Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

MYASTHENIA GRAVIS

MAKALAH
Dosen : Bapak Edy Wuryanto

Disusun Oleh:

Ludfiah G2A003039
Nanik Yuniar G2A003045
Nur fendy G2A003051
Nury Setyowati G2A003053
Pipit Susanik G2A003057
Rira dwi H. G2A003065
Ratna Trias ujiani G2A003061
Rubiyanto G2A003069
Siska Yuliana G2A003073

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN dan KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2005

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada penderita Myiasthenia Gravis tidak ada gangguan pola gerak,
sebab yang terganggu adalah kekuatannya yang semakin berkurang, bila
menjalani aktifitas; kekuatan akan pulih kembali setelah istirahat.
Di Negara maju prevalensinya adalah satu banding 10.000 - 50.000
penduduk, dengan frekuensi tertinggi pada kelompok umur 20 – 30 tahun.
Jarang ditemui pada kelompok usia kurang dari 10 tahun dan kelompok usia
lebih dari 70 tahun. Menurut Sidharta, angka di Indonesia kurang lebih sama,
dan wanita mempunyai resiko dua kali lebih besar di banding pria. Serangan
dapat terjadi pada usia antara 15 -35 tahun, sedangkan serangan pada pria
berusia lansia sampai usia 40 tahun. Serangan yang berhubungan dengan
keluarga jarang terjadi.
Nama “Myasthenia Gravis” berarti kelemahan otot grave yang
merupakan gambaran klinis utama, sejalan dengan fatigabilitas abnormal. Hal
tampak sering pada wanita di banding pria. Gejala yang paling umum terlihat
pada dekade ketiga kehidupan, meskipun dapat pula terjadi pada semua
golongan usia. Insiden myasthenia gravis adalah 1 dalam 10.000 – 150.000.
Sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita myasthenia gravis
akan memiliki myasthenia transient (kadang permanen). Penyakit ini akan
muncul secara bersamaan dengan gangguan system kekebalan dan gangguan
tyiroid sekitar 15% penderita myasthenia gravis mengalami lhymoma (tumor
yang di bentuk oleh jaringan kelenjar thymus). Remisi terjadi pada 25%
penderita penyakit ini.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan
(Nursing Care) myasthenia gravis.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari myasthenia gravis.
b. Agar mahasiswa mengetahui etilogi dari myasthenia gravis.
c. Agar mahasiswa mengetahui Manifestasi klinik
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari myasthenia
gravis.
e. Agar mahasiswa dapat memberikan penatalaksanaan dari klien dengan
penderita myasthenia gravis beserta asuhan keperawatan.
f. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan
myasthenia gravis.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah imi menggunakan metode diskripsi melalui
pendekatan studi pustaka dari berbagai literature.

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini meliputi :
Bab I Pendahuluan, meliputi :
a. Latar Belakang.
b. Tujuan.
c. Penulisan.
d. Metode Penulisan dan
e. Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka, meliputi :
a. Definisi
b. Etiologi.
c. Patofisiologi.

3
d. Patway.
e. Manifestasi Klinik.
f. Pemeriksaan Penunjang.
g. Penatalaksanaan.
h. Pengkajian.
i. Diagnosa Dan Intervensi.
Bab III Penutup, meliputi :
a. Kesimpulan.
b. Saran.
Daftar Pustaka

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Myasthenia gravis adalah gangguan transmisi neuro muskuler yang
diduga kemungkinan disebabkan oleh autoimun (Hudak dan Gallo, 1995:
292).
Myasthenia gravis adalah merupakan gangguan yang mempengaruhi
transmisi neuro muskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran
seseorang. (Volunter). (Burner dan Suddarth, 1999: 2196).

