Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN


UROLITHIASIS

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Leni Merdawati,Ns S.kep M.Kep

Oleh :

Kelompok 3

Hamelda Fajri Weirpa (1811311016)

Annisa Aulia Darma (1811312020)

Rihadatul Nur (1811312038)

Tisya Mutiara Rahmadini (1811313018)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah pada pasien Urolithiasis”. Diharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Padang, 28 Januari 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3

A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan................................................................3

B. Landasan Teori Urolithiasis..............................................................................12

D. Landasan teoritas Asuhan Keperawatan...........................................................23

BAB III PENUTUP......................................................................................................29

A. Kesimpulan.......................................................................................................29

B. Saran..................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Grace (2006, dalam buku ajar asuhan keperawatan system perkemihan,2
014) mengatakan bahwa Urolithiasis atau sering disebut dengan batu saluran k
emih merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing karena faktor pres
pitasi endapan dan senyawa tertentu. Pembentukan batu dapat terjadi ketika tin
gginya konsentrasi Kristal urin yang membentuk batu. Adapun senyawa yang
membentuknya seperti kalsium oksalat 60%, fosfat 30%, asam urat 5% dan sist
in 1%.
Prevalensi urolithiasis adalah 1-12% di dunia, setiap tahun di dunia ham
per 3 juta orang mengunjungi pelayanan kesehatan dan setengah nya masuk ke
bagian darurat dengan urolithiasis. Terjadinya urolithiasis berbeda disetiap Neg
ara, di Eropa 5-9%, USA 10-15% dan wilayah Timur-Tengah 20-25%,prevalen
si terendah dilaporkan di Greenland dan Jepang. (Medika tadulako,jurnal ilmiah
kedokteran, vol. 5 no. 1, januari 2018, diakses 27 januari 2020 pukul 22.00 wib).
Di Asia 1-15% penduduk di daerah arab Saudi, uni emirat arab, Pakistan,
india,Myanmar,Thailand,Indonesia,dan Filipina. Di Indonesia sebesar 1,2% pre
valensi tertinggi di Yogyakarta, di aceh 0,9% Jawa Barat, jawa tengah, dan Sula
wesi tengah masing-masing 0,8% serta sumatera utara sebesar 0,3%. Prevalensi
urolithiasis meningkat berdasarkan pertambahan usia. Usia 55-64 th merupakan
usia tertinggi mnegalami urolithiasis sebesar 1,3%, menurun pada usia 65-74 th
sebesar 1,2% dan usia lebih kurang 75 th 1,1%. Urolithiasis pada laki laki lebih
tinggi yaitu 0,8% dibanding peempuan 0,4% lalu pada masyarakat tidak bersek
olah dan tidak tamat sd 0,8% serta masyarakat wiraswasta 0,8% dan status ekon
omi hamper sama mulai kuintil indeks kepemilikan menengah bawah sampai m
enengah atas 0,6 %. Prevalensi di perkotaan sama dengan perdesann yaitu 0.6%.
. (Medika tadulako,jurnal ilmiah kedokteran, vol. 5 no. 1, januari 2018, diakses
27 januari 2020 pukul 22.00 wib).
Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya gaya hidup yang tid
ak sehat sehingga memicu pembentukan batu, baik bersifat primer,sekunder,dan
tersier. Penduduk pada daerah dengan geografis yang memiliki kandungan mine

1
ral tinggi, menjadikan tingkat prevalensi meningkat sehingga sering disebut seb
agai daerah stone belt (sabuk batu). (buku ajar asuhan keperawatan system perk
emihan,2014).
Sabiston (1994, dalam buku ajar asuhan keperawatan system perk
emihan,2014) mengatakan bahwa perjalanan batu dari ginjal ke Saluran kemih s
ampai dalam kondisi statis menjadi awal untuk pengambilan keputusan pengan
gkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis membentuk pola koligentes yang dis
ebut sebagai batu staghorn.
Bahaya dari urolithiasis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti
hidronephorosis,gagal ginjal,infeksi ginjal,ketidakseimbangan asam basa,bahka
n dapat mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke sirkulasi.
(buku ajar asuhan keperawatan system perkemihan,2014).

B. Tujuan
1. Secara Umum
Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatann pada Pasien
Urolithiasis
2. Secara Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian
b. Mampu menegakkan diagnose keperawatan
c. Mampu melakukan luaran (NOC/SLKI)
d. Mampu melakukan Intervensi (NIC/SLKI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Speakman (2008, dalam Nixon Manurung, 2018 ) mengatakan Sistem
perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
diper- gunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan benupa urine (air
kemih). Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyari- ngan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urine (air kemih).

Panahi (2010, dalam Nixon Manurung, 2018 ) mengatakan susunan


sistem perkemihan terdiri dari:

a) Dua ginjal (ren) yang menghasilkan urine,


b) Dua ureter yang membawa urine dari ginjal ke vesika urinaria
(kandung kemih),
c) Satu vesika urinaria tempat urine dikumpulkan, dan
d) Satu uretra urine dikeluarkan dari vesika urinaria

1. Ginjal

Baradero (2009, di dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)
mengatakan bahwa ginjal adalah sepasang organ retroperineal yang integral
dengan homeostasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan, termasuk
keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormone dan enzim yang
membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolism
kalsium dan fosfor. Ginjal membuang Sisa metabolism dan menyesuaikan
ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh, asiditas dan
elektrolit, sehingga mempertahankan kormposisi cairan yang normal.

Ginjal memiliki bentuk seperti biji kacang yang jumlahnya ada dua buah
yaitu di sebelah kiri dan karan. Ginjal kiri memiliki ukuran lebih besar dari
ginjal kanan dan pada umurnnya ginjal laki-laki memiliki ukuran yang lebih
panjang dibandingkan dengan ginjal wanita( Eko Prabowo dan Andi Eka
Pranata, 2014) .

