MYASTHENIA GRAVIS
Disusun Oleh :
MIKHAEL YOUNGGI
NIM. 20176313029
MYASTHENIA GRAVIS
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Myasthenia gravis merupakan penyakit autoimun yang
ditandai dengan adanya pembentukan autoantibodi terhadap
reseptor asetilkolin yang tempatnya berada di end-plate motor otot
rangka (Elizabeth, 2009). Istilah miastenia gravis berarti kelemahan
otot yang parah, pengidap miastenia gravis mengalami gangguan
neuromuscular yang menyebabkan cepatnya kelelahan dan
pemulihan yang melambat dan dapat memakan waktu 10 sampai
20 kali lebih lama dari orang tanpa miastenia gravis (Tutu, 2014).
Masih belum sepenuhnya dipahami mengapa, sistem kekebalan
pada orang dengan MG membuat antibodi terhadap reseptor
asetilkolin. Antibodi menghancurkan reseptor lebih cepat daripada
yang bisa diganti oleh tubuh. Kelemahan otot terjadi ketika
asetilkolin tidak dapat mengaktifkan reseptor yang cukup di
persimpangan neuromuskuler ( Mantegazza R, 2018).
Myasthenia gravis relative jarang terjadi diperkirakan angka
kejadiannya berkisar 5,3 per satu juta orang pertahun dan
prevalensi rata-rata 77.7 per satu juta orang, sebuah kajian
literature yang dilakukan McGrogan et. Al menyatakan bahwa
secara global insiden miastenia gravis sebanyak
30/1.000.000/tahun (.A, D. H. K. et al., 2020). Departemen
kesehatan Amerika Serikat mencatat jumlah pasien MG
diestimasikan sebanyak 5 sampai 14 dari 100.000 orang populasi
pada seluruh etnis maupun jenis kelamin. Mayer and Levy (2010)
mengungkapkan insiden MG di negara-negara Asia meningkat
dalam 5 dekade terakhir, dari 2-5 per juta menjadi 9-21 per juta
populasi (A, D. H. K. et al.., 2020). Di Indonesia sendiri belum
ditemukan data yang akurat terkait angka kejadian MG. Yayasan
Miastenia Gravis Indonesia sampai saat ini masih mengupayakan
pendataan yang maksimal terkait jumlah pasien dengan miastenia
gravis di Indonesia (Muhammad et al., 2019). Populasi MG
terbilang kecil apabila dibandingkan dengan jumlah seluruh
penduduk di Indonesia. Data di bagian Poliklinik Saraf Rumah Sakit
Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dilaporkan pasien miastenia
gravis periode Januari 2011-Desember 2012 sebanyak 54 orang
(Joensen, P.2014 ).
Gambaran klinis utama pada myasthenia gravis adalah
kelemahan pada otot skelet sifatnya fluktuatif, biasanya mengenai
nervi cranialis pada nuclei motor di brainstem seperti otot-otot
mata, mastikasi, menelan dan lidah. Gejala klinis yang tampak
pada saat aktivitas berupa kelemahan pada otot, membaik dengan
beristirahat dan pemberian obat antikolinesterase seperti
neostigmin (Ropper & Brown, 2005) dikutip dari (Ida & Kalanjati,
2014). Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan
miastenia gravis adalah krisis miastenik dan krisis kolinergik. Krisis
miastenik ditandai dengan adanya perburukan berat fungsi otot
rangka dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan gawat nafas
dan kematian karena otot diafraghma dan intercostal mengalami
kelumpuhan. Sedangkan krisin kolinergik merupakan respon toksis
yang kadang dijumpai pada penggunaan obat antikolinesterase
yang terlalu banyak. Krisis ini terjadi ditandai dengan peningkatan
motilitas usus, kontriksi pupil, dan bradikardi. Pasien juga dapat
mengalmai mual muntah, berkeringat, dan diare. Gawat napas
dapat terjadi. () Komplikasi yang juga dapat terjadi meliputi gawat
nafas dan pneumonia aspirasi. Penatalaksanaan pada pasien
dengan miastenia gravis dilakukan berupa pemberian
antikolinesterase yang dapat memperlambat pemecahan asetilkolin
sehingga kecukupan asetilkolin terjaga untuk kelangsungan
kontraksi otot. Selain itu, pengangkatan kelenjar timus dapat
dilakukan jika terdapat timoma Elizabeth, (2009)
Perawat berperan penting dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien dengan miastenia gravis. Pemberian
edukasi mengenai kondisi klien dapat dilakukan untuk menghindari
klien melakukan aktivitas yang membahayakan seorang diri ketika
klien dalam keadaan lemah. Karena pada miastenia gravis akan
merasa mudah lelah bahkan jika hanya melakukan aktifitas ringan
terlebih lagi jika melakukan hal yang berbahaya misalnya memasak
sendiri atau pergi ke kamar mandi sendiri tanpa pengawasan
perawat atau keluarga, hal itu sangat beresiko cedera bagi pasien.
