Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

MYASTHENIA GRAVIS

Disusun Oleh :
1. Fensa Ayu Kirana (202001005)
2. Fransiska Tri Suryaningsih (202001010)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Keperawatan Medikal
Bedah Miastenia Gravis dengan tepat waktu. Makalah Keperawatan Medikal Bedah
Miastenia Gravis disusun guna memenuhi tugas semester IV mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 2 di STIKES St. Vincentius A Paulo. Selain itu, penulis juga berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada Ibu Iriene


Kusuma Wardani,M.Kep,Ners selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
2. Tugas yang diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 5 Januari 2022

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................3
BAB II KONSEP MEDIS.................................................................................................4
2.1 DEFINISI............................................................................................................4
2.2 ETIOLOGI..........................................................................................................4
2.3 PATOFISIOLOGI..............................................................................................4
2.4 KLASIFIKASI....................................................................................................5
2.5 GEJALA KLINIS...............................................................................................6
2.6 KOMPLIKASI....................................................................................................7
2.7 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................................32
BAB V PENUTUP.........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Miastenia gravis adalah salah satu karakterisik penyakit autoimun yang
disebabkan oleh adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction. Hal ini ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan
progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas. Kelainan miastenik yang terjadi secara
genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai faktor. Salah satu
diantaranya adalah kelainan pada transmisi neuromuskular yang berbeda dari
miastenia gravis yaitu The lambert-Eaton Myasthenic Syndrome ternyata juga
merupakan kelainan yang berbasis autoimun. Pada sindrom ini, zona partikel
aktif dari membran pesinaptik merupakan target dari antibodi yang patogen baik
secara langsung maupun tidak langsung.

Miastenia Gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh


suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit
ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction. Dimana bila penderita bersitirahat, maka tidak lama
kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.

Departemen kesehatan Amerika Serikat mencatat jumlah pasien


maistenia gravis diestimasikan sebanyak 5 sampai 14 dari 100.000 orang
populasi pada seluruh etnis maupun jenis kelamin. Angka tersebut jauh berbeda
dengan angka insidensi di wilayah Eropa seperti Inggris, Italia dan pulau Farou
di Islandia yaitu sebesar 21 – 30 per 1.000.000 populasi. Di Indonesia sendiri
belum ditemukan data yang akurat terkait angka kejadian miastenia gravis
(MG). Yayasan Miastenia Gravis Indonesia (YMGI) selaku support group utama
sampai saat ini

1
masih mengupayakan pendataan yang maksimal terkait jumlah pasien miastenia
gravis (MG) di Indonesia.

Populasi miastenia gravis (MG) terbilang kecil apabila dibandingkan


dengan jumlah seluruh penduduk di Indonesia. Meskipun jumlahnya yang
sedikit namun pasien tetap merasakan berbagai dampak fisik maupun
psikososial yang ditimbulkan oleh proses penyakit.

Kualitas hidup pasien miastenia gravis (MG) masih merupakan masalah


yang menarik perhatian, mengingat penyakit ini cukup langka dan masih penuh
misteri. Pengobatan yang diberikan dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
miastenia gravis (MG) akan tetapi masih menyisakan sejumlah persoalan
penting mengenai dampak menjalani terapi tersebut. Hal ini menjadi suatu
perhatian khusus karena miastenia gravis (MG) masih merupakan masalah yang
menarik perhatian, mengingat penyakit ini cukup langka dan masih penuh
misteri. Pengobatan yang diberikan dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
miastenia gravis (MG) akan tetapi masih menyisakan sejumlah persoalan
penting mengenai dampak menjalani terapi tersebut.

World Health Organization Quality of Life (WHOQoL) mengemukakan


kualitas hidup adalah persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang
sesuai dengan tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan,
harapan, standar dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup seseorang
merupakan hal yang multi dimensional. Hal ini merupakan suatu konsep yang
dipadukan dengan berbagai cara seseorang untuk mendapatkan kesehatan fisik,
keadaan psikologis, tingkat independen, hubungan sosial dan hubungan dengan
lingkungan sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Miastenia Gravis ?
2. Apa etiologi dari Miastenia Gravis?
3. Bagaimana patofisiologi Miastenia Gravis ?

2
4. Bagaimana Klasifikasi Miastenia Gravis ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan Miastenia Gravis ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Miastenia Gravis
2. Mengetahui etiologi dari Miastenia Gravis
3. Mengetahui patofisiologi Miastenia Gravis
4. Mengetahui klasifikasi Miastenia Gravis
5. Mengetahui asuhan keperawatan Miastenia Gravis

3
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 DEFINISI
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang menyerang sinaps
transmission / neuromuscular junction ditandai dengan kelemahan otot &
kelelahan saat beraktivitas yang semakin memburuk apabila melakukan aktivitas
secara terus menerus. Namun, otot akan segera pulih apabila penderita
beristirahat. Miastenia gravis timbul dikarenakan tubuh salah memproduksi
antibodi terhadap reseptor asetikolin (AChR) sehingga terjadi defisiensi AChR
di serat otot (post synaptic) yang menghambat transmisi impuls dari serat saraf
ke serat otot sehingga tidak terjadi kontraksi otot.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab miastenia gravis belum dapat diketahui secara pasti, namun menurut
penelitian miastenia gravis terjadi karena adanya gangguan reseptor AChR pada
neuromuscular junction akibat kelainan autoimun. Adapun etiologi yang dapat
disimpulkan adalah : kelainan autoimun, genetik (bayi dari penderita MG),
faktor resiko yang mempengaruhi (virus, pembedahan, stress, perubahan
hormonal, alcohol, tumor mediastinum, dan obat – obatan seperti antibiotik, B-
blocker).

