Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma spinal atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu
penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan
permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia
produktif ini sering mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur
atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Data epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka
kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000
penduduk tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah
penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006).
Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20%
jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi
cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia
decade 3 (Japardi, 2002).
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang
paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, oleh karena itu,
evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord, dan
nervous roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa ini,
prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas
merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitasi spinal
cord dan kemajuan perkembangan multidispliner tim trauma dan
perkembangan metode modern dari fungsi cervical dan stabilitas merupakan
hal penting harus dikenal masyarakat (Japari, 2002).
Melihat fenomena semacam ini, tenaga medis, kususnya perawat
sangat perlu mendapatkan pengetahuan dan pelatihan mengenai penanganan
pasien trauma spinal agar nantinya dapat merencanakan asuhan keperawatan
yang tepat sehingga dapat mengurangi kompilkasi dan meningkatkan
kesehatan optimal pasien.

Trauma Medula Spinalis| 1


B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?
2. Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ?
3. Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis ?
4. Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
5. Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Cedera Medula
Spinalis?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
8. Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh
manusia yang diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui
bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana
Asuhan Keperawatannya..
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.
b. Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula
Spinalis.
c. Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula
Spinalis.
d. Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
e. Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus Cedera
Medula Spinalis..

Trauma Medula Spinalis| 2


f. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
g. Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis.
h. Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan
pada kasus Cedera Medula Spinalis.
i. Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan.

Trauma Medula Spinalis| 3


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis


Medula spinalis terdiri atas 31
segmen jaringan saraf dan masing-masing
memiliki sepasang saraf spinal yang keluar
dari kanalis vertebralis melalui foramen
inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf
servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang
lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang
saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada
tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang
belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. .Apabila
Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata
penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan. (Muttaqin, 2008).

B. Penyebab atau Etiologi Medula Spinalis


Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur
dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada

Trauma Medula Spinalis| 4


tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut
rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang
luas.
2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan
pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon
tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

C. Patofisiologi
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus
terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera
dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada
tulang belakang. Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang
sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada
cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang
laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan.
Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator
kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri
hebat dan akut anestesi.
Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta
kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen
dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi
yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami
tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total;
jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjaditetraplegia dengan
kerusakan, menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap
aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7 pasien akan
mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang

Trauma Medula Spinalis| 5


memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi
kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia
dengan keterbatasan menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya;
pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan
berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi
cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan
kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.

D. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis


Ada 4 mekanisme yang mendasari :
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan
paling berat disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yang
tergeser ke belakang dan cedera hiperekstensi.
2. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkan
gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada
medulla spinalis menurun sesuai usia yang meningkat.
3. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan
sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena yang menyertai
cedera primer.
4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur
lain pada sistem arteri spinal posterior atau anterior.
Kecelakaan mobil atau terjatuh olahraga, kecelakaan industri,
tertembak peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal.
Sebagian besar pada medulla spinal servikal bawah (C4-C7,T1) dn
sambungan torakolumbal (T11-T12, L1). Medula spinal torakal jarang
terkena.

E. Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis


Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut:
1. Cedera fleksi: cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada
ligamentum posterior, kemudian dapat menimbulkan kompresi pada
bagian anterior korpus vertebra sehingga mengakibatkan wedge fracture
(teardrop fracture). Cedera seperti ini dapat dikategorikan sebagai cedera
yang stabil.
2. Cedera fleksi-rotasi: beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada
ligamentum posterior (terkadang juga dapat melukai prosesus artikularis)
lalu, cedera ini akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur

Trauma Medula Spinalis| 6


rotasional yang dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra.
Cedera ini digolongkan sebagai cedera yang paling tidak stabil.
3. Cedera ekstensi: cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum
longitudinalis anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi
pada daerah leher. Selama kolumna vertebra dalam posisi fleksi, maka
cedera ini masih tergolong stabil.
4. Cedera kompresi vertikal (vertical compression): cedera kompresi
vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat
menimbulkan burst fracture.
5. Cedera robek langsung (direct shearing): cedera robek biasanya terjadi di
daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung,
sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta
ruptur ligamen.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
2. Paraplegia
3. Tingkat neurologik
4. Paralisis sensorik motorik total
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
6. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
7. Penurunan fungsi pernafasan
8. Gagal nafas
9. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
10. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
11. Biasanya terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan
keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan
vaskuler perifer.
12. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
13. Kehilangan kesadaran
14. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
15. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

Trauma Medula Spinalis| 7


G. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma
dan apakah trauma terjadi secara parsial atau total.(Gbr.9) Berikut ini adalah
manifestasi berdasarkan lokasi trauma :
1. Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya
pasien meninggal.
2. Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan
fleksi siku yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis.
3. Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan
bahu dan fleksi sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
4. Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial
anhidrosis), paralisis kaki.
6. Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
7. T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut.
8. Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri
dan biasanya nyeri dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan
kontrol bowel dan bladder.
9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol bowel
dan bladder secara total. Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord
injury, manifestasi yang mungkin muncul antara lain total paralysis,
hilangnya semua sensasi dan aktivitas refleks (Merck,2010).
Tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa
yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
3. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
extravasi daerah di jaringan sekitarnya

Trauma Medula Spinalis| 8


4. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar
fraktur.
5. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf
karena edema
6. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri
atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian
yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada
fraktur tulang panjang
8. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian
tulang digerakkan. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai
hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong
fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan
bentuk normalnya.
9. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi
perdarahan hebat.
H. Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan
untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72
jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi
sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan
kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis
dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat
terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang
sangat rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari
72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations
sangat bervariasi, tergantung pada tingkat kecacatan neurologis

Trauma Medula Spinalis| 9


5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya
kerusakansaraf tulang belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh
pencegahandan keefektifan pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia,
dan infeksisaluran kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali
beberapafungsi motorik, terutama dalam enam bulan pertama, meskipun
mungkinada perbaikan lebih lanjut yang perlu diamati diamati di tahun
akan dating.(Tidy, 2014)

I. Komplikasi
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan
tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan
tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan
hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah
servikal bawah atau torakal atas
4. Hiperfleksia autonomik
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak,
kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

Trauma Medula Spinalis| 10


J. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang
1. CT SCAN
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen
tulang servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi
Pemeriksaan CT berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya
herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan
CT dengan myelografi.
2. MRI
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah
servikal . MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus.
Seluruh daerah medula spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat
divisualisasikan. Namun pada salah satu penelitian didapatkan adanya
abnormalitas berupa herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa
keluhan , sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan
dengan riwayat perjalanan penyakit , keluhan maupun pemeriksaan
klinis.
3. EMG
Pemeriksaan Elektromiografi ( EMG) mengetahui apakah suatu
gangguan bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme
otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk
menentukan level dari iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks
dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi .

K. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan
vertebral dalam posisi lurus: pemakaian kollar leher, bantal pasir atau
kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan
papan punggung bila memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal
untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke,
atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak, tirah baring total dan
pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal stabil ringan;

Trauma Medula Spinalis| 11


pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington)
untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-X
ditemui spinal tidak aktif.
Intervensi bedah Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak
dapat dikurangi dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari
spinal servikal, cedera terjadi pada region lumbar atau torakal, status
neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ;
88-89). Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada
medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian fisik didasarkan pada pemeriksaan pada neurologis,
kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang
terkena:syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan
fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi
seksualnya, perubahan fungsi defekasi; kaji perasaan pasien terhadap
kondisinya; lakukan pemeriksaan diagnostik; pertahankan prinsip A-B-
C (Airway, Breathing, Circulation) agar kondisi pasien tidak semakin
memburuk.
3. Farmakoterapy.
a. Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di
sekitar saraf. Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan
dosis tinggi jika sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti
radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu
golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri),
antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah
"non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini
dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika"

