Laki-laki, 52 tahun, diagnosa medis miastenia gravis pro thymectomy. Riwayat penyakit:
sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sulit menelan dan kelemahan ekstremitas.
Keluhan disertai sesak nafas yang semakin memberat. Keadaan umum saat ini lemah, GCS
E3M4VT, fungsi pernafasan dibantu dengan ventilator, terpasang CVC pada subclavia
dekstra. Sekret pada oral cavity banyak, ronkhi (+) pada kedua lapang paru, refleks batuk
minimal. TD 150/70 mmHg, HR 122x/menit, RR 26x/menit, irama EKG sinus takikardi.
Kekuatan otot ekstremitas (333). Hasil AGD: pH 7,25; PaCO2 50 mmHg; PaO2 102 mmHg;
HCO3- 24 mmol/L, saturasi O2 93-94%. Derajat ketergantungan total care.
Pertanyaan :
1. Buatlah laporan pendahuluan mengenai miastenia gravis!
2. Susunlah analisa data, diagnose keperawatan, dan intervensi keperawatan sesuai kasus di
atas !
3. Kapan pasien dengan miastenia gravis perlu mendapatkan perawatan di ICU? Jelaskan
PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab miastenia gravis belum dapat dipastikan (Corwin, 2009). Namun kemungkinan
dapat diakibatkan oleh adanya antibodi terhadap reseptor saraf otot dan penggunaan obat-
obatan seperti antibiotik (mikrolid, flurokuinolon, aminoglikosida, tetrasiklin, klorokuin),
obat anti aritmia (penyekat-, penyekat kanal-Ca, kuinidin, lidokain, prokainamid, dan
trimethaptan), difenilhidation, litium, klorpromazin, pelemas otot, levotrikosin, ACTH, serta
penggunaan kortikosteroid intermiten (Dewanto, 2009). Kontraksi otot berulang dan terus-
menerus juga berakibat pada kelemahan (Rubenstein, 2007).
C. Manifestasi Klinis
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia
gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun
yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis,
sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain (Howard, 2008). Sejak tahun
1960, telah didemonstrasikan bagaimana auto antibodi pada serum penderita miastenia gravis
secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting
pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa
antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot
pasien dengan miastenia gravis. Auto antibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs),
telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis
generalisata (Rosyid, 2010). Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik
terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat
dimengerti.
Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai "penyakit terkait sel B", dimana antibodi yang
merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada
patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral
terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia
timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik
(Howard, 2008). Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai
subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama
pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi
reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain: ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap
antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada
neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membrane post
sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor
asetilkolin yang baru disintesis (Howard, 2008).
F. KOMPLIKASI
Apabila terdapat perburukan dari Miastenia gravis tentunya akan memunculkan beberapa
komplikasi yang bermakna, selain diperoleh dari risiko yang mungkin meningkatkan
keparahan penyakit ini, pengobatan dan perawatan yang terlambat juga bermakna pada
tejadinya perburukan kondisi (Corwin, 2009). Beberapa komplikasi yang dapat muncul
diantaranya:
1. Krisis miasnetik
Ditandai dengan pemburukan fungsi otot yang mengendalikan pernafasan yang berakibat
pada gawat nafas dan kematian karena diafragma dan otot interkostal menjadi lumpuh.
2. Krisis kolinergik
Merupakan respon toksik yang ditemukan pada penggunaan obat antikolinesterase yang
terlalu banyak. Tanda hiperkolinergik ditandai dengan peningkatan motilitas usus,
berkeringat dan diare.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG
Penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut (Ngurah,
1991) :
1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan
terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang, penderita
menjadi anartris dan afonis.
2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan
akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka
penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan
ptosis juga tidak tampak lagi.
3. Uji Tensilon (edrophonium chloride), untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon
secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon
secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot
yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji
ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena
efektivitas tensilon sangat singkat.
4. Uji Prostigmin (neostigmin), pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
merhylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin atau mg). Bila
kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti
misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
5. Uji Kinin, diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg, 3 jam kemudian diberikan 3
tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah
berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala
miastenik tidak bertambah berat.
Riwayat penyakit saat ini : sebelum MRS pasien mengeluh sulit menelan dan
kelemahan ekstremitas. Keluhan disertai sesak nafas yang semakin memberat.
