Miastenia Gravis
Oleh :
Bella Febriani, S.Ked
PRESEPTOR:
dr. Yulson Rasyid, Sp.N
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-
Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas case report ini yang
berjudul “Miastenia Gravis” case report ini dibuat untuk memenuhi syarat
kepaniteraan klinik senior di bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah
Mohammad Natsir Solok.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Yulson Rasyid Sp.N
selaku pembimbing penyusunan case report ini dengan memberikan bimbingan
dan nasehat dalam penyelesaian case report ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada
teman-teman serta staf bagian neurologi dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan case report ini. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kelemahan yang terdapat dalam penulisan case report ini, kritik dan
saran sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan case report selanjutnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
PAGE \* MERGEFORMAT 33
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
2.1.1 Defenisi....................................................................................................3
2.1.2 Epidemiologi............................................................................................3
2.1.5 Diagnosis.................................................................................................6
2.1.6 Penatalaksanaan.......................................................................................8
2.1.8 Prognosis................................................................................................10
Daftar Pustaka......................................................................................................32
PAGE \* MERGEFORMAT 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Myasthenia gravis (MG) merupakan kelainan autoimun yang ditandai
dengan kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka yang disebabkan oleh adanya
autoantibodi terhadap reseptor acethylcholine (Ach) nikotinik pada
neuromuscular junction (NMJ)1. Penyakit ini umumnya cukup jarang dijumpai.
Prevalensi kelainan ini sekitar 85-125 per satu juta penduduk dengan insidensi
tahunan sekitar 2-4 per satu juta penduduk. Penyakit ini memiliki dua puncak
kejadian, yang pertama antara 20 hingga 40 tahun yang didominasi wanita dan
antara 60 hingga 80 tahun dengan perbandingan pria dan wanita yang seimbang2.
Gejala utama miastenia gravis adalah melemahnya otot. Gejala ini akan
timbul setelah beraktivitas dan hilang setelah beristirahat. Seiring waktu, otot
yang sering digunakan akan melemah dan tidak akan membaik meskipun
penderita telah beristirahat. Gejala penyakit ini biasanya diawali dengan gangguan
penglihatan, seperti penglihatan kabur dan ganda akibat melemahnya otot-otot
mata, salah satu atau kedua kelopak mata juga bisa turun atau mengalami ptosis 3.
Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat bisa ditangani dengan baik
apabila diagnosis ditegakkan lebih awal. Berbagai modalitas telah dikembangkan
dalam menegakkan diagnosis miastenia gravis seiring berkembangnya
pengetahuan mengenai patogenesis penyakit ini sehingga prevalensi dan
insidennya mengalami peningkatan dibandingkan data-data sebelumnya.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi penulis
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan case report ini
adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang miastenia gravis
terutama mengenai penegakan diagnosa dan penatalaksanaan penyakit tersebut.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Miastenia Gravis
2.1.1 Definisi
Penyakit autoimun pada neuromuscular junction yang disebabkan oleh
antibodi yang menyerang komponen membran post sinaps, sehingga mengganggu
transmisi neuromuskular adalah miastenia gravis. Penyakit ini ditandai dengan
kelemahan otot yang bersifat fluktuatif. Kelemahan otot akan terus meningkat
sepanjang hari tergantung peningkatan aktivitas fisik, dan kekuatan otot akan
kembali membaik dengan istirahat atau pemberian obat anti kolinesterase.
Kelemahan otot dapat generalisata ataupun terlokalisir pada beberapa kelompok
otot4.
