Anda di halaman 1dari 106

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis


yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara,
dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian
ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera.
Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu
banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis
pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama.
Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih
besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak
terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan
kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan
pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause). Klien yang mengalami trauma medulla spinalis
khususnya bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk
mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi trauma spinal
seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas, pneumonia dan
hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk
dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.

Trauma Medula Spinalis| 1


Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula
spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek
medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai
hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis /
tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi
sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan
gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi
seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan
pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
Dalam kasus pra rumah sakit, penanganan pasien dilakukan setelah
pengkajian lokasi kejadian dilakukan. Apabila pengkajian awal lokasi kejadian
tidak dilakukan maka akan membahayakan jiwa paramedik dan orang lain di
sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat. Dalam kasus ini, kematian
muncul akibat tiga hal: mati sesaat setelah kejadian, kematian akibat
perdarahan atau kerusakan organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan
kegagalan fungsi organ-organ vital
Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian,
biasanya akibat cedera kepala hebat, cedera jantung atau cedera aortik.
Kematian akibat hal ini tidak dapat dicegah. Kematian berikutnya mungkin
muncul sekitar sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase ini
biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural, hemo atau
pneumothorak, robeknya organ-organ tubuh atau kehilangan darah. Kematian
akibat cedera-cedera tersebut dapat dicegah. Periode ini disebut sebagai
“golden hour” dimana tindakan yang segera dan tepat dapat menyelamatkan
nyawa korban.

Trauma Medula Spinalis| 2


Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah kejadian dan biasanya
diaklibatkan oleh sepsis atau kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan
segera untuk mengatasi syok dan hipoksemia selama ‘golden hour’ dapat
mengurangi resiko kematian ini.
Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk bekerja secara
cepat dan tepat, paramedik harus tetap mengutamakan keselamatan dirinya
sebagai prioritas utama sebelum menyentuh pasien. Pasien ditangani setelah
lokasi kejadian sudah benar-benar aman untuk tindakan pertolongan.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya makalah yang
berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?


1.2.2 Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis ?
1.2.3 Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis ?
1.2.5 Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
1.2.6 Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula
Spinalis?
1.2.7 Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan
Penunjang yang dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula
Spinalis ?
1.2.8 Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
1.2.9 Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
1.2.10 Bagaimana Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan ?

Trauma Medula Spinalis| 3


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum


Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada
tubuh manusia yang diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta
mengetahui bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis
dan bagaimana Asuhan Keperawatannya..

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.


1.3.2.2 Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis
1.3.2.3 Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera
Medula Spinalis.
1.3.2.4 Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera
Medula Spinalis.
1.3.2.5 Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.6 Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus
Cedera Medula Spinalis..
1.3.2.7 Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.8 Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.9 Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.10 Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Trauma Medula Spinalis| 4


1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera
Medula Spinalis yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem
susunan saraf terutama pada struktur medula spinalis yang dapat terjadi
akibat berbagai sebab, sehingga dengan begitu mahasiswa dapat dengan
mudah untuk melakukan asuhan dan tindakan serta penanganan keperawatan
yang tepat terkait cedera medula spinalis tersebut

1.5 Metode Penulisan


Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode
perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan dan pengumpulan data-
data pada buku dan internet yang berkaitan dengan pembahasan pada cedera
medula spinalis. yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf
pusat.

Trauma Medula Spinalis| 5


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-


masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang
torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf  kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus,
tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord.
.Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai
mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang
maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan. (Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang
diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf
pusat dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung
dari keadaan komplet atau inkomplet.

Trauma Medula Spinalis| 6


Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi
ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebebkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia
(Fransisca B.Batticaca,2008 : 30).
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2001). Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan
sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh
manusia yang diklasifikasikan sebagai :

a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)


b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan


medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur  atau pergeseran satu atau
lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya
termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga
mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum
longitudainalis posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke
kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah
kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada
usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini
seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau
duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang
(biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar,
robeknya bagaian pada tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/
dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426)

Trauma Medula Spinalis| 7


Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi
konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi
perubahan sensasi, dan syok neurogenik. (Campbell, 2004 ; 130)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan
medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau
lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya
termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga
mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda Juall,carpenito,edisi 10 ).
Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang
belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan
pertama dan transportasi ke rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara
hati-hati. Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang dan sumsum tulang
belakang (medula Spinalis)
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur
atau cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak
didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik, terpilin atau tertekan.
Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap
tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya
separuhnya.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a. Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada
ekstermitas dan terjadi akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1)
keatas. Kerusakan pada level akan merusak sistem syaraf otonom
khsusnya syaraf simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan.
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi
modula karena kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).
c. Inkomplit  Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena
kerusakan dibawah segmen serfikan 6 (C6).
d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang
terjadi pada serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi
gangguan pernapasan.
e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi
akibat kerusakan pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.

Trauma Medula Spinalis| 8


2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)
TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia dijelaskan pada
diagram berikut.
Otak besar
Otak tengah
Otak Otak depan
Sistem saraf Jembatan Varol
pusat Otak kecil
Sistem saraf Sumsum lanjutan
Sadar Sumsum Sumsum tulang
Sistem saraf belakang
31 pasang saraf sumsum tulang
Sistem saraf tepi belakang (saraf spinal)
(kraniospinal) 12 pasang saraf otak (saraf
kranial)
Sistem saraf Sistem saraf simpatetik
tidak sadar
Sistem saraf parasimpatetik
(otonom)

1. Medula Spinalis

Trauma Medula Spinalis| 9


Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf
pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen
magnum ke bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat
bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan
secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula
spinalis dengan quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya
saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang
saraf skralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis
dengan perantaran dua radiks, radik posteriol atau dorsal  (sensorik) dan radik
anterior atau ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran,
yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen
atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medulla spinalis
terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan
tonjolan – tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer
ke medulla spinalis. Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla
spinalis dalam kolumna anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya
membentuk serabut-serabut radiks ventral yang berjalan menuju ke otot dan
kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan bersatu
membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu
mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.

Trauma Medula Spinalis| 10


Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan
segmen-segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma.
Bagian ventral merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian
utama yang membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan
ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali
bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk
jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus
servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf
servikal yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang
mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu cabang yang
penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini
mempersarafi ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi
otot-otot abdomen bagian atas dan kulit dada serta abdomen. Pleksus
lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4 mempersarafi otot-otot dan
kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis dari
L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. Saraf
utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama
dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf
ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit
dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen
medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat
persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang
belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang.
Vertebrae itu berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian
dalam dan tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf
konektor yang tidak bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan
informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut saraf spinal, atau
sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum tulang
belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu,
materi putih yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf
(akson bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum
tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya.

Trauma Medula Spinalis| 11


Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran
(meninges). Di bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara
membran dalam dan membran tengah terdapat saluran tengah yang berisi
cairan serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi
sumsum tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau pelindung
dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi


melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh,
yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-
masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
A. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua
(axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata
cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus
spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk
ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang,
memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga
pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.

Trauma Medula Spinalis| 12


e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.

Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna


vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis
melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu
torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung
aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin
dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang
panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang
menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang
ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil
menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan
berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang
rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan
memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti
waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat
badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas
pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada
iga.

Trauma Medula Spinalis| 13


1. Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal,
sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf
sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan
menjadi:
a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical) ( C1 sampai C8 )
Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior
saraf spinal C1 – C4
(2) Pleksus brakial C5 – T1 / T2 mempersarafi
anggota bagian atas, saraf yang
mempersarafi anggota bawah L2 – S3.
b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax) (T1 - T2 )
c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) ( L1 - L5 )
d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral) ( S1 - S5 )
e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).

Trauma Medula Spinalis| 14


Otot – otot representative dan segmen – segmen spinal yang
bersangkutan serta persarafannya:
1. Otot bisep lengan C5 – C6
2. Otot trisep C6 – C8
3. Ototbrakial C6 – C7
4. Otot intrinsic tangan C8 – T1
5. Susunan otot dada T1 – T8
6. Otot abdomen T6 – T12
7. Otot quadrisep paha L2 – L4
8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 – S2

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3
macam, yaitu:
1) Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher)
2) Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)
3) Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung
dan pinggang)

Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang


memanjang dari medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama
disebut medula spinalis

A. Struktur umum medula spinalis


1. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih.
Walaupun diameter medula spinalis bervariasi, diameter struktur ini
biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
2. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi
keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai
3. 31 satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui
foramina intervertebral
4. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua.
Saraf spinal bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda
mengarah ke bawah, disebut korda ekuina, muncul dari kolumna
spinlia pada foramina intervertebral lumbal dan sakral yang tepat.