2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi miastenia gravis dibagi dalam 4 mekanisme yaitu sebagai berikut :

1) Defek transmisi neuromuscular → dimana kelemahan otot terjadi akibat adanya


penurunan reseptor AChR yang membuat potensial motor endoplate mengalami
penurunan.
2) Autoantibodi → antibodi AChR mengaktifkan rangkaian komplemen yang
menyebabkan trauma pada post – sinaps permukaan otot yang kemudian
bereaksi silang dengan AChR sehingga meningkatkan endositosis dan degradasi.
Lalu

4
antibodi AChR akan menghambat AChR dengan memblokade pembukaan kanal
ion.
3) Patologi timus → penderita miastenia gravis sering mengalami abnormalitas
timus / timoma (memiliki kemampuan untuk memilih sel T yang mengenali
AChR dan antigen otot lainnya. Selain itu, ditemukan juga hyperplasia timus &
atropi timus.
4) Defek pada sistem imun → gangguan autoimun oleh sel T yang diperantarai sel
B dimana miastenia gravis memerlukan sel T untuk menyekresikan sitokin
inflamasi yang merangsang reaksi autoimun terhadap self – antigen dan
mengaktifkan sel B.

2.4 KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi miastenia gravis menurut MGFA (miastenia gravis
foundation of America) yang dikelompokkan oleh Osserman berdasarkan
klinisnya, yakni sebagai berikut :

1) Kelompok I : Miastenia Okular → hanya menyerang otot – otot ocular,


disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan karena tidak mengakibatkan
kematian (15 – 20 %).
2) Kelompok II : dibagi menjadi 2 yaitu II A dan II B
o II A : Miastenia umum ringan → progres lambat awalnya dari
mata kemudian menyebar ke otot – otot rangka dan bulbar, tidak
mengenai sistem pernafasan, namun respon terhadap obat baik
sehingga angka kematian rendah.

5
o II B : Miastenia umum sedang → progres bertahap ditandai
dengan seringnya gejala – gejala ocular dan semakin berat
menyerang otot – otot rangka & bulbar menyebabkan aktivitas
pasien terbatas. Respon terhadap obat kurang memuaskan.
3) Kelompok III : Miastenia fulminan akut → progress cepat dengan
kelemahan otot – otot rangka & bulbar yang berat sampai menyerang
sistem pernafasan. Penyakit akan berkembang dalam kurun waktu
maksimal 6 bulan. Respon terhadap obat buruk sehingga angka kematian
tinggi. Kelompok ini memiliki persentase thymoma paling tinggi.
4) Kelompok IV : Miastenia berat lanjut → muncul kurang dari 2 tahun
sesudah progress gejala kelompok I dan II. Respon terhadap obat dan
prognosisnya buruk.

2.5 GEJALA KLINIS


Gejala pada penderita miastenia gravis ditandai dengan kelemahan otot dan
kelelahan saat beraktivitas. Berikut ini adalah gambaran umum gejala klinis
miastenia gravis :
 Kelemahan otot yang progresif
 Kelelahan
 Kelemahan otot meningkat dengan cepat saat beraktivitas terus –
menerus / berulang
 Kelemahan otot – otot mata seperti : ptosis (kelopak mata menurun),
diplopia (penglihatan ganda)
 Kelemahan otot wajah, laring, dan faring : suara sengau, dysarthia
(gangguan bicara), tidak mampu menutup mulut (rahang menggantung)
 Kelemahan otot pernafasan : batuk lemah dan dyspnea (kesulitan
bernafas)
 Otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan disbanding
otot anggota tubuh bawah
 Pemulihan cepat kurang dari 1 jam hanya dengan beristirahat
 Kelemahan cenderung memburuk pada malam hari

6
 Kelemahan otot berbeda pada setiap unit motorik
 Kelemahan pada spincter anal

2.6 KOMPLIKASI
Terdapat 2 komplikasi yang menyertai peyakit miastenia gravis, yakni :
1. Myasthenic crisis → penderita miastenia gravis sedang / berat memiliki
kesulitan untuk menelan dan bernafas serta mengalami penurunan
kondisi. Biasanya dipicu oleh infeksi atau penarikan tiba – tiba obat
antikolinesterasi, namun bisa juga terjadi secara spontan. Bila
peningkatan dosis obat antikolinesterasi tidak membantu meningkatkan
kemampuan otot maka diperlukan tindakan intubasi endotracheal dan
ventilasi mekanik. Respon obat akan kembali dalam waktu 24 – 48 jam,
sehingga penyapihan respirator dapat dilakukan hari berikutnya.
2. Cholinergic crisis → terjadi setelah hasil dari pemberian obat dosis
tinggi. Efek muskarinik dari pemberian obat antikolinesterasi adalah
kram perut, diare dan sekresi paru yang berlebihan. Efek nikotinik
paradoksial memperburuk kelemahan dan menyebabkankejang bronkial.
Bila sistem pernafasan mengalami gangguan maka diperlukan tindakan
intubasi dan ventilasi mekanik.

