Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dikatakan sebagai keseluruhan yang komplit, independen, dan
holistik secara biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang keseluruhannya tidak
dapat dipisahkan. Teori Henderson mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia yaitu:
bernafas secara normal, makan dan minum cukup, eliminasi, bergerak dan
mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur, memilih
cara berpakaian, berpakaian dan melepas pakaian, mempertahankan temperatur suhu
tubuh dalam rentang normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari
bahaya dari lingkungan, berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut
keyakinan, bekerja yang menjanjikan, prestasi, bermain dan bepatisipasi dalam
berbagai bentuk rekreasi, belajar, menggali atau memuaskan rasa keinginantahuan
yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan teori Henderson terdapat kebutuhan mobilisasi yang harus
dipenuhi untuk mencapai kesehatan. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju
kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2006). Mobilisasi secara tahap demi tahap
sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis
mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa
sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau
keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat
mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi.
Kondisi dimana seseorang tidak dapat melakukan mobilisasi dinamakan
imobilisasi. Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak didefinisikan
oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik baik aktif
dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995). Imobilitas dapat

1
mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan
sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem urinari dan
endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolisme dan
nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan intelektual (Kozier &
Erb, 1987).
Gangguan pergerakan atau yang disebut dengan imobilisasi sering dijumpai
pada pasien dengan penyakit stroke. Penyakit stroke adalah suatu penyakit yang
terjadi akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga bagian
otak tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya, akibatnya timbulah
berbagai macam gejala sesuai bagian otak yang terlibat salah satunya ialah lumpuh
sebagian atau seluruh anggota gerak. Tidak mampunya pasien dengan penyakit stroke
melakukan gerak aktivitas maka akan mengakibatkan komplikasi pada sistem yang
lainnya misalnya gangguan pada sistem integumen akibat tirah baring yang lama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar mobilisasi?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Penulis dapat mengetahui tentang gambaran umum asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan mobilisasi.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi

2
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan askep ini terhadap mahasiswa ialah mahasiswa mengetahui,
memahami dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi secara tepat dan benar.
Manfaat penulisan askep ini terhadap tenaga kesehata khususnya perawat ialah,
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi secara tepat dan benar dan asuhan keperawatan ini dapat dijadika alat
komunikasi dengan rekan dan tenaga kesehatan yang lain.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini terdiri dari empat bab, yaitu BAB I
Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Konsep teoritis
asuhan keperawatan. Pada konsep teoritis terdiri dari konsep dasar mobilisasi dan
asuhan keperawatan teoritis gangguan pemenuhan mobilisasi. Pada konsep dasar
mobilisasi terdiri dari definisi mobilisasi dan imobilisasi, jenis-jenis mobilisasi dan
imobilisasi, fisiologis gerak aktivitas, faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi,
gangguan mobilisasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan gangguan
pemenuhan mobilisasi, sedangkan pada asuhan keperawatan teoritis gangguan
pemenuhan mobilisasi terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. BAB III Tinjauan kasus, pada tinjauan kasus terdiri dari pengkajian ,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berdasarkan data yang diperoleh
dari pasien atau keluarga pasien. BAB IV Penutup, pada penutup menyajikan
kesimpulan dan saran atas keseluruan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan
mobilisasi.

3
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILISASI

A. DEFINISI MOBILISASI dan IMOBILISASI


Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan
bekerja.Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem
persarafan dan muskuloskeletal.
Menurut Doengoes,M.E (2000), mobilitas fisik yaitu keadaan ketika seseorang
mengalami atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan
immobile. Menurut Barbara Kozier, (1995), mobilisasi merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian.
Selain pengertian mobilisasi juga terdapat pengertian mengenai imobilisasi.
Menurut Susan J. Garrison (2004), keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan
gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,
duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap
dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring.
Maka berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
untuk mempertahankan kesehatannya. Setiap orang perlu untuk bergerak, kehilangan
kemampuan bergerak menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilitas diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh), sedangkan
imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas
karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.

4
B. JENIS-JENIS MOBILISASI dan IMOBILISASI
Berdasarkan jenisnya, menurut Aziz (2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada
pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.

Selain mobilisasi juga terdapat beberapa jenis imobilisasi yaitu sebagai berikut:
1. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5
C. FISIOLOGIS MOBILISASI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot
adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh
dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.

6
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI
Menurut Mubarak (2008) mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Gaya hidup :
Perubahan gaya hidup dapat mepengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses penyakit atau cidera :
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.
3. Kebudayaan :
Kemampuan melakukan mobilisasi juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat ; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
4. Tingkat energi :
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan status perkembangan :
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.

E. GANGGUAN MOBILISASI
Ganguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala
gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan
kelemahan (paresis) atau spatisitas. Untuk kelainan ini sering digunakan kata
diskinesia.
Banyak kelainan neurologi yang ditandai dengan gangguan gerak (diskinesia).
Gangguan gerak dapat berupa:
1. Gerakan yang lamban (bradikinesia), berkurang atau tidak ada gerakan
(akinesia),walaupun penderitanya tidak lumpuh.