Trauma Medula Spinalis| 15


a. Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda
b. Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piameter yang
melekat pada konus medularis ke kolumna vertebra
5. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang melapisi otak juga
melapisi korda
6. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura posterior (dorsal) yang
lebih dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi
bagian kanan dan kiri

B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-
abu yang diselubungi substansi putih
1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya
seperti huruf H
2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta
akson tidak termielinisasi
a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas
substansi abu-abu. Bagian ini mengandung badan sel yang
menerima sinyal melaluisaraf spinal dari neuron sensorik

Trauma Medula Spinalis| 16


b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah.
Bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim
impuls melalui saraf spinal ke otot atau kelenjar
c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan
anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian
ini mengandung badan sel neuron sistem SSO
d. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu disisi kiri
dan kanan melalui medula spinalis

C. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau satu radiks ventral.
Radiks dorsal terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang
memasuki korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan
membawa serabut motorik ke korda
1. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk
tujuh sampai sepuluh cabang radiks
2. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medula spinalis
menyatu untuk membentuk saraf spinal
3. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang
mengandung sel neuron sensorik

Trauma Medula Spinalis| 17


D. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri dari akson
termielinisasi dibagi menjadi funikulus anterior, posterior, lateral. Dalam
funikulus terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama sesuai
dengan lokasi, asal dan tujuannya.
1. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke
otak. Bagian penting traktus asenden meliputi:
A. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan reseptor peraba
masuk ke medula spinalis melalui radiks dorsal (neuron I).
Akson memasuki korda, berasenden untuk bersinaps dengan
nuklei grasilis dan kuneatus di medula bagian bawah (neuron
II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinaps
dalam talamus lateral (neuron III). Terminasinya berada pada
area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai
sentuhan, tekanan, vibrasi, dan tendon otot

Trauma Medula Spinalis| 18


B. Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik (kesadaran
akan posisi tubuh) pada otot dan tendon memauki medula
spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam
tanduk posterior (neuron II). Akson berasenden disisi yang
sama atau berlawanan dan berterminasi pada korteks
serebral
b. Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral membawa informasi
mengenai gerakan dan posisi keseluruhan anggota gerak

C. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)


a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus spinoserebelar dorsal
memiliki awal dan akhir yang sama dengan impuls dari
traktus spinoserebelar ventral, walaupun demikian, akson
pada neuron II dalam tanduk posterior bersenden disisi yang
sama menuju korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi
mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi
tubuh, keseimbangan, dan arah gerakan)

D. Traktus spinotalamik ventral (anterior)


a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk
ke medulla spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan
bersinaps dalam tanduk posterior disisi yang sama (neuron
II). Akson menyilang kesisi yang berlawanan dan berasenden
untuk bersinapsis dalam talamus (neuron III). Akson
berujung dalam area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral membawa informasi
mengenai sentuhan, suhu dan nyeri

Trauma Medula Spinalis| 19


2. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik dari otak ke
medulla spinalis dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus
motorik yang penting meliputi:
A. Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks
serebral. Akosn berdesenden ke medulla tempat sebagian
besar serabut berdekusasi dan terus memanjang sampai ke
tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui
interneuron dengan neuron motorik bagian bawah (neuron
II) dalam tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng
ujung motorik otot rangka.
b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls
untuk koordiasi dan ketepatan gerakan volunter

B. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior)


a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel piramidal pada
area motorik korteks serebral dan berdesenden sampai ke
medulla spinalis. Disini akson menyilang ke sisi yang
berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara langsung
maupun melalui interneuron dengan neuron II dalam tanduk
anterior
b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang
sama dengan traktus kortokospinal lateral. Traktus tersebut
menghantarkan impuls untuk koordinasi dan ketepatan
gerakan volunter.

C. Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari


pusat lain, misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan
area subkortikal di otak
a. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular (neuron I)
dan berujung (neuron II) pada sisi yang sama dineuron
motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medula spinalis.
Impuls memberikan semacam pengaruh fasilitas pada
ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan

Trauma Medula Spinalis| 20


suatu pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan
tonus otot
b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular
lateral dalam medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi
yang sama untuk untuk berujung (neuron II) pada tanduk
anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot
dalam aktivitas refleks
c. Traktus vestibulospinal medial baerasal dari nukleus
vestibular medial dalam medula dan menyilang ke sisi yang
berlawanan untuk berakhir pada tanduk anterior. Traktus ini
tidak berdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini
berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher
d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak
tengah, traktus olivospinal yang berasal dari olive inferior
medula dan traktus tektospinal yang berasal dari bagian
tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus
otot.

Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal
ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf
tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi
ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron
eferen.
1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen
intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi 4 divisi
a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui
foramen sama yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi
meninges, pembuluh darah medula spinalis dan ligamen vertebralis
b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar kearah
posterior untuk mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang
kepala, leher, dan pada trunkus di regia saraf spinal
c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian
anterior dan lateral pada trunkus dan anggota gerak

Trauma Medula Spinalis| 21


d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini memiliki ramus
komunikans putih dan ramus komunikans abu-abu yang membentuk
hubungan abtara medula spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis
SSO

2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus


ventral seluruh saraf spinal, kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal
saraf intercostae
a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks
pertama- C1, C2, C3, C4- dan sebagian C5. Saraf ini menginversi
otot leher, dan kulit kepala, leher serta dada. Saraf terpenting yang
berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik yang menginversi
diagfragma
b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5, C6,
C7, C8, dan saraf toraks pertama T1 dengan melibatkan C4 dan T2.
Saraf dari pleksus brakhial mensuplai lengan atas dan beberapa otot
pada leher dan bahu
c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3, L4
dengan bantuan T12. Saraf dari pleksus ini menginversi kulit dan
otot dinding abdomen, paha dan genetalia eksternal. Saraf terbesar
adalah saraf femoral, yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit
pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah
d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2, dan
S3, serta konstribusi dari L4, L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini
menginversi anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal, saraf
terbesar adalah saraf sklatik
e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal
koksiks, dengan konstribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan
awal saraf koksiks yang mensupali regia koksiks.

Trauma Medula Spinalis| 22


Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua
buah akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap
akar anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan
sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu
baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak
paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang
akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar
posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum
tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum tulang
belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang
dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut satu sama
lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang
melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera
bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang
penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot
punggung sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan
mempersarafi semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak
serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk
persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan
(plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek
ke arah bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan
tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-
anggota gerak bawah dan untuk panggul sebuah anyaman yang disebut
plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa cabang pendek ke
arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai
atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini
terletak di bidang posterior tulang paha.

Trauma Medula Spinalis| 23


Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula
ablongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir
diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis
meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis
dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong
durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang
berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura
anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura
sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani
anggota badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk
saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut
menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya
menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf
penghubung menghantarkan impuls-impuls menuju karnu
anterior medula spinalis.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang
menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut
sarag motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang
oleh impuls saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila
terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada
daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis
pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak
bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

Trauma Medula Spinalis| 24


B. Sendi Kolumna Vertebra
Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang diletakkan
diantara setiap dua vertebra, dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan didepan
dan dibelakang badan-badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa
otot disetiap sisi membantu kestabilan tulang belakang sepenuhnya.
Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal
dari tulang rawan fibrosa yang terdapat diantara badan vertebra yang dapat
bergerak

C. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan
saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa
membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan
medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan
duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa,
Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh
darah, nyambung dengan medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan
duramater disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung
banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan
arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF.
Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada
rongga ini terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar
syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak
yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura,
juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke
kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid
mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter,
tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.

Trauma Medula Spinalis| 25


Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang
berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid
tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang
subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna
magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya
adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di
permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina
terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat
sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna
interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang
merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan
selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid
dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan
serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
1. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat
jaringan ikat yang mengandung  kapiler-kapiler halus yang
mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural
2. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang
mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang
subdural .

D. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan
salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis
terhadap trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume
otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)
dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra
sel maupun intra sel.

Trauma Medula Spinalis| 26


Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau
500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml
dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,
sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal
tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar
patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat
membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga
untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan
prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan
yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa,
mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test
sensitivitas antibiotika.

