Anda di halaman 1dari 25

HASIL SMALL GROUP DISCUSION KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN MIASTENIA GRAVIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

1. Petronella Nieltje Melly (1602522001)


2. Asih Devi Rahmayanti (1602522004)
3. I Kadek Astika (1602522008)
4. Komang Anik Eviyanti (1602522009)
5. Yuvensius Pili (1602522012)
6. Ni Luh Putu Diah Laksmiari (1602522015)
7. Ni Made Ayu Sukma Widyandari (1602522016)
8. Ni Made Dwi Astiti Wulandari (1602522020)
9. Winda Yasinta Armelia Sopi (1602522022)
10. I Wayan Edi Sanjana (1602522024)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
LEARNING TASK KEPERAWATAN INTENSIF
Topik : Miastenia Gravis

Laki-laki, 52 tahun, diagnosa medis miastenia gravis pro thymectomy. Riwayat penyakit:
sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sulit menelan dan kelemahan ekstremitas.
Keluhan disertai sesak nafas yang semakin memberat. Keadaan umum saat ini lemah, GCS
E3M4VT, fungsi pernafasan dibantu dengan ventilator, terpasang CVC pada subclavia
dekstra. Sekret pada oral cavity banyak, ronkhi (+) pada kedua lapang paru, refleks batuk
minimal. TD 150/70 mmHg, HR 122x/menit, RR 26x/menit, irama EKG sinus takikardi.
Kekuatan otot ekstremitas (333). Hasil AGD: pH 7,25; PaCO2 50 mmHg; PaO2 102 mmHg;
HCO3- 24 mmol/L, saturasi O2 93-94%. Derajat ketergantungan total care.
Pertanyaan :
1. Buatlah laporan pendahuluan mengenai miastenia gravis!
2. Susunlah analisa data, diagnose keperawatan, dan intervensi keperawatan sesuai kasus di
atas !
3. Kapan pasien dengan miastenia gravis perlu mendapatkan perawatan di ICU? Jelaskan
PEMBAHASAN

1. Laporan Pendahuluan Miastenia Gravis

A. Definisi

Beikut adalah definisi myasthenia gravis.


a. Miastenia Gravis (selanjutnya disebut MG) merupakan penyakit langka yang disebabkan
oleh autoimmune yang menyerang sistem imun diri sendiri, terutama di bagian otot dan
belum diketahui penyebabnya secara pasti (Kaminski, 2003).
b. Miastenia gravis adalah gangguan sistem saraf perifer yang ditandai dengan
pembentukkan antibodi terhadap reseptor asetilkolin yang terdapat di daerah motor end-
plate (Corwin, 2009).
c. Miastenia gravis adalah penyakit saraf yang ditandai dengan adanya antibodi tubuh yang
menyerang reseptor asetilkolin sehingga otot tidak mampu menerima sinyal dari saraf
dan mengakibatkan kelemahan (Devin Mackay, 2011).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, disimpulkan bahwa miastenia gravis diartikan
sebagai suatu penyakit autouimun yang menyerang reseptor asetilkolin yang menyebabkan
kelemahan.

B. Etiologi

Penyebab miastenia gravis belum dapat dipastikan (Corwin, 2009). Namun kemungkinan
dapat diakibatkan oleh adanya antibodi terhadap reseptor saraf otot dan penggunaan obat-
obatan seperti antibiotik (mikrolid, flurokuinolon, aminoglikosida, tetrasiklin, klorokuin),
obat anti aritmia (penyekat-, penyekat kanal-Ca, kuinidin, lidokain, prokainamid, dan
trimethaptan), difenilhidation, litium, klorpromazin, pelemas otot, levotrikosin, ACTH, serta
penggunaan kortikosteroid intermiten (Dewanto, 2009). Kontraksi otot berulang dan terus-
menerus juga berakibat pada kelemahan (Rubenstein, 2007).