2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi Myasthenia gravis (MG) di Indonesia tidak tercatat dengan
jelas. Namun, secara global diketahui bahwa penyakit ini diperkirakan
memengaruhi 30 per 1 juta orang pertahun. Kelainan ini merupakan penyakit
global yang dapat terjadi pada seluruh kelompok usia. Insiden myasthenia gravis
diperkirakan 30 per 1 juta orang per tahun di London. Rasio pria:wanita adalah
1:3 pada usia dibawah 40 tahun, sedangkan pada usia diatas 50 tahun rasio
pria:wanita adalah 3:2. Prevalensi penyakit ini di China diketahui sebanyak 77.7
per 1 juta penduduk3.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
saraf, ACh dilepas dan melekat pada AChR (reseptor asetilkolin) yang banyak
terdapat di postsynaptic folds, yang kemudian membuka berbagai saluran di
AChR sehingga memungkinkan masuknya berbagai kation terutama Na. Hal
tersebut menimbulkan depolarisasi end plate serabut otot dan akhirnya
menimbulkan kontraksi otot. Proses ini cepat berakhir dengan hidrolisis ACh oleh
asetilkolinesterase (AChE) yang banyak terdapat pada synaptic folds. 5
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Pada kebanyakan orang umumnya miastenia gravis bersifat idiopatik atau
tidak diketahui penyebabnya. Akan tetapi penyebab utama yang dicurigai adalah
akibat dari regulasi sistem imun. Beberapa keadaan tertentu juga ditemukan
berkaitan dengan terjadinya penyakit ini seperti orang dengan human leukocyte
antigen (HLA) tertentu, sensitasi terhadap antigen asing, dan beberapa obat-
obatan seperti antibiotik dicurigai berkaitan dengan terjadinya autoimun pada
miastenia gravis6.
● Kelemahan meningkat pada kontraksi cepat dan berulang pada otot yang
terkena
● Kekuatan otot kembali dalam beberapa menit, atau beberapa jam, saat
istirahat
● Otot mata biasanya terkena lebih dahulu (ptosis, diplopia), atau otot
PAGE \* MERGEFORMAT 33
● Terkadang, terjadi krisis dengan kelemahan otot yang mendadak
Tensilon
asetilkolin
Myasthenia Gravis Foundation of America Clinical Classification
membagi penyakit ini dalam 5 kelas utama dan beberapa subkelas. Klasifikasi
tersebut ditampilkan dalam tabel 2.1 berikut.8
II Kelemahan ringan yang mengenai selain otot okular. Dapat juga terjadi
kelemahan otot okular yang terjadi pada berbagai tingkat kelemahan.
IIa Terutama mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya; bisa juga
terdapat sedikit keterlibatan pada otot orofaringeal
III Kelemahan sedang yang mengenai selain otot okular, bisa juga adanya
kelemahan otot okular pada berbagai tingkat keparahan
IIIa Terutama mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya; bisa juga
terdapat sedikit keterlibatan pada otot orofaringeal
PAGE \* MERGEFORMAT 33
juga terdapat keterlibatan pada otot ekstremitas, aksial, atau keduanya
IV Kelemahan berat pada selain otot okular; bisa juga terdapat kelemahan
otot okular pada berbagai tingkat kelemahan
IVa Terutama mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya, juga bisa
terdapat sedikit keterlibatan pada otot orofaringeal
IVb Terutama mengenai otot orofaringeal, respirasi, atau keduanya; bisa juga
mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya; pasien terpasang
feeding tube tanpa dilakukan intubasi
2.1.5 Diagnosis
Miastenia gravis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan tanda klinis khas
yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, serta dapat dikonfirmasi secara
farmakologi dengan tes endrofonium (Tensilon), pemeriksaan elektromiografi
(EMG), deteksi antibodi AChR atau antibodi MuSK.11
Pada anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala kelemahan otot seperti
ptosis atau diplopia, kesulitan menelan, kelemahan pada tangan, kaki, dan leher.