Trauma Medula Spinalis| 12


b. Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang
terkena, ini dapat membantu mengurangi rasa sakit dan
peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang terkait dengan
kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi
peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan
guna memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
penanganan secara manual maupun dengan menggunakan
peralatan. Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching
/ exercises yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah
yang terkena untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d. Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang
digunakan dalam manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS /
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan
untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah
salah satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di
gunakan untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik.
Cara kerjanya dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri
berkurang, tanpa efek samping yang berarti.
e. Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik
gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang
digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan
untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan
pada satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik
berlawanan.

Trauma Medula Spinalis| 13


4. Pencegahan.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis
meliputi usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor
resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula spinalis bertindak untuk
menekankan pentingnya pencegahan primer.
Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah
berikut perlu dilakukan :
a. Menurunkan kecepatan berkendara.
b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
d. Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil
mabuk.
e. Mengajarkan penggunaan air yang aman.
f. Mencegah jatuh.
g. Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.

Trauma Medula Spinalis| 14


Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi Nama, Umur, Alamat
b. Keluhan Utama
1) Kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas
2) Nyeri Tekan otot
3) Hiperparestesi tepat di atas daerah trauma
4) Mengalami deformitas pada daerah trauma
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang
akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon
atau bangunan, luka tusuk, atau luka tembak
2) Pengkajian yang didapat yaitu hilangnya sensibilitas,
paralisis ( dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya
sensiblitas yang total dan melemah/menghilangnya reflex
profunda
3) Ileus paralitik
4) Retensi urin
5) Hilangnya reflex-reflex
d. Riwayat Penyakit Terdahulu
1) Adanya riwayat hipertensi
2) Riwayat cedera tulang belakang sebelumnya
3) DM
4) Penyakit Jantung
5) Anemia
6) Penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan
e. Riwayat Keluarga Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita hipertensi dan DM

Trauma Medula Spinalis| 15


f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
rspon atau 12 pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
1) Apakah ada dampak yang timbul pada klien yang timbul
seperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan
body image )
2) Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien
yang mengalami cedera tulang belakang
3) Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarga
h. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan
terjadi pada gaya hidup individu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Pada cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran
2) Adanya perubahan pada tanda-tanda vital meliputi
brakikardi dan hipotensi
b. B1 ( Breathing )
1) Inspeksi
a) Klien batuk
b) Peningkatan produksi sputum

Trauma Medula Spinalis| 16


c) Sesak nafas
d) Penggunaan otot bantu nafas
e) Peningkatan frekuensi pernafasan
f) Terdapat retraksi interkostalis
g) Pengembangan paru tidak simetris
h) Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin
menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga dan
pneumotoraks. Pada observasi ekspansi dada juga
dinilai: retraksi dari otot-otot interkostal, subsernal, 13
pernafasan abdomen, dan respirasi paradoks. Pola nafas
ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf
parasimpatis
2) Palpasi Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada
rongga thorax
3) Perkusi Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada torax/hemotoraks
4) Auskultasi Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronki, pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien cedera tulang belakang dengan
penurunan tingkat kesadaran koma
c. B2 ( Blood )
1) Syok hipovolemik
2) TD menurun
3) Nadi brakikardi
4) Berdebar-debar
5) Pusing saat melakukan perubahan posisi
6) Brakikardi ekstremitas dingin atau pucat