C. Manifestasi Klinis

Berdasarkan tingkat keparahan penyakit, gejala-gejala penyakit miastenia gravis terbagi


dalam lima level, yaitu sebagai berikut (Lindsay, Bone, & Callander, 2004).
Level I merupakan tingkat yang sangat ringan dan hanya menyerang otot mata, seperti
ptosis serta diplopia.
Level II ditandai dengan kelemahan otot mata yang semakin parah dan mulai ada
penyebaran ke otot rangka dan bola mata, tetapi belum menyebar sampai pada sistem
pernapasan. Pada level II pasien akan merasakan kelelahan dalam beraktivitas.
Level III ditandai dengan kelemahan otot mata, otot bola mata, dan otot rangka yang
lebih parah dibandingkan level II. Di samping itu, pada level III muncul pula gangguan
dalam artikulasi, disfagia (sulit menelan), dan sulit mengunyah makanan. Pada level ini
pasien mulai merasakan keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari.
Level IV ditandai dengan kelemahan yang semakin berat pada otot bola mata dan otot
rangka, juga disertai dengan mulainya terserang otot-otot pernapasan. Krisis myasthenia,
yang merupakan kondisi hidup yang mengancam para pasien MG umumnya ditandai
dengan kelemahan otot yang cukup parah bahkan sampai membutuhkan bantuan medis,
dapat dialami oleh para pasien pada level IV (Jani-Acsadi & Lisak, 2007).
Level V ditandai dengan adanya prognosis yang semakin memburuk dan
ketidakmampuan pasien untuk dapat melakukan sesuatu sendiri sehingga membutuhkan
keberadaan caregiver. Dengan demikian, semakin tinggi level penyakit MG maka akan
semakin besar peluang bagi pasien MG untuk bisa mengalami krisis myasthenia bahkan
kemungkinan yang terparah dapat mengakibatkan terjadinya kematian.

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia
gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun
yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis,
sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain (Howard, 2008). Sejak tahun
1960, telah didemonstrasikan bagaimana auto antibodi pada serum penderita miastenia gravis
secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting
pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa
antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot
pasien dengan miastenia gravis. Auto antibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs),
telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis
generalisata (Rosyid, 2010). Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik
terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat
dimengerti.
Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai "penyakit terkait sel B", dimana antibodi yang
merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada
patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral
terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia
timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik
(Howard, 2008). Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai
subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama
pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi
reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain: ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap
antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada
neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membrane post
sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor
asetilkolin yang baru disintesis (Howard, 2008).

E. WOC Miastenia Gravis


Terlampir

F. KOMPLIKASI
Apabila terdapat perburukan dari Miastenia gravis tentunya akan memunculkan beberapa
komplikasi yang bermakna, selain diperoleh dari risiko yang mungkin meningkatkan
keparahan penyakit ini, pengobatan dan perawatan yang terlambat juga bermakna pada
tejadinya perburukan kondisi (Corwin, 2009). Beberapa komplikasi yang dapat muncul
diantaranya:
1. Krisis miasnetik
Ditandai dengan pemburukan fungsi otot yang mengendalikan pernafasan yang berakibat
pada gawat nafas dan kematian karena diafragma dan otot interkostal menjadi lumpuh.
2. Krisis kolinergik
Merupakan respon toksik yang ditemukan pada penggunaan obat antikolinesterase yang
terlalu banyak. Tanda hiperkolinergik ditandai dengan peningkatan motilitas usus,
berkeringat dan diare.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG
Penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut (Ngurah,
1991) :
1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan
terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang, penderita
menjadi anartris dan afonis.
2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan
akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka
penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan
ptosis juga tidak tampak lagi.
3. Uji Tensilon (edrophonium chloride), untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon
secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon
secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot
yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji
ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena
efektivitas tensilon sangat singkat.
4. Uji Prostigmin (neostigmin), pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
merhylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin atau mg). Bila
kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti
misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
5. Uji Kinin, diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg, 3 jam kemudian diberikan 3
tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah
berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala
miastenik tidak bertambah berat.

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti:


1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis,
dimana terdapat hasil yang positif pada 74% pasien, 80% dari penderita miastenia gravis
generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes
anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis
sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody (Howard, 2008).
b) Antistriated muscle (anti-SM) antibody
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan
hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40
tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkan hasil positif.
c) Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif
(miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.
d) Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi yang
berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi
ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini
selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda.
Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaan yang kuat akan
adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.
2. Imaging
a) Chest x-ray (foto roentgen thorak), dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada
bagian anterior mediastinum
b) Chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis,
terutama pada penderita dengan usia tua.
c) MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI
dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
3. Pendekatan Elektrodiagnostik, dapat memperlihatkan defek pada transmisi
neuromuscular melalui 2 teknik :
a) Repetitive Nerve Stimulation (RNS), pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan
jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial
aksi.
b) Single-fiber Electromyography (SFEMG), menggunakan jarum single-fiber, yang
memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG dapat
mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat
otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi
dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi
adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber
density yang normal