2.7 ASUHAN KEPERAWATAN


A. ANAMNESIS
Anamnesis merupakan langkah awal yang sangat penting untuk
menegakkan diagnosis miastenia gravis, meliputi : riwayat keluarga,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, dan riwayat

7
pengobatan. Adanya kelemahan / kelumpuhan otot yang berulang namun
lekas membaik saat beristirahat. Terjadi kelemahan otot wajah (ptosis,

8
diplopia) disertai kelumpuhan anggota tubuh bagian atas seperti jari –
jari dan mengalami gangguan pernafasan (sesak nafas).
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara cermat untuk
menegakkan diagnosa miastenia gravis mulai dari pengkajian primer
(airway, breathing, circulation, disability) kemudian dilanjutkan
pengkajian sistem tubuh (neurologi, penglihatan, pendengaran,
pernafasan, kardiovaskuler, pencernaan, musculoskeletal, integument)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang khas mengarah pada
penyakit miastenia gravis, maka dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
untuk semakin menegakkan diagnosa miastenia gravis, antara lain :
o Laboratorium :
 Anti striated muscle (anti SM) antibodi → tes ini sangat penting
bagi penderita miastenia gravis karena menunjukan hasil positif
sekitar 85 % pasien yang menderita thymoma dalam usia < 40
tahun. Pasien yang berusia > 40 tahun tanpa thymoma dengan
anti SM antibodi akan menunjukkan hasil positif.
 Anti muscle specific kinase (MuSK) antibodies → sekitar 50 %
penderita miastenia gravis menunjukkan hasil negative terhadap
anti AChR Ab (miastenia gravis seronegatif) dan hasil positif
untuk anti MuSK Ab.
 Anti asetikolin reseptor antibodi → digunakan untuk
mendiagnosis miastenia gravis dimana ditemukan hasil positif 70
– 95 % penderita miastenia gravis generalisata dan 50 – 75 %
penderita miastenia ocular. Untuk pasien thymoma tanpa
miastenia gravis sering terjadi false positif pada anti AChR
antibodi.
o Tes klinik sederhana :

9
 Simpson test / tes watenberg → memandang objek di atas bidang
antara kedua bola mata > 30 detik bila mengalami ptosis maka
hasil positif miastenia gravis.
 Tes pita suara → menghitung 1 – 100 bila suara menghilang
secara bertahap maka hasil positif.
o Uji Tensilon (edrophonium chloride) → edrofonium adalah anti
kolinesterase kerja pendek yang memperpanjang kerja asetikolin pada
neuromuscular junction selama beberapa menit. Caranya dengan
menyuntikan 2 mg tensilon melalui intravena selama 15 detik, bila dalam
30 detik tidak terjadi reaksi maka suntikkan lagi tensilon 8 – 9 mg secara
intravena kemudian perhatikan secara seksama otot – otot yang melemah
seperti kelopak mata apakah mengalami ptosis, apabila kelemahan otot
karena miastenia gravis maka ptosis itu akan segera lenyap. Adapun efek
samping pemberian tensilon ini adalah bradikardi dan untuk
mengatasinya dengan memberikan atropine.
o Uji Prostigmin (neostigmin) → menyuntikkan 1,5 mg / 3 cc prostigmin
methylsulfat secara intramuscular (IM) kalau perlu berikan pula atropine
0,8 mg. Apabila kelemahan otot karena miastenia gravis maka gejala –
gejala seperti ptosis, strabismus, dan kelemahan lain akan segera lenyap.
o Foto Rontgen
 Thorax → thymoma dapat diidentifikasi sebagai massa pada
anterior mediastinum.
 CT Scan dada → untuk mengidentifikasi adanya thymoma
ukuran kecil pada penderita miastenia gravis terutama lanjut usia
 MRI → menegakkan diagnosis apabila pemeriksaan penunjang
lain tidak dapat mendeteksi miastenia gravis selain itu untuk
mencari penyebab defisit pada saraf otak. Sebaiknya pemeriksaan
MRI pada otak dan orbita tidak dijadikan sebagai pemeriksaan
rutin.
o Elektrodiagnostik → melihat defek pada transmisi neuromuscular,
pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan 2 tehnik, yaitu :

10
 SFEMG (Single Fiber ElectroMyoGraphy) → mendeteksi adanya
defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan
titer dan fiber density yang normal.
 RNS (Repetitive Nerve Stimulation) → terdapat penurunan
jumlah reseptor asetikolin sehingga terjadi penurunan aksi.
o Pulmonary Function Test → mengukur kekuatan pernafasan untuk
memprediksi krisis miastenia.

D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Diagnosis miastenia grafis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik yang lengkap. Berikut beberapa diagnosa keperawatan yang
bisa diambil dalam kasus miastenia gravis :
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
 Resiko gangguan integritas kulit dibuktikan denganpenurunan
mobilitas
 Resiko cedera dibuktikan dengan disfungsi autoimun
 Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas laring
 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
 Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
(penyakit)
 Diare berhubungan dengan iritasi gastrointestinal

11
 Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun
 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

F. WOC

12
E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan miastenia gravis dibagi menjadi 3 kelompok, antara


lain:

