Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KMB II

AKI (Acute Kidney Injury)

CKD (Chronic Kidney Disease)

OLEH

MIFTAH IRFINA

193310785

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TK II

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TAHUN 2020/2021
ACUTE KIDNEY INJURY

(GAGAL GINJAL AKUT)

A. Pengertian
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan yang cepat
pada laju filtrasi glomerulus (glomerular fil tration rate (GFR]) dalam waktu beberapa
hari sampai beberapa minggu disertai akumulasi dari zat sisa metabolisme nitrogen.
Sindrom ini sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin, ureum serum,
disertai dengan penurunan output urin. Gejala dari gagal ginjal akut termasuk hal-hal
yang menjadi faktor pencetus (misalnya syok, sepsis) dan hal-hal yang merupakan akibat
dan gagal ginjal itu sendiri, seperti kelebihan cairan, mual, malaise, and ensefalopati.
Insidensi tahunan gagal ginjal akut di Negara-negara berkembang dalah 180
kasus/1.000.0000. Penyebab dari gagal ginjal akut secara konvensional dibagi menjadi
prarenal, renal, dam pascarenal.

B. Anatomi fisiologi
1) Anatomi
Setiap manusia mempunyai dua ginjal yang terletak retroperitoneal dalam rongga
abdomen dan berat masing-masing ± 150 gram. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari
ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dekstra yang besar. Setiap ginjal terbungkus
oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa. Korteks renalis terdapat di bagian luar
yang berwarna cokelat gelap dan medula renalis di bagian dalam berwarna cokelat
lebih terang. Bagian medula berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang akan
terhubung dengan ureter sehingga urin yang terbentuk dapat lewat menuju vesika
urinaria.
Terdapat kurang lebih satu juta nefron yang merupakan unit fungsional ginjal
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distalis dan tubulus kolektivus. Glomerulus
merupakan unit kapiler yang disusun dari tubulus membentuk kapsula Bowman.
Setiap glomerulus mempunyai pembuluh darah arteriola afferen yang membawa
darah masuk glomerulus dan pembuluh darah arteriola efferen yang membawa darah
keluar glomerulus. Pembuluh darah arteriola efferen bercabang menjadi kapiler
peritubulus yang mengalir pada tubulus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat
pembuluh kapiler, yaitu arteriola yang membawa darah dari dan menuju glomerulus,
serta kapiler peritubulus yang mengalir pada jaringan ginjal.

2) Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan
cara membuang sisa metabolisme dan menahan zat – zat yang diperlukan oleh tubuh.
Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga hemeostatis. Homeostatis amat
penting dijaga karena sel – sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan
tertentu. Walaupun begitu, ginjal tidak selalu bisa mengatur 4 keadaan cairan tubuh
dalam kondisi normal.
Pada keadaan minimal, ginjal mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk
kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh berada
dalam kondisi dehidrasi berat.

Secara singkat, kerja ginjal bisa diuraikan menjadi :

• Mempertahankan keseimbangan kadar air (H2O) tubuh


• Mempertahankan keseimbangan osmolaritas cairan tubuh
• Mengatur jumlah dan konsentrasi dari kebanyakan ion di cairan ekstraseluler. Ion
– ion ini mencakup Na+ , Cl- , K+ , Mg2+, SO4 + , H+ , HCO3 - , Ca2+, dan PO4
2- . Kesemua ion ini amat penting dijaga konsentrasinya dalam kelangsungan
hidup organisme.
• Mengatur volume plasma
• Membantu mempertahankan kadar asam – basa cairan tubuh dengan mengatur
ekskresi H+ dan HCO3 –
• Membuang sisa metabolisme yang beracun bagi tubuh, terutama bagi otak
• Membuang berbagai komponen asing seperti obat, bahan aditif makanan,
pestisida, dan bahan lain yang masuk ke tubuh
• Memproduksi erythropoietin
• Memproduksi renin untuk menahan garam
• Mengubah vitamin D ke bentuk aktifnya.

