Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP DAN ASKEP BATU SALURAN KEMIH

DOSEN PENGAMPUH:
Ns.Hendri Heriyanto ,S.Kep,.M.Kep

Disusun Oleh :

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHARTAN BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
KATA PENGHANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat,
karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang konsep dan askep
kehamilam dengan komplikasi kehamila lewat waktu dalam Keperawatan meskipun masih
banyak kekurangan di dalam makalah ini

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita terhadap Diagnosa Keperawatan Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun guna
memperbaiki makalah yang akan penulis buat di masa mendatang. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi para pelajar. Dan juga semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kedepannya bagi kita semua. Sebelumnya penulis mohon maaf sebesar-
besarnya jika ada keselahan dalam penyusunan kata. Tak ada yang yang sempurna di dunia
ini terkecuali sang Maha Pencipta

Bengkulu, 28 febuari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar.

2.1.1 Definisi.

2.1.2 Etiologi.

2.13 Klasifikasi.

2.1.4 Patofisiologi (Pathway).

2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)

2.1.6 Komplikasi.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis...

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian...............

3.2 Diagnosa

3.3 Intervensi
3.4 Implementasi

3.5 Evaluasi.

BAB 4

4.1 Kesimpulan.

4.2 Saran.......

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah batu yang terbentuk secara
patologis pada sistem perkemihan mulai dari ginjal, ureter, vesica urinaria
atau pada uretra. (Agustin et al. 2019) Insiden batu saluran kemih
diperkirakan 10 - 15% pada populasi global. Batu saluran kemih merupakan
penyakit yang umum ditemukan dengan morbiditas yang cukup signifikan
dan prevalensinya dilaporkan antara 3% dan 20% di seluruh dunia dengan
risiko kekambuhan seumur hidup 50-70. (Pramiadi, 2017) Berdasarkan data
RISKESDAS (2013) prevalensi penderita urolithiasis berdasarkan
wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,6%, prevalensi
tertinggi di DI Yogyakarta (1,2%), Kalimantan timur sendiri menduduki
peringkat ke tujuh dengan prevalensi 0,4%.(Agustin et al. 2019) Penelitian
di rumah sakit Arifin Ahmad Pekanbaru pada tahun 2010 hingga tahun
2016, didapatkan 1.418 pasien dengan batu saluran kemih yang terdiri dari
951 (67,1%) laki-laki dan 467 (32,9%) perempuan dengan rasio 2:1. Jumlah
pasien terbanyak pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 407 orang
(28,7%), dan yang paling sedikit pada kelompok umur

Kini telah banyak dikembangkan terapi-terapi keperawatan untuk


menangani kecemasan ataupun nyeri, Salah satunya adalah terapi
mendengarkan murotal (mendengarkan bacaan Al-qur’an) yang dapat
mengurangi tingkat kecemasan pada pasien. Terapi ini terbukti 3 berguna
dalam proses penyembuhan karena dapat menurunkan rasa nyeri dan dapat
membuat perasaan klien rileks. Spiritual dan keyakinan. beragama sangat
penting dalam kehidupan manusia karena hal tersebut dapat mempengaruhi
gaya hidup, kebiasaan dan perasaan terhadap kesakitan. Ketika penyakit,
kehilangan atau nyeri mempengaruhi seseorang, energi orang tersebut
menipis, dan spirit orang tersebut dipengaruhi. Al Kaheel asal Suriah dalam
makalahnya menjelaskan bahwa solusi paling baik untuk seluruh penyakit
adalah, AlQur’an. Berdasarkan pengalamannya, ia mengatakan bahwa
pengobatan Al-Qur’an mampu mengobati penyakit yang di alaminya yang
tidak mampu di obati oleh tim medis. Dengan mendengarkan ayat-ayat
mulia dari Al-Qur’an, getaran neuron akan kembali stabil bahkan
melakukan fungsi prinsipilnya secara baik. (Faridah 2015)

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisa


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Defenisi

Batu ureter adalah proses terbentuknya kristal-kristal batu pada saluran


perkemihan (Mulyanti, 2019). Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu
(kalkuli) di saluran kemih. Kondisi adanya batu pada saluran kemih memberikan
gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan berbagai masalah keperawatan
pada pasien (Harmilah, 2020). Batu ureter merupakan suatu keadaan terjadinya
terjadinya penumpukan oksalat, kalkuli (batu ginjal) pada ureter, kandung kemih,
atau pada daerah ginjal. Batu ureter merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu
(Silalahi, 2020).