7
2. Gerakan involunter yang berlebihan (hiperkinesia).
Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi dapat
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara
psikologis, imobillitas dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran
kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri. Selain itu,
kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan
tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku
menarik diri, dan apatis.
Sedangkan masalah fisik yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
osteoporosi, atrofi otot,kontraktur, dan kekakuan serta nyeri pada sendi.
a. Osteoporosis
Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang akan
mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini akan menyebabkan
tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang mennjadi
keropos dan mudah patah.
b. Atrofi Otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian
besar kekuatan dan fungsi normalnya.
c. Kontraktur
Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memendek atau
memanjang. Lama kelamaan kondisi ini akan menyebabkan kontraktur
(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon
dan ligamen.
d. Kekakuan Dan Nyeri Sendi
Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami
ankilosa. Selain itu, tulang juga mengalami demineralisasi yang akan
menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan pada sendi.

8
2. Gangguan eliminasi urine
Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi
antara lain:
a. Stasis Urine
Pada individu yang mobil, grivitasi memerankan peran yang penting
dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaiknya saat
individu dalam posisi berbaring untuk waktu yang lama gravitasi justru
akan menghambat proses tersebut akibatnya, pengosongan urine menjadi
terhambat, dan terjadilah stasis urine ( terhentinya atau terhambatnya
aliran urine)
b. Batu Ginjal
Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidak seimbangan antara kalsium dan
asam sitrat yang mengakibatkan kelebihan kalsium. Akibatnya urine
menjadi lebih basa, dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya batu
ginjal.
c. Retensi Urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan otot
perineum pada saat berkemih. Selain itu, penurunan tonus otot kandung
kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan kandung
kemih secara tuntas.
d. Infeksi Berkemih
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga mendukung
proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah Escherichia coli.

3. Gangguan gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi 3 fungsi sistem pencernaan yaitu
fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi.Dalam hal ini, masalah yang umum
ditemui salah satunya adalah konstipasi.Konstipasi terjadi akibat penurunan
peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan
menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.

9
4. Gangguan respirasi
a. Penurunan gerak pernafasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak,hilangnya kondisi
otot, atau karena jarangnya otot-otot tersubut digunakan; obat obat
tertentu (misalnya,sedatif dan analgesik) dapat pula menyebabkan kondisi
ini.
b. Penumpukan secret
Normalnya, sekret pada saluran penafasan dikeluarkan dengan perubahan
posisi atau postur tubuh, setra dengan batu. Pada kondisi imobilisasi,
sekret terkumpul pada jalan nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu
proses difusi oksigen dan karbon dioksida di alveoli. Selain itu, upaya
batuk untuk mengeluarkan sekret juga terhambat kerena melemahnya
tonus otot-otot penafasan.
c. Ataelektasis
Pada kondisis tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran darah regional
dapat menurunkan produksi surfaktan.Kondisi ini, ditambah dengan
sumbatan sekret pada jalan nafas, dapat mengakibatkan atelektasi.

5. Gangguan sistem kardiovaskular


a. Hipotensi ortostatik
Terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan
suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari posisi berbaring
dalam waktu yang lama.Darah berkumpul di ekstremitas, dan tekanan
darah menurun dratis.Akibatnya, perfusi di otak mengalami gangguan
yang bermakna, dan individdu dapat mengalami pusing, berknang-
kunang, bahkan pingsan.
b. Pembentukan Trombus
Trombus atau massa pada yang terbentuk di jantung atau pembuluh
daraasanya disebabkan oleh tiga faktor, yakni gangguan aliran balik vena
menuju jantung, hiperkoagulabilitas darah , dan cidera pada dinding
pembluh darah. Jika trombus lepas dari dinding pembuluh darah dan
masuk ke sirkulasi disebut sebagai embolus.

10
c. Edema dependen
Terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah
pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Edema ini akan
meghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan menimbulkan
lebih banyak edema.

6. Gangguan metabolisme dan nutrisi


a. Penurunan laju metabolism
Laju metabolisme basal adalah jumlah energi minimal yang digunaan
untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada kondisi imobilisasi, laju
metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi kelenjar digestif menurun
seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
b. Balans nitrogen negative
Pada kondisi imobilisasi, terdapat ketidakseimbangan atara proses
anabolisme dan katabolisme protein. Dalam hal ini, proses katabolisme
meleihi anbolisme.Akibatnya, jumlah nitrogen yang diekskresikan
meningkat (akibat proses katabolisme) dan menyebabkan balans nitrogen
negatif.
c. Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat penurunan laju
metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kondisi
imobilisasi.Jika asupan protein berkurang, kondisi ini bisa menyebabkan
etidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.

7. Gangguan sistem integumen


a. Turgor kulit menurun
Kulit dapat mengalami atrofi akibat imobilitas yang lama.Selain itu,
perpindahan cairan antar konpartemen pada area tubuh yang
menggantung dapat menggangu keutuhan dan kesehatan dermis dan
jaringan subkutan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan
penurunan elastisitas kulit.

11
b. Kerusakan Kulit
Kondisi imobilitas menggangu sirkulasi dan suplai nutrien menuju area
tertentu.Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superfisial yang
dapat menimbulkan ulkus dekubitus.

8. Gangguan sistem neurosensorik


Ketidakmampuan mengubah posisis menyebakan tehambatnya input
sensorik, menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis, dan
mudah bingung.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen : Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan
untuk mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan tergangunya
kemampuan gerak.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang)
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat
pada kerusakan otot.
5. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
6. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
7. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
8. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi
mutipes, atau cedera hati.

