MYASTHENIA GRAVIS
Oleh:
Alfatun Jamiah, S.Ked
1830912320006
Pembimbing:
dr. Muhammad Welly Dafif, Sp.S
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Definisi........................................................................................... 3
B. Epidemiologi................................................................................... 3
C. Patofisiologi.................................................................................... 4
D. Klasifikasi....................................................................................... 6
E. Manifestasi Klinis........................................................................... 7
F. Diagnosis......................................................................................... 9
G. Tatalaksana..................................................................................... 14
H. Komplikasi...................................................................................... 17
I. Prognosis.......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
mengakibatkan tidak sampainya impuls dari serat saraf ke serat otot (tidak terjadi
kontraksi otot). Myasthenia gravis ditandai oleh kelemahan otot yang kembali
etnis maupun jenis kelamin.2 Di Indonesia sendiri belum ditemukan data yang
jumlahnya yang sedikit namun pasien tetap merasakan berbagai dampak fisik
okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.
Kelas II, adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular, otot
kelemahan tingkat sedang pada otot-otot lain selain otot okular, otot okular
1
2
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat. Kelas IV, adanya kelemahan dalam
derajat yang berat pada otot-otot selain otot okular, sedangkan otot-otot okular
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat. Kelas V, pada kelas ini penderita
kondisi bekerja yang kurang ideal. Kondisi ini terjadi terutama karena gangguan
panik serta gangguan depresif. Pada tinjauan pustaka kali ini akan dibahas
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
kelemahan abnormal dan progresif pada otot yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul
junction. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot
akan pulih kembali.6 Spektrum gejala kelemahan otot berkisar dari okular murni
hingga kelemahan parah pada ekstremitas, bulbar, dan otot pernapasan. Usia onset
bervariasi dari masa kanak-kanak hingga dewasa akhir dengan puncak penyakit
B. Epidemiologi
17.000 kasus) di Amerika. Sebelum umur 40 tahun, penyakit ini terjadi 3 kali lipat
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, namun pada usia yang lebih tua
persentasenya sama. myasthenia gravis dapat terjadi di seluruh etnis, usia dan
dapat menyerang pria ataupun wanita. Biasanya penyakit ini menyerang orang
berusia 20-50 tahun. Rasio perbandingan pria dan wanita adalah 6:4. Pada wanita,
penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda yaitu sekitar 28 tahun. Sedangkan
pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun. Insiden myasthenia
gravis pada anak-anak 0,9 – 2,0 kasus per 1 juta anak tiap tahun pada populasi
3
4
pediatrik usia 0 – 17 tahun di Kanada dari tahun 2010 hingga 2011. Angka yang
lebih tinggi didapatkan di Amerika Utara, yaitu 9,1 per 1 juta penduduk.
Sebanyak 4,2% terjadi pada usia 0 – 9 tahun dan 9,5% pada usia 9 – 19 tahun.
Myasthenia gravis tipe okuler lebih banyak pada ras Asia, sedangkan tipe
C. Patofisiologi
potensial pada motor endplate dan potential threshold yang dibutuhkan untuk
asetilkolin.8
2. Autoantibodi
reseptor asetilkolin (AChR) nikotinik pada otot rangka. Antibodi AChR akan
3. Patologi timus
Abnormalitas timus sering ditemukan pada pasien MG. Sekitar 10% pasien
untuk memilih sel T yang mengenali AChR dan antigen otot lainnya. Selain
awitan dini dan atropi timus pada pasien MG dengan awitan lambat.
Gambar 2.1. Atas: Paut saraf otot normal, menunjukkan ujung saraf presinaptik dan
postsynaptic muscle endplate. Bawah:(A) antibodi reseptor asetilkolin memblokade
cholinergic binding site dari reseptor asetilkolin (AChR), mencegah asetilkolon berikatan
dengan reseptor. (B) antibodi reseptor asetilkolin melakukan cross-link dengan AChR
terdekat, meningkatkan laju internalisasi ke dalam otot. (C) antibodi reseptor asetilkolin
yang mengikat komplemen menyebabkan destruksi muscle endplate dan menekan jumlah
AChR.8
6
D. Klasifikasi
menjadi:6
1. Ocular miastenia : terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia
2. Generalized myasthenia
skelet dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
7
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar, respon terhadap obat tidak
memuaskan.
obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortalitas tinggi. Late
thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek.6
E. Manifestasi Klinis
seiring dengan penggunaan otot secara berulang, dan semakin berat dirasakan di
akhir hari. Gejala ini akan menghilang atau membaik dengan istirahat. Kelompok
otot-otot yang melemah pada penyakit miastenis gravis memiliki pola yang khas.
Pada awal terjadinya myasthenia gravis, otot kelopak mata dan gerakan bola mata
terserang lebih dahulu. Akibat dari kelumpuhan otot-otot tersebur, muncul gejala
berupa penglihatan ganda (melihat benda menjadi ada dua atau disebut diplopia)
tanpa ekspresi. Penderita juga akan merasakan kelemahan dalam mengunyah dan
menelan makanan sehingga berisiko timbulnya regurgitasi dan aspirasi. Selain itu,
terjadi gejala gangguan dalam berbicara, yang disebabkan kelemahan dari langit-
langit mulut dan lidah. Sebagian besar penderita myasthenia gravis akan
Kelemahan pada anggota gerak ini akan dirasakan asimetris . Bila seorang
tahun, maka kemungkinan kecil penyakit tersebut akan menyerang seluruh tubuh.
okular. Penyakit myasthenia gravis dapat menjadi berat dan membahayakan jiwa.
menimbuilkan gejala sesak nafas. Bila sampai diperlukan bantuan alat pernafasan,
gravis atau krisis miastenik. Umumnya krisis miastenik disebabkan karena adanya
Myasthenic crisis
Keadaan pasien myasthenia gravis yang menjadi lebih buruk, dapat disebabkan
oleh pekerjaan fisik yang berlebihan, infeksi, melahirkan, obat yang menyekat
Cholenergic crysis
(miosis). Tanda klinis yaitu diare, miosis, bronkospasme, emesis, lakrimasi dan
hipersalivasi.6
F. Diagnosis
pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG, serologi untuk antibodi
AchR dan CT-Scan atau MRI toraks untuk melihat adanya timoma.11
10
1. Anamnesis
dijelaskan dibagian atas dan riwayat keluarga, riwayat penyakit terdahulu, dan
riwayat pengobatan.
bola mata > 30 detik, lama-kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif).
b. Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
akan timbul ptosis. Setelah pita suara pasien menjadi parau atau tampak ada
detik, bila dalam 30 detik tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-
Myasthenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata
yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon
11
penyebab lainnya yaitu tes ice pack. Pendinginan dapat memperbaiki transmisi
handuk dan diletakkan secara lembut di atas kelopak mata selama 2 menit atau 5 –
10 menit. Tes dikatakan positif bila terdapat resolusi ptosis. Pemeriksaan ini
dilakukan apabila terdapat kelemahan yang jelas yang dapat diukur secara
membutuhkan waktu singkat dan durasi aksi obat yang cepat. Sebelumnya harus
di pastikan bahwa jalan napas pasien paten dan ventilasi adekuat. Dosis inisial
diberi kan dalam dosis kecil, yaitu 2 mg intravena. Bila tidak timbul efek samping
otot, ekspresi wajah, postur, dan fungsi respirasi dalam 1 menit. Jika belum
Selama prosedur pemeriksaan ini pasien harus dipantau, karena dapat timbul efek
perioral, bradikardi, blok konduksi jantung, fibrilasi ventrikel, dan asistol. Atropin
harus selalu disediakan sebagai antidotum. Kekuatan otot dapat membaik setelah
tindakan ini atau kelemahan masih dapat tampak. Pemeriksa harus berhati-hati
terhadap efek kolinergik yang tidak diinginkan, seperti hipersalivasi yang dapat
kolinergik atau ada penyebab kelemahan lain selain myasthenia gravis. Karena
mendapat antikolinesterase oral. Sensitivitas tes ini sebesar 88% untuk myasthenia
gravis generalisata dan 92% untuk myasthenia gravis okular, dengan spesifisitas
sebesar 96% untuk kedua jenis myasthenia gravis. Tes ini sebaiknya dihindari
immunosupresant.6,11
14
1) Penatalaksanaan simtomatik
- Anticholinesterase
hidrolisis dari ACh pada cholinergic synapse sehingga Ach akan bekerja lebih
samping yang lebih minimal pada gastointestinal dan durasi kerja obat lebih lama.
Efek samping lain yang muncul yaitu akumulasi ACh pada muscarinic receptor
pada otot polos sehingga muncul stimulasi otot polos pada abdomen dan
frekuensi buang air kecil. Jika efek samping muncul dapat diberikan propantheline
15 mg tiap dosis pyrodostigmine atau dengan dosis satu kali perhari. Dosis awal
pyrodostigmine pada orang dewasa berkisar antara 30-60 mg tiap 4-8 jam.
