PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh mahluk hidup biasanya melalui tahap penuaan, yang dimana
tahap terus menerus terjadi secara alami diawali dari lahir hingga wafat.
Tahap menua adalah hal yang lumrah serta akan di alami oleh seluruh orang
yang diberikan usia panjang serta tahapan kehidupan manusia. Individu
disebut usia lanjut (lansia) jika orang itu sudah berusia antar 65 tahun sampai
tutup usia, tahap senium (Zainiyah, 2022).
Tahapan menua bukan penyakit maupun keadaan yang mesti tak
berkemampuan, tetapi suatu tahapan lanjutan dari tahap kehidupan yang
dikenali dengan keterlambatan kemampuan fungsional yang kerap
diakibatkan dari beberapa masalah kronik. Tahap menua ialah hasil dari
semua transformasi yang terjadi dengan seiringnya masa, transformasi ini
menjadi pencetus sensivitas tubuh akan penyakit sebab minimnya
kemampuan tubuh saat tahap menyesuaikan diri saat mempertahankan
keseimbangan tubuh pada rangsangan di dalam atau luar tubuh (Hesti, 2010).
Pada bidang kesehatan peningkatan usia harapan hidup adalah salah satu
indikator dalam kesuksesan pembangunan. Menurut Depkes RI, (2007) rerata
usia harapan hidup tertinggi berada di Jepang yakni 80,93/tahun (laki-laki
77,63/tahun dan perempuan 84,41/tahun), Amerika serikat 77,14/tahun
(laki-laki 74,37/tahun dan perempuan 80,05/tahun), selain itu menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) prediksi lansia di Indonesia yang berumur lebih
dari 65 tahun sebanyak 7,18% pada tahun 2000 dan diprediksi meningkat
menjadi 8,5% pada tahun 2020 penduduk lansia di Indonesia sejumlah 28,8
juta atau 11,34 %, dan merupakan lansia yang terbesar di dunia
(Nurviyandari, 2011).
Kenaikan angka lansia perlu dibarengi oleh pemeliharaan kesejahteraan
lansia yang dinaungi oleh Depsos yang bermaksud menaikkan kualifikasi
kesehatan serta kualitas kehidupan guna menggapai masa tua yang bahagia
serta efektif di kehidupan keluarga juga masyarakat sesuai dengan
kehadirannya di masyarakat, maka lansia bisa merasakan sisa hidupnya
dengan damai, aman serta tentram lahir atau batin. Akan tetapi tetap
1
dijumpai lansia di Indonesia yang terlantar, dari 18 juta lansia, tercatat
sejumlah 2,8 juta lansia dan lansia berisiko terabaikan 4,6 juta lansia, hal ini
disebabkan oleh faktor ekonomi, trend hidup dan budaya (Zainiyah, 2022).
Penurunan serta transformasi struktur fungsi, baik fisik dan psikis pada
sistem muskuloskeletal bisa memengaruhi mobilitas fisik pada lansia yang
bisa terjadi gangguan pada mobilitas fisik pada lansia yang akan
memengaruhi kemampuan agar bisa berkegiatan. Gangguan mobilitas fisik
yang dialami lansia memengaruhi metamorfosis pada motorik yang
mencakup hilangnya kekuatan serta tenaga yang lazimnya ikut metamorfsis
fisik yang terjadi akibat bertambahnya umur, kehilangan kemampuan otot,
kekakuan persendian, gemetar pada tangan, kepala dan rahang bawah serta
biasanya diakibatkan terdapat gangguan pada muskuloskeletal, metamorfosis
fisik akan memengaruhi level kemandirian lansia. Hambatan mobilitas fisik
ialah keterbatasan pada gerakan fisik tubuh secara individual serta tertuju
pada satu atau lebih ekstremitas (SDKI, 2017).