Sistem ekskresi sendiri terdiri atas 2 buah ginjal dan saluran keluarnya urin.
Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke
medialnya. Ginjal akan mengambil zat –zat yang berbahaya dari darah dan
mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari
ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut
merasakan keinginan micturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin yang
ditampung dikandung kemih akan dikeluarkan lewat uretra.
Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut nefron.
Susunan nefron – nefron ini membagi ginjal menjadi 2 bagian, yaitu 5 korteks dan
medulla. Nefron sendiri terdiri atas glomerulus dan tubulus. Glomerulus tersusun atas
pembuluh darah – pembuluh darah yang membentuk suatu untaian di kapsula
Bowman. Glomerulus berasal dari arteri ginjal, arteri ini awalnya terbagi menjadi
afferent arterioles yang masing – masing menuju 1 nefron dan menjadi glomerulus.
Glomerulus akan berakhir di efferent arterioles. Arteriol terakhir tersebut lalu menjadi
kapiler yang berfungsi memberi pasokan oksigen dan energi bagi ginjal. Kapiler ini
sekaligus berfungsi menerima zat – zat reabsorbsi dan membuang zat – zat sekresi
ginjal.
Tubulus ginjal tersusun atas sel – sel epitel kuboid selapis. Tubulus ini dimulai
dari kapsul Bowman lalu menjadi tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
tubulus kontrotus distal, dan berakhir di tubulus pengumpul. Seluruh bagian tubulus
kontortus berada di korteks, sementara lengkung Henle di medulla. Jalur naik dari
tubulus kontortus distal akan lewat diantara afferent dan efferent arterioles yang
disebut juxtaglomerulus apparatus.
Nefron ginjal sendiri terbagi atas 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung Henlenya
hanya sedikit masuk medulla dan memiliki kapiler peritubular, dan nefron
juxtamedullary yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan memiliki
vasa recta. Vasa recta dalam susunan kapiler yang memanjang mengikuti bentuk
tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan terlihat
berbintik – bintik karena adanya glomerulus, sementara medulla akan terlihat bergaris
– garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus kolektus.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20 % plasma yang masuk
glomerulus tanpa menyeleksinya. Kurang lebih akan didapat 125 ml filtrate/menit
atau 180 liter/hari. Dari jumlah itu, 178,5 liter/hari akan direabsorbsi. Maka rata – rata
urin orang normal 1,5 liter/hari

C. Tanda dan gejala


- Haluaran urine sedikit, Mengandung darah,
- Peningkatan BUN dan kreatinin,
- Anemia: Penurunan kadar eritrosit dalam darah
- Hiperkalemia: peningkatan kadar kalium dalam darah
- Asidosis metabolic,
- Udema,
- Anoreksia,nause,vomitus,
- Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit.

D. Etiologi
Penyebab GGA ( acute renal failure, ARF ) umumnya dipertimbangkan dalam tiga
kategori diagnostic : Azotemia Prarenal ( penurunan perfusi ginjal ), Azotemia Pascarenal
( obstruksi saluran kemih ), GGA Intrinstik.
1) Azotemia prarenal merupakan satu-satunya penyebab tersering azotemia akut ( >
50% kasus). Petunjuk lazim penyebab prarenal ARF adalah iskemia ginjal yang
lama akibat penurunan perfusi ginjal.Hipoperfusi ginjal berkaitan dengan berbagai
keadaan yang menyebabkan deplesi volume intravaskuler, menurunnya volume
sirkulasi arteri yang efektif, atau terkadang obstruksi vaskuler ginjal.Beberapa
keadaan prarenal yang paling sering sering dengan peningkatan resiko ARF
adalah pembedahan aorta abdominalis, operasi jantung terbuka ,syok kardigenik,
luka baker berat, dan syok septic.Sebagian besar ini berkaitan dengan hipotensi
sistemik dengan aktivasi kompensatorik system saraf simpatis dan system rennin
– angiotensin – aldosteron.Angiotensin menyebabkan vasokonstriksi ginjal, kulit,
dan jaringan vaskuler spalangnikus,dan oldosteron menyebabkan retensi garam
dan air.Respon ini didesain untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata
sistemik dan perfusi ke organ-organ yang penting.
2) Azotemia pascarenal merupakan penyebab ARF yang jarang terjadi (5%).
Mengarah pada obstruksi aliran urine di setiap tempat pada saluran
kemih.Pembesaran prostate ( akibat hipertrofi jinak atau kanker ) merupakan
penyebab tersering obstruksi aliran kandung kemih. Penting disadari bahwa
obstruksi aliran keluar urine dalam waktu lama akan menyebabkan hidronefrosis,
kerusakan berat parenkim ginjal, dan ARF.
3) GGA intrinstik
a. Nekrosis tubular akut ( ATN ) merupakan lesi ginjal yang paling sering
menyebabkan ARF ( 75% ).ATN terjadi akibat iskemia yang lama.
b. Penyebab nefrotoksik adalah nefrotoksik endogen dan nefrotoksik
eksogen.Nefrotoksik eksogen dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama:
antibiotic, bahan kontras, logam derat, dan pelarut.
E. Patofisiologi
Azotemia akut dapat disebabkan beberapa sebab:
1) Prerenal: Turunnya tekanan darah atau obstruksi arteri- arteri dan vena renalis.
2) Renal : Nekrosis tubuler akut dan penyakit-penyakit parenkhim lainnya, seperti
nekrosis korteks bilateral, glomerulitis, nekrosis papillaris, dan penyakit ginjal
kronik stadium akhir, serta sebab-sebab lain, misalnya, hiperkalsemia,
hiperurisemia, mieloma multipel, dan penolakan homograft.
3) Postrenal: Obstruksi saluran urin, misalnya, hi pertrofi prostat jinak.