H. Penatalaksanaan Pasien Miastenia Gravis di ICU


Miastenia gravis merupakan salah satu penyakit yang dapat diobati. Beberapa terapi yang
dapat diberikan salah satunya dengan pemberian antikolinesterase (asetilkolineterase
inhibitor) dan terapi imunomudulasi yang merupakan penatalaksanaan utama. Pemberian
antikolinesterase biasanya diberikan pada pasien dengan miastenia gravis ringan. Pada
miastenia gravis generalisata biasanya diberikan terapi imunomodulasi yang rutin. Terapi
pemberian antibiotic yang dikombinasikan dengan imunosupresif dan imunomudulasi yang
ditunjang ventilasi yang dapat mengurangi terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas.
Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot
secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama
sehingga dapat meminimalkan terjadinya kekambuhan (James, 2008; Romi, 2005; Jhon,
2004; Robert, 2000).
2. Analisa Data, Diagnosa Keperawatan, dan Intervensi Keperawatan
Tgl/ Jam : No. RM :
Ruangan : ICU Diagnosis Medis : Miastenia Gravis pro thymectomy
Nama/Inisial : Mr. X Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 52 th Status Perkawinan : -
IDENTITAS

Agama : Sumber Informasi :-


Pendidikan : - Hubungan :-
Pekerjaan :-
Suku/ Bangsa : -
Alamat :-
Keluhan utama saat MRS : sebelum MRS pasien mengeluh sulit menelan dan
kelemahan ekstremitas. Keluhan disertai sesak nafas yang semakin memberat

Keluhan utama saat pengkajian : pasien dalam keadaan lemah


RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

Riwayat penyakit saat ini : sebelum MRS pasien mengeluh sulit menelan dan
kelemahan ekstremitas. Keluhan disertai sesak nafas yang semakin memberat.
Keadaan umum saat ini lemah, GCS E3M4VT, fungsi pernafasan dibantu dengan
ventilator, terpasang CVC pada subclavia dekstra. Sekret pada oral cavity banyak
ronkhi (+) pada kedua lapang paru, refleks batuk minimal. TD 150/70 mmHg, HR
122 x/menit, RR 26 x/menit, irama EKG sinus takikardi. Kekuatan otot seluruh
ekstremitas (333). Hasil AGD: pH 7,25; PaCO2 50 mmHg; PaO2 102 mmHg;
HCO3- 24 mmol/L, saturasi O2 93-94%. Derajat ketergantungan total care.

Riwayat Alergi : tidak terkaji

Riwayat Pengobatan : tidak terkaji


Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga: tidak terkaji
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing
Tidak Ada Muntahan Darah
Oedema
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor
Tidak ada
Nafas : Spontan Tidak Spontan
Gerakan dinding dada: Simetris Asimetris
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal
Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur
Jenis : Dispnoe Kusmaul Cyene Stoke Lain
Suara Nafas : Vesikuler Stidor Wheezing Ronchi
Sesak Nafas : Ada Tidak Ada
BREATHING

Cuping hidung Ada Tidak Ada


Retraksi otot bantu nafas : Ada Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada Pernafasan Perut
Batuk : Ya Tidak ada
Sputum: Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: ... Bau:
Tidak
RR : 26 x/mnt
Alat bantu nafas: OTT ETT Trakeostomi
Ventilator, Keterangan: ... ... ...
Oksigenasi : ... ... lt/mnt Nasal kanul Simpel mask
Non RBT mask RBT Mask Tidak ada
Lain:
Masalah Keperawatan:
- Gangguan ventilasi spontan
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Risiko infeksi
Nadi : Teraba Tidak teraba N: 122x/mnt
BLOOD