E. Suplai Darah Medula Spinalis


Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri
vertebralis (arteri spinatis anterior dan posterior serta cabang-cabangnya) dan
dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang berasal dari aorta torakalis
dan abdominalis (arteri radikularis dan cabang-cabangnya). Dari tempat
percabangannya pada arteri vertebralis disepanjang medula, arteri spinalis
anterior dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu:
1) arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2)
arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis
sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan
disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri.
Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan
otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam
spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus
yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.

Trauma Medula Spinalis| 27


Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini
berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai
pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus
magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula
oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri
vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian
berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri
posterior kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah
facies convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai
setinggi sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies
medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri.
Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran
darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang
berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal
dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk
Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak.
Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri
media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri
posterior.

F. Refleks Spinal

Trauma Medula Spinalis| 28


Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu
stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan
seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan
refleks somatis dan Refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau
kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.

G. Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan. Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau
respons sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik,
seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu
respons refleks terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk
diregangkan, otot ini akan kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks
regang. Rangsangan yang membangkitkan refleks regang adalah regangan
pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu.
Reseptor refleks ini adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang
tercetus oleh kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik
penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-neuron motorik yang
mempersarafi otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps pusat adalah
glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling
banyak digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di
tendon patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang
otot quadriseps femoris, akibat ketukan pada tendon akan meregangkan otot.
Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps diregang secara manual
(Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron
motorik ke suatu otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan
disebut flaksid. Otot yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai
tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya refleks regang yang
hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat area yang sering kali
di salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik bila
pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi.

Trauma Medula Spinalis| 29


Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen
adalah klonus. Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang
teratur dan berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus
pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus ini dimulai dengan
dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya adalah plantarfleksi
pergelangan kaki berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit
atau dengan peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai
gerakan menarik diri hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya.
Karena itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif. Respons menarik diri dari
fleksi ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan
ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri sangat kuat,
refleks ini menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua
kegiatan refleks lain yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).

H. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm
dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat
alur yang dangkal secara longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus
dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis
melalui foramen intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal
diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital
dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan
kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang
vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf
spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen
yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula
spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat–serat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis),
sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan
(radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf

Trauma Medula Spinalis| 30


spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf
spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5
pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut
interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu
interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam
menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen
tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi
sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.

Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:


1. Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan
sekitarnya.
2. Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak
belakang dalam trungkusnya.
3. Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus
anterior.
4. Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah
bagian posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot
anconeus, otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah
dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan
bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.
5. Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot
subclavius, Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6,
dan C7, mempersarafi otot serratus anterior.
6. Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot
deltoideus dan otot trapezius, otot latissimus dorsi.
7. Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum
humeri.
8. Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan
C6, mempersarafi otot subclavius..
9. Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5,
mempersarafi otot rhomboideus major dan minor serta otot
levator scapulae,

Trauma Medula Spinalis| 31


10. Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior,
mempersarafi otot supraspinatus dan infraspinatus.
11. Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
12. Nervus intercostalis
13. Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
14. Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit
sisi medial lengan atas.
15. Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi
medial lengan bawah.
16. Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan
bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah
medial.
17. Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus
medianus.
18. Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi
otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii.
Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis
dari lengan atas.
19. Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari
ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus.
20. Nervus transverses colli
21. Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan
berdekatan menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas
dengan lamina terminalis,
22. NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan
letaknya.
23. Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada
medulla spinalis.
24. Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal,
atau kelamin manusia.
25. NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada
medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas
major setinggi vertebra lumbalis ¾.
26. Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas,
bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.

Trauma Medula Spinalis| 32


27. NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan
otot paha.
28. NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan
paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang
lebih tinggi.
29. Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
30. NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi
bagian (s2 dan s3) pada bagian lengan bawah.
31. Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan
ujung spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus
menyarafi otot levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ),
sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.

Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis


Jumlah Medula spinalis Menuju
daerah
7 pasang Servix Kulit kepala, leher dan otot
tangan, membentuk daerah
tengkuk.
12 pasang Punggung/toraks Organ-organ dalam, membentuk
bagian belakang torax atau
dada.
5 pasang Lumbal/pinggang Paha, membentuk daerah lumbal
atau pinggang.
5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari kaki,
membentuk os sakrum (tulang
kelangkang).
1 pasang Koksigeal Sekitar  tulang  ekor, membentuk
tulang koksigeus (tulang tungging)
(Sumber: Sistem Saraf I « Andienchandra’s Blog.htm)

Trauma Medula Spinalis| 33


Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu,
maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa
menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak
bawah (kaki).

Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak
sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di
atur oleh otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol
aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem
pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.

Trauma Medula Spinalis| 34


Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut.
1. Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron
sensori ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls
saraf dari dan ke otak).
2. Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum
tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks.
3. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

Trauma Medula Spinalis| 35


2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang


mengenai tulang belakang dimana trauma tersebut melampaui batas
kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah
torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan
dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat
beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau
tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan sekunder pada
sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana  iskemia.iskamia
disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang
merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi
dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan
apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari
jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.
A. Etiologi cedera spinal adalah:
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah
raga, luka tusuk atau luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati,
myelitis, osteoporosis, tumor.

Trauma Medula Spinalis| 36


Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari
cedera  medula spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi
patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya
tulang. (Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla
spinalis slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan
mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis
yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia,
tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil
atau sepeda motor.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis


1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan
pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan
bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena
faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause).
3. Status Nutrisi

Trauma Medula Spinalis| 37


2.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis
tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak
langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis
disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari
tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada
tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada
waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti
secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam dan
masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi.
Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau
menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak
berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh
kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan
medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat
dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di
medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat
mematahkan / menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi
transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena
(segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia
adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh dari
jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau
fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.

Trauma Medula Spinalis| 38


Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra
meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah
yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat
sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan
abses didalam kanalis vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis
dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna
5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri
radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks
terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik
pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi
medula (baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap
medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke
extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera
Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria  medula
spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera
pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu
rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan
mielin dan akson.

Trauma Medula Spinalis| 39


Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis
pada tingkat cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah
cidera. Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa
metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-
obat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan
sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang
belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa  patah
tulang sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang
belakang dapat berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa perdarahan.
Blok syaraf simpatis pelepasan mediator  kimia iskemia, dan hipoksemia, syok
spinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis
umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla
spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat
paha dan bagian dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior
paha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah karena


hiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau
kombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area
cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi – deselerasi. Cedera
akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan atau tarikan yang berlebihan,
kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba – tiba.

Trauma Medula Spinalis| 40


Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk,
hematoma, edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada
spinal. Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter
menurunkan perfusi vaskuler dan menurunkan kadar oksigen dan
menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut
mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam
white matter akan kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan
kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam
jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 enit setelah trauma,
meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine
disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock)
yaitu terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan
pemotongan komplit rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan
menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis
kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu sampai
beberapa bulan (3 – 6 minggu).
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur
kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan
kompresi medula spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan
bermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf sesuai segmen dari
tulang belakang servikal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera Fungsi yang Hilang
C1 –C 4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke
bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya
bowel dan blader.
C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah.
Hilangnya sensasi di bawah klavikula. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.
C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan
lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan
jempol.

Trauma Medula Spinalis| 41


C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu,
siku, pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi
lebih banyak pada lengan dan tangan
dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami
fungsi yang sama dengan C5.
C8 Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari
lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai
di bawah dada.
T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di
bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta mengalami kerusakan. Hilangnya
kontrol bowel dan blader.
T6 – T12 Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di
bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna
tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.
L1 – L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.
Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah
dan tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.
L4 – S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal
paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel
dan blader.
S2 – S4 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.
Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum.
Pada keadaan awal terjadi gangguan bowel dan
blader.

Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan
tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan
biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat
mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari
oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus
intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua-

Trauma Medula Spinalis| 42


pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis,
dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan
memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga
kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus
dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra menjadi baji; ini
adalah cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling
sering ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil
dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas badan vertebra
dibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung
pada torakal atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang
akan mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur
kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada
segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan
dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung
mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra
menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst Fracture, kerusakan pada
badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan lebih parah di
mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian
dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla
spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system,
diantaranya :

1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan


terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf
ini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada
ekstremitas.

Trauma Medula Spinalis| 43


2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis
yang akan menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi
peradangan tersebut akan melepaskan mediator kimiawi yang
menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul
berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang apabila
berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi
peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema
yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan
oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami
hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi
peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system
eliminasi urine.
3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang
belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan
sehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan menurun,
dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan
mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia


dewasa yang memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yang
mendapat kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda
yang mengalami cedera leher saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan
medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi lengkap dan medulla spinalis
dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan
kehilangan fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau
melompat dari ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan
mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus dan
fragmen tulang dapat masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks vertebra
umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan edema dan
perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi
sensasi.