3
(sumber : Prabowo Eko & Pranata Eka Andi.2014, Buku Ajar Asuhan Keperawatan
System Perkemihan,Yogyakarta : Nuha Medika)

a. Fungsi ginjal dalam ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014) :

Seperti kita sebutkan di atas tadi, selain untuk menyaring kotoran dalam
darah, ginjal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

1) Mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh, antara lain: urea, asam urat,
amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri dan juga obat-obatan. Jika zat-zat
tersebut tidak di ekskresikan oleh ginjal, maka manusia tidak akan bisa bertahan
hidu Hal ini dikarenakan tubuhnya akan diracuni oleh kotoran yang dihasilkan
oleh tubuhnya sendiri. Bagian ginjal yang memiliki tugas untuk menyaring adalah
nefron

2) Mengekskresikan gula kelebihan gula dalam darah Zat-zat penting yang larut
dalam darah akan ikut masuk ke dalam nefron, lalu kembali ke aliran darah. Akan
tetapi, apabila jumlahnya didalam darah berlebihan, maka nefron tidak akan
menyerapnya kembali

3) Membantu keseimbangan air dalam tubuh, yaitu mempertahankan tekanan


osmotik ektraseluler Cairan tubuh yang larut dalam darah, jumlahnya diatur oleh
darah. Oleh karena itu volume darah harus tetap dalam jumlah seimbang agar
tidak terjadi kekurangan atau kelebihan cairan.

4) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseim-bangan asam basa darah,
Jika konsentrasi garam dalam darah berlebihan maka akan terjadi pengikatan air

4
oleh garam. Ampaknya adalah cairan akan menumpuk diintra vaskuler. Selain itu
banyaknya zat kimia yang tidak berguna bagi tubuh didalam darah , maka tubuh
akan bekerja secara berlebihan dan pada akhirnya akan mengalami berbagai
macam gangguan.

5) Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam
pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.

b. Struktur ginjal

Struktur makro ginjal

Coad and Dunstall ( 2007, di dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014) mengatakan bahwa setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsul fibrosa dan memiliki dua lapisan yang berbeda yaitu korteks
yang cokelat kemerahan yang mendapat banyak darah dan medulla pada bagian
dalam , yaitu tempat ditemukannya satuan fungsional ginjal yaitu nefron.

(sumber : Prabowo Eko & Pranata Eka Andi.2014, Buku Ajar Asuhan Keperawatan
System Perkemihan,Yogyakarta : Nuha Medika)

Garis-garis yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron yang


merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal (tubulus kontorti satu), ansa henle, tubulus distal (tubulus kontorti

5
dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri) ( Eko Prabowo dan Andi Eka
Pranata, 2014).

Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam


dapat menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta
ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing
membentuk simpul dari kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus.
Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior ( Eko Prabowo dan Andi Eka
Pranata, 2014).

Nefron

(sumber : Prabowo Eko & Pranata Eka Andi.2014, Buku Ajar Asuhan Keperawatan
System Perkemihan,Yogyakarta : Nuha Medika)

6
Setiap nefron bermula bermula dengan suatu kapsul (kapsula bowman)
yang mengelilingi kapiler glomerulus, yang mengumpulkan filtrat diikuti oleh
tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan awal duktus kolektivus.
Terdapat dua jenis nefron, yaitu nefron kortikal dan nefron jukstamedularis
( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)

Glomerulus memproduksi ultra filtrate dari plasma.

Tubulus proksimal berkelok-kelok saat keluar dari kapsula bowman,


akan tetapi menjadi lurus sebelum menjadi ansa henle bagian desendens dari
medulla. Dinding tubulus proksimaltersusun dari sel epitel kolumnar dengan
brush-border mikrovilli pada permukaan lumen yang meningkatkan luas
permukaan hingga 40 kali lipat. Tight junction (persambungan erat) yang
berada didekat sisi lumen membatasi difusi melalui celah antar sel.
Terminology rongga intra seluler lateral seringkali digunakan untuk
menyebutkan ruang diantara interdigitasi dan membrane basal dan diantara
dasar sel-sel yang berdekatan. Fungsi utama dari tubulus proksimal adalah
reabsorbsi ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Ansa henle bagian tipis (tebal ~20um) terbentuk dari sel-sel squamosa
tipis tanpa mikrovilli. Ansa henle asendens tebal memiliki sel epitel kolumnar
yang serupa dengan tubulus proksimal, namun dengan sedikit mikrovilli. Pada
titik dimana ansa henle berhubungan dengan apparatus jukstaglomerulus,
setelah memasuki korteks kembali, dinding ansa terbentuk dari sel macula
densa yang telah dimodifikasi. Ansa henle penting untuk produksi urine yang
pekat ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Ward et all (2009, dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)
mengatakan bahwa tubulus distal secara fungsional serupa dengan
duktuskolektivus kortikal. Keduanya mengandung sel-sel yang serupa dengan
sel- sel pada ansa henle asendens tebal. Di duktus kolektivus, sel- sel principal
terletak berselang-seling dengan sel interkalasi yang memiliki morfologi dan
fungsi berbeda. Susunan ini berperan untuk keseimbangan asam-basa. Duktus
kolektivus berperan penting dalam homeostasis air.