12
G. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PEMENUHAN MOBILISASI
Adapun penatalaksanaan umum dan khusus dalam pemenuhan mobilisasi
(Nuzulul,2011) , diantaranya ialah:
Penatalaksanaan umum:
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
4. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Penatalaksanaan Khusus:

1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi


2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.

13
4. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasienpasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas
yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.

Selain penatalaksanaan tersebut juga terdapat pencegahan primer dan sekunder


dalam pemenuhan gerak aktivitas diantaranya:

1. Pencegahan Primer:
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan dan episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodik,
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk), depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik
secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut
ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,
selama dan setelah aktivitas diberikan.

14
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah
latihan khusus).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa
seseorang akan berhasil).
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh
klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.

2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan intervensi
berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.
Diagnosis keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder
adalah gangguan mobilitas fisik.

H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GANGGUAN MOBILISASI


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (Nursalam, 2001).
Adapun data-data pengkajian pada pasien masalah pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan imobilitas adalah sebagai berikut:
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,

15
kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya, dan lama
terjadinya gangguan mobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian Riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
imobilitas misal adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler,riwayat penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit
muskuloskeletal.
c. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak untuk posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
tanpa bantuan.
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak yang dilakukan pada daerah seperti
bahu,siku,lengan,panggul,dan kaki.
f. Perubahan Intoleransi Aktifitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan sistem pernapasan,
antara lain suara napas,analisis gas darah, gerakan didinding thorak, adanya
mukus,batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Sedangkan
pengkajian berhubungan dengan sistem kardiovaskuler yaitu tanda vital,
gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah
melakukan aktifitas.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping.

16
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Menurut Carpenito (2000), diagnosa keperawatan
adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau
resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memeberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
mengubah.
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan perawat.
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan gangguan mobilisasi, yaitu
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur
Batasan karakteristik :
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi duduk lama ke telentang
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telungkup ke telentang
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telentang ke duduk
Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke telungkup
Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke duduk
Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur
Hambatan kemampuan untuk miring kanan-kiri

Faktor yang berhubungan:


Gangguan kognitif
Fisik tidak bugar
Kurang pengetahuan
Keterbatasan lingkungan (mis., ukuran tempat tidur, tipe tempat tidur,
peralatan terapi, restrain)
Kekuatan otot tidak memadai
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular
Obesitas

17
Nyeri
Obat sedasi

b. Hambatan Mobilitas Fisik


Batasan karakteristik :
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak-balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)
Dispnea setelah beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi

Faktor yang berhubungan:


Intoleran aktivitas
Perubahan metabolisme seluler
Ansietas
Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
Gangguan kognitif
Kontraktur
Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan tubuh
Penurunan kendali otot

18
Penurunan massa otot
Penurunan kekuatan otot
Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse
Kaku sendi
Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
Kerusakan integritas struktur tulang
Malnutrisi
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular
Nyeri
Agens obat
Program pembatasan gerak
Keengganan memulai pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensoriperseptual

c. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda


Batasan karakteristik :
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan
menurun
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan
menanjak
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di tepi jalan
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan
rata
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan
tidak rata

19
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan
menurun
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan
menanjak
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di tepi jalan.
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan rata
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan tidak rata.

Faktor yang berhubungan:


Gangguan kognititf
Fisik tidak bugar
Defisiensi pengetahuan
Alam perasaan depresi
Keterbatasan lingkungan (mis., tangga, tanjakan, permukaan tidak rata,
rintangan yang membahayakan, jarak, tidak ada alat bantu atau
individu lain yang membantu, tipe kursi roda)
Gangguan penglihatan
Kekuatan otot tidak memadai
Keterbatasan ketahanan tubuh
Gangguan muskuloskeletal (mis., kontraktur)
Gangguan neuromuskular
Obesitas
Nyeri

d. Intoleransi Aktivitas
Batasan Karakteristik:

Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas


Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
Perubahan EKG yang menverminkan iskemia

20
Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
Dispnea setelah beraktivitas
Menyatakan merasa letih
Menyatakan merasa lemah

Faktor yang Berhubungan:

Tirah baring
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton

e. Resiko Intoleransi Aktivitas


Faktor yang Berhubungan :
Masalah sirkulasi
Status fisik kurang bugar
Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas
Masalah pernafasan.

3. Perencanaan
Menurut Judith dan Nancy (2014), perencanaan yang mungkin pada pasien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi ialah sebagai berikut:
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur.
Tujuan : mencapai mobilitas di tempat tidur.
Kriteria hasil :
1. Gerakan terkoordinasi.
2. Pergerakan sendi aktif
3. Pengaturan posisi tubuh dengan kemauan sendiri
4. Mobilitas yang memuaskan

21
Rencana Keperawatan.
No Intervensi Rasional
1 Perawatan tirah baring meningatkan kenyamanan dan keamanan
serta pencegahan komplikasi untuk pasien
yang tidak mampu bangun dari tempat tidur
2 Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan
mekanika tubuh pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk
mencegah keletihan dan ketegangan atau
cedera muskuluskeletal.

3 Berikan promisi latihan memfasilitasi pelatihan otot resistif secara


fisik latihan kekuatan: rutin untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan ootot.

4 Berikan terapi latihan menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif


fisik : mobilitas sendi untuk mempertahnkan atau mengembalikan
fleksibilitas sendi.