Trauma Medula Spinalis| 44


Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada kerusakan
struktur kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis,
torakalis, lumbal dan sakral, serta kompresi medula spinalis pada setiap
sisinya yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks dan distribusi saraf
sesuai segmen dari tulang belakang.
Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera spinal stabil
maupun tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya
tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak
dan risikonya lebih rendah.
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran
lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior
(pedikulus, sendi-sendi permukaan, komponen pertengahan dan kolumna
anterior.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal
pada C5 dan C6. Jika mengenai spina torakalumbar, terjadi pada T12-L1.
Fraktur lumbar adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakng bagian
bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur vertebra, kerusakan
pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.

1.5 Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis

1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi

2. Fleksi dan rotasi


Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur
faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di
atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.

Trauma Medula Spinalis| 45


3. Kompresi Vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang
akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk
dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah).
Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi
bersifat stabil

4. Hiperekstensi atau retrofleksi


Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada
vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami
kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat
stabil.

5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra,
dan sendi faset.

6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang
dan terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang

Trauma Medula Spinalis| 46


Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell
(2004 ; 131) :
1. Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
2. Hiperfleksi
Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
3. Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada
leher atau batang tubuh.
4. Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga
terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
5. Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari
kolumna spinalis.
6. Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

Faktor yang membedakan cedera medulla spinalis dengan cedera


kranio serebral adalah:

1. Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang


penting dalam suatu struktur yang diameternya relative kecil.
2. Posisi medulla spinalis dalam kolumna vertebralis
3. Adanya osteofit
4. Fariasi suplai pembuluh darah

Trauma Medula Spinalis| 47


Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula spinalis, ada
4 mekanisme yang mendasari:
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing,
dan hematoma. Kerusakan paling berat disebabkan oleh
kompresi tulang, kompresi dari fragmen korpus vertebra yang
tergeser ke belakang, dan cedera hiperekstensi.
2. Tarikan/regangan jaringan: regangan yang berlebihan yang
menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. 
Toleransi regangan pada mendula spinalis
menurun sesuai dengan usia yang bertambah.
3. Edema medula spinalis timbul segera dan menimbulkan
gangguan sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena,
yang menyertai cedera primer.
4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh
tulang atau struktur lain pada sistem arteri spinalis posterior atau
anterior.

Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada


sumsum tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah:
a. Transeksi tidak total.
Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi
karena terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra
yang mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi
perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomielia.
b. Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan
fraktur dislokasi. Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi
yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah
trauma.

Trauma Medula Spinalis| 48


1.6 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides


mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil.
Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau
lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil
mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury),
dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan
untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus
neural intak serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang,
terutama ligament longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan
oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna
tulang belakang dan paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta
lumbal (fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi
akut pada tulang belakang).
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra
torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik
tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan
penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama
beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi
terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia
simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips
dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan
ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan
tidak lazim ditemukan.
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini
stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan
pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.

Trauma Medula Spinalis| 49


c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1)
protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura
ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori
yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di
tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa
minggu. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan
neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam
kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang
lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik,
pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-
gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong
vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan
direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus
dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior,
lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau
graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah
dekompresi.

2. Cedera Tidak Stabil


Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini
disebabkan oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi
yang cukup untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak
keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun
oleh dislokasi sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi – Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura
dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera
ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati
untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini
paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan
berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan
neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama

Trauma Medula Spinalis| 50


CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser
dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik
diindikasikan.
b. Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat
trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah.
Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia
lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah
lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas
yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani
seperti pada cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera
sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura
biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.

Klasifikasi trauma Medula Spinalis
Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi
mendula spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau
sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis
dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark
pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral,
akibat dari tekanan pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah  kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata,
ligament dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan
reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi
kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka
tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

Trauma Medula Spinalis| 51


2.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi. Kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya
fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock
spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang
belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini
umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya
adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan
fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.
Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula
pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan
gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot
lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada
kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price &Wilson
(1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada
umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh
hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh
ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang
memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan
keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang
sekonyong-konyong di hiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese
parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas
atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1 dan 2
mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi,
impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa (Aston. J.N,
1998).

Trauma Medula Spinalis| 52


Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf
yang terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya
patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih,
penurunan keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah
diawalai dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas
bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

Trauma Medula Spinalis| 53


2.8 Tanda dan Gejala
Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi: Flaccid
paralisis dibawah batas luka, hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya
reflek-reflek spinal dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor
(Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah batas luka, inkontinensia urine dan
retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis spastic
Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak
simetrisnya hilangnya reflek dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh
dibawah batas luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel,
berkurangnya keluarnya keringat satu sisi tubuh.

Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis


Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat
kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya
hilangnya gerakan volunter, hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan
proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal
dan refleks autonom.
1.
1. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis
sehingga stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada
blader, refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit
transversal, dimana pasien trejadi ketidakmampuan melakukan
pergerakan.
2. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya
tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
3. Autonomik dysrefleksia

Trauma Medula Spinalis| 54


Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
4. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya impotensi,
menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi
tetapi tidak dapat ejakulasi.

Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai
berikut:
1) Pernapasan dangkal
2) Penggunaan otot-otot pernapasan
3) Pergerakan dinding dada
4) Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
5) Bradikardi
6) Kulit teraba hangat dan kering
7) Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana
suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
9) Kehilangan sensasi
10) Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
11) Adanya spasme otot, kekakuan

Menurut menurut Campbell (2004 ; 133)


1) Kelemahan otot
2) Adanya deformitas tulang belakang
3) Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
4) Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
5) Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
6) Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

Trauma Medula Spinalis| 55


2.9 Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai
harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi
selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian
fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat
berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula
spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat
terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang
sangat rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari
72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations
sangat bervariasi, tergantung pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya
kerusakansaraf tulang belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh
pencegahandan keefektifan pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia,
dan infeksisaluran kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali
beberapafungsi motorik, terutama dalam enam bulan pertama, meskipun
mungkinada perbaikan lebih lanjut yang perlu diamati diamati di tahun
akan dating.(Tidy, 2014)

Trauma Medula Spinalis| 56


2.10 Komplikasi
Efek  dari cedera kord spinal akut mungkin  mengaburkan penilaian  atas 
cedera lain dan mungkin  juga  merubah  respon terhadap terapi. 60% lebih
pasien dengan  cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala 
atau otak,  toraks,  abdominal, atau vaskuler.  Berat  serta jangkauan cedera
penyerta yang berpotensi didapat  dari penilaian primer yang sangat teliti dan
penilaian ulang yang  sistematik  terhadap pasien setelah  cedera  kord spinal.
Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan
syok. (Wikipedia, Maret, 2009).
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi
medula (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap
medula  (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes
keekstra dural, subdural, atau daerah subarakhloid pada kanal spinal. Setelah
terjadi kontisio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis
menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi
nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan
bertambahnya usia. Selain itu, serabut-serabut itu menjadi kasar dan
mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia
nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks saraf spinal.

1. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-
perdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan
menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis
meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf
didarah tersebut terhambat atau terjerat.

Trauma Medula Spinalis| 57


2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks
setinggi dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut
syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas
kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi
sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen
diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol
sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi
pembengkakan dan hipoksia yang parah.

3. Syok spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari
dua segmen diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang
adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum,
tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat
hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah
neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi
refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat
lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang
ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan
rektum.

4. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar
refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia
otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu
refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan
diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh
darah dan penngkatan tekanan darah sistem

Trauma Medula Spinalis| 58


Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akan
segera diketahui oleh baroreseptor. Sebagai respon terhadap pengaktifan
baroreseptor, pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi
parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg
melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi
pembuluh darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara
cepat memulihkan tekanan darah kenormal. Pada individu yang mengalami
lesi korda, pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut
jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera, namun saraf desendens tidak
dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis
dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi
200 mmHg sistolik, sehingga terjadi stroke atau infark  miokardium.
Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi
kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk
nyeri.
1. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada
transeksi korda spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas
dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan
disebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi
korda dibawah C6 dan disebut paraplegia. Apabila hanya separuh korda yang
mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
2. Autonomic Dysreflexia
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical. Bradikardia, hipertensi
paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal
stuffness
3. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita
kenikmatan seksual berubah
4. Syok hipovolemik

Trauma Medula Spinalis| 59


Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).


Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka
atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan
alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan
organ lain.

Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :


1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

Trauma Medula Spinalis| 60


2.11 Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:
a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah
pasien tiba di rumah sakit
b. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri
tekan, gangguan gerakan(terutama leher)
c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada
servikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
d. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit
neurologi harus dilakukan MRI atau CT mielografi.

Pemeriksan diagnostik dengan cara :


a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi),
unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun
struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada
ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan
dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh :
perubahan pada diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) :
mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien

Trauma Medula Spinalis| 61


dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma torakal
dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
h. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan
Hmt.
i. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat


setiap adanya kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan
diahnostik. Pada pemeriksaan radiologis servikal didapatkan:
1. Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak
ke depan
2. Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
3. Fraktur pada badan vertebra
4. Fraktur kompresi
5. Subluksasi pada tulang belakang servikal
6. Dislokasi pada tulang belakang servikal

Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
1. Diameter anteroposterior kanal spinal
2. Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
3. Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
4. Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
5. Ketinggian ruangan diskus intervertebralis

Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau


menglami penekanan disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang
sering kali disertai desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan
kurvatura aspek posterior yang normal dari badan vertebra. Fragmen-fragmen
tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam kanalis spinalis sehingga terjadi
defisit neurologis.

Trauma Medula Spinalis| 62


CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat
penyumbatan kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling sering
terjadi pada sambungan torako-lumbal dan biasanya disertai dengan
kerusakan pada bagian terbawah korda atau kauda ekuina. Klien harus
diperiksa dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar
saraf lebih jauh.

2.12 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
 Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada
kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula
spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk
mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk
mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan
spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati-
hati keatas papan untuk memindahkan memindahkan kerumah
sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medula spinais
ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus,
patah, atau memotong medula komplit.

Trauma Medula Spinalis| 63


Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pemindahan
pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka
pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya
jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan
ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan ini
tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien
harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur
dibawahnya.

b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula
spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit
neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi
dan kestabilan kardiovaskuler.

Trauma Medula Spinalis| 64


Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang
masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau
cedera lain yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati
komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut. Reabduksi atau
sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed).
Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang
belakang untuk melindungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi
internal,atau debridement luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan
tulang belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang
belakang, progresif, cedara yang tak dapat di reabduksi, dan
fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran
darah koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30
mg/kg BB diikuti 5,4 mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam
8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.
Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah
cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan
fungsi sensorik, motorik, dan penting untuk melacak defisit yang
progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi,
dan mecak keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi
atau baji dari badan ruas tulang belakang, fraktur proses
transverses, spinous,dan lainnya. Tindakannya simptomatis
(istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan
fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.

Trauma Medula Spinalis| 65


8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran,
fraktur memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus
dipertahankan.

a. Metode reabduksi antara lain:


a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang pada
tengkorak. Beban 20 kg tergantung dari tingkat ruas
tulang belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1
b) Menipulasi dengan anestensi umum
c) Reabduksi terbuka melalui operasi
b. Metode imobilisasi antara lain:
a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester
b) Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk
mempertahankan cedera yang sudah direabduksi
c) Plester paris dan splin eksternal lain
d) Operasi
9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil,
kerusakan neurologis disebabkan oleh:
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera
menyebabkan trauma langsung terhadap koral spiral atau
kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit
sebelumnya seperti spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.

Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis


yang tampak pada saat pertama kali diperiksa:
a) Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif.
b) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan kolar atau
sepit (caliper) dan diberi metil prednisolon.
c) Pemeriksaan penunjang MRI
d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis
servikal. Traksi tengkorak, dan metil prednisolon.

Trauma Medula Spinalis| 66


f) Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan
memburk maka lakukan mielografi.
h) Cedera tulang tak stabil.
i) Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imbolisasi,
melindungi dengan imobilisasi seperti penambahan perawatan
paraplegia.
j) Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti
imobilisasi untuk sesui jenis cederanya.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral dilakukan pada
saat yang sama.
l) Cedera yang menyertai dan komplikasi:
a) Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak, toraks,
berhubungan dengan ominal, dari vascular.
b) Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian, aspirasi
dan syok.

Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang


belakang yaitu :
A.    Pemeriksaan klinik secara teliti:
a) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi
motorik, sensorik, dan refleks.
b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang
menandakan adanya fraktur dislokasi.
c) Keadaan umum penderita.
B.    Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
a) Resusitasi klien.
b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
c) Perawatan kandung kemih dan usus.
d) Mencegah dekubitus.
e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian
rehabiIitasi lainnya.

Trauma Medula Spinalis| 67


Farmakoterapy.
a) Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf.
Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika
sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid,
atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-
inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk
membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga
memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis
narkotika"
b) Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid
adalah kelas obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat
dari kelasini dapat mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk
mengurangi peradangan yang disebabkan oleh berbagai penyakit". 

c) Fisioterapi 

Trauma Medula Spinalis| 68


Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan secara manual maupun dengan menggunakan
peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena
untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d) Stimulasi Listrik 
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan  untuk
merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu
dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk
mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya
dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa
efek samping yang berarti. 
e) Ultrasound 
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang
suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f) Traksi tulang 
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan
pada satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik
berlawanan. 

Trauma Medula Spinalis| 69


Terapifisik

a) Terapi fisik 
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di awal untuk menghindari
lebih parah kondisi. Penekanan akan di istirahat, mengurangi
peradangan, beban dan stres pada daerah yang terkena. Setelah
peradangan awal telah berkurang, program exercise dan penguatan
akan dimulai untuk mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan otot
yang terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan stabilitas pada
tulang belakang.
b) Akupunktur 
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang sangat tipis
pada titik tertentu pada kulit untuk menghilangkan rasa sakit. 
c) Stimulator KWD 
Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada pangkal jarum
akupunktur sehingga menghasilkan berbagai jenis getaran
rangsangan yang bertujuan untuk menstimulasi titik akupunktur/
acupoint. 
d) Chiropractic 
Perawatan terapi alternatif yang sangat umum untuk nyeri kronis dan
dapat membantu untuk mengobati sakit punggung, terapis
chiropractic menggunakan penyesuaian tulang belakang dengan

Trauma Medula Spinalis| 70


tujuan meningkatkan mobilitas antara tulang belakang. Penyesuaian
tersebut untuk membantu mengembalikan tulang ke posisi yang lebih
normal, membantu gerak juga menghilangkan atau mengurangi rasa
sakit.
Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai
berikut:
1. Segera dilakukan imobilisasi.
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti
dilakukan pemasangan collar servical, atau dengan
menggunakan bantalan pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya
dengan pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi Pengobatan :
a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol
edema.
b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan
darah akibat autonomic hiperrefleksia akut.
c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan
aktifitas bladder.
d. Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk
meningkatkan tonus leher bradder.
e. Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder
dan uretra.
f. Agen antiulcer seperti ranitidine
g. Pelunak fases seperti docusate sodium.

5.    Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti


adanya fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
6.     Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi
cacat dan mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.

Trauma Medula Spinalis| 71


Pencegahan.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia
dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara
sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban


kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode
pemindahan korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk
menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula
spinalis.

Trauma Medula Spinalis| 72


BAB III
Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat
trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai. Tingkat kehati-
hatian dari perawat yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang
stabil dapat tidak menjadi cedera spinal yang tidak stabil karena pada setiap
fase awal kondisi trauma servikal, perawat adalah orang pertama dan paling
sering melakukan intervensi.

Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapat merusak kestabilan dari
struktur servikal (tulang, diskus, ligamen, dan medula spinalis)

Implikasi dari hal-hal diatas adalah kewaspadaan perawat untuk


menjaga kesejajaran dari tulang belakang untuk menghindari resiko tinggi injuri
pada korda, maka pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan
rasional agar pada fase pengkajian dan pada setiap intervensi yang diberikan
tidak merusak kestabilan dari tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji sepenuhnya untuk mencari
ada tidaknya cedera spinal. Untuk melakukan hal tersebut, pakaiannya
mungkin terpaksa harus dipotong dari badannya sehingga sesedikit mungkin
mengganggu posisi kenetralan leher. Adanya keluhan nyeri atau kekakuan
pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius, sekalipun klien
dapat berjalan atau bergerak tanpa banyak menglamai gangguan. Tanyakan
mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah.
Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk
yang penting seperti jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan
pada kepala, tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau sentakan
mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury) ini
semua merupakan penyebab kerusakan spinal yang sering ditemukan.

Trauma Medula Spinalis| 73


Tanyakan apakah klien yang mengalami cedera sebelumnya, menggunakan
obat-obatan, atau jatuh setelah menggunkan alkohol.