Mekanisme-mekanisme patofisiologi untuk azote mia akut yang disebabkan oleh


penyakit ginjal intrinsik belum sepenuhnya jelas. Kelihatannya ada suatu inter aksi yang
kompleks antara beberapa faktor yang mencakup hal-hal berikut :

1) Menurunnya aliran darah ke korteks ginjal di ikuti penurunan kecepatan filtrasi


glomerulus (GFR).
2) Nekrosis tubuler akut.
3) Obstruksi tubulus oleh debris seluler dan pig men-pigmen protein, misalnya,
hemoglobin atau mio globin.

Gagal ginjal akut adalah sebuah bentuk khusus azotemia akut akibat penyakit
ginjal intrinsik yang dapat bersifat reversibel dalam jangka waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu. Babasan mendalam tentang gagal ginjal akut, termasuk
patofisiologinya, disajikan oleh Finn (1979) dan Levinsky (1977).

F. Pemeriksaan diagnostik
1) Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2) Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
3) KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
4) Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5) Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular,
massa.
6) Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks
ureter,retensi
7) Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
8) Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
9) Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
10) EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.

G. Diagnosis dan intervensi keperawatan


1) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Intervensi : Manajemen hypervolemia

Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan)
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor intake dan output cairan Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar
natrium, BUN, hematocrit, berat jenis urine)
- Monitor kecepatan infus secara ketat

Terapeutik

- Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama


- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°

Edukasi

- Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam


- Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian diuretik


- Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
2) Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung
Intervensi : Perawatan jantung

Observasi
- Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan
berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
- Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
- Monitor intake dan output cairan Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada (mis. intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitas yang
mengurangi nyeri)
- Monitor nilai laboratorium jantung (mis. elektrolit, enzim jantung. BNP, NT pro-
BNP) Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis, beta blocker,
ACE inhibitor, calelum channel blocker, digoksin)

Terapeutik
- Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
3) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
Intervensi : Manajemen Nutrisi

Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoteransi makanan
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)


- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu


- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antlemetik),


jika perlu

4) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan


Intervensi : Manajemen Energi

Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur

Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivtas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

H. Intervensi dari hasil penelitian

JURNAL ANALISIS
Problem Problem : POLA PENGGUNAAN OBAT
UNTUK PENDERITA GAGAL GINJAL
AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP)
DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN
1997-2001
Population :
Patient :
Intervention
Penelitian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap
pertama adalah penelusuran data (Proses
penelusuran data dimulai dari observasi la-
poran unit rekam medik secara retrospektif
untuk kasus-kasus dengan diagnosis utama
GGA selama tahun 1997-2001) dan tahap
kedua adalah identifikasi pola penggunaan
obat (Pada tahap ini dilakukan identifikasi
melalui tabel tabel yang dibuat. Kemudian
dibandingkan dengan standar pelayanan
medik dari RSUP Dr. Sardjito).

Comparison Tidak ada intervensi pembanding.


Outcome Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
GGA mendapat variasi obat yang sangat
banyak. Penggunaan antibiotik, diuretik,
dan elektrolit merupakan kasus terbanyak.
Ini sesuai dengan Standar Pelayanan
Kesehatan di RS Sardjito. Yang lainnya
ditujukan untuk obat simptomatis yaitu
antihipertensi, obat cardioasculer, analgetik,
antiemetik, multivitamin, laxan dll.
Tergantung gejala dan komplikasi pasien.
Variasi
nomor antara 1-24. Jumlah rata-rata adalah
7,7 obat. Itu cenderung menggunakan
antibiotik generasi baru
dan antibiotik kombinatin, sebagai
indikator prescibing yang boros. Rute
administrasi paling banyak secara lisan
kasus dan 38% melalui injeksi. Rute injeksi
menunjukkan prescibing boros kecuali pada
perawatan darurat. Yang lain digunakan
oleh sublingual dan supositoria. Rata-rata
lama tinggal 12,52 hari. Kematian
persentase adalah 22%
CHRONIC KIDNEY DISEASE