Keadaan umum saat ini lemah, GCS E3M4VT, fungsi pernafasan dibantu dengan
ventilator, terpasang CVC pada subclavia dekstra. Sekret pada oral cavity banyak
ronkhi (+) pada kedua lapang paru, refleks batuk minimal. TD 150/70 mmHg, HR
122 x/menit, RR 26 x/menit, irama EKG sinus takikardi. Kekuatan otot seluruh
ekstremitas (333). Hasil AGD: pH 7,25; PaCO2 50 mmHg; PaO2 102 mmHg;
HCO3- 24 mmol/L, saturasi O2 93-94%. Derajat ketergantungan total care.
Minum : Frekuensi ... ... gls /hr Jumlah : ... ... cc/hr
Perut kembung : Ya Tidak
BAB : Teratur Tidak
Frekuensi BAB : ... ...x/hr Konsistensi: ... ... .. Warna: ... ... darah (+/-)/lendir(+/-)
Lain : ... ...
Masalah Keperawatan: -
Nyeri : Ada Tidak
Problem : - Qualitas/ Quantitas :-
Regio : - Skala :-
Timing :-
Kekuatan otot : 333
(Muskuloskletal & Integumen)
Masalah Keperawatan:
- Intoleransi Aktivitas
- Defisit Perawatan Diri
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah : Sekret pada oral cavity banyak, terpasang ventilator
Leher :-
Dada : terpasang CVC pada subclavia dekstra, ronkhi (+) pada
HEAD TO TOE
pH 7,25
TERAPI MEDIS
PaCO2 50 mmHg
PaO2 102 mmHg
HCO3- 24 mmol/L
Saturasi O2 93-94%.
Terapi medis saat ini : -
Masalah Keperawatan: gangguan ventilasi spontan
Analisa Data
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Napas
Gangguan ventilasi
spontan
Port deentry
mikroorganisme patogen
Risiko Infeksi
4 DS: Miastenia Gravis Intoleransi aktivitas
SMRS pasien mengeluh
terjadi kelemahan pada Kelemahan otot
ekstremitas ekstremitas
DO:
- Keadaan umum Ketidakmampuan untuk
lemah (GCS: menggerakan tubuh
E3M4VT)
- Kekuatan otot Tirah baring di tempat
seluruh ekstremitas tidur
(333)
- RR: 26 x/menit Keletihan
- T: 150/70mmHg
- Irama EKG sinus Intoleransi
takikardi aktivitas
- HR: 122 x/menit
5 DS: Miastenia Gravis Defisit perawatan diri
- SMRS pasien
mengeluh terjadi Kelemahan otot
kelemahan pada ekstremitas
ekstremitas
DO: Ketidakmampuan untuk
- Keadaan umum lemah menggerakan tubuh
(GCS: E3M4VT)
- Kekuatan otot seluruh Ketidakmampuan untuk
ekstremitas (333) memenuhi kebutuhan
- Derajat ADL
ketergantungan total
care Defisit Perawatan
Diri
Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot pernafasa ditandai dengan
sebelum MRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin memberat, Hasil AGD : pH
7,25; PaCO2 50 mmHg, saturasi O2 93-94%, RR: 26 x/menit, T: 150/70mmHg, Irama
EKG sinus takikardi, HR: 122 x/menit, terpasang ventilator
2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan ditandai
dengan Sebelum MRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin memberat, secret pada
oral cavity banyak, ronkhi (+) pada kedua lapang paru, reflek batuk minimal
3 Risiko Infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif pada pasien yaitu pemasangan CVC
pada subklavial dextra serta pemasangan alat bantu nafas ventilator.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan Sebelum MRS mengluh mengalami kelemahan ekstremitas, KU
saat ini lemah (GCS: E3M4VT), kekuatan otot 333, RR: 26 x/menit, T: 150/70mmHg,
Irama EKG sinus takikardi, HR: 122 x/menit
5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan muskuloskeletal ditandai dengan
SMRS pasien mengeluh terjadi kelemahan pada ekstremitas, keadaan umum lemah (GCS:
E3M4VT), kekuatan otot seluruh ekstremitas (333), derajat ketergantungan total care.