5 Berikan terapi latian fisik menggunakan aktivitas spesifik atau protokol


: pengendalian otot latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang
terkendali.

6 Berikan pengaturan mengatur penempatan pasien atau bagian


posisi tubuh pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahtraan fisiologi dan
psikologi.

7 Bantuan perawatan diri membantu orang lain dalam melakukan


aktivitas kehidupan sehari-hari.

22
b. Hambatan mobilitas fisik
Tujuan : Memperlihatkan mobilitas
Kriteria Hasil :
1. Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2. Meningkatkan waktu reaksi
3. Tidak dispnea saat beraktifitas
4. Cara berjalan normal
5. Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6. Pergerakan sendi bebas
7. Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8. Postur tubuh stabil
9. Gerakan teratur dan terkoordinasi.

Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan
mekanika tubuh dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau cedera
muskuloskeletal.

2. Berikan promosi memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin


latihan fisik: latihan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.

3. Berikan terapi latihan meningkatkan dan membantu dalam berjalan


fisik: ambulasi untuk mempertahankan atau mengembalikan
fungsi tubuh autonom dan voluntir selama
pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau
cedera.

4. Berikan terapi latihan mobilitas sendi menggunakan gerakan tubuh aktif


fisik dan pasif untuk mempertahnkan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi.

23
5. Berikan terapi latihan menggunkan aktivitas tertentu atau ptotokol
fisik: pengendalian latiham yang sesuai untuk meningkatkan ata
otot mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.

6. Berikan pengaturan mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien


posisi secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis.

c. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda


Tujuan : memperlihatkan ambulasi : kursi roda.
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di trotoar
2. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di trotoar
3. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan rata
4. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan rata
5. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan tidak rata
6. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan tidak rata
7. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di tanjakan
8. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di tanjakan
9. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di turunan
10. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di turunan

Rencana Keperawatan
No intervensi Rasional
1. Berika Promosi memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin
latihan fisik: latihan untuk mempertahkan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.

2. Berikan Terapi latian aktivitas spesifik atau protokol latihan yang


fisik: keseimbangan sesuai untuk meningkatkan menggunakan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.

24
3. Lakukan Pengaturan mengatur posisi pasien pada kursi roda yang
posisi: kursi roda sesuai untuk meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan intergritas kulit, dan mendukung
kemandirian.

4. Bantuan perawatan membantu individu untuk mengubah lokasi


diri: berpindah tubuh.

d. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menunjukan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1. Nyaman dan tidak dispnea saat beraktivitas
2. Frekuensi jantung atau tekanan darah normal sebagai respon terhadap
beraktivitas
3. Tidak ada aritmia atau iskemia saat beraktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan Terapi Aktivitas memberi anjuran tentang dan bantuan dalam
aktifitas fisik, kognitif, social, dan spiritual
yang spesifik untuk menungkatkan rentang,
frekwensi, atau durasi aktivitas individu (atau
kelompok)

2. Lakukan Menajemen mengatur penggunaan energi untuk mengatasi


energy atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi.

3. Lakukan Menajemen memenipulasi lingkuangan sekitar pasien


lingkungan untuk memperoleh manfaat terapiutik,

25
stimulai sensoris, dan kesejahteraan
psikologis.

4. Berikan Terapi dan menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif


latihan fisik : mobilitas untuk mempertahan kan aktifitas dan
sendi fleksibelitas sendi.

5 Terapi dan latihan fisik: menggunakan aktifitas aytau protokol latihan


pengendalian otot yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.

6 Promosi latihan fisik : menggunakan aktifitas aytau protokol latihan


latihan kekuatan yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.

7 Bantuan pemeliharaan membantu pasien dan keluarga untuk


rumah menjaga, rumah sebagai tempat tinggal yang
bersih, aman, dan menyenagkan.
Lakukan Menejemen memberi rasa keamanan, stabilisasi,
8 alam perasaan pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi aam perasaan baik
depresi maupun peningkatan alam perasaan.

9 Bantuan perawatan-diri membantu individu untuk melakukan AKS.

26
e. Risiko intoleransi aktivitas
Tujuan : mampu menoleransi aktivitas yang biasa di lakukan
Kriteria Hasil :
1. Beraktivitas tanpa risiko itoleransi aktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1 Manajemen Energi Mengatur penggunaan energi untuk mencegah
keletihan dan mengoptimalkan fungsi
2 Promosi latihan fisik Memfasilitasi aktivitas fisik yang rutin untuk
mempertahankan atau meningkatkan tingkat
kebugaran dan kesehatan
3 Promosi latihan fisik : Memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin
latihan kekuatan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan otot

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral
pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan
apakah prilaku yang diobservasi telah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi

27
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah
untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai secara efektif (Nursalam,2001).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan . evaluasi
proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses
terdiri atasan alisis rencana asuhan keparawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada
catatan perawatan.

b. Evaluasi sumatif (hasil)


Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Dalam proses evaluasi, kriteria hasil yang diharapkan ialah:
1) Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2) Meningkatkan waktu reaksi
3) Tidak dispnea saat beraktifitas
4) Cara berjalan normal
5) Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6) Pergerakan sendi bebas
7) Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8) Postur tubuh stabil
9) Gerakan teratur dan terkoordinasi

28
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.AB DENGAN GANGGUAN MOBILISASI DI
RUANG BELIBIS RSUD WANGAYA
TANGGAL 3 DESEMBER 2014 S/D 5 DESEMBER 2014