Sedangkan pada bayi dan anak-anak diberikan 1 mg/kg dan neostagmine 0,3
mg/kg. Dosis maksimum per hari dari pyrodostigmine adalah 360 mg atau 6
pyrodostigmine.13
2) Terapi Immunomodulary
- Tymectomy
15
Keuntungan dari thymectomy adalah pasien akan memiliki potensi untuk drug
myasthenia gravis yang muncul pada usia di bawah 60 tahun. Respon dari
thymectomy tidak dapat diprediksi dan gejala kemungkinan akan menetap hingga
beberapa bulan sampai tahun setelah operasi. Respon terbaik dari thymectomy
pada beberapa pasien. Jaringan thymic dianjurkan untuk tidak diangkat pada
operasi pertama dan kedua dengan syarat pasien berespon baik pada operasi
pertama.6
untuk pasien yang telah gagal menjalani semua terapi jenis lainnya Menurut
typical PLEX protocol, 2 hingga 3 liter dari plasma dikeluarkan sebanyak 3 kali
dalam seminggu hingga kondisi membaik yaitu sekitar 5 hingga 6 kali penukaran.
biasanya akan bertahan hingga 3 bulan dan efek akan menghilang kecuali diikuti
terapi kronis kecuali terapi lain mengalami kegagalan atau kontraindikasi. Efek
samping dari PLEX antara lain transitory cardiac arrythmia, nausea, kepala terasa
komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari pemasangan rute akses peripheral
venipuncture.13
anak maupun pasien dengan vena akses yang sulit ditemukan dan jika PLEX tidak
tersedia. IVIG juga tidak direkomendasikan sebagai terapi kronis kecuali karena
50 hingga 100 persen pasien setelah diberikan dosis 3 mg/kg selama 2 hingga 4
hari. Perbaikan klinis akan bertahan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis
minimum masih belum ditentukan karena masih belum ada penelitian yang
efektifnya dengan dosis 2 mg/kg dalam mengobati krisis miastenia. Efek samping
yang sering terjadi antara lain demam, sakit kepala maupun menggigil. Reaksi
kemungkinan akan mengalami reaksi anafilaksis terhadap IVIG. Oleh karena hal
tersebut maka dianjurkan untuk melakukan tes kadar IgA sebelum melakukan
terapi ini.6
17
3) Terapi Immunosuppresant
- Kortikosteroid
Prednison dilaporkan dapat menghilangkan gejala pada lebih dari 75% pasien
pada pasien dengan onset muda. Pasien dengan thymoma biasanya akan membaik
yang dianjurkan yaitu 1,5 hingga 2 mg/kg perhari. Dosis akan dipertahankan
hingga perbaikan klinis muncul yang biasanya terjadi pada minggu kedua.
Kemudian dosis akan diturunkan setiap bulannya hingga mencapai dosis terendah
untuk tiap orang akan bervariasi. Pasien dengan initial response yang buruk
dosis 20 hingga 60 mg tiap bulan. Efek samping dari pemberian prednison jangka
H. Komplikasi
komplikasi paling umum dari myasthenia gravis. Sejak awal 1960-an perawatan
kematian akibat krisis miastenik menurun dari 42% pada awal 1960-an hingga 6%
18
pada akhir 1970-an dan usia rata-rata saat meninggal meningkat. Saat ini angka
I. Prognosis
Gejala awal yang dialami sebagian besar pasien adalah kelemahan otot-otot
ekstraokuler, yang biasanya terjadi pada tahun pertama. Hampir 85% dari pasien
ditemukan. Tingkat keparahan yang berat ditemukan saat tahun pertama pada
hampir dua pertiga pasien, dengan krisis myastenik terjadi pada 20% pasien.
Gejala bisa diperberat dengan adanya kondisi sistemik yang menyertai, contohnya
ISPA akibat virus, gangguan tiroid, dan kehamilan. Pada fase awal penyakit,
gejala bisa berfluktuasi dan membaik, walaupun perbaikan jarang yang bersifat
permanen. Relapses and remissions berlangsung sekitar tujuh tahun, diikuti fase
mortality rate pada myasthenia gravis masih besar, yaitu sebesar 30%. Dengan
.
BAB III
PENUTUP
kelemahan abnormal dan progresif pada otot yang dipergunakan secara terus-
dapat dilakukan dengan cepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang lebih
parah.
19
DAFTAR PUSTAKA
9. Statland JM, Ciafaloni E. Myasthenia gravis: Five new things. Neurol Clin
Pract. 2013;3(2):126 – 133. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.
nih.gov/23914322
20
21
13. Khadilkar SV, Sahni AO, Patil SG. Myasthenia gravis. JAPI. 2004
November; 52:897-903.
14. Wendell LC, Levine JM. Myasthenic crisis. The neurospitalist. 2011: 1(1);
16-22. doi: 10.1177/1941875210382918.
15. Juel VC, Massey JM. Myasthenia gravis. Orphanet Journal of Rare
Diseases. 2007;2(44):1-13.