2.1.2 Etiologi

Menurut Zamzami (2018) terdapat beberapa faktor yang mendorong


pembentukan batu ureter yaitu: 1. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu
dalam urine 2. pH urine abnormal rendah atau tinggi 3. Berkurangnya zat-zat
pelindung dalam urin 4. Sumbatan saluran kencing dengan stasis urine. Disamping
itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan untuk terjadinya
batu ureter yaitu: Retensi partikel urin, supersaturasi urine, dan kekurangan
inhibitor kristalisasi urin. Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran
kemih. Sedangkan menurut Harmilah (2020) pembentukan batu disaluran kemih
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen adalah faktor genetik seperti hipersistinuria, hiperkalsiuria primer,
hiperoksaluria primer, sedangkan faktor eksogen meliputi lingkungan, makanan,
infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum.

2.1.3 Klasifikasi
Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu
saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu: 1. Nefrolithiasis
(batu di ginjal) Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu
didalam pelvis atau kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal dan
matriks organik (Fauzi & Putra, 2016). 2. Ureterolithiasis (batu ureter)
Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti, gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan lainnya (idiopatik) (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel
Ardian Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020). 3. Vesikolithiasis (batu kandung
kemih). Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral pada kandung
kemih. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak baik sehinggal
urine mengendap dikandung kemih (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian
Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020).

2.1.4 Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urine dan menyebabkan


obstruksi, salah satunya adalah statis urine dan menurunnya volume urine akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urine adalah gejala abnormal yang umum
terjadi (Colella, J, Kochis E, Galli B, 2005), selain itu, berbagai kondisi pemicu
terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama
bekal identifikasi penyebab urolithiasis. Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat
berbagai sebab yang disebut faktor resiko. Terapi dan perubahan gaya hidup
merupakan intervensi yang dapat mengubah faktor resiko, namun ada juga faktor
resiko yang tidak dapat diubah seperti, jenis kelamin, pasien dengan urolithiasis
umumnya terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan dengan perempuan 47-60%,
salah satu penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan
penurunan kadar hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu (Vijaya, et
al., 2013). Umur, urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua,
namun bila dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi.
Riwayat keluarga, pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada
kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien
(25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah
mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan
membentuk menjadi batu atau calculi (Colella, et al., 2005). Kebiasaan diet dan
obesitas intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan pada teh,
kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna
hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu (Suddarth, 2015).
Faktor lingkungan, faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak
geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian urolithiasis lebih
tinggi daripada daerah lain (Purnomo, 2012). Pekerjaan, yang menuntut untuk
bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau
terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan merupakan resiko terbesar
dalam proses pembentukan batu karena adanya penurunan jumlah volume urin
(Colella, et al., 2005). Cairan, asupan cairan dikatakan kurang apabila < 1 liter/ hari,
kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya urolithiasis
khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran urin/
volume urin (Domingos & Serra, 2011)

2.1.5 WOC (Web of Caution)


2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Nyeri/kolik
Nyeri hebat atau kolik pada sekitar pinggang merupakan penanda penting
dan paling sering ditemukan. Nyeri biasanya muncul jika pasien
kekurangan cairan tubuh entah itu karena faktor masukan cairan yang
kurang atau pengeluaran yang berlebihan. Nyeri yang dirasakan rata-rata
mencapai skala 9 atau 10 diikuti keluhan mual, wajah pucat, dan keringat
dingin. Kondisi terjadi akibat batu mengiritasi saluran kemih atau obstruksi
batu yang menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis
ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
2. Gangguan pola berkemih
Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu (Harmilah, 2020).
Disuria, hematuria, dan pancaran urine yang menurun merupakan gejala
yang sering mengikuti nyeri. Terkadang urine yang keluar tampak keruh
dan berbau.
3. Demam
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap didalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi (Harmilah, 2020). Sumbatan
adalah batu yang menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi
saluran kemih yang ditandai dengan demam dan menggigil.
4. Gejala gastrointestinal
Respon dari rasa nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal,
meliputi keluhan anoreksia, mual, dan muntah yang memberikan
manifestasi penurunan asupan nutrisi umum. Gejala gastrointestinal ini
akibat refleks retrointestinal dan proksimitas anatomis ureter ke lambung,
pankreas, dan usus besar (Harmilah, 2020). Meliputi mual, muntah, diare,
dan perasaan tidak mual diperut berhubungan dengan refluks reointestinal
dan penyebaran saraf (ganglion coeliac) antara ureter dan intestinal.