 Penatalaksanaan Simptomatik (pengobatan gejala) →


antikolinesterase bekerja menghambat enzim hydrolysis dari ACh
pada cholinergic synaps sehingga ACh dapat bekerja lebih lama pada
neuroucular junction. Pirodostigmin bromida (mestinon) adalah obat
antikolinesterase yang paling sering digunakan karena durasi kerja
obat lama dan memiliki efek samping gastrointestinal yang rendah.
Dosis awal yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 30 – 60 mg
tiap 4 – 8 jam, bayi dan anak – anak 1 mg/kg dan neostigmine 0,3
mg/kg. Dosis maksimum pemberian pirodostigmin per hari adalah
360 mg (6 tablet). Adapun kemungkinan terjadi krisis cholinergic
apabila kelebihan dalam pemberian dosis pirodostigmin.
 Terapi Immunomodulatory
 Timektomi → terapi awal yang diberikan pada penderita
miastenia gravis generalisata yang mengalami kelemahan otot
extremitas bawah dan bulbar dianjurkan untuk pasien usia 10 –
55 tahun. Respon dari timektomi masih belum dapat diprediksi
dan kemungkinan gejala akan menetap hingga setahun setelah
operasi. Penderita perempuan usia muda miliki respon terbaik
dari timektomi. Pengulangan timektomi dapat meningkatkan
keberhasilan pada beberapa pasien, disarankan untuk tidak
mengambil jaringan tymic pada operasi pertama dan kedua
dengan catatan pasien berespon baik saat operasi pertama.
 Plasma Exchange (PE) → terapi prioritas menguntungkan
untuk jangka pendek yang digunakan untuk memperkuat saat
operasi, mencegah exacerbasi saat diinduksi kortikostiroid dan
terapi kronik intermiten bagi pasien yang gagal dalam semua
jenis terapi lain. Perbaikan klinis akan terlihat dalam minggu

13
pertama dan biasanya bertahan hingga 3 bulan, efeknya tidak
akan hilang apabila disertai dengan timektomi / terapi
imunosuppresive. Pengulangan PE tidak memberikan respon
yang baik dan tidak dianjurkan untuk terapi kronik kecuali ada
kontraindikasi. Efek samping PE adalah transitory cardiac
aritmia, nausea, menggigil. Komplikasi yang bisa muncul
adalah thrombus, pneumothorax, thrombophebitis sebagai
akibat pemasangan rute akses peripheral venipuncture.
 Intravenous Immunoglobulin (IGiv) → hampir sama dengan
PE bedanya IGiv dikhususkan pada pasien anak – anak dan
pasien dengan akses vena yang sulit. Perbaikan klinis bekisar
antara 50 – 100 % setelah pemberian dosis 3 mg/kg selama 2 –
4 hari dan bertahan hingga beberapa bulan. Efek samping yang
terjadi adalah demam, menggigil, sakit kepala dapat diatasi
dengan pemberian acetaminophen / aspirin dan
dipenhidramine sebelum pemberian IGiv. Bagi penderita yang
memiliki selective IgA defisiensi wajib melakukan tes kadar
IgA sebelum pemberian IGiv untuk menghindari kemungkinan
terjadinya reaksi anafilaksis.
 Terapi Immunosuppresant → kortikostiroid (prednisone) mampu
menghilangkan gejala > 75 %. Perbaikan klinis terjadi dalam 6 – 8
minggu setelah pemberian prednisone awal. Respon terbaik terjadi
pada penderita usia muda dan untuk penderita dengan thymoma akan
membaik apabila dilakukan pengangkatan tumor sebelum pemberian
prednisone. Dosis awal yang diberikan 1,5 – 2 mg/kg per hari dan
dipertahankan selama 2 minggu kemudian diturunkan bertahap setiap
1 bulan hingga mencapai dosis terendah untuk terapi maintenance
(idealnya 20 mg/hari). Efek samping dari pemberian prednisone
jangka panjang adalah hypercortism yang memburuk seiring dengan
pemberian dosis tinggi > 1 bulan. Untuk mengurangi efek samping

14
obat adalah dengan diet rendah lemak. Rendah sodium dan
pemberian

15
suplemen kalsium. Prednisone tidak dianjurkan pada penderita TBC.
Prednisone akan bekerja lebih baik bila dikombinasi dengan
pemberian azathioprine, cyclosporine, mycophenolate / obat
immunosupresant lain.

F. INTERVENSI

1. Diagnosis 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan


dengan disfungsi neuromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil →
irama, frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal (12 – 20
x/menit).
Intervensi :
 Observasi ku, ttv, keluhan, pola nafas dan bunyi napas
tambahan.
 Memberikan posisi semi fowler / fowler
 Memberikan oksigen jika perlu
 Menganjurkan tehnik batuk efektif
2. Diagnosis 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat.
Intervensi :
 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
 Memonitor pola dan jam tidur, lokasi dan ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
 Memberikan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
 Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Menganjurkan tirah baring
 Mengajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

16
 Berkolaborasi dengan tim gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3. Diagnosis 3 : Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan tingkat jatuh menurun.
Intervensi :
 Mengidentifikasi faktor resiko jatuh, faktor lingkungan
yang meningkatkan resiko jatuh.
 Menghitung resiko jatuh dengan skala
 Mengorientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
 Memastikan roda tempat tidur terkunci
 Memasang handrail tempat tidur
 Mengatur posisi tempat tidur serendah mungkin
 Mendekatkan bel pemanggil disamping pasien
 Memasang tanda resiko jatuh pada pasien dan tempat tidur
 Menganjurkan memanggil perawat bila memerlukan
bantuan
 Menganjurkan pasien berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh.