7
Tabel komposisi urin normal

kandungan Jumlah diekskresikan/Hari


Air 96%
Benda Padat
 Urea 2%
 Lainnya 2%
Ureum 30 mg
Asam Urat 1,5 – 2 mg
Kreatinin -
elektrolit -

Urine dikatakan normal apabila didalamnya mengandung:

a. Glukose

b. Benda-benda keton

c. Garam empedu

d. Pigmen empedu

e. Protein

f. Darah

g. Beberapa obat-obatan

2. Ureter

Merupakan perpanjangan dari tubular yang terdiri dari 2 saluran pipa


berotot, masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria), panjangnya + 25-30 cm, dengan penampang + 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga
pelvis ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Lapisan dinding ureter terdiri dari:

1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

2. Lapisan tengah lapisan otot polos

3. Lapisan sebelah dalam adalah lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 10


detik yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kamih (vesika

8
urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang
diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui
osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih ( Eko Prabowo dan Andi Eka
Pranata, 2014).

Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di


belakang peritoneum sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh
fasia subserosa. Vasa spermatika/ovarika interna menyilano ureter secara
oblique, selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri
iliaka ekstema ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Ureter kanan terletak pada parscdesendens duodenum. Sewaktu turun ke


bawah terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka
iliokolika, dekat apertura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium
dan bagian akhir ilium. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekat
apertura pelvis superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan
mesenterium ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum
pelvis sepanjang tepi anterior dari insura iskhiadikamayor dan tertutup
olehperitoneum. Ureter dapt ditemukan di depan arteri hipogastrika bagian
dalam nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan arteri hemoroidalis media.
Pada bagian bawah insura iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian
medial untuk mencapai sudut lateral dari vesika urinaria ( Eko Prabowo dan
Andi Eka Pranata, 2014).

Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang
oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter
berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut
lateral dari trigonum vesika Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas
dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh
akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dari vesika
urinaria ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan


berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian
atas, vagina untuk mencapai tundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya,

9
ureter didampingi oleh artei uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini
menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter
mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari
ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis
diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk
ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 cm. ( Eko Prabowo dan Andi Eka
Pranata, 2014).

3. Vesika urinaria

Vesikaurinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis


seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang
kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius ( Eko
Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

(sumber : Prabowo Eko & Pranata Eka Andi.2014, Buku Ajar Asuhan Keperawatan
System Perkemihan,Yogyakarta : Nuha Medika)

Bagian vesika urinaria terdiri dari:

a. Fundus yaitu, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah,


bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh
jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis dan prostat.

b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.

c. Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan


ligamentum vesika umbilikalis.

10
Coal dan dunstall ( 2007, dalam ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014) mengatakan bahwa kandung kemih juga terdiri dari otot polos dan
berfunsi sebagai penampung urine. Kandung kemih dikosongkan secara
intermitten dibawah pengaruh kesadaran. Reseptor regang didalam otot dan
trigonum menghasilkan sinyal yang mengisyaratkan kandung kemih sudah
penuh. Kapasitas normal kandung kemih adalah sekitar 700-800 ml, namun
keinginan alami untuk berkemih sudah muncul apa bila jumlah urine didalam
kandung kemih mencapai sekitar 300 ml. Sedangkan ada wanita, karena
kandung kemih terletak dibelakang uterus, maka kapasitas kandung kemih bisa
terganggu oelh semakin membesarnya uterus semasa hamil.

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih


yang bertungsi menyalurkan air kemih keluar ( Eko Prabowo dan Andi Eka
Pranata, 2014).

(sumber : Prabowo Eko & Pranata Eka Andi.2014, Buku Ajar Asuhan Keperawatan
System Perkemihan,Yogyakarta : Nuha Medika)

B. Landasan Teori Urolithiasis

1. Definisi

Grace ( 2006, dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)
mengatakan bahwa Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi
benda padat nada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi

11
endapan dansenyawa tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari
berbagaisenyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat
(5%) dan sistin (1%). Paradigma lampau bahwa batu pada saluran kemih hanya
berasal dari endapan mineral pada air, sehingga faktor presipitasi lainnya
sering dikesampingkan ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Namun, saat ini sumber presipitasi dari batu lebih sering dari asam urat
dan infeksi yang menjadi komplikasi dari penyakit, sehingga makna dari
urolithiasis sendiri bukan hanya batu yang bersifat mineral. Pada studi
epidemiologi, diketahui bahwa penduduk pria Eropa memiliki prevalensi
kejadian urolithiasis 3% dibanding wanita. Pria lebih beresiko daripada wanita
untuk terkena batu saluran kemih ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya adalah lifestyle yang
tidak sehingga memicu pembentukan batu, baik yang bersifat primer, sekunder,
maupun tersier. Penduduk pada daerah dengan geografis yang memiliki
kandungan mineral tinggi, menjadikan tingkat prevalensi meningkat sehingga
sering disebut sebagai daerah stone belt (sabuk atu). Urolithiasis merupakan
kumpulan batu saluran kemih, namun secara inci ada beberapa penyebutannya.
Berikut ini adalah istilah penyakit batu berdasarkan letak batu ( Eko Prabowo
dan Andi Eka Pranata, 2014) :

a. Nefrolithiasis (batu pada ginjal);

b. Ureterolithiasis (batu pada ureter);

c. Vesikolithiasis (batu pada vesika urinaria/ batu buli):

d. Uretrolithiasis (batu pada uretra).