Tekanan Darah : 150/70 mmHg


Pucat : Ya Tidak
Sianosis : Ya Tidak
CRT : < 2 detik > 2 detik
Akral : Hangat Dingin S: -.C
Pendarahan : Ya, Lokasi: - Jumlah - cc Tidak
Turgor : Elastis Lambat
Diaphoresis: Ya Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar
IVFD : Ya Tidak, Jenis cairan:
Lain: ... ...
Masalah Keperawatan: -
Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen Apatis Koma
GCS : Eye 3 Verbal T Motorik 4
Pupil : Isokor Unisokor Pinpoint
Midriasis
Refleks Cahaya : Ada Tidak Ada
Refleks fisiologis: Patela (+/-) Lain-lain
Refleks patologis : Babinzky (+/-) Kernig (+/-) Lain-lain ... ...
BRAIN

Refleks pada bayi: Refleks Rooting (+/-) Refleks Moro (+/-)


(Khusus PICU/NICU) Refleks Sucking (+/-)
Bicara : Lancar Cepat Lambat
Tidur malam : jam Tidur siang : jam
Ansietas : Ada Tidak ada
Lain :
Masalah Keperawatan: -
Nyeri pinggang: Ada Tidak
BAK : Lancar Inkontinensia Anuri
Nyeri BAK : Ada Tidak ada
BLADDER

Frekuensi BAK : Warna: ... ... Darah : Ada Tidak ada


Kateter : Ada Tidak ada, Urine output: ... ...
Lain: ... ...
Masalah Keperawatan:-
TB : ... ...cm BB : ... ...kg
Nafsu makan : Baik Menurun
Keluhan : Mual Muntah Sulit menelan
Makan : Frekuensi ... ...x/hr Jumlah : ... ... porsi
BOWEL

Minum : Frekuensi ... ... gls /hr Jumlah : ... ... cc/hr
Perut kembung : Ya Tidak
BAB : Teratur Tidak
Frekuensi BAB : ... ...x/hr Konsistensi: ... ... .. Warna: ... ... darah (+/-)/lendir(+/-)
Lain : ... ...
Masalah Keperawatan: -
Nyeri : Ada Tidak
Problem : - Qualitas/ Quantitas :-
Regio : - Skala :-
Timing :-
Kekuatan otot : 333
(Muskuloskletal & Integumen)

Deformitas : Ya Tidak Lokasi ... ...


Contusio : Ya Tidak Lokasi ... ...
BONE

Abrasi : Ya Tidak Lokasi ... ...


Penetrasi : Ya Tidak Lokasi ... ...
Laserasi : Ya Tidak Lokasi ... ...
Edema : Ya Tidak Lokasi ... ...
Luka Bakar : Ya Tidak Lokasi ... ...
Grade : - %
Keterangan:
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
0: Mandiri
Luas Luka :-
1: Alat bantu
Warna dasar luka: -
Kedalaman : - 2: Dibantu orang lain

Aktivitas dan latihan : 0 1 2 3 4 3: Dibantu orang lain & alat

Makan/minum :0 1 2 3 4 4: Tergantung total


Mandi :0 1 2 3 4
Toileting :0 1 2 3 4
Berpakaian :0 1 2 3 4
Mobilisasi di tempat tidur :0 1 2 3 4
Berpindah : 0 1 2 3 4
Ambulasi : 0 1 2 3 4
Lain-lain : ..

Masalah Keperawatan:
- Intoleransi Aktivitas
- Defisit Perawatan Diri
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah : Sekret pada oral cavity banyak, terpasang ventilator
Leher :-
Dada : terpasang CVC pada subclavia dekstra, ronkhi (+) pada
HEAD TO TOE

kedua lapang paru, RR 26 x/menit, irama EKG sinus


takikardi
Abdomen dan Pinggang :-
Pelvis dan Perineum :-
Ekstremitas : kekuatan otot seluruh ekstremitas (333)
Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas, Gangguan ventilasi
Spontan, Risiko Infeksi, Hambatan Mobilitas Fisik,
Hasil laboratorium :
Hasil AGD:
TEST DIAGNOSTIK DAN

pH 7,25
TERAPI MEDIS

PaCO2 50 mmHg
PaO2 102 mmHg
HCO3- 24 mmol/L
Saturasi O2 93-94%.
Terapi medis saat ini : -
Masalah Keperawatan: gangguan ventilasi spontan
Analisa Data