Trauma Medula Spinalis| 17


d. B3 ( Brain )
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
a) Letargi
b) Stupor
c) Semikomatosa
d) Koma
2) Pengkajian Fungsi Serebral Status mental: observasi
penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah
dan aktifitas motorik klien. Pada klien yang telah lama
menderita cedera tulang belakang biasanya status mental
klien mengalami perubahan
e. B5 ( Bowel )
1) Ileus paralitik ( hilangnya bising usus, kembung, dan
defekasi tidak ada )
2) Pemeriksaan reflek bulbokavernosa didapatkan positif
3) Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
asupan nutrisi yang kurang 14
4) Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi
f. B6 ( Bone )
1) Disfungsi motorik ( kelemahan dan kelumpuhan pada
seluruh ekstremitas bawah )
2) Kaji warna kulit : warna kebiruan
3) Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensori dan mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktifitas dan istirahat

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis

Trauma Medula Spinalis| 18


D. Intervensi keperawatan
No. NANDA NOC NIC
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Status Pernafasan: Kepatenan Nafas Monitor Respirasi
Hiperventilasi Indikator yang diharapkan : Aktivitas:
Definisi : inspirasi dan ekspirasi  jumlah pernafasan diharapkan  Monitor jumlah, ritme, dan usaha
yang tidak memberikan ventilasi normal untuk bernafas
yang adekuat.  ritme pernafasan diharapkan normal  Catat pergerakan dada,
Data Obyektif :  kedalaman pernafasan diharapkan lihatkesimetrisan,pen ggunaan otot
1. Airway adanya desakan otot normal bantu nafas dan retraksi otot
diafragma dan interkosta akibat  klien diharapkan tidak mengalami supraklavikula dan interkostal
cedera spinal sehingga sesak nafas lagi saat istirahat  Monitor bunyi nafas - Monitor pola
mengganggu jalan napas  klien diharapkan tidak menggunakan nafas: tachynea, hiperventilasi,
2. Breathing Pernapasan dangkal, otot-otot pernafasan dalam bernafas nafas kusmaul,
penggunaan otot-otot  klien diharapkan tidak mengalami Terapi Oksigen
pernapasan, pergerakan batuk lagi Aktivitas:
dinding dada Tingkat Ketidaknyamanan  Bersihkan mulut, hidung dan secret
3. Circulation Hipotensi Klien diharapkan mampu trakea
(biasanya sistole kurang dari

Trauma Medula Spinalis| 19


90 mmHg), Bradikardi, Kulit menghilangkan :  Pertahankan jalan nafas yang paten
teraba hangat dan kering,  Rasa nyeri  Atur peralatan oksigenasi
Poikilotermi  Rasa cemas  Monitor aliran oksigen
(Ketidakmampuan mengatur  Rasa stress  Pertahankan posisi pasien
suhu tubuh, yang mana suhu  Rasa takut  Observasi adanya tanda tanda
tubuh bergantung pada suhu  Depresi hipoventilasi
lingkungan)  Rasa gelisah  Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring
Aktivitas:
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah - Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas

Trauma Medula Spinalis| 20


 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Status Perfusi Jaringan Perifer dan Perawatan Sirkulasi
Efektif Cerebral Aktivitas:
Definisi: pengurangan/penurunan Kriteria Hasil:  Cek nadi perifer
dalam sirkulasi darah ke perifer  Pengisisan capilary refil  Catat warna kulit dan temperatur
yang bisa menyebabkan gangguan  Kekuatan pulsasi perifer distal  Cek capilery refill
kesehatan/ membahayakan  Kekuatan pulsasi perifer proksimal  Catat prosntase dema, terutama di
kesehatan  Kesimetrisan pulsasi perifer ekstremitas