Perawat mempunyai andil yang penting saat memberikan asuhan
keperawatan pada lansia dengan melaksanakan pengkajian aspek
biopsiko-sosio-spiritual. Asuhan keperawatan dapat mencegah gangguan
mobilitas fisik ialah memberikan cara pemakaian alat bantu jalan, menolong
ambulasi klien, mengedukasi cara praktik latihan rentang gerak guna menjaga
kekuatan otot klien, mengedukasi ROM pasif (SDKI, 2017). Menurut
fenomena serta data ini memunculkan penulis tertarik guna memahami serta
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. U dengan sindrom
geriatri gangguan mobilitas fisik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis
mengangkat judul asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK di Ruang
Kemuning RSUD M.Yunus Kota Bengkulu
2
C. Tujuan Pembahasan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami gambaran asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan mobilisasi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
gangguan mobilisasi
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
gangguan mobilisasi
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan
gangguan mobilisasi
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan
gangguan mobilisasi
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
gangguan mobilisasi
D. Manfaat Pembahasan
1. Bagi Perawat
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien gangguan mobilisasi dengan tindakan
keperawatan yang komperehensif menjadi efektif
3
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan pengetahuan dan informasi kepada pasien dan
keluarga mengenai tindakan pencegahan untuk mengurangi terjadinya
gangguan mobilisasi pada klien. Sehingga perawat, klien, dan keluarga
bisa bekerja sama untuk mengurangi dampak yang akan terjadi.
4
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN MOBILISASI
2. Etiologi
a. Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis. Penyebab
secara umum :
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan system saraf pusat
4) Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
5) Kekakuan otot
5
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Mobilisasi :
1) Gaya Hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di
ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian
halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang
akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat
misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemabuk.
2) Proses Penyakit dan Injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang
akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang
yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung
untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di
tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misalnya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan
kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang
biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan
berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura
dan sebagainya.
4) Tingkat Energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi,
orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan
dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
5) Usia dan Status Perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
6
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
3. Klasifikasi
a) Jenis- Jenis Mobilitas:
1) Mobilitas Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari- hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf
motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2) Mobilitas Sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik
dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Mobilitas Sebagian Temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
Mobilitas Sebagian Permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel.
Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensoris.
7
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang Gerak Pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3) Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).
4. Patofisiologi
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot
tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,. Gerakan volunter
adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat.
8
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
5. Manifestasi Klinis
a) Kontraktur Sendi
Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot
b) Perubahan Eliminasi Urine
c) Eliminasi Urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada posisi
tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke
dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi.
d) Perubahan Sistem Integument
e) Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan. Jaringan yang
tertekan, darah membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah
akibat tekanan persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit sehingga
respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati.
f) Perubahan Metabolik Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin
memicu serangkaian respon yang bertujuan untuk mempertahankan
tekanan darah dan memelihara hidup.
g) Perubahan Sistem Muskulus Skeletal
Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan
daya tahan, penurunan massa otot atrofi dan penurunan stabilitas.
h) Perubahan pada sistem respiratori
Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi pada paru- paru.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
9
b. CT scan (Computed Tomography)
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot
7. Penatalaksanaan
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan
kemampuan mobilitas pasien. Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur
a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk .
Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak
2) Memberikan kenyamanan
3) Melakukan huknah
4) Memberikan obat peranus (inposutoria)
5) Melakukan pemeriksaan daerah anus
c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki
11
8. Pathway
12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Yaitu meliputi nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
alamat, pekerjaan,nomor RM, tanggal pengkajian, tanggal masuk
rumah sakit, diagnosa medis
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
13
3) Riwayat diet.
Perubahan statur nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan
dapat mencerminkan gangguan pola tidur. Pola dan kebiasaan makan
yang salah menjadi faktor penyebab, oleh karena itu perlu dikaji.
