Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MYASTENIA GRAPIS

DISUSUN OLEH :

1. Anisya Sri Utami (1926010006)


2. Ahmad Aliyana Putra (1926010007)
3. Dita Cahayani Septiriana (1926010008)
4. Antika Lestari (1926010009)

Kelas : Keperawatan VI A

DOSEN PENGAMPU

Ns. Neni Triana, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah menganugerahkan
nikmat kekuatan, kesehatan, dan kesempatan sehingga makalah ini bisa terselesaikan dengan
baik. Tak lupa pula kita panjatkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membimbing dan menjadi teladan dalam menuntut ilmu.

Makalah ini berisi informasi mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien Myastenia
Grapis. Dalam tulisan ini, memuat penjelasan definisi Myastenia, etiologi, patofisiolgi, WOC,
Manifestasi Klinis, Terapi farmakologi dan non farmakologi, dan terapi diit.

Penulis menyadari bahawa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena ini kami sangat senang dan terbuka untuk menerima umpan balik dari pembaca
untuk perbaikan makalah ini. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini.

Bengkulu, May 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i


KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................................1


B. Rumusan Masalah..................................................................................................
C. Tujuan ..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................3

A. Definisi Myastenia Grapis ...................................................................................3


B. Klarifikasi Klinis Myastenia Grapis ....................................................................3
C. Etiologi ................................................................................................................4
D. Pravalensi / kelaziman Myastenia Grapis............................................................5
E. Patofisiologi..........................................................................................................6
F. Manifestasi Klinis.................................................................................................7
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................7
H. Penatalaksanaan....................................................................................................8
I. Komplikasi...........................................................................................................9
J. Pencegahan Myastenia Grapis............................................................................10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MYASTENIA GRAPIS..........11

BAB IV PENUTUP............................................................................................................17

A. Kesimpulan ........................................................................................................17
B. Saran ..................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan
otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20
kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta
orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa
sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan  bernapas, kesulitan mengunyah dan
menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih
sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-
laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65%
orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan
sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah
thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak
memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim
yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai
pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi
85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena,
tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan
menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa
berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak
terpengaruh.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot
tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu
dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu,
kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan
rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami
peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan
kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada
beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat
mengancam nyawa.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep miastenia gravis?
2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada miastenia gravis?

3. Tujuan
1. Mengetahui definisi miastenia gravis
2. Mengetahui etiologi miastenia gravis
3. Mengetahui pravelensi miastenia gravis
4. Mengetahui patofisiologi myasthenia gravis
5. Mengetahui manifestasi klinis miastenia gravis
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
7. Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
8. Mengetahui komplikasi miastenia gravis
9. Mengetahui pencegahan myasthenia gravis
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis

2
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi
neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa
Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis
adalah gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang
kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan
kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan
dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun
dan pada pria sampai 40 tahun. 

B. Klasifikasi Klinis Myasthenia Gravis


1. Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak
ada kasus kematian.
2. Kelompok II Myasthenia Umum
a. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.
Angka kematian rendah.
b. Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria
(gangguan bicara), disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak

3
terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien
terbatas, tetapi angka kematian rendah.
c. Myasthenia umum berat
- Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan
bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya
penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini,
persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis
Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat
kematian tinggi.
- Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah
progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat
berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma
menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.

Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan


sederhana menjadi :

1. Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular


2. Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
3. Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-
otot pernafasan
4. Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

C. Etiologi
Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti, diduga kemungkinan
terjadi karena gangguan atau destruksi reseptorasetilkolin (Acetyl Choline Receptor
(AChR)) pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun.Etiologi
daripenyakit ini adalah:
1. Kelainan autoimun: direct mediated antibody, kekurangan AChR, atau kelebihan
kolinesterase
2. Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu MG
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis adalah:
a. Infeksi (virus)
b. Pembedahan

4
c. Stress
d. Perubahan hormonal
e. Alkohol
f. Tumor mediastinum
g. Obat-obatan:
o Antikolinesterase
o Laksativ eatau enema
o Sedatif
o Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
o Potassium depleting diuretic
o Narkotikanalgetik
o Diphenilhydramine
o B-blocker (propranolol)
o Lithium
o Magnesium
o Procainamide
o Verapamil
o Chloroquine
o Prednisone

D. Prevalensi / Kelaziman Myasthenia Gravis


Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan.
Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu
penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG adalah 5-10 kasus
per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat sekitar
25.000 kasus. MG betul-betul dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya
MG kelihatannya menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam
hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada
usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola
ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita muda
dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena memiliki thymoma,
tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin.