2. Etiologi

Grace ( 2006, dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)
mengatakan bahwa sebelum memahami lebih dalam tentang penyebab dan
faktor resiko dari urolithiasis, perlu kita pahami secara mendalam proses
pembentukan batu saluran kencing, karena hal ini menjadi pedoman klinis
dalam melaksanakan perawatan dan penyembuhan klien. Berikut beberapa

12
teori pembentukan batu saluran kencing (Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014) :

a. Teori Nukleasi

Berawal dari prinsip atom yang memiliki inti dari partikel, maka
pembentukan batu pun berasal dari inti batu yang berbentuk kristal atau benda
asing. Dengan adanya inti inilah, maka lambat laun terjadi proses kristalisasi
dikarenakan adanya senyawa jenuh. sehingga pada urine dengan kepekatan
tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk
terjadinya kristalisasi.

b. Teori Matriks Batu

Sebuah matriks akan merangsang pembentukan batu, karena memacu


penempelan partikel lainnya pada matriks tersebut. Pada pembentukan urine
seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari sel tubulus ginjal,
misalnya protein, globulin, dan mukoprotein. Matriks ini akan berfungsi
sebagai scaffold dan memacu kristalisasi pada urine dengan kepekatan tinggi.

a.Teori Inhibisi yang Berkurang

Secara alamiah, sistem urinary kita telah menjaga keseimbangay salah


satunya adalah mencegah terbentuknya endapan batu. eand dilakukan dengan
cara menjaga sekresi beberapa senyawa yang mampu menghambat kristalisasi
mineral, misalnya magnesium, sitrat, pirofosfat, dan peptida. Dengan adanya
penurunan senyawa tersebut, maka proses kristalisasi akan semakin cepat dan
mempercepat terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor). ( Eko Prabowo
dan Andi Eka Pranata, 2014)

Jika kita telaah mendalam dari ketiga teori di atas, bisa disimpulkan
nahwa proses kristalisasi batu pada saluran kemih didukung oleh tingkat
kepekatan urine yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena urine yang pekat
akan memiliki mobilisasi rendah, sehingga partikel di dalamnya akan bersifat
statis dan berkumpul pada sebuah titik tertentu yang akhirnya membentuk
suatu batu. Hal ini sangat berguna pada waktu memberikan penyuluhan
kesehatan tentang batu bahwa minum air yang banyak akan menurunkan
kepekatan urine dan menyebabkan pergerakan cairan (water mobility) dinamis,

13
sehingga sulit terbentuk partikel batu. ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014)

Corwin (2009, dalam ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)
mengatakan bahwa penyebab terjadinya batu pada saluran kemih utamanya
ginjal banyak sekali sumbernya, antara lain :

a. Peningkatan pH urine

Peningkatan pH pada urine merangsang kristalisasi pada senyawa-


senyawa tertentu, misalnya kalsium. Pada waktu terjadinya peningkatan pH
(basa), maka ion-ion karbonat akan lebih mudah mengikat kalsium, sehingga
lebih mudah terjadinya ikatan antara kedua. Kondisi inilah yang memicu
terbentuknya batu kalsium bikarbonat.

b. Penurunan pH urine

Jika peningkatan urine bisa menyebabkan pembentukan batu, maka


penurunan pH pun menjadi prekursor terbentuknya batu. pH yang rendah
(asam) akan memudahkan senyawa-senyawa yang bersifat asam untuk
mengendap, misalnya senyawa asam urat. Dengan pengendapan asam urat
inilah terbentuk batu asam urat.

c. Kandungan matriks batu tinggi

Ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi sangat beresiko untuk


terjadi endapan. Partikel-partikel dalam darah dan urine memberikan beban
kepada ginjal untuk melakukan filtrası, Dengan kondisi matriks pembentuk
batu yang konsentrasinya tinggi dalam darah maupun urine, maka proses
sedimentasi pada ginjal akan semakin cepat yang lambat laun akan membentuk
batu.

d. Kebiasaan makan (lifestyle)

Secara tidak disadari, pola hidup utamanya konsumsi makanan


memberikan kontribusi terhadap batu Sumber makanan yang mengandung
tinggi purin, kolesterol, dan kalsium berpengaruh pada proses terbentuknya
batu. Hal ini dikarenakan senyawa- senyawa tersebut nantinya akan dilakukan
proses filtrasi pada ginial karena sari-sari makanan yang telah diserap oleh villi

14
pada mukosa intestinal akan beredar dalam sirkulasi yang pastinya akan
melewati ginjal. Dari sinilah senyawa prekursor tersebut akan merangsang
pembentukan batu.

e. Obat-obatan

Obat-obatan yang mempengaruhi filtrasi ginjal (glomerulus filtration


rate/ GFR) maupun yang mempengaruhi keseimbangan asam basa bisa menjadi
prekursor terbentuknya batu.

f. Stagnansi urine

Sesuai dengan prinsip cairan, bahwa mobilitas cairan yang akan


mempengaruhi tingkat sedimentasi yang tinggi. Oleh karena itu, hambatan
aliran urine yang diakibatkan berbagai faktor (obstruksi, input inadekuat) bisa
meningkatkan resiko pembentukan batu.

g. Penyakit

Beberapa penyakit seringkali menjadi penyebab terbentuknya batu.


Infeksi saluran kemih sering menjadi pemicu terbentuknya batu yang disebut
dengan batu struvit, hal ini dibuktikan dengan temuan batu struvit yang
merupakan kombinasi dari magnesium, amonium dan fosfat pada area-area
yang terinfeksi pada saluran kemih. Hiperkalsemia juga menjadi pemicu
terbentuknya batu, karena tingginya kadar kalsium darah. Kondisi asam urat
juga bisa menyebabkan terbentuknya batu asam urat seperti yang dijelaskan di
atas.

h. Obesitas

Kondisi berat berlebihan (obesity) meningkatkan resiko terbentuknya


batu ginjal sebagai dampak dari peningkatan ekskresi kalsium, oksalat dan
asam urat, sehingga menjadi bahan/ matriks pembentuk batu.