2.1.7 Komplikasi
5. Obstruksi aliran urine yang menimbulkan penimbunan urine pada ureter
(Mulyanti, 2019) dan refluks kebagian ginjal sehingga menyebabkan gagal
ginjal (Harmilah, 2020).
6. Penurunan sampai kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama
sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal (Harmilah, 2020).
Gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin
darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut
bahkan bisa mengakibatkan kematian (Haryadi, 2020).
7. Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
(Harmilah, 2020).
8. Bakteriuria asimptomatik, ISK, serta sepsis (Ruckle, Maulana, &
Ghinowara, 2020).

2.1.8 Pemeriksaan penunjang


Berdasarkan teori Harmilah (2020), pemeriksaan penunjang gangguan
urolithiasis antara lain:
1. Urinalisis: warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih, dan kristal (sistin,
asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pH urine asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
3. Kulture urine: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
4. Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein dan elektrolit.

5. BUN/kreatinin serum dan urine: abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada
urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
7. Hitung darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat, menunjukkan
infeksi/septikemia.
8. Sel darah merah: biasanya normal
9. Hb, Ht: abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi
ginjal)
10. Hormon paratiroid: meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
rabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine).
11. Foto rontgen: menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomis pada
area ginjal dan sepanjang ureter
12. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abdomen pada struktur anatomis
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureteroskopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan efek obstruksi.
14. CT Scan: mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal,
ureter, dan distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

2.1.9 Penatalaksana

Tata Laksana Spesifik Batu Ureter


1. Konservatif

Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan
bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam
waktu 40 hari dengan ukuran batu hingga 4 mm. Observasi juga dapat dilakukan
pada pasien yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan
fungsi ginjal, kelainan anatomi saluran ureter).

2. Terapi Farmakologi
Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu
diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Bila
direncanakan pemberian terapi MET, selain ukuran batu ureter, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor lainnya dalam pertimbangan pemilihan terapi.
Apabila timbul komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal,
dan kelainan anatomi di ureter maka terapi perlu ditunda. Penggunaan α-blocker
sebagai terapi ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti ejakulasi
retrograd dan hipotensi. Pasien yang diberikan αblocker, penghambat kanal
kalsium (nifedipin), dan penghambat PDE-5 (tadalafil) memiliki peluang lebih
besar untuk keluarnya batu dengan episode kolik yang rendah dibandingkan tidak
diberikan terapi. Terapi kombinasi penghambat PDE-5 atau kortikosteroid dengan
α-blocker tidak direkomendasikan. Obat α-blocker menunjukkan secara
keseluruhan lebih superior dibandingkan nifedipin untuk batu ureter distal. Terapi
ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien dengan batu
ureter, khususnya batu ureter distal ≥ 5 mm. Beberapa studi menunjukkan durasi
pemberian terapi obat-obatan selama 4 minggu, namun belum ada data yang
mendukung untuk interval lama pemberiannya.
3. Indikasi Pengangkatan Batu Ureter secara Aktif
Indikasi untuk pengeluaran batu ureter secara aktif antara lain:
- Kemungkinan kecil batu keluar secara spontan;
- Nyeri menetap walaupun sudah diberikan analgesik adekuat;
- Obstruksi persisten;
- Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary kidney); atau
- Kelainan anatomi ureter