B. Etilogi
Myasthenia gravis disebabkan karena adany respon autoimun yang
terjadi pada fungsi neuro muskuler, terutama pada membrane post sinaptik-
otot, tempat antibody menghanturkan reseptor asetilkilin. (C. long, Barbara,
1998 : 159).
Walaupun sebagian besar kejadiannya belum jelas, kesaan yang kuat
diberikan bahwa kelelahan otot berasal dari sirkulasi antibody ke rseptor ACH
ini menjadikan pengecilan atau pengurangan ukuran sel myoid (sel dalam
thymus yang menyerupai sel otot skeletal) adalah empat asal penyakit. Virus
mungkin menjadi penyebab dari injury pada sel tersebut, yang mana
merupakan hasil dalam pembentukan sel lymposit dari klien dengan
myasthenia gravis dapat menyatukan antibody reseptor ACH (ACH rab)
dalam.
Walaupun penykit ini bukan herediter (keturunan), terdapat 15 % dari
bayi lahir dari ibu yang menderita myasthenia, menunjukkan tanda dari
penyakit, seperti kelemahan otot, menangis dengan lemah, ptosis (Penurunan
kedipan mata), kesulitan menghisap dan ketidak efisiensnan atau kesulitan
bernafas. Tanda-tanda ini menghilang ketika antibody dalam darah bayi
menghilang 7-14 hari setelah lahir, yang menyangga teori bahwa antibody

5
bertangguang jawab sebagai tanda dari penyakit ini. (Ignativicus, D.R Varner,
maryin : Ani, 1991 :969).
Klasifikasi
I. Myasthenia okuler
II. a. Myasthenia umum derajat ringan : progresivitasnya lambat, tidak
terjadi krisis dan respons terhadap obat baik.
b. Myasthenia umum derajat sedang : terjadi kelemahan berat pada otot
skeletal dan bulber, tidak terjadi krisis, tapi respons terhadap obat
kurang memuaskan.
III. Myasthenia Fulminasi akut : gejala-gejala memberat dengan sangat cepat,
terjadi krisis pernafasan , respons terhadap obat sangat buruk, sering
ditemukan adanya timoma, mortalitas tinggi.
IV. Myasthenia berat yang berkembang lamban : klinis seperti golongan III,
tetapi memerlukan waktu lebih dari 2 tahun untuk beralih dari golongan I
atau II. (Soedarmono, Hadinoto, 1996 : 207).

C. Patofisiologi
Dasar ketidak normalan pada myasthenia gravis adanya kerusakan
pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan
atau hilangnya reseptor normal membrane post sinaps pada sambungan neuro
muskuler.
Myasthenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang
bersikap langsung melawan reseptor Asetil kolin (ACHR) yang merusak
trasmisi neuromuskuler (Brunner & Stuard, 2002 : 2196).
Normalnya, neurotransmitter ACH dilepaskan pada sisi saraf jucsi
neuromuscular, yang tersebar sepanjang celah dari sinap dan bersatu dengan
reseptor ACh dimembran post synaptic pad aserabut otot. Perubahan dalam
permeabilitas membranes untuk sodium dan potassium, yang penting untuk
depolarisasi, ketika permulaannya menjalar, reaksi yang potensial dilakukan,
dengan menyebarkan terus sarcoloma disamping kontraksi dari serabut otot.

6
ACh dirusak oleh enzim acetycholinesterase setelah trasmisi dari jucsi
neuromuskuler terjadi.
Pathologi utama pada myasthenia gravis adalah impuls yang tidak
tersalur pada otot skeletal dijucsi neuromuskuler kerusakan muncul akibat dari
defisiensi pengeluaran ACh dari membran presynaptic terminal atau
pengurangn jumlah dari reseptor. ACh normal, mungkin sebagai akibat dari
autoimun. Anti bodi pada protein reseptor ACh dapat ditemukan dalam 60 % -
92 % Pada klien dengan myasthenia gravis dan pada bayi dengan neonatus
myasthenia (Adam & Victor, 1985), ini mempertimbangkan bahwa antibody
mengikat reseptor ACh didalam membran posinaptic, membuat mereka tidak
mempunyai persediaan untuk berikatan dengan ACh.
Tidak ada fakta-fakta atau penyakit pad system nervus perifer dalam
myasthenia gravis. Otot normal makrokopis biasanya bukti terjadi pengecilan
atropi, secara makroskopis kelenjar lympotic member diantara otot dan organ
lain, tetapi tidak selalu ditemukan.
Gland tymus kadang-kadang jadi abnormal, thymoma (kapsul dalam
tumor gland tymus) terjadi pada kira-kira 15 % kasus, dan 80 % ditemukan
pada kasus hyperplasia dari tymus ( Adam dan Victor, 1983).
Peran penting dari tymus sebagian belum jelas, tetapi ini mensuspensi
beberapa stimulus antigen dalam menghidupkan produksi dari reseptor
antibody Anti-ACh disini juga ada hubungan yang kuat antara myasthenia
gravis dan hypertyroldism. (Ignativus, D.R : Varmer, marlin : An, Bayne :
1991 : 969).