No Data Interpretasi Masalah Keperawatan


1 DS : Miastenia gravis Gangguan ventilasi
Sebelum MRS pasien spontan
mengeluh sesak nafas Kelemahan otot
yang semakin pernapasan
memberat
DO: Pengembangan dada
- Keadaan umum lemah tidak sempurna
(GCS: E3M4VT)
- Menggunakan alat Penurunan kapasitas vital
bantu pernapasan paru
ventilator
- Hasil AGD, pH: 7,25
Gangguan
; PaCO2: 50 mmHg ;
Ventilasi Spontan
Pa O2: 102 mmHg ;
HCO3- : 24 mmol/L ;
SaO2 93-94%.
Interpretasi: Asidosis
Respiratorik
- Irama EKG sinus
takikardi
- HR: 122 kali/menit
- TD: 150/70 mmHg

2 DS: Miastenia Gravis Ketidakefektifan


SMRS pasien mengeluh bersihan jalan napas
sesak Kelemahan otot
DO: pernapasan
- Sekret pada oral
cavity banyak Penurunan relaksasi
- Ronchi (+) pada diafragma
kedua lapang paru
- Refleks batuk Penurunan refleks batuk
minimal
- RR: 26 kali/ menit Penumpukan sekret pada
jalan napas

Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Napas

3 DS:- Miastenia gravis Risiko infeksi

DO: Kelemahan otot


- Pasien terpasang CVC pernapasan
pada subklavial dextra
- Pasien menggunakan Pengembangan dada
alat bantu pernapasan tidak sempurna
ventilator
Penurunan kapasitas vital
paru

Gangguan ventilasi
spontan

Prosedur invasif untuk


pemasangan ventilator
mekanik dan CVC

Port deentry
mikroorganisme patogen

Risiko Infeksi
4 DS: Miastenia Gravis Intoleransi aktivitas
SMRS pasien mengeluh
terjadi kelemahan pada Kelemahan otot
ekstremitas ekstremitas
DO:
- Keadaan umum Ketidakmampuan untuk
lemah (GCS: menggerakan tubuh
E3M4VT)
- Kekuatan otot Tirah baring di tempat
seluruh ekstremitas tidur
(333)
- RR: 26 x/menit Keletihan
- T: 150/70mmHg
- Irama EKG sinus Intoleransi
takikardi aktivitas
- HR: 122 x/menit
5 DS: Miastenia Gravis Defisit perawatan diri
- SMRS pasien
mengeluh terjadi Kelemahan otot
kelemahan pada ekstremitas
ekstremitas
DO: Ketidakmampuan untuk
- Keadaan umum lemah menggerakan tubuh
(GCS: E3M4VT)
- Kekuatan otot seluruh Ketidakmampuan untuk
ekstremitas (333) memenuhi kebutuhan
- Derajat ADL
ketergantungan total
care Defisit Perawatan
Diri
Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot pernafasa ditandai dengan
sebelum MRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin memberat, Hasil AGD : pH
7,25; PaCO2 50 mmHg, saturasi O2 93-94%, RR: 26 x/menit, T: 150/70mmHg, Irama
EKG sinus takikardi, HR: 122 x/menit, terpasang ventilator
2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan ditandai
dengan Sebelum MRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin memberat, secret pada
oral cavity banyak, ronkhi (+) pada kedua lapang paru, reflek batuk minimal
3 Risiko Infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif pada pasien yaitu pemasangan CVC
pada subklavial dextra serta pemasangan alat bantu nafas ventilator.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan Sebelum MRS mengluh mengalami kelemahan ekstremitas, KU
saat ini lemah (GCS: E3M4VT), kekuatan otot 333, RR: 26 x/menit, T: 150/70mmHg,
Irama EKG sinus takikardi, HR: 122 x/menit
5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan muskuloskeletal ditandai dengan
SMRS pasien mengeluh terjadi kelemahan pada ekstremitas, keadaan umum lemah (GCS:
E3M4VT), kekuatan otot seluruh ekstremitas (333), derajat ketergantungan total care.