Pada status emergency klien dengan riwayat trauma servikal yang jelas
dan diindikasikan cedera spinal tidak stabil, apabila pengkajian anamnesis
dapat dilakukan maka status jalan napas klien optimal dan anamnesis
diusahakan terfokus pada pengkajian primer, karena pada fase ini klien
beresiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang berdampak pada henti
jantung-paru. Implikasi dari situasi ini adalah pengkajian primer dilakukan
disertai intervensi dengan suatu hal yang prinsip untuk selalu menjaga posisi
leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien dipasang ban servikal.
Apabila pada kondisi di tempat kejadian dimana klien mengalami cedera spinal
servikal tetapi masih memaki helm, maka diperlukan teknis melepas helm
dengan tetap menjaga posisi leher dalam posisi netral. Selanjutnya, peran
perawat dalam melakukan transportasi dari tempat kejadian ke tempat
intervensi lanjutan trauma servikal dirumah sakit harus dilakukan secara hat-
hati, peran memonitoring dan kolaborasi untuk dilakukan stabilisasi.
Pengkajian lanjutan dirumah sakit tetap memperhatikan kondisi
stabilisasi pada servikal dan memonitoring pada jalan napas. Pada setiap
melakukan transportasi klien, perawat tetap memprioritaskan kesejajaran
kurvatura tulang belakang dengan tujuan untuk menghindari resiko injury pada
spinal dengan teknik pengangkatan cara log rolling dan/atau menggunakan
long backboard.
Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya defisit neurologis,
dan status kesadaran pada fase awak kejadian trauma, terutama pada klien
yang diindikasikan cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya
perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat kesadaran secara
bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter.
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma. Syok
spinal terjadi bila trauma terjadi pada servikal atau setinggi toraksik. Teknik
pemeriksaan colok dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk
merasakan adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada jari akibat stimulus
nyeri yang kita berikan pada glands penis atau klitoris atau dengan menarik
kateter untuk menilai apakah klien mengalami syok spinal.

Trauma Medula Spinalis| 74


Gejala awal syok, klien mengalami paralisis, kehilangan refleks tendon
dan abdominal, refleks babinsky positif dan terjadinya retensi urine dan retensi
alvi, dapat pula diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda penilaian fungsi
respirasi dimana kapasitas vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan
intubasi dan ventilasi mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi
sampai diputuskan untuk dilakukan operasi.
Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum, TTV, defisit
neurologis, dan status kesadaran biasanya tidak mengalami perubahan.
Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya
memar (pada fase awal cedera) baik leher, muka, dan bagian belakang
telinga. Tanda memar pada wajah, mata atau dagu merupakan salah satu
tanda adanya cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau abrasi
dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan
hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga
kepala dengan tangannya. Bila klien terlentang, dada dan perut dapat
diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian
tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda defisit
neurologis.
Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat
berhati-hati dengan menggunakan teknik log rolling (menggulingkan kayu).
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya
diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di
rumah sakit, pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan pada
punggung. Adanya memar menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera.
Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah
dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini atau hematoma pada spinal
merupakan tanda yang menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak
diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.
Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat membahayakan korda,
jadi manipulasi gerakan berlebihan harus dihindari sebelum diagnosis
ditegakkan.

Trauma Medula Spinalis| 75


Pemeriksaan neurologis penuh dilakukan pada semua hal,
pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari
pertama. Pada awalnya, selama fase syok spinal mungkin terdapat paralisis
lengkap dan hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat
berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini sulit diketahui
apakah lesi neurologis lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada
tidaknya refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali refleks primitif
muncul kembali, syok spinal telah berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan
motorik masih tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi perianal
yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan dapat terjadi
penyembuhan lebih jauh.

TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal


Segmen Fungsi fisiologis Kondisi patologis
C1 Segmen keluar pleksus Beban berat yang mendadak
kardiak dalam kontrol diatas kepala dapat menyebabkan
jantung dan kekuatan kompresi yang dapat
pernapasan menyebabkan fraktur pada cincin
atlas. Gangguan pada segmen ini
dapat merusak fungsi jantung
paru.
C2 Segmen keluar pleksus Fraktur C2 terutama pada
kardiak dalam kontrol kecelakaan mobil dimana kepala
jantung dan membentur kaca depan, memaksa
pernapasan leher berhiperekstensi. Kalau
kedua pedikulus mengalami
fraktur dan bergeser secara hebat,
kerusakannya akan menyebabkan
kematian
C3 Segmen keluar pleksus Cedera hiperekstensi C3 tulang
kardiak dalam kontrol tidak rusak, tetapi ligamen
jantung dan longitudinal anterior sobek.
pernapasan Kerusakan neurologis bervariasi
dan mungkin akibat terjadi akibat

Trauma Medula Spinalis| 76


kompresi antara diskus dan
ligamentum flavum; edema
spinalis sentral akut
C4 Kontrol kepala, mulut, Subluksasi dan dislokasi pada
menaikkan bahu dan segmen ini, merupakan cedera
skapula. Kontrol fleksi murni; tulang tetap untuh
gerakan diafragma tetapi ligamen posterior sobek.
Satu vertebra miring ke depan di
alas vertebra yang ada
dibawahnya, sehingga ruang
interspinosa di bagian posterior
terbuka.
C5 Fleksi bahu, fleksi siku Segmen C5-C6 merupakan
kurvatura yang paling menonjol
dari servikal sehingga mempunyai
resiko tinggi cedera
C6 Fleksi siku, rotasi dan Fraktur kompresi pada segmen ini
abduksi bahu, ekstensi sering disebabkan cedera fleksi,
ibu jari korpus terkompresi tetapi ligamen
posterior tetap utuh dan fraktur
stabil
C7 Ekstensi siku, gerakan Fraktur avulsi pada prosesus
bahu, ekstensi ruas spinosus C7 dapat terjadi oleh
jari-jari tangan kontraksi otot yang hebat

Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada gangguan sistem


muskuloskeletal dan sistem persarafan sehubungan dengan cedera tulang
belakang tergantung dari bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi
pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera tulang belakang
meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, dan pengkajian psikososial.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,
inkontinensia defekasi dan urine, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas

Trauma Medula Spinalis| 77


daerah trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma. Untuk
memperoleh pengkajian klien dilakukan PQRST.

1. Provoking incident, yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah


adanya trauma pada tulang belakang
2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang dirasakan menusuk
3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi
4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya 3-4 (0-4) pada
penilaian skala nyeri
5. Time, berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

A. Identitas
Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin
meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda),  jenis kelamin
(kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

B. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia
urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah
trauma, dan deformitas pada daerah trauma.

C. Riwayat penyakit sekarang


Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, kecelakaan industri, kecelakaan
lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma
karena tali pengaman dan kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat
meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai
hilangnya sensibilitas yang total dan melemah/menghilangnya refleks alat
diam). Ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan

Trauma Medula Spinalis| 78


berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, ileus paralitik, retensi
urine, dan hilangnya refleks-refleks.
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau
bila klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.

D. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada
tulang belakang. Penyakit lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obatan adiktif perlu ditanyakan untuk menambah komprehensifnya
pengkajian.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma medula
spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis, osteoartritis,
spondilitis, spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya
kelainan pada tulang belakang (Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan
alkohol).

Trauma Medula Spinalis| 79


E. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM,
penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk
mengetahui ada penyebab herediter atau tidak)

F. Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota
gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami cedera tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk
melakukan aktifitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang
salah.

I. Pengkajian Primer
1) Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan
besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering
terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan
oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat
fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas
harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu
tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang
berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift

Trauma Medula Spinalis| 80


atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar
melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk
menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan
pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat.
Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang
memadai. Jika penguasaan jalan napas belum dapat
memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa
tingkat kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat
dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat
biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya
kesadaran pasien.
5) Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam
keadaan sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa
deficit neurology
a. Dilakukan rawat luka
b. Pemeriksaan radiology
c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi
bila terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah
sakit

Trauma Medula Spinalis| 81


II. Pengkajian Skunder.
1) Aktifitas /Istirahat.
Tanda:
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada
bawah lesi. Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan
adanya kompresi saraf).
2) Sirkulasi.
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan
posisi.
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas
dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang
terkena.
3) Eliminasi.
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang,
melena, emisis berwarna seperti kopi tanah
/hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Integritas Ego.
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan /cairan.
Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan
dengan omentum., peristaltik usus hilang (ileus
paralitik)
6) Higiene.
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari (bervariasi)
7) Neurosensori.
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang
saat terjadi perubahan pada syok spinal). Kehilangan
sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak
setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot
/vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris
termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil,

Trauma Medula Spinalis| 82


ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena
karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki,
paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok
spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit.
8) Nyeri /kenyamanan.
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas
daerah trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan.
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea,
penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
10) Keamanan.
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu
kamar).
11) Seksualitas.
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak
teratur.