H. PROGNOSIS

Gejala awal yang sering dialami penderita miastenia gravis adalah kelemahan
otot – otot ekstraokuler di tahun pertama selanjutnya kelemahan ekstremitas
di tahun ketiga, gejala semakin memburuk dengan adanya gangguan sistem
pernafasan. Miastenia gravis akan membaik apabila beristirahat. Penderita
miastenia gravis akan membaik dengan pemberian terapi steroid dan
imunosupresant.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Tn. X usia 55 tahun mengungkapkan sejak 3 hari yang lalu sering mengalami sesak
napas disertai kelopak mata kanan turun mendadak tetapi tidak ke RS karena
keluhan membaik setelah beristirahat. 5/2/2022 pk. 07.00 Tn. X dibawa istri ke IGD
RSK oleh karena sesak napas hebat disertai gangguan menelan dan lemas kedua
kaki. Di IGD pasien dilakukan pemeriksaan dengan hasil : TTV N: 80x/menit, S:
36,7 ͦC, TD: 130/80 mmHg, RR 25x/menit, SPO 2 : 90%, kelopak mata kanan turun,
GCS : 4,5,6. Di IGD pasien mendapat terapi infus RD : 1000 cc/24 jam, mestinon 3
x 60 mg, prednisone 3 x 5 mg, Imuran 1 x 50 mg.

3.2 Asuhan Keperawatan

Tanggal pengkajian : 5/2/2022 jam 12.00


Tanggal MRS : 5/2/2022 jam 10.00 No.RM: 123xxxx
Diagnose medis : Myastenia Gravis
Sumber informasi :☐ pasien
 keluarga hubungan : Istri nama : Ny. O
☐ orang lain hubungan nama
Asal masuk :  IGD ☐ IRJA ☐ praktek Dokter
Cara masuk : ☐ jalan ☐ kursi roda  kereta dorong
Masuk MRS terakhir : -

18
Data umum
Identitas pasien
Nama : Tn.X umur : 55 thn jenis kelamin : L
Alamat : Pakis Wetan
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Flores
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : perguruan tinggi

Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. O umur : 45 thn jenis kelamin : P
Alamat : Pakis Wetan
Agama : Islam
Suku / Bangsa : jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Hubungan dengan pasien : Istri

Status pembiayaan
 Sendiri : kelas 3 ☐ asuransi ☐ penanggung BPJS

19
Riwayat Kesehatan
Keluahan utama :
Pasien mengeluh sesak napas dan kedua kaki lemas
Riwayat penyakit sekarang :
Pada 3 Feb 2022 pasien sesak napas disertai kelopak mata kanan turun
mendadak dan semakin memburuk 5 Feb 2022 disertai dengan sulit menelan dan
lemas kedua kaki. Pasien kemudian di bawa oleh keluarga ke IGD RSK.
Di IGD Pasien dilakukan pemeriksaan: kesadaran komposmetis, napas sesak,
kelemahan pada kedua kaki, bicara pelo, TTV nadi 80x/menit, suhu 36,7 ͦ Tensi
130/80 mmHg, RR 25x/menit, SPO2 90%.skala kekuatan otot
5 5
3 3

Pasien mendapat terapi oksigen nasal 3 lpm, infus RD 1000cc/24 jam, prednisone
3x5mg, mestinon 3x 60 mg, cernevit 1x/drip. Pasien dipasang NGT no 12.

Pola fungsi Kesehatan


1. Persepsi terhadap Kesehatan

Merokok :  tidak ☐ ya, jumlah :

Konsumsi alcohol :  tidak ☐ ya, jumlah :

Konsumsi jamu :  tidak ☐ ya, jumlah :

Alergi :  tidak ☐ ya, jumlah :


2. Pola aktivitas dan Latihan

20
Aktivitas Di rumah Di rumah sakit
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Mandi  √
Berpakaian / berdandan  √
Eliminasi  √
Mobilisasi di tempat tidur  √
Pindah √ 
Naik tangga  

Keterangan skor : 0 = mandiri, 1 = dibantu Sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3


= perlu bantuan orang lain dan alat, 4 = tergantung / tidak mampu
3. Pola istirahat dan tidur
Dirumah
Waktu tidur : 21.00 – 05.00 (8 jam)
Gangguan tidur :  tidak ☐ ya, sebutkan :

Dirumah sakit
Waktu tidur :–
Gangguan tidur : ☐ tidak ☐ ya, sebutkan :
4. Pola nutrisi dan metabolisme
Dirumah
Diet khusus :  tidak ☐ ya

Nafsu makan : ☐ normal  menurun

Porsi makan : pasien menghabiskan makanan ¼ porsi dari biasanya


Kesulitan menelan : ☐ tidak  ya, sejak kapan : 3 hari

Dirumah sakit
Diet khusus :  tidak  ya , sebutkan : diet sonde 6x 100 spoel 50cc (3x
mixer 3x susu)
Nafsu makan : ☐ normal  menurun

21
Berat badan : tidak ☐ ya, sebutkan
Waktu :
Kesulitan menelan : ☐ tidak  ya, sejak kapan : 3 hari
Masalah kulit :  tidak ☐ ya, sebutkan : -
5. Pola eliminasi
Dirumah
Kebiasaan BAB
Frekuensi : 1x sehari konsistensi : lembek
Keluhan : ☐ inkontinensia ☐ konstipasi
Terakhir BAB : 4 Februari pukul 10.00 WIB
Riwayat penggunaan pencahar :  tidak ☐ ya

Kebiasaan BAK
Frekuensi : 5x sehari warna : jernih
Keluhan : ☐ dysuria ☐ retensi ☐ inkontenesia ☐ lain –
lain
Penggunaan alat bantu :  tidak ☐ ya

Dirumah sakit
Kebiasaan BAB
Frekuensi : - sehari konsistensi :
Keluhan : ☐ inkontenisia ☐ konstipasi
BAB terakhir :-
Penggunaan pencahar :  tidak ☐ ya