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 3 Desember 2014 pukul 13.00 WITA
di Ruang Belibis RSUD Wangaya dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik dan dokumentasi (rekam medis).
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas Pasien
Pasien Penanggung

Nama : Tn. AB Ny. YZ


Umur : 60 th 55 th
Jenis Kelamin : laki-laki Perempuan
Status Perkawinan : Menikah Menikah
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMK SMP
Pekerjaan : Wirausaha Wirausaha
Alamat : Nusa Kambangan Nusa Kambangan
Alamat terdekat : Br. Pengiasan Br. Pengiasan
Nomor telepon : 081999223443 081999202055
Nomor register : 02.34.56.78
Tanggal MRS : 03 Desember 2014

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama masuk rumah sakit
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanannya terasa kaku dan tidak dapat
digerakan

29
2) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanannya masih terasa kaku dan tidak
dapat digerakan sejak 2 hari yang lalu.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya kaku, tidak merasakan
sensasi apapun, dan tidak dapat digerakan sejak 2 hari sebelum dibawa ke rumah
sakit, sebelumnya pasien mengatakan mengalami sakit kepala yang mendadak.
Pada tanggal 3 desember 2014 pukul 07.00 wita pasien diantar oleh istrinya ke
UGD RSUD Wangaya, di UGD pasien mengeluh kaki kanan dan tangan
kanannya masih kaku dan tidak dapat digerakkan, pasien juga mengatakan
kepalanya masih terasa sakit. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital: tekanan darah 180/120 mmHg, suhu: 36,5oC , pernapasan : 16x/menit, dan
Nadi : 86x/menit. Skala nyeri kepala pasien 5.
Di UGD pasien mendapat terapi:
IVFD RL 500cc 20 tts/mnt
Obat oral : captopril 3x25mg (jam 08.00 WITA)
Obat injeksi : cefotaxime 1gr/8jam (jam 08.00 WITA), skin test (-)
Ranitidine 1amp/12 jam (jam 08.30 WITA)
Citicolin 1 amp/12 jam (jam 08.30 WITA)
Pemeriksaan laboratorium : DL (terlampir)
Dari hasil pemeriksaan diagnostik, pasien didiagnosa oleh dokter dengan
diagnosa medis Stroke iskemik, dan pasien disarankan untuk dirawat inap di
ruang belibis.
Di rawat inap pasien mendapatkan terapi:
IVFD RL 500cc 20 tts/mnt
Obat oral : captopril 3x25mg (jam 08,13,19)
Asam asetil salicilat 1x80mg (jam 16)
Obat injeksi : cefotaxime 1gr/8 jam (jam 08, 16, 24)
Ranitidine 1 amp/12 jam (jam 08.30,20.30)
Citicolin 1 amp/12 jam (jam 08.30,20.30)
Pemeriksaan diagnostik: head CT scan (terlampir)

30
4) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit
hipertensi 2 tahun yang lalu pada umur 58 tahun dan di rawat di rumah sakit
RSUD Wangaya selama 2 minggu. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat
penyakit diabetes mellitus.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang
sama yaitu penyakit stroke iskemik.

c. Pola Kebiasaan
1) Bernafas
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit dan saat pengkajian tidak
mengalami adanya gangguan pernafasan.
2) Makan dan Minum
Makan : Pasien mengatakan sebelum sakit biasa makan tanpa dibantu oleh
keluarga, dan biasa makan 3x sehari dengan porsi nasi satu piring, dengan
lauk sayur, daging dan terkadang dengan buah. Pasien mengatakan tidak ada
alergi dengan makanan tertentu.
Saat pengkajian pasien mengatakan tidak bisa makan sendiri karena tangan
kanannya tidak dapat digerakkan. Pasien mengatakan tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien menghabiskan 1 porsi nasi dalam sekali makan dengan
lauk dan sayur yang disediakan oleh rumah sakit.
Minum : pasien mengatakan sebelum sakit dan saat pengkajian tidak
mengalami gangguan dalam minum, pasien biasa minum 8 gelas/perhari (2
liter/hari)
3) Eliminasi
Eliminasi feces/BAB: pasien mengatakan sebelum sakit biasa BAB setiap
pagi dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan tanpa dibantu oleh
keluarga. Saat pengkajian pasien mengatakan setiap BAB harus dibantu oleh
keluarganya disebabkan karena pasien tidak mampu pergi ke kamar mandi.
pasien terlihat BAB dibantu oleh keluarganya dengan menggunakan pispot di
tempat tidur, feces berwarna kuning kecoklatan, bau khas feces dan
konsistensi lembek , lendir (-), darah (-).