14
6) Pola persepsi dan kognitif
7) pola reproduksi dan seksual
8) Pola persepsi dan konsep diri
9) pola mekanisme kuping
10) pola nilai kepercayaan
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Kesadaran
3) Pemeriksaan TTV
4) Pemeriksaan kepala dan wajah
5) Bentuk kepala, kesimetrian, bentuk wajah, kelengkapan mata,
kebersihan hidung dan keadaan telinga
6) Pemeriksaan integument
7) Keadaan turgor kulit, lesi, kelainan kulitm tekstur dan warna kulit
8) Pemeriksaan thoraks dan jantung
9) Bentuk dada, bunyi normal pada jantung dan apakah ada pembesaran
pada jantung
10) Pemeriksaan abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, apakah ada kelainan pada abdomen, hati
dan lambung
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan :
1) Penurunan massa otot
2) Penurunan kekuatan otot
3) Kekakuan sendi
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
1) Imobilitas
2) Kelemahan
3) Tirah baring
15
c. Keletihan berhubungan dengan :
1) Kondisi fisiologis
2) Gangguan tidur
3) Stress berlebihan
3. Intervensi Keperawatan
4. Fasilitasi 4. Untuk
mengembakan mengembangka
motivasi n motivasi dan
penguatan
Edukasi
Edukasi
1. Anjurkan cara
1. Agar
melakukan mengetahui
aktivitas yang aktivitas apa
dipilih yang akan
dipilih
18
2. Anjurkan pentingnya
menepati tidur cukup
kebiasaan waktu
2. Agar pasien
tidur
terbiasa dengan
3. Mengidentifik asi waktu tidurnya
kebutuhan
3. Untuk
istirahat
mengetahui
kebutuhan
istirahat
19
BAB III
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
KEBUTUHAN MOBILISASI
FORMAT PENGKAJIAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Ny. A
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Pendidikan : SMA
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : IRT
6. Status Perkawinan : Sudah Menikah
7. Suku : Melayu
8. Alamat : Ds. TANJUNG AGUNG
9. Nama Penanggung Jawab : Tn. S
10. Alamat Penanggung Jawab : Pasemah
Genogram
Ket : : Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
E. Riwayat Kesehatan Sehari-hari
1. Nutrisi
a. Di Rumah
20
Makan 3x1 hari (bubur)
b. Di Rumah Sakit
Makan 3x1 hari (bubur) tapi tidak habis
21
IV. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
3. Ekspresi : Meringis
4. Penampilan : Baik
5. Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 130/70 mmHg Pulse : 112x/menit
Frekuensi Pernafasaan : 20x/menit Temperatur: 36,5° C
6. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
A. Kepala
Inspeksi
Rambut
Jumlah : Banyak
Distribusi : Merata
Tekstur :Halus
Kebersihan :Bersih
Palpasi
Kulit Kepala
Lesi : Tidak ada
Tlg. Tengkorak
Kontur : Keras
Ukuran : Normocephalus
Nyeri tekan : Tidak ada
Wajah
Inspeksi
Keseimbangan : Simetris kiri dan kanan
Ekspresi : Meringis
Kulit
Inspeksi
Lesi : Tidak ada lesi
Mata
Inspeksi
Kelompak Mata :Kantung mata menghitam
Konjungtiva :Ananemis
Sclera :Ikterik
Kedudukan Bola Mata :Simetris kiri dan kanan
Pergerakan Bola Mata :Normal(tidak ada kelainan)
Reaksi Pupil :midriasi(+) dan miosis (+)
Alis Mata : Simetris kiri dan kanan
Ketajaman Penglihatan : Tidak ada masalah
Telinga
Inspeksi
Struktur Luar :Daun telinga bersih
Bagian Dalam :terlihat sediki serumen
22
Tes Pendengaran
- Weber : seimbang (+)
- Rinne : positif (+)
Hidung
Inspeksi
Struktur Luar :Simetris lubang kiri dan kanan
Apakah Pasien Bernafas
Dengan Cuping Hidung :Tidak bernafas dengan cuping
hidung
Sinus :Tidak ada kelainan