Kebiasaan BAK
Frekuensi : 1x sehari warna : jernih
Keluhan : ☐ dysuria ☐ retensi ☐ inkontenesia ☐ lain

22
– lain
Penggunaan alat bantu :  tidak ☐ ya
BAK terakhir : 5 Februari pukul 08.00 WIB, 300cc

6. Pola kognitif konseptual

Status mental :  komposmentis ☐ apatis ☐ sopor ☐ prekoma ☐


koma
Orientasi :  baik ☐ bingung ☐ tidak respons

Kempampuan bicara :  normal ☐ gagap  afasia ☐


blocking
Bahasa yang digunakan :  Indonesia ☐ daerah, sebutka : ☐ lainnya

Kemampuan membaca :  bisa ☐ tidak

Kemampuan mengartikan :  bisa ☐ tidak

Kemampuan interaksi :  bisa ☐ tidak

Pendengaran :  normal ☐ terganggu


Sebutkan : - lokasi : -
Penglihatan : ☐ normal  terganggu
Sebutkan : kabur lokasi : kedua mata

7. Pola konsep diri

Harga diri :  tidak terganggu ☐ terganggu, sebutkan :

Ideal diri :  tidak tergangu ☐ terganggu, sebutkan :

Gambaran diri :  tidak terganggu ☐ terganggu, sebutkan :

Identitas diri :  tidak terganggu ☐ terganggu, sebutkan :

8. Pola koping

Masalah utama selama MRS :  tidak ada ☐ ada : keuangan/ perawatan

23
diri/ lain-lain
Kehilangan / perubahan yang terjadi sebelumnya :  tidak ada ☐ ada,
sebutkan:
Ketakutan terhadap kekerasan :  tidak ada ☐ ada, sebutkan
Pandangan terhadap masa depan : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(rentang 1 = pesimis s/d 10= optimis)

9. Pola seksual reproduksi


Laki-laki
Tidak ada kelainan
Pola seksual selama MRS : -

10. Pola peran - berhubungan

Setatus perkawinan : ☐ belum kawin  kawin ☐ cerai/ pisah


Pekerjaan : ☐ tidak  ya, sebutkan : PNS
Kualitas pekerjaan :  kontinu ☐ tidak kontinu

Sistem dukungan : ☐ tidak ada  ada, sebutkan :istri, anak, dan


keluarga pasien.

11. Pola nilai dan kepercayaan


Agama :Islam
Aturan khusus agama :  tidak ada ☐ ada, sebutkan : -

Permintaan rohanian selama MRS :  tidak ☐ ada, sebutkan : -

Data objektif / pemeriksaan fisik


1. Data klinik

Suhu : 36,70C  Axila ☐ Rectal ☐ Timpani

24
Nadi : 80 x/mnt ☐ kuat / lemah  Teratur / tidak

Tekanan darah : 130/80 mmHg  Berbaring ☐ Duduk


Nyeri : Tidak ☐ Ya, jelaskan :

2. Pernafasan
Frekuensi nafas : 25 x/mnt
Pola nafas : ☐ Normal ☐ Dangkal  Cepat
Suara nafas :  Vesikuler ☐ Ronki ☐ Whezzing ☐
lainnya
Batuk :  Tidak ☐ Ya, Jelaskan

Sputum :  Tidak ☐ Ya
Jumlah : banyak / cukup / sedikit Konsistensi : kental / Encer
Warna : -
Sianosis :  Tidak ☐ Ya
Penggunaan otot bantu nafas : ☐ Tidak  Ya
Pemakaian oksigen :  Tidak  Ya : 3 lpm

3. Sirkulasi

Irama jantung :  regular ☐ irregular S1 / S2 tunggal :  Ya ☐


Tidak
Bunyi jantung :  normal ☐ murmur ☐ Gallop ☐ lain – lain

Akral :  hangat ☐ dingin  kering ☐ basah

CRT :  < 2 detik ☐ > 2 detik

Nyeri dada : ☐ Ya  Tidak

Konjungtiva :  Normal ☐ Anemia

Edema :  tidak ☐ Ya, lokasi


Keterangan :-

25
4. Persarafan / sensorik
GCS : eye : 4 verbal : 5 motorik : 6
Pupil :  isokor ☐ anisokor diameter : 3 / 3 mm

Reaksi cahaya :  positif ☐ negative


Refleks fisiologi :  patella  achilles  triseps  biseps
lain - lain
Reflek patologi : ☐ Babinski ☐ brudzinski ☐ kernig ☐ lain –
lain : -
Sensorik tajam tumpul : ☐ tidak  Ya

Sensorik halus kasar : ☐ tidak  Ya


Keterangan :-

5. Perkemihan
Kandung kemih :  lembek ☐ distensi

Nyeri tekan :  tidak ☐ Ya

Terpasang kateter :  tidak ☐ Ya

Warna urine :  jernih ☐ pekat lainnya : -


Lain – lain : jumlah urine 200 cc

6. Pencernaan
Mulut dan tenggorokan
Mulut :  bersih ☐ kotor ☐ bau, jelaskan : -

Mukosa : ☐ lembab  kering ☐ stomatitis, lokasi : -

Tenggorokan : ☐ nyeri telan ☐ kesulitan menelan ☐ pembesaran


tonsil

26
Terpasang NGT : ☐ tidak  ya, tgl pasang : 5/2/2022 ukuran : 12
Abdomen
Perut :  supel  tegang ☐ kembung ☐ asites
☐ keras
Nyeri tekan :  tidak  ya, lokasi :
Peristaltic :
Massa pada rektal :  tidak  ya
Pembesaran hepar :  tidak ☐ ya