4. Pilihan Prosedur untuk Pengangkatan


Batu Ureter secara Aktif Secara keseluruhan dalam mencapai hasil kondisi bebas
batu (stone-free rate) pada batu ureter, perbandingan antara URS dan SWL
memiliki efikasi yang sama. Namun, pada batu berukuran besar, efikasi lebih baik
dicapai dengan menggunakan URS. Meskipun penggunaan URS lebih efektif
untuk batu ureter, namun memiliki risiko komplikasi lebih besar dibandingkan
SWL. Namun, era endourologi saat ini, rasio komplikasi dan morbiditas secara
signifikan menurun. URS juga merupakan pilihan aman pada pasien obesitas (IMT
>30 kg/m2) dengan angka bebas batu dan rasio komplikasi yang sebanding.
Namun, pada pasien sangat obesitas (IMT >35 kg/m2) memiliki peningkatan rasio
komplikasi 2 kali lipat. Namun, URS memiliki tingkat pengulangan terapi yang
lebih rendah dibandingkan SWL, namun membutuhkan prosedur tambahan (misal
penggunaan DJ stent), tingkat komplikasi yang lebih tinggi, dan masa rawat yang
lebih panjang. Obesitas juga dapat menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan
SWL (Noegroho et al., 2018)
2.2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Batu Ureter
Asuhan keperawatan merupakan rangkaian interaksi antara perawat, pasien, dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
pasien dalam merawat dirinya (Tarigan & Handiyani, 2019). Asuhan keperawatan
merupakan proses yang sistematis, terstruktur, dan integratif dalam bidang ilmu
keperawatan. Asuhan ini diberikan melalui metode yang disebut proses
keperawatan (Koerniawan, Daeli, & Srimiyati, 2020). Proses keperawatan adalah
pendekatan pemecahan masalah yang melibatkan berpikir kritis, logis dan kreatif
yang merupakan salah satu dasar dari praktik keperawatan (Siregar, 2021). Proses
keperawatan melibatkan beberapa tahapan yaitu:

2.2.2 Pengkajian

1. Identitas

Secara otomatis, faktor jenis kelamin dan usia sangat signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian batu ureter dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini karena pola hidup,
aktivitas, dan geografis.

2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit skunder yang
menyertai. Keluhan utama biasanya yang sering muncul pada pasien dengan
batu ureter adalah nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang dan nyeri
saat berkemih.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada pasien batu ureter ialah nyeri pada saluran
kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya
batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal. Pasien juga mengalami gangguan
gastrointestinal. 4. Riwayat penyakit dahulu Kemungkinan adanya riwayat
gangguan pola berkemih.

5. Riwayat penyakit keluarga


Batu ureter bukan merupakan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berpengaruh pada penyakit ini. 6. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping adaptif.
Namun biasanya, hambatan dalam interaksi interaksi sosial dikarenakan adanya
ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga fokus perhatiannya hanya
pada sakitnya
5. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping adaptif.
Namun biasanya, hambatan dalam interaksi interaksi sosial dikarenakan adanya
ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga fokus perhatiannya hanya
pada sakitnya.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola aktivitas Penurunan aktivitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan
otot, tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri).
b. Pola nutrisi metabolik
Biasanya pasien dengan batu ureter terjadi mual muntah karena peningkatan
tingkat stres akibat nyeri hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi pH
pencernaan yang asam akibat sekresi HCL berlebihan
c. Pola eliminasi
Biasanya pada eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola,
kecuali diikuti oleh penyakit-penyakit penyerta lainnya.
d. Pola istirahat tidur
Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami gangguan pola tidur, sulit tidur
dan kadang sering terbangun dikarenakan nyeri yang dirasakan.
e. Pola Kognitif perseptual
Biasanya pasien dengan batu ureter memiliki komunikasi yang baik dengan
orang lain, pendengaran dan penglihatan baik, dan tidak menggunakan alat bantu.
f. Pola toleransi-koping stress
Biasanya pasien dengan batu ureter, dapat menerima keadaan penyakitnya.
g. Persepsi diri atau konsep diri Biasanya pasien dengan batu ureter tidak
mengalami gangguan konsep diri.
h. Pola seksual reproduksi
Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami gangguan ini sehubungan dengan
rasa tidak nyaman.
i. Pola hubungan dan peran
Biasanya pasien dengan batu ureter, memiliki komunikasi yang baik dengan
keluarga, perawat, dokter, dan lingkungan sekitar.
j. Pola nilai dan keyakinan
Biasanya pasien dengan batu ureter tidak mengalami gangguan dalam pola nilai
dan keyakinan.

Anda mungkin juga menyukai