Intervensi Keperawatan
Hari/ Diagnosa Tujuan dan kriteria
Intervensi
Tgl Keperawatan hasil
1 Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan nafas :
keperawatan 2x24 am
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
diharapakan jalan nafas
sebagai mana mestinya
pasien paten dengan
2. Auskulatasi suara nafas, catat area yang
kriteria hasil sebagai
ventilasinya menurun atau tidak adanya suara
berikut:
nafas
NOC Label : 3. Lakukan fisioteherapi dada
4. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lendir
Status pernafasan : 5. Lakukan penyedotan melalui endotrakhea atau
kepatenan jalan nafas naso trakhea, sebagai mana mestinya
6. Kelola pemberian agen mukolitik
7. Kelola nebulzer ultrasonic, bronkodilator
1. Frekuensi nafas
pasien Monitor Pernafasan :
2. Dewasa 16-20
x/menit 1. Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman
3. Irama pernafasan pernafasan pasien
pasien ; teratur 2. Monitor status pasien melalui ventilator
4. Pengeluaran sputum mekanik yang dipasang
dari jalan nafas efektif
5. Suara nafas pasien
vesikuler Manajemen Asam Basa: Asidosis Respiratorik
6. Pasien tidak 1. Jaga kepatenan akses IV
menggunakan 2. Monitor tanda dan gejala asidosis respiratorik
pernafasan cuping 3. Tingkatkan ventilsi dan kepatenan jalan nafas
hidung pada kondisi asidosis respiratorik dan
7. Pasien tidak peningkatan level PaCO2 dengan tepat
menggunakan otot- 4. Berikan terapi oksigen yang sesuai
otot bantu nafas 5. Monitor tanda-tanda gagal nafas (misalnya
8. Pasien tidak penurunan PaO2, peningkatan PaCO2,
merasakan dispnea kelelahan otot pernafasan)
saat istirahat 6. Berikan diet rendah karbohidrat dan tinggi
9. Pasien tidak lemak untuk mengurangi produksi CO2
merasakan dispnea
saat aktiftas ringan Manajemen Ventilasi Mekanik: Invasif
Pada umumnya pasien dikatakan miastenia krisis yaitu, pasien miastenia gravis yang berada
pada level 3 atau 4 pada klasifikasi Osserman dan Genkins atau level V menurut Myasthenia
Gravis Foundation (Nicolle, 2002).
Manifestasi level 3 atau 4 pada klasifikasi Osserman dan Genkins
Level 3 : perkembangan yang cepat dari gejala berat, dengan krisis pernapasan dan
kurangnya respon terhadap obat
Level 4 : manifestasi sama seperti level III tapi perkembangan lebih dari 2 tahun dari level I
ke level II (Firman, 2009)
Manifestasi Level V menurut Myasthenia Gravis Foundation: pasien miastenia dengan
intubasi, dan dengan atau tanpa ventilasi mekanik (kecuali ketika diintubasi untuk
manajemen pasca operasi rutin)
WOC
Pembentukan antibodi
meningkat
A B C
A B C
Hambatan
Diplopia, ptosis Intake nutrisi
Gangguan Komunikasi Verbal
tidak adekuat
Menelan
Ekstremitas Intercosta
Bedlack RS, Sanders DB. (2002) On the concept of myasthenic crisis. J Clin Neuromuscul
Dis;4:40-42.
Chaudhuri A, Behan PO. (2009). Myasthenic crisis. QJM 2009;102:97-107.
Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi : buku saku. Jakarta: EGC.
Devin Mackay, M. a. (2011). Ocular Myasthenia Gravis. North American: Division of
Neuro-Ophthalmology Brigham and Womens Hospital Harvard Medical School.
Dewanto, G. e. (2009). Panduan praktis diagnosa dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta:
EGC.
Firman MD, G. (2009). Diagnostic Criteria for Myasthenia Gravis.
http://www.medicalcriteria.com/site/criteria/64-neurology/162-neuromg.html (diakses
pada 10 Oktober 2016)
James F.H. (2008). Epidemilogy and Pathophysiology. Dalam Jr.M.D,penyunting.
Myasthenia Gravis A Manual For Health Care Provider. Edisi ke1.Amerika ;8-14
Jani-Acsadi A, Lisak RP. (2007). Myasthenic crisis: guidelines for prevention and treatment.
Journal Neurology Science ; 261:127
John C. Keesey, MD. (2004). Clinical Evaluation and Management of Myasthenia
Gravis.Dalam:Wiley,penyunting. Muscle and Nerve Edisi ke-29. USA:Department of
Neurology, UCLA School of Medicine, Los Angeles. California, USA ;h.484-505.
Kaminski, H.J. (2003). Myasthenia gravis and related disorders. New Jersey : Humana Press
Inc.
Lindsay, K.W., Bone, I., Callander, R. (2004). Neurology and neurosurgery illustrated.
United Kingdom : Elsevier Limited
Nicolle MW. (2002). Myasthenia gravis. Neurologist 2002;8:2-21.
Public Health Service National Institutes of Health. (2010). Myasthenia Gravis. USA: U.S
Departement Of Health Service.
Robert M,Pascuzzi, MD. (2000). Medications and Myasthenia Gravis. Myasthenia Gravis
Foundation of America:Amerika ;10-23.
Romi F, Gilhus NE, Aarli JA. (2005). Myasthenia gravis: clinical, immunological and
therapeutic advances. Acta Neurol Scand. 111: 134-141