31
Eliminasi Urine/BAK: pasien mengatakan sebelum sakit biasa BAK dengan
lancar, warna kuning, bau khas urine, darah (-), nyeri (-). Saat pengkajian
pasien terlihat terpasang kateter, dengan volume kencing 1,5 liter/hari, darah
(-), lendir (-), nyeri (-).
4) Gerak dan aktivitas
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan dalam beraktivitas dan
mampu melakukan pekerjaannya dengan mandiri. Saat pengkajian pasien
mengatakan kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat
digerakan, sehingga tidak mampu melakukan pekerjaannya . Pasien terlihat
dibantu oleh keluarganya ketika melakukan tindakan. Pasien mengatakan
sulit membolak balik posisi tubuh, pasien mengatakan kekakuan pada sendi,
pasien mengatakan kaki dan tangan kirinya tremor ketika digerakan.
5) Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasa tidur 8 jam/hari. Saat
pengkajian pasien mengatakan hanya dapat tidur 3-4 jam/hari. pasien
mengatakan kesulitan untuk tidur karena nyeri kepala bagian belakang
dengan skala nyeri 5, Pasien mngatakan merasa lemah. Terlihat lingkar hitam
pada mata pasien.
6) Kebersihan diri
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa melakukan kebersihan diri seperti
mandi 2x/hari, cuci rambut 2x/minggu, pemeriksan mulut dan gigi setiap
setelah makan dan sebelum tidur, berpakaian, kebersihan kuku dengan
mandiri dan teratur. Saat pengkajian pasien mengatakan tidak mampu dan
harus dibantu oleh keluarga saat melakukan perawatan kebersihan diri.
Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya. Pasien mengatakan mandi hanya
1x/hari setiap sore tanpa menggunakan sabun, belum sempat mencuci rambut
selama dirawat, menggosok gigi 1x/hari setiap mandi, mengganti baju 1x
setiap mandi, dan belum sempat membersihkan kuku. Pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar mandi
7) Pengaturan suhu tubuh
Pasien mengatakan sebelum maupun saat pengkajian tidak mengalami
peningkatan suhu tubuh yang berarti. Suhu tubuh pasien setelah diperiksa
ialah 36,5 C

32
8) Rasa nyaman
Pasien mengatakan sebelum sakit sangat merasa nyaman dengan keadaanya,
namun saat pengkajian pasien merasa tidak nyaman karena merasa nyeri,
P (Provoking) : sumbatan pembuluh darah di otak
Q (Quality) : skala nyeri 5
R (Region) : belakang kepala (oksipitalis)
S (Severity) : intensitas nyeri hilang timbul
T (Timing) : setiap bangun tidur
pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalannya, pasien terlihat
merintih dan gelisah.
9) Rasa aman
Pasien mengatakan sebelum sakit maupun saat pengkajian merasa aman,
karena selalu ditemani dan dilindungi oleh anggota keluarganya.
10) Data sosial
Pasien mengatakan keluarganya merupakan keluarga inti. Pasien mengatakan
sebelum sakit, pasien yang mencari nafkah untuk keluargnya sebagai kepala
keluarga, namun setelah sakit istri pasien yang harus mencari nafkah untuk
kehidupan keluarganya. Keluarga pasien termasuk keluarga yang harmonis
terlihat ketika keluarganya menemani pasien di rumah sakit, pasien termasuk
dalam keluarga yang perekonomiannya menengah keatas terlihat karena
pasien tidak menggunakan jaminan kesehatan. Hubungan pasien dengan
pasien yang lain dan perawat harmonis terlihat ketika saling berinteraksi
11) Prestasi dan produktivitas
Pasien mengatakan sebelum sakit mampu bekerja dan menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik,namun setelah sakit pasien mengatakan tidak
mampu bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya.
12) Rekreasi
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa berekerasi dengan keluarga setiap
minggu pasien memilliki hobi memancing, namun setelah sakit pasien tidak
mampu berkreasi dan menjalankan hobinya karena harus dirawat
13) Belajar
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa mencari informasi dengan membaca
buku dan mencari informasi di internet, namun ketika sakit pasien

33
mengatakan tidak mampu mencari informasi yang berhubungan dengan
penyakitnya, pasien mengeluh tidak paham dengan penyakitnya.
14) Ibadah
Pasien dan keluarganya memiliki kepercayaan hindu. Pasien mengatakan
sebelum sakit biasa beribadah di tempat ibadah agama hindu setiap sore,
namun saat sakit pasien mengatakan hanya mampu berdoa di tempat tidur.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran pasien : GCS (10) . E:4 V:5 M:1
b. Bangun tubuh : gemuk
c. Postur tubuh : tidak terkaji
d. Cara berjalan : tidak mampu berjalan
e. Gerak motorik : terganggu
f. Keadaaan kulit :
Warna : pucat
Turgor kulit : elastis
Kebersihan : kurang bersih
Luka : tidak ada
g. Gejala kardinal : TD :180/120 mmHg, S:36,5C, N:86x/mnt, RR:16x/mnt
h. Ukuran lain : BB : 90kg, TB: 170 cm.

2) Kepala
Bentuk kepala pasien lonjong, rambut tidak tersebar rata dan kotor, kulit
kepala pasien terdapat ketombe, tidak terdapat luka. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
3) Mata
Konjungtiva pasien terlihat merah muda, sklera berwarna putih, pupil mata
ishokor dan terdapat lingkar hitam pada mata pasien. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
4) Hidung
Keadaan hidung pasien terlihat bersih, tidak ada nodul, tidak ada polip, tidak
ada lesi, tidak ada sekret. Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya
nyeri tekan.