Trauma Medula Spinalis| 21


Data Objektif : proksimal  Jangan mengelevasi tangan
 Circulation Hipotensi  Tingkat sensasi normal melebihi jantung
(biasanya sistole kurang dari  Warna kulit normal  Jaga kehangatan klien
90 mmHg), Bradikardi, Kulit  Kekuatan fungsi otot  Elevasi ekstremitas yang edema
teraba hangat dan kering,  Keutuhan kulit jika dianjurkan , pastikan tidak ada
Poikilotermi  Suhu kulit hangat tekanan di tumit
(Ketidakmampuan mengatur  Tidak ada edema perifer  Monitor status cairan, masukan dan
suhu tubuh, yang mana suhu  Tidak ada nyeri pada ekstremitas keluaran yang sesuaiMonitor lab
tubuh bergantung pada suhu Status Sirkulasi Hb dan Hmt
lingkungan) Kriteria:  Monitor perdarahan
 Disability Kehilangan  Tekanan darah dalam batas normal (  Monitor status hemodinamik,
sebagian atau keseluruhan dbn ) neurologis dan tanda vital
kemampuan bergerak,  Kekuatan nadi dbn Monitor tanda vital
kehilangan sensasi,
 Rata – rata tekanan darah dbn Aktivitas :
kelemahan otot  Monitor tekanan darah, nadi, suhu
 Tekanan vena sentral dbn
 Tidak ada hipotensi ortostatik dan RR

 Tidak ada bunyi jantung tambahan  Catat adanya fluktuasi tekanan

 Tidak ada angina darah

Trauma Medula Spinalis| 22


 Tidak ada hipotensi ortostatik  Monitor saat tekanan darah saat
 AGD dbn klien berbaring, duduk dan berdiri
 Perbedaan O2 arteri dan vena dbn  Ukur tekanan darah pada kedua
 Tidak ada suara nafas tambahan lengan dan bandingkan
 Kekuatan pulsasi perifer  Monitor TD, nadi, RR sebelum,
 Tidak pelebaran vena Tidak ada selama dan setelah aktivitas
edema perifer  Monitor frekuensi dan irama
jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor irama nafas abnormal
 Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
Monitor status neurologi
Aktivitas: :

Trauma Medula Spinalis| 23


 Monitor ukuran, bentuk,
kesmetrisan dan reaksi pupil
 Monitor tingkat kesadaran
 Monitor tingkat orientasi
 Monitor GCS
 Monitor tanda vital Monitor respon
pasien terhadap pengobatan
3. Nyeri Akut b.d Gangguan Nyeri Akut Hasil yang diharapkan : Manajemen nyeri
Neurologis  Status kenyamanan:fisik Aktivitas:
Defenisi : pengalaman sensori dan  Tingkat ketidaknyamanan  Lakukan pengkajian nyeri secara
emosional yang tidak  Mengontrol rasa sakit komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan yang muncul  Tinkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
akibat kerusakan jaringan yang  Tingkat stress kualitas dan faktor presipitasi
actual atau potensial atau  Tandatanda vital  Observasi reaksi nonverbal dari
digambarkan dalam hal kerusakan Tingkatan Nyeri ketidaknyamanan
sedemikian rupa. Hasil yang diharapkan:  Menggunaakan strategi komunikasi
Data Objektif:
 Melaporkan nyeri terapeutik untuk mengetahui
 Exposure Adanya deformitas mengalami rasa sakit dan
 Persen respon tubuh

Trauma Medula Spinalis| 24


tulang belakang Leher :  Frekuensi nyeri menyampaikan penerimaan respon
Terjadinya perubahan bentuk  Lamanya nyeri pasien terhadap nyeri.
tulang servikal akibat cedera  Ekspresi nyeri lisan  Menetukan dampak dari
 Ekspresi wajah saat nyeri pengalaman nyeri pada kualitas

 Melindungi bagian tubuh yang nyeri hidup.

 Kegelisahan Pengaturan lingkungan : kenyamanan

 Ketegangan otot  Bantu pasien dan keluarga untuk

 Perubahan frekuensi pernafasan mencari dan menemukan dukungan

 Perubahan tekanan darah  Kontrol lingkungan yang dapat


mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Perubahan ukuran pupil
ruangan, pencahayaan dan
 Berkeringat
kebisingan
 Hilangnya nafsu makan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kontrol Nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Recognize lamanya nyeri
menentukan intervensi
 Gunakan ukuran pencegahan
 Ajarkan tentang teknik non
 Penggunanaan mengurangi nyeri
farmakologi: napas dala, relaksasi,
dengan non analgesic
distraksi, kompres hangat/ dingin
 Penggunaan analgesic yang tepat