Pembesaran lien :  tidak ☐ ya

Adanya kolostomi :  tidak ☐ ya


Keterangan :
7. Integument
Kulit
Warna :  normal ☐ icterus ☐ hiperpigmentasi
Turgor :  baik  sedang  jelek

Kelainan :  tidak ☐ ya, sebutkan :-

Luka :  tidak ☐ ya, sebutkan :-

Norton scale : ☐ skor > 18 resiko rendah  skor 14 – 18 resiko sedang

☐ skor 13 – 10 resiko tinggi ☐ skor < 10 resiko sangat


tinggi

8. Musculoskeletal
ROM : ☐ penuh  tidak, sebutkan : sulit
mengerakan
ekstremitas
bawah
Keseimbangan : ☐ stabil  tidak stabil, sebutkan :
-
Menggenggam :  kuat (kanan / kiri) ☐ lemah (kanan / kiri )

27
Kemampuan otot kaki : ☐ kuat (kanan / kiri )  lemah (kanan / kiri )
Skala kekuatan otot
5 5
3 3

Morse fall scale : ☐ skor 0 – 24 tidak beresiko


☐ skor 25 – 50 resiko rendah
 skor > 50 resiko tinggi
Perencanaan pulang
Keinginan tinggal setelah pulang :  dirumah ☐ panti ☐ tidak tahu

Tinggal dengan : ☐ sendiri  kelurga ☐ lainnya :-

Kendaraan yang digunakan saat pulang :  pribadi ☐ umum

☐ambulance
Bantuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari :  tidak ya, sebutkan : -
Perawatan lanjutan setelah pulang : ☐ tidak  ya,
sebutkan : -
Pelayanan Kesehatan yang diperlukan setelah pulang : home care
puskesmas ☐ lainnya :-
Sebutkan : penggantian NGT

Pengobatan di RS
1. Infus RD 1000cc/24 jam
Indikasi : Cairan infus yang mengandung gula
sederhana, sering digunakan untuk meningktkan kadar
gula darah pada seseorang yang mengalami hipoglikemi
dan hiperkalemi.
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap dextrose,
dehidarasi berat.
Efek samping : sering buang air kecil dan alergi parah

28
2. Mestinon 3x 60 mg tablet
Indikasi : myasthenia gravis, kelemahan otot usus, gangguan
pada kandung kemih.
Kontraindikasi : Hipersesitif terhadap bromida penderita
gastrointestinal atau obstruksi saluran kemih, asma bronkial.
Efek samping : Mual, muntah, peningkatan air liur, diare kram
perut.
3. Prednison 3x5mg tablet
Indikasi : artritis rheumatoid, ashma bronkial, lupus
eritematosus sistemik.
Kontraindikasi : TBC aktf, infeksi akut, infeksi jamur, ulkus
peptikum, herpes simplek mata
Efek samping : anoreksia, nyeri otot, gelisah, edema, iritasi
lambung, gangguan tidur hiperkalemia.
4. Imuran 50 mg tab
Indikasi : pasien transplantasi organ, hepatitis aktif kronik, AR
berat, anemia hemolitik.
Kontraindikasi : hypersensitive terhadap 6 merkaptopurin,
penderita kanker, ibu hamil.
Efek samping : mual, muntah, anoreksia, pankreatitis,
perdarahan usus.

29
3.3 Analisa Data

Data Etiologi Masalah


No keperawatan
1 DS : pasien Gangguan konduksi Pola napas tidak
mengeluh napas neuromuscular efektif
sesak
DO : pasien Gangguan otot pernapasan
menggunakan otot
bantu napas, RR Kelemahan Otot pernapasan
25x/menit, SPO2 : 90
% Sesak napas

Ketidakefektifan pola napas

2 DS : Pasien Gangguan perifer saraf Gangguan


mengungkapkan kranial dan neuromuscular mobilitas fisik
kedua kaki lemas
DO : ekstremitas Kelemahan otot ekstremitas
bawah lemas, skala
kekuatan otot Penurunan fisik dan paralis

5 5 otot

30
3 3
Gangguan mobilitas fisik

31
3.4 RENCANA, TINDAKAN DAN EVALUASI
Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Pelaksanaan Evaluasi Sumatif
5/2/ 1. Pola napas tidak efektif Setelah Observasi : Jam 12.00 Jam 14.00
2022 berhubungan dengan dilakukan 1. Monitor pola napas 1. Memonitor pola nafas, bunyi S:Pasien
gangguan intervensi 1x24 (frekuensi, kedalaman, nafas tambahan, KU, Keluhan, mengungkap
neuromuscular jam maka pola usaha napas). TTV, RR kan sesak napas
dibuktikan dengan napas membaik 2.Monitor bunyi nafas berkurang
pasien mengeluh sesak dengan kriteria tambahan. O: pasien tampak
hasil : rileks, tidak ada
nafas, penggunaan otot
 sesak napas Terapeutik : Jam 12.30 penggunaan otot
bantu pernapasan, RR
berkurang 3.Posisikan semifowler 2. Memberikan posisi semi bantu napas, RR
25x/menit, SPO2 90 % atau fowler fowler / fowler dengan 22x/menit, SPO2
 pasien tidak
menggunakan menaikkan handle bed bagian 98% dengan
otot bantu kepala. oksigen 3lpm
napas Jam 13.00 A : Masalah
 frekuensi 4.Berikan Oksigen. 3. Mengukur SPO2 teratasi
napas 12-
20x/menit Edukasi : Jam 13.00
 SPO2 95-100% 5.Anjurkan pasien untuk 4. Mengajarkan pasien latihan
latihan batuk efektif batuk efektif dengan cara
menarik nafas dalam selama 5
detik kemudian hembuskan
secara perlahan ulangi
sebanyak 3x, pada tarikan
nafas ke-3 batukkan secara
adekuat.

32
Setelah
5/2/ 2. Gangguan mobilitas dilakukan Observasi Jam 12.00
2022 fisik berhubungan intervensi 3x24 1. Identifikasi toleransi 1. Mengidentifikasi sejauh mana Jam 14.00
dengan gangguan jam maka fisik melakukan pasien dapat menggerakan S : pasien
neuromuscular mobilitas fisik ambulasi. kedua kaki dengan mengkaji mengungkap
dibuktikan dengan meningkat skala kekuatan otot kan lemas
pasien mengungkapkan kedua kaki
dengan kriteria
2. Memonitor KU pasien Jam 12. 10 sudah
kedua kaki lemah, skala hasil :
selama melakukan 2. Memonitor KU pasien saat berkurang
kekuatan otot
 Skala ambulasi melakukan pergerakan. O : Kedua kaki
5 5 kekuatan otot bisa diangkat
3 3 namun
meningkat
Jam 12.30 belum
 Kedua 3. Fasilitasi melakukan 3. Menjelaskan pentingnya adekuat,
kaki bisa mobilisasi fisik ambulasi dini untuk skala
digerakan mengembalikan kekuatan otot kekuatan
pada bagian yang mengalami otot
kelemahan
5 5
4 4
4. Jelaskan tujuan dan Jam 12. 30
prosedur ambulasi 4. Memfasilitasi mobilisasi A : Masalah belum
dengan menyediakan kruk teratasi
disamping pasien

33
5. Anjurkan melakukan Jam 12. 40
ambulasi dini 5. Menganjurkan pasien untuk
6. Ajarkan ambulasi sering menggerakkan kaki
sederhana yang harus sehingga kaki tidak menjadi
dilakukan kaku.

34
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Dari hasil studi kasus ini untuk tahap pengkajian tidak ditemukan adanya kesenjangan
antara teori dan kasus nyata. Manifestasi klinis pada teori pasien ditandai dengan
kelemahan otot & kelelahan saat beraktivitas yang semakin memburuk apabila
melakukan aktivitas secara terus menerus. Namun, otot akan segera pulih apabila
penderita beristirahat. Bila dikaitkan dengan kondisi Tn. X saat pengkajian pada tanggal
05-02-2022 manifestasi klinis yang ditemukan pasien mengungkapkan sejak 3 hari yang
lalu sering mengalami sesak napas disertai kelopak mata kanan turun mendadak tetapi
tidak ke RS karena keluhan membaik setelah beristirahat. Sehingga pengkajian pada
diagnosis Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular,
berdasarkan teori mampu diterapkan pada praktek nyata dan dinilai efektif dalam hasil
yang diperoleh

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut teori terdapat 3 diagnosa keperawatan pada pasien miastenia gravis, sedangkan
dari hasil pengumpulan data yang dilakukan kepada Tn.X tanggal 05-02-2022
ditemukan 2 diagnosa keperawatan yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan gangguan neuromuscular dan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuscular

C. Intervensi
Dari hasil intervensi yang dilakukan tidak terdapat kesenjangan antara teori yang
dilakukan. Karena intervensi yang diberikan kepada Tn.X disesuaikan dengan teori
SIKI

D. Implementasi
Dari hasil yang diperoleh dari implementasi yang dilakukan tidak terdapat kesenjangan
antara teori yang dilakukan. Karena implementasi yang diberikan kepada Tn.X
disesuaikan dengan teori SIKI

35
E. Evaluasi
Dari tindakan evaluasi yang dilakukan ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan
praktek nyata, karena evaluasi merupakan hasil akhir dari asuhan keperawatan dengan
mengidentifikasi sejauh mana tujuan rencana keperawatan tercapai atau tidak selama
pasien dirawat. Pada saat evaluasi yang dilakukan adalah mengevaluasi selama tindakan
asuhan keperawatan berlangsung atau selama pasien dirawat.

36
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Walaupun terdapat banyak
penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda, tetapi tidak dapat
diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan prognosis
yang baik pada penyakit ini. Diagnosis myasthenia gravis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan neurologis, tes kuantitatif dan pemeriksaan penunjang.
Perkembangan menjadi suatu generalized MG terjadi pada 85% kasus dalam tiga tahun
pertama.

B. Saran

Perlu penjelasan kepada pasien dan keluarga terkait perjalanan penyakit dan
kekambuhan yang mungkin akan timbul. Perawat perlu memahami gejala yang timbul
sewaktu – waktu.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anom Arie , A. G., Adnyana, M. O., & Widyadharma, I. E. (2020). Diagnosis Dan Tata
Laksana Miastenia Gravis. Retrieved from
https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/35262
Indirani. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan
"Myastheniagravis". Palu.
Selieng, A. (2015). Askep Miastenia Gravis.
Tamtam, T. (n.d.). Asuhan Keperawatan pada Klien Myasthenia Gravis .

38

Anda mungkin juga menyukai