7
D. Pathway Fungsi neumuskular

Reseptor Outoimun Kelenjar thymus abnormal

ACh
Hiperplasia timik
Kelenjar limfotik merembes diantara otot dan
organ lain (jarang ditemukan) Atropi Otot

Penurunan impuls pada muskuluskeletal

Otot tidak dapat berkontraksi

Infeksi respiratori Gangguan pada saraf otot Penurunan otot fungsi Penurunan fungsi penglihatan Penurunan fungsi
hebat respiratori skeletal dan ekspresi wajah motorik pada mulut

Kematian Kelemahan diafragma Mudah lelah Ptosis Penurunan dalam


pergerakan lidah

diplopia Penurunan untuk mencerna


Gangguan pertukaran gas Penurunan mobilitas dan mengunyah
fisik
Kelelahan otot wajah
Berat badan menurun,
Gangguan pertukaran gas Intoleransi aktifitas dehidrasi, gangguan aspirasi
b/d kelemahan otot
Ekspresi wajah mungkin akan
diafragma
kayak topeng
Malnutrisi
Intoleransi aktifitas b/d
kelemahan mobilitas
Gangguan bodi image b/d
fisik
ekspresi wajah seperti topeng
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b/d penurunan
7

fungsi motorik
8
E. Manifestasi Klinik
a. Muskulo Skeletal
 Kelemahan dan Kelelahan
Gejala dominan penyakit myasthenia gravis adalah lemah otot
skeletal dan kelelahan pada tahap awal, otot-otot tertentu, mudah
terkena kelelahan, tetapi tidak ditemukan gejala lain. Pada akhirnya,
gejala ini makin parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Biasanya
otot terasa kuat pada pagi hari dan melemah sepanjang hari, terutama
setelah latihan.
 Penurunan fungsi tangan, lengan dan jari-jari tangan serta sendi bahu.
Pasien penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena
penggunaantenaga yang sedikit seperti menyisir rambut, menulis dan
mengerjakan pekerjaan ringan lainnya sehingga menyebabkan
penurunan fungsi tangan, lengan dan sendi bahu.
 Ketidakmampuan melakukan ADL (Activity Delivery Life) dan
aktifitas personal hygiene.
b. Penglihatan dan Ekspresi Wajah
 Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
 Diplopia (penglihatan ganda)
Karena terjadi kelemahan otot ekstra okuler yang menyebabkan poisi
okuler, sehingga menyebabkan ptosis dan diplopia.
 Kelelahan Otot
Ekspresi wajah mungkin akan seperti topeng bila otot-otot wajah yang
terkena dan ekspresi wajah pasien yang sedang tidur terlihat seperti
patung.
 Diskartia
Kelemahan otot pada otot-otot bultar menyebabkan masalah
mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersendak dan aspirasi.
c. Pernapasan

9
 Kelemahan diafragma dan otot-otot interkostal progesif menyebabkan
gawat nafas, yang merupakan keadaan darurat akut.
 Gangguan pertukaran gas.
 Kesulitan untuk beerjalan, makan dan kegiatan ADL lainnya,
pneumonia.
d. Nutrisi
 Penurunan untuk mengunyah dan mencerna.
 Penurunan dalam pergerakan lidah.
 Penurunan fungsi motorik.
 Berat badan menurun, dehidrasi, malnutrisi, gangguan aspirasi (Burke,
lemon, 2000 : 1855).

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Test Tensilon
Test dengan menggunakan, klien disuntik dengan europhonium doride
(Tensilon). Klien dengan myasthenia gravis memiliki kelainan pada
kekuatan otot setelah beraktifitas sebelum ± 5 menit.
b. EMG
Dengan menggunakan respon elektrik yang dapat menstimulasi klien
myasthenia gravis.
c.CT - Scan
Dada menunjukkan abnormalitas gravis
d. Single Fiber Elektromygraphy
Untuk mendeteksi kegagalan neoromuskuler dimana otot fiber mensuplay
dari tubuh atau tulang itu sendiri.
e.Repetitut 2-3 Hz
Untuk menstimulasi pergerakan nervus motorik pada perpindahan
neoromuskuler.
f. Test Darah
Dengan menggunakan Aseil Cholin, untuk membentuk antibody pada
myasthenia gravis kadar 80 % -90 % (Burke, lemon, 2000 : 1855).