5
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi

5
Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi. Sebelum
dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia yang paling
umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria.
Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang meningkat, dan sekarang pria
lebih sering terserang dibanding wanita, dan permulaan munculnya tanda-tanda biasanya
setelah usia 50.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari ibu
yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi adalah
sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu setelah
kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun menular.
Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga yang
sama.

E. Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada tranmisi
impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor
normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian
memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai
penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang
merusak tranmisi neuromuscular.
Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang
salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang
bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel syaraf
dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor acetylcholine
sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui. Berdasarkan salah satu teori, kerusakan kelenjar
thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan
belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi
sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui,
kelenjar thymus bisa memerintahkan sel sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi
yang menyerang acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap kelainan
autoimun ini. sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami
pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus

6
(thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang
dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi
memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan
neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

                 
F. Manifestasi Klinis
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami
kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat.
Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:
1) Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf kranial.
Karena otot – otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul diplopia (penglihata
ganda) dan ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur
terlihat seperti patung hal ini dikarenakan otot wajah terkena
2) Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam
pembentukan bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata kata.
Kelemahan pada otot otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan
adanya bahaya tersedak dan aspirasi.
3) Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada otot kaki
mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
4) Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang
merupakan  keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)

G. Pemeriksaan Penunjang
Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam serum(mis,
AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies, antistriational antibodies).
Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat mengindikasikan adanya MG.
Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat
menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk menggerakkan mata
secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk memeriksa kekuatan otot lengan dan
tungkai, pasien diminta untuk mempertahankan posisint melawan resistansi selama
beberapa periode. Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG

7
Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi, mencegah
terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan saraf tunggal.
Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi dari enzim
acetylcholinesterase.
Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot dan
mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah menandakan adanya
MG.

H. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009), penatalaksanaan pada pasien dengan miastenia gravis
adalah:
a. Periode istirahat yang sering selama siang hariuntuk menghemat kekuatan
b. Timektomi (pengangkatan timus melalui pembedahan)
Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi
dan control jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita
beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikoli nestera
sesering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi
dengan fisioterapi dan antibiotik.
c. Plasmaferesis (dialysis darah dengan pengeluaran antibody IgG)
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengandosis 50
ml/kg BB. Plasma feresis mungkin efektif pada krisismiastenik karena
kemampuannya untuk membuang antibody pada reseptorasetilkolin, tetapi tidak
bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
d. Terapi farmakologi
 Antikolinesterase (piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau
neostigminbromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam) untuk memperpanjang waktu
paruh asetilkolin di taut neuromuskular. Pemberian antikolinestera sesangat
bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping
pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi para simpatis, termasuk
konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan
sekresi bronkial berlebihan.

8
 Steroid (prednisolone sekali sehari secara selang-seling/alternate days dengan
dosis awal kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu).
Apabila sudah ada perbaikan klinismaka dosis diturunkan secara perlahan-lahan
(5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan
pemberian prednisolone secara mendadak harus dihindari.
 Azatioprin (merupakan obat imunosupresif dengan efek samping lebihs edikit
jika di bandingkan dengan steroid, yaitu berupa gangguans aluran cerna,
peningkatan enzim hati, dan leukopenia). Obat ini diberikan dengan dosis 2,5
mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.
 Obat anti-inflamasi untuk membatasi serangan autoimun