Struktur Dalam
- Warna :Merata dengan kulit lainnya
- Konka : tidak ada tanda tanda peradangan
- Septum : Tidak ada deviasi septum
Mulut
Inspeksi
Bibir : Pucat
Gigi : Ada beberapa gigi
berlubang dan caries
Gusi : gusi berwarna kemerahan
Paring
- Warna : Merah muda
- Lesi :Tidak ada lesi
- Gerakan : Normal(tidak ada kelainan)
Tes Pengecapan : Tidak ada masalah
B. Leher
Inspeksi
Kesimetrisan :Simetris kiri dan kanan
Palpasi
KGB : Tidak ada pembengkakan
Tiroid : Tidak ada
Devisiasi Trakea : Tidak ada
Vena Jugularis :Terlihat vena jugularis namun tidak
ada pembesaran
C. Dada dan Paru-paru
Inspeksi
Bentuk : Normochest
Ukuran : tidak ada masalah (2:1)
Retraksi Inspiratory : Tidak ada retraksi dinding dada
Rate : 20 x/menit
Irama : reguler
Kedalaman : Pasien tidak menggunakan napas
dalam
Palpasi
Fraktur Iga : Tidak ada masalah
Hematum : Tidak ada masalah
23
Ekspansi Thorak : Tidak ada masalah
Perkusi : Resonance
Auskultasi : Vesikuler
D. Jantung
Palpasi :Ictus teraba lemah
Auskultasi :Lup Dup (Tidak ada bunyi
tambahan)
E. Payudara
Inspeksi
Ukuran & Simetris : Simetris kiri dan kanan
Kontur : elastis(kenyal)/tidak ada masalah
Kondisi Kulit : Merata dengan warna kondisi lainnya
Putting Susu :Tidak ada pembengkakan
Palpasi
Nodul :TIdak ada pembesaran
Lokasi : dada
Ukuran : Sedikit menurun
F. Abdomen
Inspeksi
Warna :Warna merata
Konsur :Kenyal elastis
Simetri :Simetris kiri dan kanan
Auskultasi
Bising Usus :Terdengar 20x/menit (Hiperpristaltik)
Buits/ Desiran :
- Aorta : Tidak ada
- A. Renalis : Tidak ada
Perkusi
Batas Hepar :Tidak ada hepatomegali
Lambung :Hipertimpani
Limpa : pekak
Kandung Kemih : pekak
Palpasi
Setiap Kuadran :Nyeri tekan
Kandung Empedu :Tidak ada distensi
Hepar :Tidak ada nyeri tekan lepas
Limpa :Tidak ada pembesaran
Ginjal :Tidak ada nyeri tekan lepas
Kandung Kemih :Tidak ada distensi
P = Peradangan di lambung
Q = Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R = Ulu hati
S = Skala nyeri 8
T = Hilang timbul
24
G. Ektremitas
Inspeksi
Gaya Berjalan :Bedrest (Pasien tidak mampu berjalan)
Cara Berdiri :Bedrest (dibantu oleh 2 atau 3 orang)
Penegakan Kaki :pasien bedrest
Kulit
Inspeksi
Warna :Merata
Ketebalan :Tipis
Bentuk :
Tekstur :Sedikit kering
Sudut antara kuku &
Kuku : Tidak ada clubbing finger
Palpasi
Kelembaban :Kulit sedikit kering
Suhu Kulit :36,5°c
Turgor :tidak elastis
Edema Piting : Tidak ada edema piting
Kuku
Palpasi
Kapiler Refill : Kembali lebih dari 3 detik
ROM
Jari Tangan :Aktif
Panggul :Pasif
Lutut :Aktif
Tumit :Pasif(kaki kanan)
Jari Kaki :Aktif (Kaki kiri)
Tonus Otot & Kekuatan Otot Refleks
Biceps :Lemah
Triceps :Lemah
Brakhioradialis Radius : Lemah
Kuadriceps Femoris Patella : Lemah
Tendon Achilles :Lemah
Babinsky :Positif(+)
Punggung
Inspeksi
Postur ada Belakang :Vertebra normal (tidak ada kelainan)
Palpasi
Apakah ada Penyimpangan : Tidak ada
Perkusi Ginjal : tidak ada masalah
I. Genetalia
Genetalia pria
Inspeksi
Distribusi Rambur Pubis : Merata
Struktur Luar (bentuk): Tidak ada masalah
Warna : merata dengan warna kulit lainnya
Bau : Bau khas
Secret : tidak ada
Skrotum :-
Testis :-
J. Anus
Inspeksi
Scar : tidak ada
Kemerehan : Tidak ada
Lesi : Tidak ada
Jamur :Tidak ada
Bengkak :Tidak ada
Harapan-harapan Pasien
Pasien ingin kembali bisa beraktivitas seperti semula, dan ingin cepat
pulang
26
Metformin 3x1 Tablet (oral)
Domperidon 3x1 Tablet (Oral)
27