34
5) Telinga
Keadaan telinga pasien bersih, tidak ada serumen. Setelah dilakukan tes
pendengaran didapatkan hasil pendengaran pasien normal.
6) Mulut
Mukosa bibir pasien terlihat pucat, tidak ada lesi, gusi tidak berdarah, gigi
pasien lengkap, lidah kotor, tonsil (T1) normal. Setelah dipalpasi pasien tidak
merasakan adanya nyeri tekan.
7) Leher
Bentuk leher pasien simetris, warna kulit normal, tidak ada lesi, tidak ada
tumor, tidak ada distensi kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena jugularis.
Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya nyeri tekan.
8) Thorax
Bentuk thorax pasien simetris, gerakan dada bebas, suara jantung S1-S2
tunggal reguler, suara paru vesikuler. Payudara pasien simetris, tidak ada
massa, tidak ada lesi, tidak ada nodul, warna areola coklat muda, puting
menonjol keluar. Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya nyeri
tekan.
9) Abdomen
Warna kulit normal, tidak ada luka, tidak ada massa, tidak ada distensi
abdomen, tidak ada ascites, tidak ada hepatomegali. Bising usus normal
30x/menit.
10) Genetalia
Genetalia pasien terlihat kurang bersih, pasien terpasang kateter.
11) Anus
Anus pasien terlihat kurang bersih, tidak ada hemoroid.
12) Ekstremitas :
Ekstremitas atas :
Tidak ada odema, tidak ada sianosis pada ujung kuku, tidak ada massa
ataupun luka, tangan kiri pasien terpasang infus. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
Ekstremitas bawah :
Tidak ada odema, tidak ada sianosis pada ujung kuku, tidak ada massa
ataupun luka.

35
Kekuatan otot :

111 444
111 444

i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 3 Desember 14
Morfologi Rujukan Nilai normal
Hemoglobin (HGB) 13,23 13,2 - 17,3 gr %
Eritrosit (RBC) 4,13 4,20 - 4,87
106/mm3
Leukosit (WBC) 8,89 4,5 - 11,0 103/mm3
Hematokrit 36,30 43 - 49 %
Trombosit (PLT) 238 150 - 450 103/mm3
Neutrofil 54,50 37 - 80 %
Limfosit 24,60 20 - 40 %
Monosit 7,60 2-8%
Eosinofil 5,20 1-6%
Basofil 0,300 0-6%

2) Pemeriksaaan radiologi : tidak ada


3) Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan Head CT scan (terlampir)

2. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Pasien mengatakan kaki kanan dan Kekuatan otot pasien :
tangan kanannya kaku dan tidak 111 444
dapat digerakan. 111 444
Pasien mengatakan sulit
membolak balik posisi tubuh Pasien terlihat dibantu oleh
Pasien mengatakan kekakuan pada keluarganya ketika makan, minum,

36
sendi BAB, BAK dan ketika melakukan
Pasien mengatakan kaki dan aktivitas yang lain.
tangan kiri tremor ketika digerakan nyeri kepala:
Pasien mengeluh nyeri pada P(Provoking): sumbatan pembuluh
kepalanya darah di otak
Pasien mengatakan kesulitan untuk Q (Quality): skala nyeri 5
tidur R(Region): belakang kepala
Pasien mengatakan hanya sempat (oksipitalis)
tidur 3-4 jam/hari S(Severity) : intensitas nyeri hilang

Pasien mengatakan lemah timbul

Pasien mengatakan tidak mampu T (Timing) : setiap bangun tidur

melakukan kebersihan diri dengan TD : 180/120 mmHg

mandiri Pasien terlihat meringis dan selalu

Pasien mengatakan merasa tidak memegangi kepalanya

nyaman dengan kondisinya karena Terlihat lingkar hitam pada mata


nyeri kepala pasien
Pasien terlihat dibantu oleh
keluarganya saat melakukan
perawatan kebersihan diri
Tangan kanan pasien terpasang
infus
Kulit pasien terlihat kotor, rambut,
kuku dan gigi, anus, daerah
kemaluan pasien terlihat kurang
bersih.
pasien terlihat tidak mampu
mengakses kamar mandi
Pasien terlihat merintih dan
gelisah.

37
3. Analisa Data
Analisa Data Pasien Tn.AB Dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 3 Desember 2014
Data Subjektif Data Objektif Interpretasi
Pasien mengatakan kaki Kekuatan otot pasien : Hambatan mobilitas fisik
kanan dan tangan kanannya 111 444
kaku dan tidak dapat 111 444
digerakan,
pasien mengatakan sulit
Pasien terlihat dibantu oleh
membolak balik posisi
keluarganya ketika makan,
tubuh,
minum, BAB, BAK dan
pasien mengatakan
ketika melakukan aktivitas
kekakuan pada sendi,
yang lain. Tangan kanan
pasien mengatakan kaki
pasien terpasang infus
dan tangan kiri tremor
ketika digerakan
Pasien mengeluh nyeri TD : 180/120 mmHg Gangguan rasa nyaman :
pada kepalanya, Pasien terlihat meringis Nyeri
pasien mengatakan dan selalu memegangi
kesulitan untuk tidur, kepalanya.
pasien mengatakan merasa Nyeri kepala:
tidak nyaman dengan P (Provoking) : sumbatan
kondisinya karena nyeri pembuluh darah di otak
kepala Q (Quality) : skala nyeri 5
R (Region) : belakang
kepala (oksipitalis)
S (Severity) : intensitas
nyeri hilang timbul
T (Timing) : setiap bangun
tidur