Intervensi Keperawatan
Hari/ Diagnosa Tujuan dan kriteria
Intervensi
Tgl Keperawatan hasil
1 Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan nafas :
keperawatan 2x24 am
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
diharapakan jalan nafas
sebagai mana mestinya
pasien paten dengan
2. Auskulatasi suara nafas, catat area yang
kriteria hasil sebagai
ventilasinya menurun atau tidak adanya suara
berikut:
nafas
NOC Label : 3. Lakukan fisioteherapi dada
4. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lendir
Status pernafasan : 5. Lakukan penyedotan melalui endotrakhea atau
kepatenan jalan nafas naso trakhea, sebagai mana mestinya
6. Kelola pemberian agen mukolitik
7. Kelola nebulzer ultrasonic, bronkodilator
1. Frekuensi nafas
pasien Monitor Pernafasan :
2. Dewasa 16-20
x/menit 1. Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman
3. Irama pernafasan pernafasan pasien
pasien ; teratur 2. Monitor status pasien melalui ventilator
4. Pengeluaran sputum mekanik yang dipasang
dari jalan nafas efektif
5. Suara nafas pasien
vesikuler Manajemen Asam Basa: Asidosis Respiratorik
6. Pasien tidak 1. Jaga kepatenan akses IV
menggunakan 2. Monitor tanda dan gejala asidosis respiratorik
pernafasan cuping 3. Tingkatkan ventilsi dan kepatenan jalan nafas
hidung pada kondisi asidosis respiratorik dan
7. Pasien tidak peningkatan level PaCO2 dengan tepat
menggunakan otot- 4. Berikan terapi oksigen yang sesuai
otot bantu nafas 5. Monitor tanda-tanda gagal nafas (misalnya
8. Pasien tidak penurunan PaO2, peningkatan PaCO2,
merasakan dispnea kelelahan otot pernafasan)
saat istirahat 6. Berikan diet rendah karbohidrat dan tinggi
9. Pasien tidak lemak untuk mengurangi produksi CO2
merasakan dispnea
saat aktiftas ringan Manajemen Ventilasi Mekanik: Invasif

Status pernafasan: 1. monitor seting ventilator termasuk suhu dan


pertukaran gas kelembaban dari udara yang dihirup secara
rutin
1. PaO2 dalam batas 2. monitor adanya penurunan volume yang
normal (80-100 dihembuskan dan peningkatan tekanan
mmHg) pernafasan
2. PaCO2 dalam batas 3. monitor gejala-gejala yang mengindikasikan
normal (35-45 peningakatan kerja pernafasan (misalnya
mmHg) peningkatan denyut nadi atau frekuensi
3. pH dalam rentang pernafasan, peningkatan tekanan darah,
normal (7,35 7,45) diaphoresis, perubahan status mental)
4. saturasi oksigen 4. gunakan teknik aseptic pada semua prosedur
dalam rentang normal suksion
(95-100%) 5. monitor tekenan ventilator, sinkronisasi
pasien/ventilator, dan suara nafas pasien
Kontrol Risiko 6. monitor banyaknya secret pulmonal,
warnanya, dan konsistensi dan secara teratur
1. Perawat mampu dokumentasikan hasilnya
melaksanakan strategi 7. berikan perawatan mulut secara rutin dengan
untuk mengontrol pengusapan yang lembab dan lembut dengan
resiko infeksi pada agen aseptic dan suksion
pasien
2. Pasien terhindar dari Kontrol Infeksi
paparan infeksi
1. Instrusikan tenaga kesehatan untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan
perawatan pada pasien
2. Pertahankan teknik aseptik nuntuk prosedur
invasif.
3. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
ketika mengunjungi ruangan pasien
4. Anjurkan penggunan sabun antimicrobial untuk
mencuci tangan sesuai dengan kebutuhan.
4 Setelah diberikan asuhan NIC Label:
keperawatan 2x24 jam
diharapakan aktivitas Manajemen Energi
pasien dapat ditoleransi
dengan kriteria hasil 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
sebagai berikut: kelelahan sesuai dengan konteks usia, dan
perkembangan
NOC Label : 2. Gunakan isntrumen yang valid untuk mengukur
kelelahan
Toleransi Terhadap 3. Perbaiki defisit status fisiologi (mis; kemoterapi
Aktivitas yang menyebabkan anemia) sebagai prioritas
utama
1. Berpartisipasi dalam 4. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui
aktivitas fisik tanpa sumber energi yang adekuat
disertai peningkatan 5. Lakukan ROM aktif pasif untuk menghilangkan
tekanan darah, nadi, ketegangan otot
RR 6. Anjurkan aktivitas fisik (mis; ambulasi ADL)
2. Mampu melakukan sesuai dengan kemampuan (energi) pasien
aktivitas sehari-hari 7. Monitor respon oksigen pasien (mis; tekanan
(ADL secara nadi, tekanan darah, respirasi) saat perawatan
mandiri) maupun saat melakukan perawatan diri secara
3. Tanda-tanda vital mandiri
normal 8. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik
4. Energi psikomotor secara farmakologis maupun nonfamakologis
5. Level kelemahan dengan tepat.
6. Status 9. Evaluasi secara bertahap kenaikan level aktivitas
kardiopulmonaris pasien
adekuat
7. Sirkulasi status baik
Bantuan Perawatan Diri
8. Status respirasi :
pertukaran gas dan 1. Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-
ventilasi adekuat alat kebersihan diri, alat bantu untuk berpakaian,
berdandan, eliminasi dan makan
Perawatan Diri : 2. Berikan bantuan sampai pasien mampu
melakukan perawatan diri mandiri
Aktivitas Sehari-Hari
3. Bantu pasien menerima kebutuhan pasien terkait
dengan kondisi ketergantungan
9. Mampu melakukan
4. Lakukan pengulangan yang konsisten terhadap
ADL (makan, mandi,
rutinitas kesehatan yang dimaksudkan untuk
toileting, berpakaian,
membangun perawatan diri
mobilisasi di tempat
tidur, berjalan, 5. Ajarkan orangtua/keluarga untuk mendukung
berpindah) secara kemandirian dengan membantu hanya ketika
mandiri pasien tak mampu melakukan perawatan diri