Pengkajian Secara Umum Meliputi:


1. Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah medis yang lain
(misalnya, kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus), merokok dan
penggunaan alcohol.
2. Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan, kekuatan, tonus), fungsi
sensorik, reflex, status pernapasan, gejala gejala spinal syok, tidak
adanya keringat di batas luka, fungsi  bowel dan bldder, gejala
autonomic dysreflexia.
3. Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup, pekerjaan, peran dan
tanggung jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emosi
terhadap cidera.
4. Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis:
pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,

Trauma Medula Spinalis| 83


kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan
kesiapan belajar.

Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
1. Pernapasan.
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma
pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis
terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang
pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik
sebagai berikut.
a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat
adanya blok saraf parasimpatis.
b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).

Trauma Medula Spinalis| 84


2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang
didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada
beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-
debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau
pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami
cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf  I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf  II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c. Saraf  III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk

Trauma Medula Spinalis| 85


h. Saraf  XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.

 Pemeriksaan refleks:

a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan


refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok
spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap
pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik
superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera
akibat trauma di daerah tulang belakang

4. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
5. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan
adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta
kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok
spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan
nutrisi.
6. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada
ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan
distribusi segmental dari saraf yang terkena

Trauma Medula Spinalis| 86


Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan
1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh
pusat S1-S4) atau dibawah pusat spinal kandung kemih akan
menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan
pusat spinal. Pengosongan kandung kemih secara periodik
tergantung dari refleks lokal dinding kandung kemih. Pada
keadaan ini pengosongan dilakukan oleh aksi otot-otot destrusor
dan harus diawali dengan kompresi secara manual pada dinding
perut atau dengan meregangkan perut. Pengosongan kandung
kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut kandung kemih
otonom. Trauma pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya
refleks kandung kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin
mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten
dengan teknik steril
2. Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya
ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bowel sound,
kembung, dan defekasi tidak ada. Ini merupakan gejala awal dari
tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya
mual dan intake nutrisi yang kurang
3. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi.

Trauma Medula Spinalis| 87


Pemeriksaan Motorik
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena.

Pemeriksaan lokalis
Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung.
Pada klien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya
dekubitus pada bokong. Adanya hambatan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah
yang dapat diraba akibat sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera
yang tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi
Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi
motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh
ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan
derajat kekuatan otot didapatkan.

Trauma Medula Spinalis| 88


3.2 Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 DS: klien/keluarga mengatakan Kecelakaan kerja Ketidakefektifan pola
adanya kesulitan bernapas, napas
sesak napas.
Dislokasi C4
DO :
a. penurunan tekanan alat Disfungsi C4
inspirasi dan respirasi
b. penurunan menit ventilasi
c. pemakaianotot pernapasan Disfungsi neuromuscular

d. pernapasan cuping hidung


Gangguan pada otot diagragma
e. dispnea/napas pendek dan
cepat
Pola napas tidak efektif
f. orthopnea
g. pernapasan lewat mulut
h. frekuensi dan kedalaman
pernapasan abnormal
i. penurunan kapasitas vital
paru

2 DS : klien/keluarga mengatakan Kecelakaan kerja Gangguan atau kerusakan


adanya kesulitan bergerak mobilitas fisik

klien mengatakan tangan dan Dislokasi C4


tungkai tidak bisa digerakkan
DO: Disfungsi C4
a. kelemahan, parestesia
b. paralisis
Disfungsi neuromuscular
c. kerusakan koordinasi

Trauma Medula Spinalis| 89


d. keterbatasan rentang gerak Gangguan pada otot-otot tubuh
e. penurunan kekuatan otot
f. Tangan dan tungkai tidak Kerusakan fungsi motorik
bisa digerakkan

Hambatan mobilitas fisik


3 DS: Pasien mengeluh nyeri pada Kecelakaan kerja Nyeri akut
bagian belakang leher
DO: Pasien terlihat kesakitan, Dislokasi C4
skala nyeri 8
Disfungsi C4

Kompresi akar saraf servikal

Penjepitan saraf pada diskus


intervertebralis

Tekanan di daerah distribusi


ujung saraf

Respons nyeri

Nyeri akut
4 DS: Pasien mengatakan urine Kecelakaan kerja Gangguan pemenuhan
keluar menetes eliminasi urine
Cedera medula spinalis
DO: Nyeri tekan pada abdomen
dan keinginan kencing saat
Kelumpuhan saraf perkemihan
palpasi

Kandung kemih terisi penuh

Otot destrusor tidak bereaksi

Trauma Medula Spinalis| 90


Perubahan pola eliminasi urine
5 DS : klien/keluarga mengatakan Kecelakaan kerja Aktual/resiko tinggi
klien mengalami penurunan curah jantung
Kompresi korda
kebingungan Dislokasi C4
DO:
a. Penurunan tingkat Disfungsi C4
kesadaran (bingung, letargi,
stupor, koma)
Disfungsi neurovascular
b. Perubahan tanda vital
c. Mungkin terdapat
Gangguan pada otot-otot jantung
pendarahan pada otak
d. Papiledema Penurunan kontraksi otot
e. Nyeri kepala yang hebat jantung jantung

Penurunan denyut jantung

Hilangnya kontrol pengiriman


dari refleks baroreseptor

Penurunan curah jantung


6 DS: Pasien mengatakan ada rasa Kecelakaan kerja Aktual/resiko tinggi
ketidaknyamanan pada gangguan intergritas kulit
Kompresi korda
sistem gerak bagian
ekstremitas Dislokasi C4
DO: Pasien mengalami paralisis
dan paraplegia yang Disfungsi C4

mengakibatkan kelumpuhan
Penekanan setempat jaringan
sekunder

Kelumpuhan gerak ekstremitas


bawah

Paraplegia

Trauma Medula Spinalis| 91


3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan


kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovascular, kerusakan sistem
muskuloskletal.
2. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
gangguan neurovascular
3. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan denyut jantung, dilatasi pembuluh darah, penurunan
kontraksi otot jantung jantung sekunder dari hilangnya kontrol
pengiriman dari refleks baroreseptor akibat kompresi korda
4. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang berhubungan dengan
gangguan fungsi miksi sekunder dari kompresi medula spinalis
5. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal,
spasme otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil
serta berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis,
tekanan di daerah distribusi ujung saraf
6. Aktual/resiko tinggi gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
penekanan setempat jaringan sekunder dari kelumpuhan gerak
ekstremitas bawah, paraplegia

Trauma Medula Spinalis| 92


3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan
napas dari sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal
pada pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru
bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal, frekuensi
nadi dan pernapasan normal, bunyi napas normal, tidak ada
sputum purulen.)
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha
melakukan latihan dalam fungsi napas
3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal.
a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari
kemerahan atau kerusakan
b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau
prosedur dalam keterbatasan fungsi
4. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine.
(mis. suhu normal, berkemih jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.
c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan
fungsi.  
5. Mencapai fungsi defekasi
a. Melaporkan pola defekasi teratur.
b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan
cairan melalui oral.
c. Berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam
batas fungsi
6. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.
7. Bebas komplikasi

Trauma Medula Spinalis| 93


a. Memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis
vena provunda, atau emboli paru.
b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru
(misal. tidak nyeri dada atau panas pendek : gas darah
arteri normal)
c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
d. Tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom (mis.
tidak sakit kepala, diaforesis, hidung tersumbat, atau
bradikardia diaforesis)

Trauma Medula Spinalis| 94


BAB IV
Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan


yang meliputi pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Pelayanan keperawatan
oleh tenaga perawat dalam pelayanannya memiliki tugas, diantaranya
memberikan keperawatan keluarga, komunitas dalam pelayanan kesehatan
dasar dan akan memberikan asuhan keperawatn secara umum pada pelayanan
rujukan.
Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan pada ruang atau lingkup rujukannya seperti pada anak,
maka perawat memberikan asuhan keperwatan elalui pendekatan proses
keperawatan anak, untuk lingkup keperawatan jiwa, perawat akan memberikan
asuhan keperawatn pada pasien gangguan jiwa dan lain-lain.

Trauma Medula Spinalis| 95


4.1 Sistem Rujukan
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 tahun 1972 sistem rujukan
adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus masalah kesehatan
secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang
setingkat kemampuanya. Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang
dirujuk bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain,
teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya. Disamping itu
rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas yang
lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas kesehatan
yang setingkat.