Bila penyakit ini sudah mencapai tahap yang parah maka otot-otot pernafasan
dapat terkena. Keluhan yang terjadi bersifat fluktuatif.5,9
Ptosis pada miastenia gravis akan tampak memburuk dalam beberapa saat
jika pasien menutup dan membuka mata dengan cepat dan dilakukan berulang-
ulang, atau pasien diminta untuk melihat ke atas, terfiksasi pada satu titik, selama
beberapa saat (tes Simpson). Jika kelemahan mengenai otot bahu, pasien diminta
untuk mengangkat lengan dan digerakkan ke atas dan bawah sebanyak 20 kali,
dilakukan bergantian pada kedua lengan. Jika didapatkan kelemahan, maka pada
saat abduksi dan aduksi tangan yang digerakkan akan lebih lemah dibandingkan
tangan yang tidak digerakkan. Pada kelemahan bulbar, pasien dapat diminta untuk
menghitung angka.5
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dilakukan yaitu uji Tensilon. Pada uji
Tensilon, Acetylcholinesterase inhibitor edrophonium chloride sebanyak 10 mg
diinjeksikan secara intravena selama 10 detik. Obat ini akan menghambat
penghancuran asetilkolin di celah sinaps, sehingga asetilkolin akan tersedia untuk
waktu yang lebih lama. Perbaikan akan terlihat dalam 30 detik dan berakhir dalam
3 menit. Ptosis akan tampak menghilang dengan tes ini.12
Pemeriksaan elektromiogram (EMG) merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitif dalam mendeteksi defek pada transmisi neuromuskular. Pada perekaman
EMG menunjukkan gambaran frekuensi yang rendah (2 – 4 Hz), jika dilakukan
stimulasi berulang akan menghasilkan penurunan amplitudo yang progresif pada
potensial otot.12
Umumnya 85% pasien menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan
antibodi AchR. Pada pasien dengan kelemahan pada otot mata hanya 50% yang
positif dan hanya 15% pada pasien dengan generalized myasthenia. Pemeriksaan
imaging seperti CT scan atau MRI juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya timoma pada kasus miastenia gravis.12
2.1.6 Penatalaksanaan
Terapi miastenia gravis meliputi penggunaan obat antikolinesterase,
imunosupresan, timektomi, serta terapi pengganti plasma dan immunoglobulin
intravena. Terapi yang diberikan antara lain:12,13
1. Obat antikolinesterase
Obat ini akan memperlambat pemecahan asetilkolin sehingga akan
memperpanjang efeknya pada reseptor asetilkolin di membrane serabut otot. Dua
obat yang memberikan hasil paling baik untuk memulihkan kelemahan otot pada
miastenia gravis adalah neostigmine (Prostigmin) dan piridostigmin (Mestinon).
Dosis piridostigmin yaitu 10 - 90 mg tiap 6 jam; dosis oral neostigmine berkisar
antara 15 - 45 mg tiap 3 jam. Terdapat bentuk short lasting dari kedua obat
tersebut, yang diberikan pada pasien dengan kegagalan respiratori (krisis
miastenia gravis). Pemberian dosis dan frekuensi obat tersebut bervariasi, berbeda
pada tiap pasien, namun dosis maksimal penggunaan piridostigmin jarang
melebihi 120 mg yang diberikan tiap 3 jam.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
2. Kortikosteroid
Pada pasien dengan miastenia gravis dengan kelemahan generalisata
sedang sampai berat yang tidak berespon dengan obat antikolinesterase,
pemberian kortikosteroid jangka panjang merupakan terapi yang efektif. Dosis
kecil kortikosteroid (10 mg prednisone dalam 1 hari) secara adekuat dapat
mengontrol miastenia okular. Namun, efek samping penggunaan jangka panjang
dari kortikosteroid harus diperhatikan. Obat ini juga dapat diberikan sekali dua
hari untuk mengurangi efek samping yang mungkin terjadi.
Kortikosteroid yang biasa digunakan adalah prednisone, dimulai dengan
dosis 10 mg/hari dan dosis ditingkatkan (5-10 mg) per minggu hingga tercapai
respon klinis yang baik, atau hingga dosis harian 50 – 60 mg. Perbaikan setelah
pemberian kortikosteroid muncul perlahan dalam beberapa minggu. Ketika efek
maksimal prednisone telah tercapai, dosis dapat diturunkan bertahap (5 mg/bulan)
hingga ke dosis terendah yang masih efektif. Pada awal terapi kotritosteroid, obat
antikolinesterase diberikan secara simultan; seiring perbaikan penyakit, dosis
kemudian dapat disesuaikan.
3. Imunosupresan
Obat imunosupresif seperti Azatioprin berguna sebagai obat tambahan
untuk kortikosteroid dan dapat efektif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
atau gagal berespon dengan prednisone. Terapi dimulai dengan dosis 50mg (1
tablet), 2 kali sehari selama beberapa hari; jika dapat ditoleransi dengan baik maka
dosis dinaikkan menjadi 2 – 3 mg/kg per hari (150 – 250 mg per hari).