3. Manifestasi Klinis

Brooker ( 2009, dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)
mengatakan bahwa gambaran klinis pada pasien dengan urolithiasis tergantung
pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Hal

15
dikarenakan kondisi penyulit tersebut mengakibatkan menurunnya van urine
(urine flow), sehingga menyebabkan resistensi meningkat tan iritabilitas
meningkat. Berikut ini beberapa gambaran klinis dari pasien urolithiasis (Eko
Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014) :

a. Kolik ureter (nyeri pinggang):

Hal ini dikarenakan stagnansi batu pada saluran kemih, sehingga terjadi
resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri hebat.
Jika gesekan semakin kronis, maka akan menimbulkan inflamasi jaringan yang
akan memperparah kondisi dan meningkatkan kualitas nyeri. Nyeri pinggang
biasanya timbul secara mendadak, karena mengikuti perhentian batu dalam
sirkulasi urine. Nyeri menyebar ke paha, testis atau labia mayora. Nyeri
kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khususnya nefrolithiasis.

b. Hambatan miksi

Dikarenakan adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urine


(urine flow) mengalami penurunan, sehingga sulit sekali untuk miksi secara
spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih berada pada ginjal,
sehingga urine yang masuk ke vesika urinaria mengalami penurunan.
Sedangkan pada klien uretrolithiasis, obstruksi urine berada pada saluran
paling akhir, sehingga power untuk mengeluarkan ada, namun hambatan pada
saluran menyebabkan urine stagnansi.

c. Distensi vesika urinaria

Akumulasi urine yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan


menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba
bendungan (distention) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika.

d. Hematuria

Hematuria tidak selalu terjadi pada klien dengan urolithiasis. Namun,


jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal, maka seringkali terjadi
hematuria yang masive. Hal ini dikarenakan vaskuler ginjal sangat kaya dan
memiliki sensitifitas yang tinggi dan didukung Jika karakteristik batu yang
tajam pada sisinya.

16
e. Mual muntah

Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan


pada pasien karena nyeri yang sangat hebat, sehingga mengalami stress tinggi
dan memacu sekresi HCL pada gaster.

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan fisik menjadi pemeriksaan dasar dari stone exercise.


Namun, untuk menentukan diagnostik maka harus didukung dengan
pemeriksaan penunjang. Berikut pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
pada pemeriksaan urolithiasis (Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014) :

a.Radiologi

Batu bersifat radiopak/ radiolusen, sehingga akan mudah tergambarkan


pada waktu dilakukan penyinaran X-Ray Perbedaan sifat batu ini
menggambarkan jenis batu. Perrieriksaan radiologi yang biasanya dilakukan
ada foto polos abdomen, bisa dengan penambahan zat kontras untuk
memperjelas gambaran dari batu. Ultrasonografi (USG) juga dilakukan jika
tindakan dengan kontras tidak bisa dilakukan. USG memiliki kelebihan, karena
dapat menentukan posisi batu lebih jelas dan bisa digunakan selama operasi
dilakukan. ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)

b. Laboratorium

Urinalisis dilakukan untuk menentukan adanya darah (hermaturia)


dalam urine, jenis batu, pencetus batu Selain itu, pemeriksaan fungsi ginjal
(RFT/ Renal Function Test) juga dilakukan untuk mengetahui status faal ginjal.
( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014)

Adapun pemeriksaan diagnostiknya yaitu (Rudi Hryono, 2013 ):

1. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum


menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksolat), serpihan,
mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (mening- katkan sistin dan batu asam

17
urat) atau alkalin (meningkatkan mag- nesium, fosfat amonium, atau batu
kalsium fosfat).

2. Urin (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksolat atau sistin
mungkin meningkat.

3. Kultur urin: mungkin meningkatkan ISK (Stapilococus aureus, Pro- 2.


teus, Klebsiela, Pseudomonas).

4. Servei biokimia: peningkatan kadar kalsium, magnesium, asam urat,


fosfat, protein, elektrolit.

5. BUN(Blood urea nitrogen ): abnormal (tinggi pada serum/rendah pada


urin) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/ nekrosis.

6. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar klorida dan


penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

7. Hitung darah lengkap: SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/


septikemia.

8. Hemoglobin/Hematokrit: abnormal bila pasien mengalami dehidrasi


berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia
(perdarahan, disfungsi/gagal ginjal).

9. Hormon paratiroid: meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang


reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urin.)

10. Foto rontgen: menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik
pada daerah ginjal dan ureter.

11. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri


abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomi
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

12. Sistoureterokopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter,


menunjukkan batu dan atau efek obstruksi.

18
13. CT scan: mengidentifikasi atau menggambarkan kalkuli dan masa lain;
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.

14. Ultrasound ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, loka- si batu.

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Penatalaksanaan klinis pada klien urolithiasis bergantung pada letak dan


ukuran batu. Hal ini untuk mempertimbangkan apakah memerlukan tindakan
pembedahan atau cukup dengan mini invasive. Teknologi saat ini sangat
berkembang dan memberikan manfaat yang luar biasa dalam dunia
pembedahan. Meminimalisir tindakan pembedahan sangat menguntungkan
pada pasien, baik secara finansial maupun tingkat pemulihannya. Oleh karena
itu, beberapa tindakan pengangkatan batu dilakukan dengan pemanfaatan
teknologi mutakhir. Berikut ini adalah penatalaksanaan pada klien urolithiasis
(Britto, 2005, Tambayong. 2000) :
a. Simptomatik

Pemberian obat-obatan pelarut batu dilakukan jika ukuran batu tidak


terlalu besar dan tidak terlalu keras, Peluruh batu akan memecah batu lebih
kecil, sehingga bisa diragasi keluar bersama unine. Minum air putih yang
banyak diperlukan saat irigasi batu, seningga Trekuensi kencing akan
meningkat dari kualitas dan kuantitas
b. Pembedahan