I. Komplikasi
Miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika tidak dapat menelan,
membersihkan sekret, atau bernapas secara adekua ttanpa bantuan alat-alat. Ada du
ajenis krisis yang terjadi sebagai komplikasi dari miastenia gravis (Corwin, 2009), yaitu:
1. Krisis miastenik
Ditandai dengan perburukan berat fungsi otot rangka yang memuncak pada gawat
napas dan kematian karena diafragma dan otot intercostal menjadi lumpuh. Dalam
kondisi ini, dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak. Keadaan ini dapat
terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup, terjadi setelah
pengalaman yang menimbulkan stress seperti penyakit, gangguan emosional,
pembedahan, atau selama kehamilan, serta infeksi. Tindakan terhadap kasusini
adalah:
a) Control jalan napas
b) Pemberian antikolinesterase
c) Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisismiastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan
(respirator), obat-obatan tikolinesterase tidak diberikan terlebihdahulu, karena
obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat
mempercepat terjadinya krisiskolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat
dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.

9
2. Krisis kolinergik
Krisiskolinergik yaitu responstoksik akibat kelebihan obat-obat
antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah
minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi
remisi spontan. Golongan ini sulit dikontro ldengan obat-obatan dan batas
terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali.
Respon smereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Status
hiperkolinergik ditandai dengan peningkatan motilitas usus, konstriksi pupil,
bradikardia, mual dan muntah, berkeringat, diare, serta dapat pula timbu lgawat
napas. Tindakan terhadap kasus ini adalah:
a. control jalan napas
penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan
atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jikadiberikan atropine,
pasien harus diawasi secara ketat, karena sekret saluran napas dapat menjadi
kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan lender dapat menyumbat
bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian, antikolinesterase dapat
diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah
b. bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasma feresis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg
intravena.Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis
miastenik, tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan memperberat
gejala-gejala krisis kolinergik.
Perbedaan kedua krisis diatas secara rinci disajikan dalam table berikut:

J. Pencegahan Myasthenia Gravis


Seperti pada penyakit autoimun lainnya, tidak ada yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya myasthenia gravis, karena bukan disebabkan oleh sesuatu yang bisa
kita hindari.

10
11

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial
setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :

 B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut,


kelemahan otot diafragma
 B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
 B3(brain)       : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
 B4(bladder)   : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine,hilangnya
sensasi saat berkemih
 B5(bowel)     : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus
turun, hipersalivasi,hipersekresi
 B6(bone)       : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang
berlebih.

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Resiko cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ptosis, 
C. Intervensi
1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien
kembali efektif
Kriteria hasil :
 Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
 Bunyi nafas terdengar jelas
 Respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji Kemampuan ventilasi  Untuk klien dengan penurunan
kapasitasventilasi, perawat mengkaji
frekuensipernapasan, kedalaman, dna
bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi paru-
paru tidal, kapasitas vital, kekuatan
inspirasi),dengan interval yang sering
dalammendeteksi masalah pau-paru,
sebelumperubahan kadar gas darah arteri
dansebelum tampak gejala klinik.

2. Kaji kualitas, frekuensi, Dan  Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,


kedalaman dankedalaman pernapasan, kita
pernapasan,laporkansetiap dapatmengetahui sejauh mana perubahan
perubahan yang terjadi. kondisiklien.

3. Baringkan klien dalamposisi  Penurunan diafragma memperluas daerah


yang nyamandalam posisi duduk dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

4. Observasi tanda-tanda vital  Peningkatan RR dan takikardi merupakan


(nadi,RR) indikasi adanya penurunan fungsi paru

2. Resiko cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal

12
Tujuan: Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.

12
Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam  Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas intervensi selanjutnya

2. Atur cara beraktivitas klien  Sasaran klien adalah memperbaiki


sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi partisipan
dalampengobatan, klien harus belajar
tentangfakta-faakta dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja, waktu,
penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan
dosis, danefek toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan tepat
waktuadalah ketegasan.

3. Evaluasi Kemampuan  Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang


aktivitas motoric boleh diberikan

13
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan: Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalahkomunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampumenggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil :
 Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhanklien dapat dipenuhi
 Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji komunikasi verbal klien.  Kelemahan otot-otot bicara klien krisis
miastenia gravis dapat berakibat pada
komunikasi

2. Lakukan metode komunikasi  Teknik untuk meningkatkan


yang idealsesuai dengan komunikasimeliputi mendengarkan klien,
kondisiklien mengulangiapa yang mereka coba
komunikasikan dengan jelas dan
membuktikan yang diinformasikan,
berbicara dengan klienterhadap kedipan
mata mereka dan atau goyangkan jari-jari
tangan atau kaki untuk menjawab ya/tidak.
Setelah periode krisis klien selalu mampu
mengenal kebutuhan mereka.