4. Plasmaferesis
Pada miastenia gravis berat yang sulit disembuhkan dengan
antikolinesterase dan prednisone, atau selama perburukan akut, harus
dipertimbangkan terapi lain. Remisi sementara (2 sampai 8 minggu) dapat
diperoleh dengan plasmaferesis. Terapi ini dapat menyelamatkan nyawa selama
krisis miastenia. Juga berguna sebelum dan setelah timektomi dan di awal terapi
obat imunosupresif. Jumlah dan volume plasmaferesis yang dibutuhkan sekitar 50
ml/kgBB setiap hari.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
5. Timektomi
Timektomi dilakukan tidak pada fase akut miastenia. Angka remisi setelah
timektomi sekitar 35%, dimana prosedur ini dilakukan pada tahun pertama atau
kedua setelah onset penyakit. Hal ini diindikasikan pada wanita muda, dengan
riwayat kurang dari 5 tahun, menderita miastenia gravis atau pada pasien dengan
timoma yang cenderung ganas.
1. Botulisme
2. Cavernous sinus syndromes
3. Neuropati akibat keracunan logam berat
4. SGB
5. Polimiosistis akut
6. Tick-Borne Disease
7. Multiple Sklerosis, dan lainnya
2.1.8 Prognosis
Pada wanita tanpa timoma, biasanya 80-90% akan membaik atau akan
terjadi remisi sempurna dalam beberapa tahun. Mortalitas pada miastenia gravis
dengan terapi yang optimal adalah kurang dari 1%. Umumnya pasien dapat
beraktivitas seperti biasa namun membutuhkan imunosupresan jangka panjang.
Morbiditas terjadi akibat gangguan kekuatan otot yang intermiten, yang dapat
menyebabkan aspirasi, peningkatan insiden pneumonia, bahkan krisis miastenia.
Krisis miastenia dapat terjadi pada 2,5% pasien miastenia gravis.12,13
Pada pasien dengan miastenia gravis generalisata, kelemahan otot
maksimal terjadi pada 3 tahun pertama sejak menderita penyakit. Sehingga,
setengah dari kematian terkait penyakit terjadi pada periode ini. Pasien yang dapat
bertahan hidup dalam 3 tahun pertama penyakit biasanya akan mengalami
perbaikan. Perburukan penyakit jarang terjadi setelah 3 tahun.10
PAGE \* MERGEFORMAT 33
PAGE \* MERGEFORMAT 33
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama :
Badan terasa lemas terutama pada anggota gerak bawah sejak ± 4 hari
sebelum masuk rumah sakit.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Riwayat sulit membuka salah satu mata dalam seminggu terakhir
disangkal. riwayat sesak nafas disangkal, riwayat infeksi saluran nafas dan infeksi
saluran cerna disangkal. Riwayat trauma juga disangkal.
Pasien seorang perempuan yang sudah menikah dan belum memiliki anak,
sehari-hari bekerja sebagai staf bank nagari, riwayat makanan biasa dan
tidak ada riwayat penggunaan rokok ataupun alkohol
PAGE \* MERGEFORMAT 33
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. UMUM
Jantung
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Abdomen
2. STATUS NEUROLOGIKUS
N II (Opticus)
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Lapang Pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Refleks Cahaya + +
Reflek Akomodasi + +
Reflek Konvergensi + +
N IV (Troklearis)
Kanan Kiri
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Sensorik
Divisi Opthalmica
Divisi Maksila
Divisi Mandibula
N VI (Abdusen)
Kanan Kiri
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Gerakan Mata Kebawah Normal Normal
N VII ( Fasialis)
Kanan Kiri
N VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Weber Test Tidak dilakukan
N IX (Glosopharingeus)
N X (Vagus)
Menelan Normal
Artikulasi Normal
Suara Normal
Nadi Reguler
N XI ( Acesorius)
Kanan Kiri
PAGE \* MERGEFORMAT 33
N XII (Hipoglosus)
Pemeriksaan Kordinasi
Disartria Normal
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Badan
Respirasi Normal
Duduk Normal
Eksremitas
Superior
Kanan Kiri
Inferior
Inferior
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Kanan Kiri
Pemeriksaan Sensibilitas
Stereognosis Baik
Sistem Refleks
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Biceps + +
Triceps + +
Apr + +
Kpr + +
Hoffman-Tromner - -
Babinsky - -
Chaddoks - -
Oppenhem - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Fungsi otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
Fungsi Luhur
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Reaksi Bicara Baik Reflek Glabella Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin :
Hematokrit 38,1% N
Nilai-Nilai MC
MCV 85,4 fl N
RDW-CV 13,4 % N
Basofil 0% N
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Eosinofil 1% N
Neutrofil 59 % N
Limfosit 32 % N
Monosit 8% N
ALC 2528 / µl N
NLR 1,84 N
b. Kimia klinik :
Diagnosis
PAGE \* MERGEFORMAT 33
- Diagnosis Sekunder :-
Diagnosis Banding
GBS
Terapi
Umum/suportif
IVFD RL
Edukasi tentang penyakit yang diderita pasien, pola aktivitas pasien,
mencegah dan mengobati penyakit infeksi segera.