Trauma Medula Spinalis| 25


 Gunakan TTV memantau perawatan  Tingkatkan istirahat
 Laporkan tanda/gejala nyeri pada  Berikan informasi tentang nyeri
tenaga kesehatan professional seperti penyebab nyeri, berapa lama
 Gunakan sumber yang tersedia nyeri akan berkurang dan antisipasi
 Menilai gejala dari nyeri ketidaknyamanan dari prosedur
 Gunakan catatan nyeri Self care assistance

 Laporkan bila nyeri terkontrol  Monitor kemampuan klien untuk


perawatan diri yang mandiri.
 Monitor kebutuhan klien untuk
alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting
dan makan.
 Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
 Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.

Trauma Medula Spinalis| 26


 Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
Positioning
 Menempatkan pasien di tempat
tidur yang nyaman, yang bersifat
terapeutik.
 Menyediakan tempat tidur yang

Trauma Medula Spinalis| 27


kuat/kokoh.
 Menempatkan pada posisi yang
terapeutik
 Memposisikan tubuh pasien
dengan tepat.
 Menghentikan atau mendukung
pengaruh bagian tubuh.
 Meningkatkan pengaruh
bagianbagian tubuh.
 Mencegah terjadinya amputasi
pada posisi flexi.
 Memposisikan pasien untuk
mengurangi dyspnea.
 Memberikan tindakan
keperawatan untuk mengurangi
edema seperti memberi alas di
bawah lengan.
 Memposisikan pasien agar

Trauma Medula Spinalis| 28


pertukaran gas menjadi lancar.
 Memberi dorongan pada pasien
untuk melakukan latihan secara
aktif.
 Memberikan bantuan pada leher
yang mengalami trauma.
 Menggunakan papan kaki pada
kasur.
 Kembali menggunakan teknik.
 Memposisikan saluran urin
dengan tepat.
 Memposisikan pasien untuk
mencegah nyeri pada luka.
 Menyanggah punggung dengan
menggunakan penopang
punggung dengan tepat.
 Meningkatkan efek anggota badan
pada tingkat 20 atau lebih di atas

Trauma Medula Spinalis| 29


tingkat jantung untuk
memperbaiki aliran pembuluh
balik.
 Memberikan arahan pada pasien
tentang bagaimana menggunakan
postur tubuh yang baik ketika
melakukan kegiatan.
 Mengontrol penggunaan alat
penarik yang tepat.
 Mempertahankan posisi dan
integritas daya tarik.
 Meninggikan tempat tidur pada
posisi kepala.
 Membalikkan tubuh pasien
dengan memperhatikan kondisi
kulit.
 Mengistirahatkan pasien
setidaknya setiap 2 jam sesuai

Trauma Medula Spinalis| 30


jadwal.
 Menggunakan alat yang tepat
untuk menopang tungkai/lengan.
 Menempatkan pasien pada tempat
yang mudah dicapai.
 Penempatan tempat tidur-tombol
yang mudah dijangkau.
 Tempatkan lampu tanda
panggilan yang mudah dilihat.

Trauma Medula Spinalis| 31


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil,
industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula
spinalis atau sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang mengenai
tulang belakang. Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian yang
secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kompresi pada medula spinalis
seperti terjatuh dari tempat yang tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan jika
mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot. Cedera
medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil dan
tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera
sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi
terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan
yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-
kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.

Trauma Medula Spinalis| 32


Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan pemberian
obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika terjadi gangguan
maka perlu diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula spinalis
adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah
memperhatikan posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak memperparah
cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma
medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit
lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian

B. Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada siapa
saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam
melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat
mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma
medula spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat
melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

Trauma Medula Spinalis| 33


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8, volume 2. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3,
Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
6, volume 2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB
Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice,
fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Trauma Medula Spinalis| 34

Anda mungkin juga menyukai