3. Beri peringatan bahwaklien di  Untuk kenyamanan yang berhubungan


ruang ini mengalami gangguan dengan ketidakmampuan komunikasi
berbicara, sediakan bel khusus
bila perlu

4. Antisipasi dan bantu kebutuhan  Membantu menurunkan frustasi oleh


klien karenaketergantungan atau
ketidakmampuanberkomunikasi

14
5. Ucapkan langsung kepada klien  Mengurangi kebingungan atau
dengan berbicara pelan dan kecemasanterhadap banyaknya informasi.
tenang,gunakan pertanyaan Memajukanstimulasi komunikasi ingatan
denganjawaban ”ya” dan kata-kata.
atau”tidak” dan
perhatikanrespon klien

6. Kolaborasi: konsultasi ke ahli  Mengkaji kemampuan verbal


terapi bicara individual,sensorik, dan motorik, serta
fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
defisit dankebutuhan terapi

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi


verbal
Tujuan : Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil :
 Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan denganorang terdekat tentang
situasi dan perubahan yangsedang terjadi
 Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
 Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji perubahan darigangguan  Menentukan bantuan individual
persepsi danhubungan dengan dalammenyusun rencana perawatan
derajat ketidakmampuan ataupemilihan intervensi.

2. Identifikasi arti dari  Beberapa klien dapat menerima danmengatur


Kehilangan atau disfungsi beberapa fungsi secara efektifdengan sedikit
pada klien. penyesuaian diri, sedangkanyang lain
mempunyai kesulitanmembandingkan
mengenal dan mengaturkekurangan.

15
3.

15
4. Bantu dan anjurkan  Membantu meningkatkan perasaan hargadiri
perawatan yang baik dan dan mengontrol lebih dari satu areakehidupan
memperbaiki kebiasaan

5. Anjurkan orang yang  Menghidupkan kembali perasaan kemandirian


Terdekat untuk mengizinkan dan membantu perkembanganharga diri serta
klien melakukan hal untuk mempengaruhi prosesrehabilitasi
dirinya sebanyak-banyaknya

6. Kolaborasi: rujuk pada ahli  Dapat memfasilitasi perubahan peran yang


neuropsikologi dan konseling penting untuk perkembangan perasaan
bila ada indikasi.

D. Evaluasi
1. Pola napas kembali efektif
2. Terhindar dari resiko cedera
3. Tidak terjadi hambatan dalam komunikasi
4. Citra tubuh klien meningkat

16
16
17

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Myasthenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat myasthenia gravis dapa
mempengaruhi orang orang disegala umur. Namunlebih sering terjadi kepada wanita
sehingga kita sebagai perawat harus dimana terjadi kelemahan otot – otot secara cepat
dengan lambatnya pemulihan bisa menentukan diagnose keperawatan pada pasien dengan
miastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan
masalah tersebut.

B. Saran

Sebagai perawat disarankan memberikan dukungan kepada pasien dan


menganjurkan pasien maupun keluargauntuk tidak putus asah pada kemungkinan
terburuk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk melakukan terapi yang
dianjurkan, selain itu perawat harus juga memperhatikan personal hygiene untuk
mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada
penderita myasthenia gravis.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, F. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S (31 TAHUN) DENGAN


MYASTENIA GRAVIS DIRUANG AZALEA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr.
HASAN SADIKIN BANDUNG (Doctoral dissertation, Universitas Aisyiyah Bandung).

Ida, H. L., & Kalanjati, V. P. (2015). Myastenia Gravis. 28(1), 6–11.

Julianti, E., Madiadipoera, T., Anggraeni, R., Purwanto, B., & Ratunanda, S. S. (2016).
Peningkatan functional oral intake dan kualitas hidup pada pasien miastenia gravis pasca
rehabilitasi menelan. 46(1), 79–86.

Anda mungkin juga menyukai