Terapi Khusus
Oral
Mestinon 4 x1 tablet
Metylprednisolon 3x4 mg
Rencana pemeriksaan
Prognosis
Ad vitam = ad bonam
Ad sanationam = ad bonam
Ad Fungsionam = ad bonam
Follow Up
Jumat (10 Maret 2023)
Rawatan hari ke 2
Pukul : 7.30
S : badan masih terasa lemah, kaki terasa berat digerakan
O:
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Tekanan darah : 91/50mmHg Respirasi : 18/menit
Motorik
555 555
333 333
Sensorik : Normal
Otonom : Normal
Reflek fisiologis : +
Reflek patologis : -
A: Miastenia Gravis
P: Pantau TTV
Mestinon 4 x1 tablet
Metylprednisolon 3x4 mg
O:
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Tekanan darah : 100/70mmHg Respirasi : 20/menit
Motorik
555 555
444 444
Sensorik : Normal
Otonom : Normal
Reflek fisiologis : ++
Reflek patologis : -
A: Miastenia Gravis
P: Pantau TTV
Mestinon 4 x1 tablet
Metylprednisolon 3x4 mg
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Rawatan hari ke 4
Pukul : 7.30
S : Anggota gerak bawah pasien sudah semakin baik dengan kekuatan
kekuatan motoric yang sama
O:
Tekanan darah : 120/90mmHg Respirasi : 20/menit
Motorik
555 555
555 555
Sensorik : Normal
Otonom : Normal
Reflek fisiologis : ++
Reflek patologis : -
A: Miastenia Gravis
P: Pantau TTV
Mestinon 4 x1 tablet
Metylprednisolon 3x4 mg
PAGE \* MERGEFORMAT 33
BAB IV
ANALISA KASUS
PAGE \* MERGEFORMAT 33
mendapatkan Mestinon 4 x 1 tablet dan metilprednisolon 3 x 4 mg. Mestinon
merupakan obat yang mengandung piridostigmin bromide, yang termasuk dalam
asetilkolinesterase inhibitor. Cara kerja obat yaitu dengan menghambat destruksi
asetilkolin oleh kolinesterase yang berada pada celah sinaps sehingga jumlah
asetilkolin relatif meningkat dibandingkan jumlah reseptor asetilkolin pada
membran post sinaps. Obat ini merupakan lini pertama yang berefek simtomatik
bagi pasien. Berdasarkan guideline tatalaksana miastenia gravis saat ini
seharusnya metilprednisolon baru diberikan apabila asetilkolinesterase tidak
menghilangkan keluhan pasien setelah mencapai dosis titrasi maksimum. Tujuan
pemberian metilprednisolon adalah sebagai imunosupresan yang akan menekan
aktivitas autoantibodi.
PAGE \* MERGEFORMAT 33
Daftar Pustaka
4. Mourao AM, Barbosa LSM, Comini-Frota ER, Freitas DS, Gomez RS,
Burns TM, et al. 2015. Clinical profile of patients with myasthenia gravis
followed at the University Hospital, Federal University of Minas Gerais.
Rev Assoc Med Bras.61(2):156-60.
5. Aknin SB, Panse RL (2014). Myastenia Gravis : A Comprehensive Review
of immune dysregulation and etiological mechanisms. Journal of
Autoimmunity. Pp: 90-100
PAGE \* MERGEFORMAT 33
9. Anam F, Mannan M (2015). Case Report : Thymoma in Myasthenia
Gravis. Journal of Rawalpindi Medical College Students Supplement. 19(S-
1); pp: 61-63
10. Banerjee A (2008).Anaesthesia and Myasthenia Gravis. Anaesthesia and
myasthenia gravis anaesthesia tutorial of the week 122. United Kingdom
11. Sanders DB, Wolfe GI, Benatar M, Evoli A, Gilhus NE, Illa I, et al (2016).
International consensus guidance for management of myasthenia gravis.
Neurology. 87, pp:1-7.
PAGE \* MERGEFORMAT 33