Pergerakan Terapi latihan : Pergerakan sendi


10. Koordinasi otot tidak 1. Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya
terganggu terhadap fungsi sendi
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik untuk
11. Gerakan otot tidak
mengembangkan dan menerapkan sebuah
terganggu program latihan
12. Gerakan sendi tidak 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga manfaat dan
terganggu tujuan melakukan latihan sendi
4. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri
dan ketidaknyamanan selama pergerakan/
aktivitas
5. Inisiasi pengukuran kontrol nyeri sebelum
memulai latihan
6. Lindungi pasien dari trauma selama latihan
7. Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang
optimal untuk pergerakan sendi pasif maupun
aktif
8. Dukung latihan ROM pasif maupun aktif dengan
bantuan
9. Bantu untuk melakukan pergerakan sendi yang
ritmis teratur sesuai kadar nyeri yang bisa
ditoleransi, ketahanan dan pergerakan sendi
10. Dukung ambulasi jika memungkinkan
11. Sediakan dukungan positif terhadap latihan sendi

3. Kondisi Saat Pasien Miastenia Gravis Perlu Mendapatkan Perawatan di ICU


Beberapa kondisi pasien miastenia gravis yang memerlukan perawatan di ICU, yaitu:
a. Pasien miastenia gravis yang menunjukkan kegagalan pernapasan karena kelemahan
otot dan memerlukan bantuan ventilasi perlu dipertimbangkan dalam keadaan krisis.
Meskipun tidak ada penjelasan secara universal yang mengatakan, miastenia krisis harus
dianggap sebagai keadaan darurat neurologis, yang ditandai dengan "kelemahan parah
dari bulbar (dipersarafi oleh saraf kranial) dan / atau otot pernafasan sehingga
menyebabkan kegagalan pernapasan yang membutuhkan nafas buatan atau dukungan
ventilasi (Bedlack & Sanders, 2002).
b. Pasien miastenia gravis pascaoperasi dengan ekstubasi yang tertunda lebih dari 24 jam
juga harus dipertimbangkan krisis (Chaudhuri & Behan, 2009).

Pada umumnya pasien dikatakan miastenia krisis yaitu, pasien miastenia gravis yang berada
pada level 3 atau 4 pada klasifikasi Osserman dan Genkins atau level V menurut Myasthenia
Gravis Foundation (Nicolle, 2002).
Manifestasi level 3 atau 4 pada klasifikasi Osserman dan Genkins
Level 3 : perkembangan yang cepat dari gejala berat, dengan krisis pernapasan dan
kurangnya respon terhadap obat
Level 4 : manifestasi sama seperti level III tapi perkembangan lebih dari 2 tahun dari level I
ke level II (Firman, 2009)
Manifestasi Level V menurut Myasthenia Gravis Foundation: pasien miastenia dengan
intubasi, dan dengan atau tanpa ventilasi mekanik (kecuali ketika diintubasi untuk
manajemen pasca operasi rutin)
WOC