10
Test Farmakologis
a.Tes Endrophium
Setelah nilainya berat piosis atau kelemahan otot okuler, maka
disuntikkan 10 mg (1 ml) edrophium intravena : dengan cara 2 mg (0.2 ml)
disuntikkan dulu, bila dapat ditoleransi lalu 10 sekon sisanya sebanyak 8
mg (0.8 ml) disusulkan, dinyatakan hasilnya positif bila secara objektif
terlihat perbaikan kontraksi otot dan menyatakan ada perbaikan
b. Tes Neostigmin
Penderita disuntik 1.5 mg neostigmin metilsulfat intramuskuler,
sebelum penyuntikan harus disiapkan 0.6 mg atrofi sulfat untuk mengatasi
bila sampai terjadi efek muskarinik dati neostigmin.
c.Tes Kurare
Tes ini dilakukan bila tes endrophonium dan tes neostigmin hasilnya
meragukan (Soedomo, H, 1996 : 208).

G. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Obat Antikolinesterase
Neostigmin diberikan dengan dosis 7.5 mg sampai 45 mg tiap 2
sampai 6 jam : biasanya rata-rata dibutuhkan 150 mg (= 10 tablet).
Pyridostigmin umumnya diberikan dengan dosis 3 dd 60 mg sudah
mencukupi.
b. Timektomi
Tindakan operatif ini sangan bermanfaat pada penderita MG
yang juga ditemukan adanya timoma tetapi pada penderita MG yang
selama 1 sampai 2 tahun hanya terbatas pada kelemahan otot okuler
tidak perlu menjalani operasi.
c. Kortikosteroid

11
Penggunaan kortikosteroid diutamakan pada penderita MG
derajat sedang sampai berat, yang tidak menunjukkan perbaikan
setelah timektomi.
d. Plasmapharesis
Tindakan ini dilakukan diruang perawatan intensif dan biasanya
penderita masih menggunakan alat Bantu nafas.
Dalam 24 sampai 48 jam setelah plasmapharesis akan terjadi
pemulihan kekuatan otot, pada keadaan kritis umumnya diperlukan 3
sampai 5 kali plasmapharesis.
e. Immunosupressi
Bila dengan cara pengobatan yang lain tidak ada perbaikan atau
setelah timektomi ditemui keganasan, maka perlu dipertimbangkan
penggunaan sitostotika.

2. Pola Aktivitas
a. Perencanaan kegiatan pada waktu tertentu disiang hari bila kejemuan
berkurang.
b. Utama periode istirahat yang seiring.
c. Membuat perencanaan agar energi dipakai untuk kegiatan yang masih
diperlukan untuk kepentingan sendiri dan menyimpan energi yang
diperlukan bila pasien ingin mengambil bagian.
d. Aktifitas dan kegiatan yang dapat ditoleransi harus diteruskan.
e. Kebutuhan untuk memilih aktifitas yang dapat dikerjakan.
f. Mendorong kemandirian dan sosialisasi.
3. Kebutuhan Nutrisi
a. Utamakan mempertahankan nutrisi yang cukup.
b. Utama makan harus duduk.
c. Intake cairan yang adekuat (sekurang-kurangnya 2000 ml/sehari).

H. Pengkajian
 Data Subjektif

12
a. Pengertian pasien tentang
b. Riwayat kelelahan dan kelemahan kapan dan dimana terjadi.
c. Cenderung terjadi kelemahan otot setelah melakukan aktivitas.
d. Timbul diplopia.
e. Susah membuka mata dan menutup mulut, mengunyah dan menelan.
f. Dampak stress terhadap gejala.
g. Persepsi pasien terhadap kelemahan otot.

 Data Objektif
a. Cacat kelemahan otot dari pemeriksaan saraf.
b. Cacat adanya ptosis dari kelopak mata.
c. Cacat berat badan turun.
d. Kaji bunyi nafas.
e. Kaji adanya atropi otot.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot atau
buruknya klirens jalan nafas.
Kriteria hasil : Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Intervensi :
a. Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktivitas.
b. Ukur padameter pernafasan dengan teratur.
c. Suction sesuai kebutuhan (obat-obat anti kolinergik meningkat sekresi
Bronkial).
d. Auskultasi bunyi nafas setiap 4 jam.
e. Batuk dan nafas setiap 2 jam
f. Catat AGD perhatikan kencenderungan sepanjang waktu

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


disfagia, intubasi atau paralysis otot.