Pembedahan dilakukan jika ukuran batu besar dan tidak memungkinkan


untuk dikeluarkan dengan tindakan simptomatik maupun litotripsi. Pembedahan
(lumbotomy) dilakukan dengan memperhatikan letak batu, sehingga teknik
insisi akan mengikuti dari pertimbangan tersebut.
c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Tindakan ini digunakan untuk memecahkan batu pada ginjal dengan


menggunakan pancara gelombang yang penghantarannya berada dalam
genangan air. Gelombang yang dihantarkan berupa gelombang kejut (shock
wave) dengan harapan mampu meretakkan batu pada ginjal. Pasien ditempatkan
dalam sebuah wadah/ kolam yang berisi air. Dengan panduan USG
piezoelektnis maka akan ebin mudah untuk menentukan posisi batu Insisi tetap
dilakukan namun mini insisi pada perkutan untuk mengeluarkan batu Dari insisi
inlah dimasukkan sebuah dilator sebaga lintasan untuk pengambilan batu.
Selang nelrostomo in situ ditanamkan selama 24-48 jam untuk memantau
bleeding pada bekas operasi dan sebagai drainase.
d. Litotripsi ureter

19
Tindakan ini bisa dilakukan jika batu berada pada sepertiga bawah dan
atas saluran ureter. Litotripsi pada batu sepertiga atas ureter dilakukan dengan
mendorongnya terlebih dahulu untuk masuk ke pelvis renalis sebelum
dilakukan litotripsi. Pada kondisi batu ureter pasca operasi, biasanya dilakukan
pemasangan DJ Stent. Hal ini untuk memperiancar irigasi urine untuk keluar
dikarenakan terjadinya inflamasi pada ureter viseral pasca iritasi batu. Stent
akan ditanamkan in situ dalam ureter dalam beberapa waktu sampai evaluasi
hidronephrosis dinyatakan sudah negatif.
e. Litolapaksi Endoskopik

Sebenarnya litotripsi pada batu vesika bisa dilakukan dengan non


invasive melalui uretra. Batu akan dihancurkan dengan menggunakan
penghancur aligator yang dimasukkan melalui dilator dan dibantu optik.
Metoda litolapaksi endoskopik dilakukan melalui sistoskopi kaku melalui
kateter irigasi pascaoperasi.
6. Komplikasi
Jika keberadaan batu dibiarkan maka dapat menjadi sarang kuman yang
hisa menimbulkan infeksi saluran kemih, pielonefritis, yang akhirnya merusak
ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibat terparahnya.

20
7.WOC ( sumber ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014 hal 117). Penurunan
senyawa
\
Sedimentasi inhibitor batu
Kristal batu

Inti batu Matriks batu Kristalisasi


matriks batu

Scaffolding
kristalisasi
kristalisasi Teori inhibisi
berkurang

Teori nukleasi Teori matriks


batu

PH urin turun Stone theory


PH urin naik

Endapan aasam Urolithiasis Ikatan CaCO3


urat

lifestyle obesitas sedimentasi

Diet tinggi purin,


kolesterol, kalsium Matriks batu

21
Obat-obatan Stagnasi urine
A.

B.
Sedimentasi
C. matriks

Dalam buku ( Eko Prabowo dan AndiInfeksi


Eka Pranata, 2014). Dijelaskan bahwa
etiologi dari penyakit urolithiasis sendiri mempunyai beberapa teori seperti Teori
nukleasi yang menjelaskan bahwa terjadinya urolithiasis berasal dari Kristal, urin
yang terlalu pekat dapat berisiko terbentuknya batu. Teori matriks batu menjelaskan
bahwa ada sebuah matriks yang akan merangsang pembentukan batu dan memacu
penempelan partikel lain. Teori inhibisi yang berkurang, teori ini menjelaskan bahwa
ini terjadi akibat penurunan senyawa inhibitor batu.
Sedangkan sumber lainnya mengatakan bahwa penyebab terjadinya batu pada
saluran kemih antara lain adalah peningkatan Ph urine, penurunan ph urine, kebiasaan
makan (lifestyle), obat-obatan, stagnasi urine dan juga dikarnakan obesitas.

C. Landasan teoritas Asuhan Keperawatan


Dalam kencing (Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014) landasan
teoritis asuhan keperawatan dalam urolithiasis sebagai berikut :
1. Pengkajian :

a. Biodata

Secara anatomis, tidak ada faktor jenis kelamin dan usia yang signifikan
dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolithiasis di
lapangan seringkali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini
dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan kondisi geografis,
b. Keluhan Utama

Keluhan yang sering ditemukan pada pasien dengan urolithiasis adalah


nyeri (pada punggung, panggul, abdominal, lipat paha, genetalia), mual muntah,
kesulitan dalam kencing).
c. Riwayat Penyakit

Pada observasi sering ditemukan adanya hematuria (baik secara


mikroskopis maupun gross), oliguria. Kondisi kolik (ginjal/ ureter) biasanya

22
timbul secara tiba-liba (mendadak) dengan pemicu yang beragam (aktifitas
rendah, input cairan rendah, pengaruh gravitasi yang tinggi, imobilitas). Dengan
serangan ini biasanya membuat pasien untuk segera mendapatkan pelayanan
kesehatan. Kaji riwayat penyakit sebelumnya, ulamanya penyakit yang
meningkatkanresiko terbentuknyabatu, misalnya asamurat, hiperkolesterol,
hiperkalsemia, dan lain sebagainya. Urolithiasis bukan merupakan penyakit
menular dan genetik, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap keluarga yang
sebelumnya mengalami batu saluran kemih.
d. Pola pengkajian Gordon

1) Pola Psikososial

Secara realita, tidak ada pengaruh kondisi penyakit urolothiasis terhadap


interaksi sosial. Hambatan dalam interaksi sosial dikarenakan adanya
ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga fokus perhatiannya hanya
pada sakitnya. Isolasi sosial tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit
menular.
2) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari

Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,


tetari dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas pasien
relatif dibantu oleh keluarga, misainya berpakaian, mandi, makan, minum dan
lain sebagainya, terlebih jika kolik mendadak terjadi.
Terjadi mual muntah karena peningkatan tingkat stress pasien akibat
nyeri hebat. Anoreksi seringkali terjadi karena kondisi pH pencernaan yang
asam akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sebenarnya
tidak ada masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum karena takut
urinenya semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami. Eliminasi alvi
tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti oleh penyakit
penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing (disuria, pada diagnosis
uretrolithiasis), hematuria (gross/ flek), kencing sedikit (oliguria), distensi
vesika (vesikolithiasis).
e. Pemeriksaan Fisik

Anamnesa tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi cin khas dari urolithiasis. Kaji TTV,
biasanya tidak ada perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardia
akibat nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi
vesika (vesikolithiasis/ uretrolithiasis), teraba massa keras/ hatu
(uretrolithiasis).
Jika sudah terjadi infeksi, maka sering terjadi keluhan demam. hipertensi
dan vasodilatasi kutaneus. Pada palpasi bimanual. sering teraba masa pada
abdomen jika terjadi hidronefrosis.
f. Pemeriksaan Penunjang

23
1. Foto polos abdomen

Mendeteksi adanya batu ginjal pada sistem pelvicalyses, kalsifisikasi


parenkim ginjal, batu ureter, kalsifikasi dan batu kandung kemih.

2. Urografi Intravena

Dengan pemasukan zat kontras 50-100 maka batu ginjal bisa


teridentifikasi. Hal ini akan memperlihatkan pelvicalyses, ureter, dan
vesika urinaria

3. Pielografi Antegrad

Kontras langsung disuntikkan ke dalam sistem pelvicalyses, sehingga


akarı tergambarkan batu.

4. Urinalisis

Sering ditemukan adanya hematuria pada urine. Hal ini jika terjadi lesi
pada mukosa saluran kemih karena iritasi dari batu.

2. Diagnosa Keperawatan, Kriteria Hasil Dan Intervensi Yang Dilakukan

NANDA NOC NIC


Nyeri Akut (kode control nyeri Pemberian Analgesik
Diagnosis 00132)
Setelah dilakukan Definisi : penggunaan
Definisi: Pengalaman tindakan keperawatan agen farmakologiuntuk
sensori dan emosional yang selama 2 x 24 jam, klien mengurangi atau
tidak menyenangkan akan : menghilangkan nyeri
berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau  mampu Aktivitas-aktivitas :
potensial atau digambarkan menggambarkan  Tentukan lokasi,
sebagai kerusakan factor penyebab nyeri karakteristik, kualitas
(International Association skala 4 ( sering dan keparahan
for Thẻ Study of Pain); menunjukkan) sebelum mengobati
awitan yang tiba-tiba atau  mampu menggunakan pasien
lambat dengan intensitas analgesic yang  Cek perintah
ringan hingga berat dengan direkomendasikan pengobatan meliputi
akhir yang dapat skala 4 ( sering obat, dosis, dan
diantisipasi atau diprediksi menunjukkan ) frekuensi obat
dengan durasi kurang dari 3  mampu mengenali apa analgesic yang
bulan yang terkait dengan diresepkan
gejala nyeri skala 4  Cek adanya riwayat
( sering alergi obat
Batasan karateristik : menunjukkan )  Pilih analgetik atau
 Perubahan selera makan  mampu melaporkan kombinasi analgesic

24
 Perubahan pada nyeri yang terkontrol yang sesuai ketika
parameter fisiologis skala 4 ( sering lebih dari satu
 Perubahan frekuensi menunjukkan ) diberikan
jantung  Berikan analgesic
 Perubahan frekuensi sesuai waktu
pernapasan paruhnya, terutama
 Laporan isyarat pada nyeri berat
 Diaforesis  Susun harapan yang
 Sikap melindungi area positif mengenai
nyeri Sumber : keefektifan analgesic
 Indikasi nyeri yang untuk mengoptimalkan
dapat diamati ( Nursing Outcomes respon pasien
 Perubahan posisi untuk Classification (NOC)
menghindari nyeri Edisi Kelima, Sue
 Sikap tubuh melindungi Moorhead,PhD, RN,
 Dilatasi pupil Marion Johnson,PhD, Sumber :
 Melaporkan nyeri secara RN, Meridean ( Nursing Interventions
verbal L.Maas,PhD, RN, Classification (NIC)
 Fokus pada diri sendiri FAAN, dan Elizabeth Edisi Keenam, Gloria M.
 Gangguan tidur Swanson,PhD, RN, Bulechek, Howard
2016, Hal 247 ) K.Butcher, Joanne M.
Factor yang berhubungan Dochterman, Cheryl M.
Agen cedera (misalnya: Wagner , 2016, Hal 247 )
biologis, fisik, dan
psikologis)

Sumber :

( NANDA-I Diagnosis
Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020,
T.Heather
Herdman,PhD.RN,FNI
dan Shigemi Kamitsuru,
PhD, RN,FNI, 2018, Hal.
445 )

Hambatan Eliminasi Urin Eliminasi urine Irigasi Kandung Kemih


(Kode Diangnosis 00016)
Setelah dilakukan Definisi : pengisian
Definisi: Disfungsi pada tindakan keperawatan sejenis cairan ke dalam
eliminasi urine. selama 3 x 24 jam, klien kandung kemih
akan:
Batasan karateristik: Aktifitas- aktivitas:
 Mengalami perubahan
 Disuria pola eliminasi skala 5  Tentukan apakah akan
( tidak terganggu ) melakukan irigasi

25
 Sering berkemih  Nyeri saat kencing terus menerus atau
akan berkurang skala berkala
 Anyang-anyangan 4 ( ringan  Obsevasi tindakan-
 Rasa terbakar saat tindakan pencegahan
 Inkontinensia
berkemih akan umum
 Nokturia berkurang skala 4  Jelaskan tindakan yang
( ringan ) akan dilakukan pada
 Retensi urin  Frekuensi berkemih pasien
akan mengalami  Monitor dan
 Dorongan perubahan ke skala 4 ( pertahankan kecepatan
ringan ) aliran yang tepat
Faktor yang berhubungan  Retensi urin akan
berkurang ke skala 4 (
 Obstruksi anatomic
ringan )
 Gangguan sensori
Sumber :
motoric
 Infeksi saluran kemih
( Nursing Interventions
Classification (NIC)
Sumber :
Edisi Keenam, Gloria M.
Bulechek, Howard
( NANDA-I Diagnosis
K.Butcher, Joanne M.
Keperawatan Definisi dan
Dochterman, Cheryl M.
Klasifikasi 2018-2020,
Sumber : Wagner , 2016, Hal 122 )
T.Heather
Herdman,PhD.RN,FNI
( Nursing Outcomes
dan Shigemi Kamitsuru,
Classification (NOC)
PhD, RN,FNI, 2018, Hal.
Edisi Kelima, Sue
187 )
Moorhead,PhD, RN,
Marion Johnson,PhD,
RN, Meridean
L.Maas,PhD, RN,
FAAN, dan Elizabeth
Swanson,PhD, RN,
2016, Hal 85 )

Retensi Urine (Kode Eliminasi urine Katerisasi urin


Diagnosis 00023)
Setelah dilakukan Definisi :insersi kateter ke
Definisi: Pengosongan tindakan keperawatan dalam kandung kemih
kandung kemih tidak selama 3 x 24 jam, klien untuk drainase urin
komplet. akan: sementara atau permanen

Batasan karateristik :  Mengalami perubahan Aktivitas – aktivitas :


 Tidak ada haluaran pola eliminasi skala 5
urine ( tidak terganggu )  Jelaskan prosedur dan
 Distensi kandung kemih  Nyeri saat kencing rasionalisasi katerisasi
Menetes akan berkurang skala  Pasang alat dengan
 Disuria 4 ( ringan tepat
 Sering berkemih  Rasa terbakar saat  Isi bola kateter
 Inkontinensia aliran berkemih akan sebelum pemasangan

26
berlebih berkurang skala 4 kateter untuk
 Residu urine ( ringan ) memeriksa ukuran dan
 Sensasi kandung kemih  Frekuensi berkemih kepatenan kateter
penuh akan mengalami  Pertahankan teknik
 `Berkemih sedikit perubahan ke skala 4 ( aseptic yang ketat
ringan )  Gunakan ukuran
Factor yang berhubungan  Retensi urin akan kateter terkecil yang
: berkurang ke skala 4 ( sesuai
 Sumbatan ringan )  Monitor intake dan
 Tekanan ureter tinggi output
 Lakukan atau ajarkan
Sumber : pasien untuk
membersihkan selang
( NANDA-I Diagnosis Sumber : kateter di waktu yang
Keperawatan Definisi dan tepat
Klasifikasi 2018-2020, ( Nursing Outcomes
T.Heather Classification (NOC) Sumber :
Herdman,PhD.RN,FNI Edisi Kelima, Sue
dan Shigemi Kamitsuru, Moorhead,PhD, RN, ( Nursing Interventions
PhD, RN,FNI, 2018, Hal. Marion Johnson,PhD, Classification (NIC)
194 ) RN, Meridean Edisi Keenam, Gloria M.
L.Maas,PhD, RN, Bulechek, Howard
FAAN, dan Elizabeth K.Butcher, Joanne M.
Swanson,PhD, RN, Dochterman, Cheryl M.
2016, Hal 85 ) Wagner , 2016, Hal 124 )

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Grace ( 2006, dalam Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014) mengatakan
bahwa Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat nada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dansenyawa
tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagaisenyawa, misalnya kalsium oksalat
(60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%). Paradigma lampau bahwa batu
pada saluran kemih hanya berasal dari endapan mineral pada air, sehingga faktor
presipitasi lainnya sering dikesampingkan ( Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014).

Bahaya dari urolithiasis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti hidron


ephorosis,gagal ginjal,infeksi ginjal,ketidakseimbangan asam basa,bahkan dapat mem
pengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke sirkulasi. (buku ajar asuhan
keperawatan system perkemihan,2014).

B. Saran
Demikian sedikit informasi yang dapat kami sampaikan. Tentu masih banyak
sekali kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang
membangun masih sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

28
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo Eko & Pranata Eka Andi.2014, Buku Ajar Asuhan Keperawatan System
Perkemihan,Yogyakarta : Nuha Medika

Manurung Nixon.2018, Keperawatan Medical Bedah Konsep, Mind Maping Dan


Nanda Nic Noc Jilid 3, Jakarta : CV. Trans Info Media

Haryono Rudy. 2013, Keperawatan Medical Bedah : System Perkemihan, Yogyakarta


: Rapha Publishing.
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, T.Heather
Herdman,PhD.RN,FNI dan Shigemi Kamitsuru, PhD, RN,FNI, 2018.

Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima, Sue Moorhead,PhD, RN,


Marion Johnson,PhD, RN, Meridean L.Maas,PhD, RN, FAAN, dan Elizabeth
Swanson,PhD, RN, 2016.
Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam, Gloria M. Bulechek,
Howard K.Butcher, Joanne M. Dochterman, Cheryl M. Wagner , 2016.

29

Anda mungkin juga menyukai