Abnormalitas kelenjar timus Kegagalan regulasi imunitas Estrogen, HLA,


Faktor Genetik

Hiperplasia jaringan Antibodi mengenal sel


tubuh sebagai benda asing

Pembentukan antibodi
meningkat

Antibodi menyerang protein


pada neuro muskular junction

Mem-blok reseptor Menyerang muscle


IgG
asetilkolin pada otot spesifik kinase

Neurotransmiter ach tidak mampu membuat ikatan


dengan reseptor di otot dan tidak dapat Mutasi muscle
menghantarkan impuls dari saraf ke otot
Disfungsi transmisi
Tidak terjadi potensial aksi neuromuskular

Otot tidak mampu berkontraksi

A B C
A B C

Kelemahan otot Volunter

Ansietas Keluarga khawatir MYASTHENIA GRAVIS


dengan kondis px

Otot okuler Otot wajah +


tenggorokan Kelemahan otot
general
Gangguan pada
tonus otot
Kelemahan pada otot yang Mempengaruhi
mengendalikan proses pita suara
Gangguan pada menelan dan mengunyah
impuls retina

Hambatan
Diplopia, ptosis Intake nutrisi
Gangguan Komunikasi Verbal
tidak adekuat
Menelan

Risiko Cedera Ketidakseimbangan


Nutrisi < Kebutuhan
Tubuh D
D
Kelemahan otot
general

Ekstremitas Intercosta

Hambatan Ketidakmampuan Otot respiratory


Mobilitas Fisik untuk menggerakkan Pengembangan dada
ekstrimitas tidak sempurna
Penurunan relaksasi
diafragma
Penurunan
Ketidakmampuan Tirah Baring di kapasitas vital
Pembukaan +
untuk memenuhi ADL tempat tidur Risiko
penutupan glotis
Aspirasi Gangguan
tidak sempurna
Risiko Luka Ventilasi Spontan
Defisit Perawat Tekan Dekubitus Penurunan refleks
Diri
batuk
Penggunaan Ventilator
Risiko kerusakan mekanik
Integritas Kulit Penumpukan secret
keletihan pada saluran pernafasan
port de-entry
mikroorganisme
Intoleransi Aktivitas Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas
Risiko Infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Bedlack RS, Sanders DB. (2002) On the concept of myasthenic crisis. J Clin Neuromuscul
Dis;4:40-42.
Chaudhuri A, Behan PO. (2009). Myasthenic crisis. QJM 2009;102:97-107.
Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi : buku saku. Jakarta: EGC.
Devin Mackay, M. a. (2011). Ocular Myasthenia Gravis. North American: Division of
Neuro-Ophthalmology Brigham and Womens Hospital Harvard Medical School.
Dewanto, G. e. (2009). Panduan praktis diagnosa dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta:
EGC.
Firman MD, G. (2009). Diagnostic Criteria for Myasthenia Gravis.
http://www.medicalcriteria.com/site/criteria/64-neurology/162-neuromg.html (diakses
pada 10 Oktober 2016)
James F.H. (2008). Epidemilogy and Pathophysiology. Dalam Jr.M.D,penyunting.
Myasthenia Gravis A Manual For Health Care Provider. Edisi ke1.Amerika ;8-14
Jani-Acsadi A, Lisak RP. (2007). Myasthenic crisis: guidelines for prevention and treatment.
Journal Neurology Science ; 261:127
John C. Keesey, MD. (2004). Clinical Evaluation and Management of Myasthenia
Gravis.Dalam:Wiley,penyunting. Muscle and Nerve Edisi ke-29. USA:Department of
Neurology, UCLA School of Medicine, Los Angeles. California, USA ;h.484-505.
Kaminski, H.J. (2003). Myasthenia gravis and related disorders. New Jersey : Humana Press
Inc.
Lindsay, K.W., Bone, I., Callander, R. (2004). Neurology and neurosurgery illustrated.
United Kingdom : Elsevier Limited
Nicolle MW. (2002). Myasthenia gravis. Neurologist 2002;8:2-21.
Public Health Service National Institutes of Health. (2010). Myasthenia Gravis. USA: U.S
Departement Of Health Service.
Robert M,Pascuzzi, MD. (2000). Medications and Myasthenia Gravis. Myasthenia Gravis
Foundation of America:Amerika ;10-23.
Romi F, Gilhus NE, Aarli JA. (2005). Myasthenia gravis: clinical, immunological and
therapeutic advances. Acta Neurol Scand. 111: 134-141

Anda mungkin juga menyukai