Tujuan
 Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan
dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil
guna.
 Tujuan Sistem Rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat
terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan angka kematian.

Jenis Rujukan
Sistim Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yaitu:
1). Rujukan Kesehatan
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan kesehatan dalam
pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Rujukan ini
dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Rujukan teknologi
2. Rujukan sarana
3. Rujukan Operasional

Trauma Medula Spinalis| 96


2). Rujukan Medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan kedokteran dalam
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Rujukan medic
terdiri dari penderita, pengetahuan, dan bahan laboratorium :
1. Transfer of patient : konsultasi penderita untuk keperluan
diagnostic, pengobatan, tindakan operatif dll.
2. Transfer of knowledge : pengiriman tenaga kesehatan yang
lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan
setempat.
3. Transfer of specimen : pengiriman bahan untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.

Alur rujukan
Pengaturan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Tujuan pengaturan ini yaitu
1. Pelayanan kesehatan menjadi efisien
2. Pelayanan mulai tingkat bawah (puskesmas) kemudian dirujuk ke
RS jika diperlukan
3. Pelayanan kesehatan lebih cepat

4.1.1 Program
1. Pelayanan Kesehatan Gratis Jamkesda adalah pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan tertentu bagi masyarakat seluruh Indonesia yang
biayanya ditanggung oleh Pemerintah.
2. Pelayanan dasar     : pelayanan kesehatan di puskesmas
3. Pelayanan rujukan  : pelayanan kelas III rumah sakit
4. Masyarakat Indonesia   : masyarakat yang memiliki kartu identitas
dan belum ditanggung oleh asuransi lain
5. Pemerintah Daerah dan Kab/kota.

Trauma Medula Spinalis| 97


4.1.2 Kepersertaan
1. Seluruh penduduk Indonesia
2. Mempunyai kartu identitas (Kartu Peserta atau KTP/Kartu
keluarga)
3. Bukan merupakan masyarakat yang sudah mempunyai jaminan
kesehatan lain (Askes PNS, Jamkesmas, Jamsostek, Asabri, Askes
Komersial, dsb)

4.1.3 Manfaat
Jenis pelayanan yang ditanggung :
1. Rawat Jalan
2. Rawat Inap
3. UGD/Emergency
4. Pelayanan penunjang lainnya

Jenis pelayanan yang tidak ditanggung :


1. Operasi jantung, kateterisasi jantung dan pemasangan cincin
jantung
2. CT scan dan MRI
3. Bedah syaraf dan bedah plastic
4. Penyakit kelamin dan atau penyakit akibat hubungan seksual
5. Alat bantu kesehatan

4.2 JamKesMas
Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) adalah sebuah program
jaminan kesehatan untuk warga Indonesia yang memberikan perlindungan
sosial dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu
yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya
yang layak dapat terpenuhi.Program ini dijalankan olehDepartemen
Kesehatan sejak 2008. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial.

Trauma Medula Spinalis| 98


Tujuan
1) Mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan
tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh
peserta dari berbagai wilayah.
2) Agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidakmampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga
Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa. Jumlah tersebut berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, yang dijadikan dasar penetapan jumlah
sasaran peserta secara nasional oleh Menkes. Berdasarkan Jumlah Sasaran
Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota.
Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta Jamkesmas Kabupaten/Kota
dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk
Keputusan Bupati/Walikota.

1. Permenkes RI No.1097/Menkes/Per/VI/2011 tentang petunjuk
teknis pelayanan kesehatan dasar Jamkesmas.
2. Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidak mampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan.

4.2.1 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan


Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat pelayanan kesehatan dasar
meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ), rawat inap (RI), serta pelayanan
kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat
lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.

Trauma Medula Spinalis| 99


1. Prosedur Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JamKesMas :
a.         Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas
dan jaringannya.
            Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat (BKMM), Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM), BKPM/BP4/BKIM dan rumah sakit
(RS).
b.   Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan
ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk RS
Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama
dengan Departemen Kesehatan.
c. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi
Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan
kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama.
Penggantian biaya pelayanan kesehatan diklaimkan ke
Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola Kabupaten/Kota
setempat setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada program ini.

2. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke Puskesmas :


1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung
ke Puskesmas.
2. Peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas, (Yang keabsahan
kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. SKTM hanya berlaku
untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan
lanjutan terkait dengan penyakitnya)
3. Apabila peserta memerlukan pelay. kes rujukan, maka yang
bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan. rujukan
disertai surat rujukan dan kartu peserta, kecuali pada kasus
emergency.

Trauma Medula Spinalis| 100


3. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke RS:
Melengkapi persyaratan administrasi :
1. Rujukan dari Puskesmas
2. Fotocopy Kartu JAMKESMAS
3. Fotocopy KTP
4. Fotocopy KK
Semua persyaratan yang telah disiapkan kemudian dibawa ke
loket ASKES untuk di stempel JamKesMas, baru kemudian dipakai mendaftar
berobat.

4. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke RS yang lebih


lengkap:
Bagi pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit yang lebih lengkap, ada
beberapa hal yang harus dilengkapi :
a) Melengkapi semua persyaratan di atas
b) Surat Rujukan dari Ruangan/Rawat Inap atau Rawat Jalan yang
ditandatangani dokter yang merujuk
c) Surat Jalan Ambulance yang telah ditanda tangani dokter yang
merujuk dan pasien yang dirujuk

5. Pembagian Model JamKesMas


1. Non Emergency :
Harus ada rujukan dari Puskesmas, KTP,KK. Kalau pasien dari
kabupaten, harus ada rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten beserta
Surat Keabsahan Peserta (SKP) yang dikeluarkan oleh bagian
ASKES di RS (kepesertaannya dikelola ASKES RS). Rujukan
ditujukan ke RS. Rujukan (Mis : RS.Daya) kemudian merujuk ke RS.
Wahidin jika diperlukan
2. Emergency :

Trauma Medula Spinalis| 101


Cukup membawa Kartu Jamkesmas, KTP, KK (Jika rawat inap,
maka dikasi waktu: 2 x 24 Jam utk pengurusan administarsi, tanpa
rujukan dan masuk melalui UGD.
 
4.3 Gakin
Jaminan pemeliharan kesehatan bagi keluarga miskin dan kurang
mampu (GAKIN) adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan
kepada keluarga miskin dan kurang mampu yang membutuhkan pelayanan
kesehatan meliputi rawat jalan dan rawat inap sebagaimana yang ditetapkan,
baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit yang ditunjuk di Wilayah.

Prosedur Mendapatkan Layanan Program JPK GAKIN


1. Kartu GAKIN, RASKIN, BLT PKH, Kader Kesehatan (Program
Pemerintah lainnya)
2. Foto kopi kartu keluarga (KK)
3. Rujukan dari puskesmas, tidak perlu apabila emergensi
4. KTP

4.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan


Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat pemberian pelayanan
kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan.
Tempat pelayanan kesehatan ini sangat bervariasi berdasarkan tujuan
pemberian pelayanan kesehatan. Tempat pelayanan kesehatan dapat berupa
rawat jalan, institusi kesehatan, community based agency, dan hospice.
a. Rawat Jalan
Lembaga pelayana kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan
kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan
pada penyakit yang akut atau mendadak dan kronis yang
dimungkinkan tidak terjadi rawat inap. Lembaga ini dapat
dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan, seperti klinik dokter
spesialis, klinik petawatan spesialis dan lain-lain.
b. Institusi

Trauma Medula Spinalis| 102


Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang
fasilitasnya cukup dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan
kesehatan, pusat rehabilitasi, dan lain-lain.
c. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayan kesehatan yang
difokuskan kepada klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan
dapat melewati masa-masa terminalnya dengan tenang. Lembaga
ini biasanya digunakan dalam home care.
d. Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang
dilakukan pada klien pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan
perawatan keluarga seperti praktek perawatai keluarga dan lain-
lain.

Trauma Medula Spinalis| 103


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan
otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan
tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula
spinalis atau sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang
mengenai tulang belakang. Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-
kejadian yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kompresi
pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat yang tinggi, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan
jika mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot.
Cedera medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis
stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis
menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi,
hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher
harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti
Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan

Trauma Medula Spinalis| 104


didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan.
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan
pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika
terjadi gangguan maka perlu diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula
spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis
adalah memperhatikan posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak
memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma
medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap
penyakit lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan
dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan
kematian

5.2 Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada siapa
saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam
melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat
mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma
medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat
melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

Trauma Medula Spinalis| 105


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi


8, volume 2.  Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3,
Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
6, volume 2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB
Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth
edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Trauma Medula Spinalis| 106

Anda mungkin juga menyukai