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC : Jakarta

Rosyid, F. N. 2010. Health Sciene Myasthenia Gravis, And Management.


Surabaya: University Muhammadiyah Surabaya

Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Medikal Medah


Brunner dan Suddarth Ed. 8. EGC : Jakarta

Syaifuddin.2009.Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2.EGC : Jakarta

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperwatan Indonesia Ed.1. Jakarta: DPP.PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperwatan Indonesia Ed.1. Jakarta: DPP.PPNI.

PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia Ed.1. Jakarta: DPP.PPNI.

62

Anda mungkin juga menyukai