13
Kriteria hasil : Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

14
Intervensi :
a. Kaji reflek menelan dan reflek batuk
b. Hentikan pemberian makan peroral jika pasien tidak dapat mengatasi
sekresi oral, menelan dan batuk tertelan
c. Berikan makanan suplemen dalam jumlah kecil
d. Hindari pemberian susu jika terjadi peningkatan sekresi
e. Catat masukan dan pengeluaran
f. Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
g. Timbang berat badan pasien setiap hari

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan mobilitas fisik.


Kreteria hasil : Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan.
Intervensi :
a. Kaji kekuatan otot sebelum dan sesudah aktivitas
b. Ajarkan klien untuk merencanakan aktivitas sehari-hari
c. Ajarkan dan pertahankan ROM sendiri
d. Baringkan pasien dengan posisi yang baik

4. Gangguan bodi image berhubungan dengan ekspresi wajah seperti topeng.


Kriteria hasil : meningkatkan percaya diri klien.
Intervensi :
a. Menegakkan / membentuk sebuah kepercayaan dengan hubungan
terapeutik dengan klien atau keluarga
b. Membesarkan hati pasien atau keluarga untuk berbicara tentang
rencana yang akan datang.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Myasthenia gravis adalah gangguan transmisi neuro muskuler yang
diduga kemungkinan disebabkan oleh autoimun.
Myasthenia gravis adalah merupakan gangguan yang mempengaruhi
transmisi neuro muskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran
seseorang. (Volunter).
Myasthenia gravis disebabkan karena adanya respon autoimun dan
bukan penyakit herediter (keturunan).
Klasifikasi Myasthenia gravis :
1. Myasthenia okuler
2. a. Myasthenia umum derajat ringan
b. Myasthenia umum derajat sedang
3. Myasthenia Fulminasi akut
4. Myasthenia berat yang berkembang lamban
Manifestasi Klinis :
a. Muskuloskeletal : kelemahan, kelelahan, penurunan fungsi,
ketidakmampuan melakukan ADL.
b. Penglihatan dan ekspresi wajah : ptosis, diplopia, diskartia.
c. Pernafasan : kelemahan diafragma dan otot-otot interkostal, gangguan
pertukaran gas.
d. Nutrisi : Penurunan untuk mengunyah, dehidrasi, malnutrisi
Penatalaksanaan Myasthenia Gravis :
1. Terapi
 Obat antikolinesterase
 Timektomi
 KOrtikossteroid

16
 Plasmapharesis
 Immunosupressi
2. Pola Aktivitas
 Perencanaan kegiatan
 Istirahat sesering mungkin

B. Saran
Myasthenia Gravis dapat menjadi penyakit yang sangat menakutkan
dan merupakan gangguan kronis yang karena perkembangannya (eksaserbasi)
harus ditangani. Penatalaksanaan kronis diindikasikan untuk Myasthenia
Gravis sehingga tetap memberi informasi yang jujur akan menbantu mereka
membuat keputusan tentang pilihan perawatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

B. couper, Robert. (1996), Segala Sesuatu yang perlu anda ketahui “Desease
Penyakit”. Grasindo, Gramedia

Burke, Lemone, (2000), medical Surgical nursing critical thinking in client care,
2 th –edition, Prentice Hall Heallth Upper Saddel River, New Jersey

C. Long, Barbara, (1998), Perawatan Medical Bedah (suatu pendekatan proses


keperawatan), Diterjemahkan oleh Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan, Bandung

Hudak, Caroline M, Keperawatan Kritis : Pendekatan holostik, volume 2, CV


Mosby Company, Toronto

Ignatavicus, Batterden, Hausman, (1992), Pocked companion for Medical-


Surgical Nursingh, Harcourt Brace International, Toronto

Ignatavicus, Donna D, (1998), Medical Surgical Nursing : A Nursing Procces


Approach, CV Mosby Copany, Toronto

Smeitzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner


& Suddart, ECG, Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai