Anda di halaman 1dari 17

Makalah Keperawatan Medikal Bedah 2

TRAUMA MEDULLA SPINALIS

Oleh :
Kelompok 9 Kelas III B
 Al Ansar Umar
 Nur Afia Fachrudin
 Riyani Bau

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN GORONTALO
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT,
shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari
alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah  Keperawatan
Medikal Bedah 2 pada Program Studi DIII-Keperawatan, dengan ini penulis
mengangkat judul “Trauma Medulla Spinalis”. Dalam penulisan makalah ini,
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran
yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 11 Agustus 2021

Kelompok 9
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN                                                                                                 
A.  Latar Belakang.............................................................................................................
B.  Rumusan Masalah........................................................................................................
C.  Tujuan..........................................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN                                                                                                    
A. Pengertian Trauma/Cedera Medulla Spinalis..............................................................
B. Pengertian atau EtiologiMedulla Spinalis...................................................................
C. Patofisiologi ...................................................................................................
D. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis ..................................................
E. Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis ...............................................................
F. Manifestasi Klinis ..........................................................................................
G. Tanda dan Gejala ........................................................................................
H. Prognosis .....................................................................................................
I. Komplikasi ..................................................................................................
J. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang ....................................
K. Penatalaksanaan ...............................................................................................

BAB III PENUTUP                                                                                    


A.    Kesimpulan................................................................................................................
B.    Saran..........................................................................................................................

Daftar Pustaka....................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma spinal atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda.
Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini sering mengakibatkan
penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau
paraplegia.
Data epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian
(insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya.
Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat
terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi
trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada
usia decade 3 (Japardi, 2002).
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering
dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, oleh karena itu, evaluasi dan pengobatan
pada cedera tulang belakang, spinal cord, dan nervous roots memerlukan pendekatan
yang terintegrasi. Diagnosa ini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment
dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitasi spinal
cord dan kemajuan perkembangan multidispliner tim trauma dan perkembangan metode
modern dari fungsi cervical dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal
masyarakat (Japari, 2002).
Melihat fenomena semacam ini, tenaga medis, kususnya perawat sangat perlu
mendapatkan pengetahuan dan pelatihan mengenai penanganan pasien trauma spinal
agar nantinya dapat merencanakan asuhan keperawatan yang tepat sehingga dapat
mengurangi kompilkasi dan meningkatkan kesehatan optimal pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis?
2. Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
3. Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula Spinalis?
4. Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
5. Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula Spinalis?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang dapat
dilakukanpada kasus Cedera Medula Spinalis ?
7. Bagaimana Penatalaksanaandan Pengobatan yang dapat dilakukan pada kasus
Cedera Medula Spinalis ?
8. Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus Cedera
Medula Spinalis ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar manajemen
keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh manusia yang
diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui bagaimana konsep
penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana Asuhan Keperawatannya..
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.
b. Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula Spinalis.
c. Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula Spinalis.
d. Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
e. Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus Cedera Medula
Spinalis..
f. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus
Cedera Medula Spinalis.
g. Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
h. Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus
Cedera Medula Spinalis.
i. Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persarafan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis


Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan
saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal
yang keluar dari kanalis vertebralismelalui foramen
inverterbra.Terdapat 8 pasang saraf servikalis,12 pasang
torakalis,5 pasang lumbalis,5 pasang sakralis,dan 1
pasang saraf  kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang
adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai
jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan
susmsum tulang belakang atau spinal kord. .Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal
pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf
frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan
mekanik dapat digunakan. (Muttaqin, 2008).

B. Penyebab atau EtiologiMedula Spinalis


Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Lewis
(2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh
beberapa hal yaitu:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila
tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula
atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-
berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya
oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

C. Patofisiologi
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak
cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Fraktur pada
cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan
dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio,
kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan
perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan
mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri
hebat dan akut anestesi.
Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung
kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial
komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena:
jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia dengan
kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4
dan C-5 akan terjaditetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru,
ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7
pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang
memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan
pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan
menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi
paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen
masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut
akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
D. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis
Ada 4 mekanisme yang mendasari :
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling berat
disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang
dan cedera hiperekstensi.
2. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkan gangguan jaringan
biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medulla spinalis menurun
sesuai usia yang meningkat.
3. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler
lebih lanjut serta aliran balik vena yang menyertai cedera primer.
4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain pada
sistem arteri spinal posterior atau anterior.
Kecelakaan mobil atau terjatuh olahraga, kecelakaan industri, tertembak peluru,
dan luka tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal. Sebagian besar pada medulla
spinal servikal bawah (C4-C7,T1) dn sambungan torakolumbal (T11-T12, L1). Medula
spinal torakal jarang terkena.

E. Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis


Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut:
1. Cedera fleksi: cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum
posterior, kemudian dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus
vertebra sehingga mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera seperti
ini dapat dikategorikan sebagai cedera yang stabil.
2. Cedera fleksi-rotasi: beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum
posterior (terkadang juga dapat melukai prosesus artikularis) lalu, cedera ini akan
mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang dihubungkan dengan
slice fracture korpus vertebra. Cedera ini digolongkan sebagai cedera yang paling
tidak stabil.
3. Cedera ekstensi: cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis
anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher.
Selama kolumna vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong
stabil.
4. Cedera kompresi vertikal (vertical compression): cedera kompresi vertical
mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan burst
fracture.
5. Cedera robek langsung (direct shearing): cedera robek biasanya terjadi di daerah
torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu
vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
2. Paraplegia
3. Tingkat neurologik
4. Paralisis sensorik motorik total
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
6. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
7. Penurunan fungsi pernafasan
8. Gagal nafas
9. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
10. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
11. Biasanya terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan
tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
12. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
13. Kehilangan kesadaran
14. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
15. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

G. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah
trauma terjadi secara parsial atau total.(Gbr.9) Berikut ini adalah manifestasi
berdasarkan lokasi trauma :
1. Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien
meninggal.
2. Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku
yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis.
3. Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan
fleksi sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
4. Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis
kaki.
6. Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
7. T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut.
8. Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya
nyeri dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.
9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol bowel dan bladder
secara total. Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord injury, manifestasi
yang mungkin muncul antara lain total paralysis, hilangnya semua sensasi dan
aktivitas refleks (Merck,2010).
Tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi
daerah di jaringan sekitarnya
4. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema
6. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang
8. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan
atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
9. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

H. Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk
sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang
untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien
mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90%
penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang sangat
rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari 72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations sangat bervariasi,
tergantung pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya kerusakansaraf tulang
belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahandan
keefektifan pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali beberapafungsi
motorik, terutama dalam enam bulan pertama, meskipun mungkinada perbaikan lebih
lanjut yang perlu diamati diamati di tahun akan dating.(Tidy, 2014)

I. Komplikasi
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending
pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan
kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah
dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya
cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi
komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas
4. Hiperfleksia autonomik
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti nasal,
bradikardi dan hipertensi.

J. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


1. CT SCAN
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal
dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar
antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai
96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.
2. MRI
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal .
MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula
spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan. Namun pada salah
satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa herniasi diskus pada sekitar
10 % subjek tanpa keluhan , sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus
dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit , keluhan maupun pemeriksaan
klinis.
3. EMG
Pemeriksaan Elektromiografi ( EMG) mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai
gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi
radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi
atau kompresi .

K. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam
posisi lurus: pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk
mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila
memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang
meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada
tengkorak, tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikal stabil ringan; pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang
Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-X
ditemui spinal tidak aktif.
Intervensi bedah Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak dapat
dikurangi dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal,
cedera terjadi pada region lumbar atau torakal, status neurologis mengalami
penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres
medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89). Tindakan-tidakan untuk mengurangi
pembengkakan pada medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid
intravena.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian fisik didasarkan pada pemeriksaan pada neurologis,
kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang
terkena:syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi
seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya,
perubahan fungsi defekasi; kaji perasaan pasien terhadap kondisinya; lakukan
pemeriksaan diagnostik; pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing,
Circulation) agar kondisi pasien tidak semakin memburuk.
3. Farmakoterapy.
a. Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf. Dokter
mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika sakit tergolong
parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal
dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu
golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik
(penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid"
digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga
memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika"
b. Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid adalah
kelas obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat
mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit". 
c. Fisioterapi 
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan
secara manual maupun dengan menggunakan peralatan.Seorang terapi fisik
dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang memperkuat dan
meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk mengurangi tekanan pada
saraf.
d. Stimulasi Listrik 
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation) perangkat di gunakan  untuk merangsang saraf melalui
permukaan kulit. Tens adalah salah satu dari sekian banyak
modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk mengurangi nyeri dengan
mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan merangsang saraf tertentu
sehingga nyeri berkurang, tanpa efek samping yang berarti. 
e. Ultrasound 
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara
dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek
terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang 
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada satu
bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan. 
4. Pencegahan.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer.
Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah berikut
perlu dilakukan :
a. Menurunkan kecepatan berkendara.
b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
d. Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
e. Mengajarkan penggunaan air yang aman.
f. Mencegah jatuh.
g. Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).Penyebab dari
Trauma medulla spinalis yaitu:kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga,
menyelam,luka tusuk, tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula spinalis atau
sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang.
Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian yang secara langsung dapat
mengakibatkan terjadinya kompresi pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat yang
tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan jika mengenai
saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot. Cedera medula spinalis ini
terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio
atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi
darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma
medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan.
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan pemberian obat
kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika terjadi gangguan maka perlu
diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula spinalis adalah
melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya pemberian asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah memperhatikan posisi dalam mobilisasi
pasien sehingga tidak memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis
berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah dalam
memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat
menyebabkan kematian

B. Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi dimasyarakat.
Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada siapa saja dan dimana saja.
Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan setiap aktivitas agar
tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat menjaga
kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis dapat
terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat melakukan perawatan seperti yang
telah tertulis dalam makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume
2.  Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta :
EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume
2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition,
JB Lippincott Company, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai