DOSEN PENGAMPUH:
Ns.Hendri Heriyanto ,S.Kep,.M.Kep
Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat,
karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang konsep dan askep
kehamilam dengan komplikasi kehamila lewat waktu dalam Keperawatan meskipun masih
banyak kekurangan di dalam makalah ini
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita terhadap Diagnosa Keperawatan Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun guna
memperbaiki makalah yang akan penulis buat di masa mendatang. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi para pelajar. Dan juga semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kedepannya bagi kita semua. Sebelumnya penulis mohon maaf sebesar-
besarnya jika ada keselahan dalam penyusunan kata. Tak ada yang yang sempurna di dunia
ini terkecuali sang Maha Pencipta
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
2.1.1 Definisi.
2.1.2 Etiologi.
2.13 Klasifikasi.
2.1.6 Komplikasi.
3.1 Pengkajian...............
3.2 Diagnosa
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi.
BAB 4
4.1 Kesimpulan.
4.2 Saran.......
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah batu yang terbentuk secara
patologis pada sistem perkemihan mulai dari ginjal, ureter, vesica urinaria
atau pada uretra. (Agustin et al. 2019) Insiden batu saluran kemih
diperkirakan 10 - 15% pada populasi global. Batu saluran kemih merupakan
penyakit yang umum ditemukan dengan morbiditas yang cukup signifikan
dan prevalensinya dilaporkan antara 3% dan 20% di seluruh dunia dengan
risiko kekambuhan seumur hidup 50-70. (Pramiadi, 2017) Berdasarkan data
RISKESDAS (2013) prevalensi penderita urolithiasis berdasarkan
wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,6%, prevalensi
tertinggi di DI Yogyakarta (1,2%), Kalimantan timur sendiri menduduki
peringkat ke tujuh dengan prevalensi 0,4%.(Agustin et al. 2019) Penelitian
di rumah sakit Arifin Ahmad Pekanbaru pada tahun 2010 hingga tahun
2016, didapatkan 1.418 pasien dengan batu saluran kemih yang terdiri dari
951 (67,1%) laki-laki dan 467 (32,9%) perempuan dengan rasio 2:1. Jumlah
pasien terbanyak pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 407 orang
(28,7%), dan yang paling sedikit pada kelompok umur
PEMBAHASAN
2.1.1 Defenisi
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu
saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu: 1. Nefrolithiasis
(batu di ginjal) Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu
didalam pelvis atau kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal dan
matriks organik (Fauzi & Putra, 2016). 2. Ureterolithiasis (batu ureter)
Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti, gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan lainnya (idiopatik) (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel
Ardian Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020). 3. Vesikolithiasis (batu kandung
kemih). Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral pada kandung
kemih. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak baik sehinggal
urine mengendap dikandung kemih (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian
Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020).
2.1.4 Patofisiologi
2.1.7 Komplikasi
5. Obstruksi aliran urine yang menimbulkan penimbunan urine pada ureter
(Mulyanti, 2019) dan refluks kebagian ginjal sehingga menyebabkan gagal
ginjal (Harmilah, 2020).
6. Penurunan sampai kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama
sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal (Harmilah, 2020).
Gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin
darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut
bahkan bisa mengakibatkan kematian (Haryadi, 2020).
7. Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
(Harmilah, 2020).
8. Bakteriuria asimptomatik, ISK, serta sepsis (Ruckle, Maulana, &
Ghinowara, 2020).
5. BUN/kreatinin serum dan urine: abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada
urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
7. Hitung darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat, menunjukkan
infeksi/septikemia.
8. Sel darah merah: biasanya normal
9. Hb, Ht: abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi
ginjal)
10. Hormon paratiroid: meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
rabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine).
11. Foto rontgen: menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomis pada
area ginjal dan sepanjang ureter
12. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abdomen pada struktur anatomis
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureteroskopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan efek obstruksi.
14. CT Scan: mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal,
ureter, dan distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
2.1.9 Penatalaksana
Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan
bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam
waktu 40 hari dengan ukuran batu hingga 4 mm. Observasi juga dapat dilakukan
pada pasien yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan
fungsi ginjal, kelainan anatomi saluran ureter).
2. Terapi Farmakologi
Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu
diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Bila
direncanakan pemberian terapi MET, selain ukuran batu ureter, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor lainnya dalam pertimbangan pemilihan terapi.
Apabila timbul komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal,
dan kelainan anatomi di ureter maka terapi perlu ditunda. Penggunaan α-blocker
sebagai terapi ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti ejakulasi
retrograd dan hipotensi. Pasien yang diberikan αblocker, penghambat kanal
kalsium (nifedipin), dan penghambat PDE-5 (tadalafil) memiliki peluang lebih
besar untuk keluarnya batu dengan episode kolik yang rendah dibandingkan tidak
diberikan terapi. Terapi kombinasi penghambat PDE-5 atau kortikosteroid dengan
α-blocker tidak direkomendasikan. Obat α-blocker menunjukkan secara
keseluruhan lebih superior dibandingkan nifedipin untuk batu ureter distal. Terapi
ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien dengan batu
ureter, khususnya batu ureter distal ≥ 5 mm. Beberapa studi menunjukkan durasi
pemberian terapi obat-obatan selama 4 minggu, namun belum ada data yang
mendukung untuk interval lama pemberiannya.
3. Indikasi Pengangkatan Batu Ureter secara Aktif
Indikasi untuk pengeluaran batu ureter secara aktif antara lain:
- Kemungkinan kecil batu keluar secara spontan;
- Nyeri menetap walaupun sudah diberikan analgesik adekuat;
- Obstruksi persisten;
- Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary kidney); atau
- Kelainan anatomi ureter
2.2.2 Pengkajian
1. Identitas
Secara otomatis, faktor jenis kelamin dan usia sangat signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian batu ureter dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini karena pola hidup,
aktivitas, dan geografis.
2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit skunder yang
menyertai. Keluhan utama biasanya yang sering muncul pada pasien dengan
batu ureter adalah nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang dan nyeri
saat berkemih.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada pasien batu ureter ialah nyeri pada saluran
kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya
batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal. Pasien juga mengalami gangguan
gastrointestinal. 4. Riwayat penyakit dahulu Kemungkinan adanya riwayat
gangguan pola berkemih.