(GAGAL GINJAL KRONIS)

B. Pengertian
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azoternia (Bayhakki.,
2012)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria.1-6 Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan serta
penurunan fungsi ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan maupun proses
degenerative.
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)

C. Anatomi dan fisiologi ginjal


1. Anatomi

Dari gambar 1.1 di atas dapat dilihat anatomi ginjal tampak dari depan, disini
dapat diketahui bahwa ginjal terletak di rongga abdomen, retroperitoneal kiri dan kanan
kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritonium.
Dari gambar 1.1 dan gambar 1.2 di atas dapat dijelaskan bentuk ginjal menyerupai
kacang dengan sisi cekungnya menghadap kemedial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal
yaitu tempat sruktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter
menuju dan meninggalkan ginjal.
Ginjal terletak di rongga abdomen, retroperitoneal primer kiri dan kanan kolumna
vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritoneum. Batas
atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah
ginjal kiri setinggi vertebr lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar
5-7 cm, dan tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada
pria dewasa 150-170 gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti
kacang, sisi dalamnya menghadap ke vertebra thorakalis, 9 sisi luarnya cembung dan di
atas setiap ginjal terdapat kelenjar suprarenal (Setiadi, 2007).
Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang
dapat membungkusnya ,dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat
struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian korteks di sebelah luar dan
bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai
enam belas massa berbentuk piramid, yang disebut piramid ginjal. Puncak- puncaknya
langsung mengarah ke helium dan berakhir di kalies.kalies ini menghubungkan ke pelvis
ginjal.
Nefron, Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan –
satuan fungsional ginjal,diperkirakan ada 1.000.000 10 nefron dalam setiap ginjal. Setiap
nefron mulai berkas sebagai kapiler (badan malphigi atau glumelurus) yang serta
tertanam dalam ujung atas yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisni tubulus
berjalan sebagian berkelok–kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula
proximal tubula itu berkelok–kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula distal, yang
bersambung dengan tubula penampung yang berjalan melintasi kortek atau medulla untuk
berakhir dipuncak salah satu piramidis.
Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus, struktur ginjal mempunyai
pembuluh darah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal,
cabang-cabangnya beranting banyak di dalam ginjal dan menjadi arteriola (artriola
afferents) dan masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu
badan malpighi, inilah yang disebut glumelurus. Pembuluh eferen kemudian tampil
sebagai arterial aferen (arteriola afferents) yang bercabang-cabang membentuk jaringan
kapiler di sekeliling tubulus uriniferus. Kapilerkapiler ini kemudian bergabung lagi
membentuk vena renalis, yang membawa darah dari ginjal kevena kava inferior (Evelin,
2000).
2. Fisiologi
a. Berbagai fungsi ginjal anatara lain adalah (Setiadi, 2007):
1) Mengekresikan sebagian terbesar produk akhir metabolisme tubuh (sisa
metabolisme dan obat-obatan).
2) Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah
cairan tubuh.
3) Mengatur metabolisme ion kalsium (Ca+ ) dan vitamin D.
4) Menghasilkan beberapa hormon antara lain:
- Eritropoetin yangberfungsi sebagai pembentukan sel darah merah.
- Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah serta hormon
prostaglandin.
b. Proses pembentukan urine
Ada 3 tahap proses pembentukan urine (Syefudin, 2001) :
1) Proses filtrasi : Terjadi di glumelurus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan bagian
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tertampung
oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa air sodium klorida sulfat bikarbonat dll,
diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsobsi : Pada proses ini penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan obligator reabsopsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada
tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion
bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah,
penyerapannya terjadi secara aktif yang dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan
sisanya dialirkan pada papil renalis.
3) Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan
ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.

D. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala gagal ginjal kronik menurut Wijaya & Putri (2013) yaitu:
a) Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, sesak napas akibat pericarditis, efusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b) Gangguan Pulmoner
Napas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak serta suara krekels.
c) Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan metabolism protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi, perdarahan mulut dan napas
bau ammonia.
d) Gangguan Muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrome (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas).
e) Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
f) Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore, gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g) Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hyperkalemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia.
h) System Hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolysis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi thrombosis dan trombositopeni.

E. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013), penyebab gagal ginjal kronik dibagi menjadi
beberapa yaitu:
a) Gangguan pembuluh darah ginjal : berbagai jenis lesi vascular dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling
sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi
skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromuskular pada satu
atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.
Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang
tidak diobati, dikarakteristik oleh penebalan, hilangnya elastisitas system,
perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya
gagal ginjal.
b) Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis dan SLE
c) Infeksi: dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dan kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui cairan darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut plenlonefritis.
d) Gangguan metabolic: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefroti amyloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
e) Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau logam
berat.
f) Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi
uretra.
g) Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan
yang dikarakteristikan oleh terjadinya kista/ kantong berisi cairan di dalam
ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
kongenital (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

F. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal
ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan
mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang
sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan
nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi
penurunan fungsi
2. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat
tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,
menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
3. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
5. Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal.
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak
seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal (Corwin,
1994).

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht,
Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)

b. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP,
TKK/CCT

2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).

3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.

4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan
Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan
rontgen tulang, foto polos abdomen.

H. Penatalaksanaan

1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.


2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)

J. Diagnosis dan intervensi keperawatan


1) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Intervensi : Manajemen hypervolemia
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. ortopnea, dispnea, edema,
JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan)
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor intake dan output cairan Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar
natrium, BUN, hematocrit, berat jenis urine)
- Monitor kecepatan infus secara ketat

Terapeutik

- Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama


- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°

Edukasi

- Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam


- Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian diuretik


- Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
2) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
Intervensi : Manajemen Nutrisi

Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoteransi makanan
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)


- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu


- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antlemetik),


jika perlu
3) Integritas kulit b.d kekurangan/kelebihan volume cairan
Intervensi : Perawatan integritas kulit

Observasi
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)

Terapeutik
- Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
- Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
- Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

K. Intervensi dari hasil penelitian

JURNAL ANALISIS
Problem  Problem : TERAPI THOUGHT
STOPPING, RELAKSASI
PROGRESIF DAN PSIKOEDUKASI
TERHADAP PENURUNAN
ANSIETAS PASIEN GGK YANG
MENJALANI HEMODIALISA
 Population : Seluruh pasien gagal
ginjal kronik yang sedang menjalani
hemodialisa di Ruang Hemodialisa
lantai 3 RS Pelni Jakarta
 Patient : Pasien gagal ginjal kronik
Intervention Metode dalam penelitian ini menggunakan
metode eksperimen. Pendekatan yang
dilakukan adalah mengkaji seluruh pasien
yang ada di ruang Hemodialisa lantai 3
mulai hari Senin sampai Rabu karena
jadwal hemodialisa pada pasien tersebut
dua kali seminggu, bila Senin dan Kamis,
Selasa dengan Jum’at serta Rabu dengan
Sabtu. Semua pasien dilakukan pengkajian
mulai dari data demografi dan pengkajian
tingkat ansietas. Saat pelaksanaan
pengkajian peneliti dibantu oleh perawat
ruangan dan menggunakan tabel yang
sudah ditentukan untuk mempermudah
mengklasifikasi tingkat ansietas pada
pasien tersebut yang sebelumnya perawat
sudah diberikan penjelasan oleh peneliti.
Comparisson Tidak ada intervensi pembanding
Output Hasil penelitian terhadap respon pasien
ansietas setelah mendapatkan terapi adalah
persepsi pasien meluas, respon fisiologis
pasien terjadi peningkatan tidur dan makan,
respon afektif pasien tidak merasa khawatir
dan pasien dapat bersosialisasi. Simpulan,
pelaksanaan paket terapi keperawatan yang
efektif diberikan pada skala ringan adalah
terapi generalis dan terapi spesialis thought
stopping, relaksasi progresif dan
psikoedukasi dengan hasil kemampuan
pasien mengontrol ansietas meningkat serta
berdampak positif terhadap caregiver

DAFTAR PUSTAKA
(2020). Chronic Kidney Disease, Stage 1. Definitions. https://doi.org/10.32388/yzopkc

Ii, B., Pustaka, T., & Pustaka, A. T. (n.d.). Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/578/1/KTI%20ISMAIL.pdf Accessed: 2021-02-09

https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Master-10822-lampiran.Image.Marked.pdf Accessed:
2021-02-09

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-hudiyantog-5460-2-babii.pdf Accessed:
2021-02-09

Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Carl E. Speicher, J. W. (1996). Pemilihan Uji Laboratirium yang Efektif. Jakarta: EGC.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : PPNI

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : PPNI

Anda mungkin juga menyukai