Pendekatan multidisiplin tentang medikasi yang diberikan juga
penting untuk menghindari kondisi yang lebih buruk. Pasien dengan
miastenia gravis harus selalu mengkonsumsi obat tepat waktu
tanpa terlewat untuk mendapatkan hasil yang optimal Selain itu,
perawat berperan penting untuk memastikan tidak tidak terjadinya
kekambuhan dan memonitor status pernafasan dengan ketat untuk
mengetahui adanya penurunan atau kondisi klinis klien yang
mengarah ke krisis kolinergik atau miastenik. Meskipun jumlahnya
yang sedikit namun pasien tetap merasakan berbagai dampak fisik
maupun psikososial yang ditimbulkan oleh proses penyakit
(Muralitharan & Ian, 2015).
Miastenia gravis merupakan penyakit yang menakutkan
karena perkembangannya penyakitnya yang harus ditangani dan
tidak sembuh dengan sendirinya. (Tutu, 2014). Selain dampak fisik
yang dirasakan, pasien dengan miastenia gravis sering mengalami
gangguan emosi dan kelemahan otot apabila mereka dalam
keadaan tegang. Adanya kelemahan kelopak mata (ptosis, diplopia,
dan kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering
mengalami gangguan citra diri. Merasa tidak berdaya atau tidak
ada harapan fustasi atau marah dan menolak diagnose sering
timbul pada pasien dengan miastenia gravis (Koes, 2015).
Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien dengan miastenia
gravis yang telah mengalami penurunan kondisi kekuatan otot
berulang telah memiliki toleransi terhadap terapi. Namun hal ini
juga dapat menyebabkan klien frustasi sebagai dampak stress
psikologis akibat ketergantungan terhadap konsumsi obat maupun
penatalaksanaan medis lainnya seperti plasmaferesis (Antika &
Kusuma, n.d.). Dapat disimpulkan bahwa pasien dengan miastenia
gravis sangat membutuhkan dukungan psikologis melihat dari
dampak besar yang dirasakannya. Selain peran perawat, kehadiran
keluarga terdekat juga dibutuhkan sebagai support system untuk
klien. Perubahan dalam berhubungan dengan orang lain,
perubahan gaya hidup, reaksi negative atau malu dengan orang
lain sering terjadi pada pasien dengan miastenia gravis. Hal ini
menunjukan bahwa selain pada psikologis miastenia gravis juga
dapat berdampak pada aspek social klien (Koes, 2015).
Prevalensi yang rendah tetapi dampak yang besar yang
dirasakan klien dengan miastenia gravis, dan peran perawat yang
dibutuhkan klien untuk mendukung aspek fisik masupun spikis,
membuat penulis tertarik untuk mengambil miastenia gravis
sebagai topic dalam karya tulis ilmiah ini. Penulis juga melakukan
asuhan keperawatan pada klien miastenia gravis dalam karya tulis
ilmiah ini dan membahas kesesuaian dan kesenjangan yang timbul
antara teori dan pasien sebenarnya di lapangan. Untuk karya tulis
ilmiah ini, penulis mangambil judul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Ny. S Dengan Diagnosa Medis Myastenia Gravis”.
B. Tujuan Umum
Tujuan umum penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan
dengan cara pendekatan proses keperawatan secara langsung dan
komprehensif, yang meliputi aspek biologis psikologis sosiologis
spiritual pada pasien dengan myasthenia gravis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuskular
Penurunan hubungan
neuromuskular
Kelemahan otot
A. Poster
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat
myasthenia gravis dapa mempengaruhi orang orang disegala umur.
Namunlebih sering terjadi kepada wanita sehingga kita sebagai
perawat harus dimana terjadi kelemahan otot – otot secara cepat
dengan lambatnya pemulihan bisa menentukan diagnose
keperawatan pada pasien dengan miastenia gravis serta perlu
melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan
masalah tersebut.
B. Saran
Sebagai perawata disarankan memberikan dukungan kepada
pasien dan menganjurkan pasien maupun keluargauntuk tidak
putus asah pada kemungkinan terburuk yang akan terjadi, serta
menganjurkan pasien untuk melakukan terapi yang dianjurkan,
selain itu perawat harus juga memperhatikan personal hygiene
untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan
pelayanan kesehatan pada penderita miastenia gravis
DAFTAR PUSTAKA
Ropper AH, Klein JP, Samuels MA. (2014). Adams and victor's-principle of
neurology. Edisi ke-10. Boston: Mc Graw Hill Education