38
Pasien mengatakan hanya Terlihat lingkar hitam pada Gangguan pola tidur
sempat tidur 3-4 jam/hari, mata pasien
pasien mengatakan
kelemahan
Pasien mengatakan tidak Pasien terlihat dibantu oleh Defisit perawatan diri
mampu melakukan keluarganya saat
kebersihan diri dengan melakukan perawatan
mandiri, kebersihan diri.
Kulit, rambut, kuku dan
gigi, anus dan daerah
kemaluan pasien terlihat
kurang bersih
Pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar
mandi

4. Rumusan Masalah Keperawatan


a. Hambatan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri
c. Gangguan pola tidur
d. Defisit perawatan diri

5. Analisa Masalah
a. P: Hambatan mobilitas fisik
E: gangguan neuromuskular
S: pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat
digerakan, Pasien mengatakan sulit membolak balik posisi tubuh, Pasien
mengatakan kekakuan pada sendi, Pasien mengatakan kaki dan tangan kiri tremor
ketika digerakan. Pasien terlihat dibantu oleh keluarga ketika makan, minun, BAB,
BAK dan ketika melakukan aktivitas yang lain. Tangan kanan pasien terpasang
infus.

39
kekuatan otot pasien : 111 444
111 444

Proses terjadinya :
Akibat penyumbatan pembuluh darah, otak tidak mendapatkan suplai oksigen
secara adekuat, sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang memungkinkan
terjadinya pecah pembuluh darah pada otak. Sehingga menyebabkan kematian pada
neuronmuskular, kemudian mengakibatkan kerusakan saluran kortikospinal bagian kiri
di otak yang menyebabkan tangan kanan dan kaki kanan pasien menjadi kaku, dan
tidak dapat digerakan.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Akibat yang ditimbulkan jika tidak ditangani ialah pasien akan menjadi lumpuh
permanen.

b. P: Gangguan rasa nyaman : Nyeri


E: Peningkatan tekanan intrakranial
S: Pasien mengeluh nyeri pada kepala bagian belakang, pasien mengatakan kesulitan
untuk tidur dan merasa tidak nyaman, pasien mengatakan nyeri timbul setiap baru
bangun. Skala nyeri: 5, intensitas nyeri hilang timbul,
TD : 180/120 mmHg, pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalanya

Proses terjadinya :
Nyeri kepala merupakan nyeri alihan ke permukaan kepala dari struktur-struktur
dalam otot kepala. nyeri kepala terjadi akibat peregangan struktur intrakranial yang
peka nyeri (durameter, pembuluh darah besar, sinus nervus dan bridging veins).
Nyeri terjadi akibat tarikan pada sinus venosus dan kerusakan membran yang
menutupi otak menyebabkan nyeri hebat yang dikenal sebagai nyeri di kepala

Akibat jika tidak ditanggulangi :


Jika tidak ditanggulangi pasien akan mengalami gangguan tidur dan rasa nyaman.

40
c. P: Gangguan pola tidur
E: Nyeri kepala
S: Pasien mengatakan hanya sempat tidur 3-4 jam/hari, pasien mengatakan
mengalami kelemahan, Terlihat lingkar hitam pada mata pasien.
Proses terjadinya:
Proses tidur berada di bawah kontrol RAS (reticulaar activating system). Proses tidur
terjadi apabila pusat tertentu di batang otak mengirim sinyal inhibisi ke neuron di
sepanjang RAS. Sinyal inhibisi ini tampak disebabkan oleh pelepasan
neurotransmiter serotonin oleh sel formasio retikularis. Serotinin menghambat
stimulasi RAS, yang secara temporer mengakhiri prilaku yang disadari. RAS dapat
distimulasi oleh rasa nyeri. Nyeri mampu menghambat stimulasi RAS sehingga RAS
tidak melepas neurotransmiter serotonin sehingga pasien yang mengalami nyeri akan
menjadi terjaga.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Jika tidak ditanggulangi pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman, kelemahan
yang dialami pasien akan bertambah sehingga memperhambat proses penyembuhan.

d. P: Defisit perawatan diri


E: Gangguan neuromuskular
S: Pasien mengatakan tidak mampu melakukan kebersihan diri dengan mandiri,
pasien terlihat tidak mampu mengakses kamar mandi, Pasien terlihat dibantu oleh
keluarganya saat melakukan perawatan kebersihan diri, Kulit, rambut, kuku, gigi,
anus, dan daerah genetalia pasien terlihat kotor.
Proses terjadinya:
Gangguan neuromuskular yang menyebabkan kelumpuhan pada anggota gerak
pasien menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Pasien akat mengalami gangguan rasa nyaman, sirkulasi peredaran darah menjadi
terhambat dan resiko terjadinya gangguan integumen dan risiko infeksi.

41
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular d/d pasien mengeluh
kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat digerakan, Pasien
mengatakan sulit membolak balik posisi tubuh, Pasien mengatakan kekakuan
pada sendi, Pasien mengatakan kaki dan tangan kiri tremor ketika digerakan.
Pasien terlihat dibantu oleh keluarga ketika makan, minun, BAB, BAK dan
ketika melakukan aktivitas yang lain. Tangan kanan pasien terpasanng infus.
kekuatan otot pasien : 111 444
111 444

b. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial d/d Pasien
mengeluh nyeri pada kepala bagian belakang, pasien mengatakan kesulitan
untuk tidur dan merasa tidak nyaman, pasien mengatakan nyeri timbul setiap
baru bangun. Skala nyeri: 5, intensitas nyeri hilang timbul, TD : 180/120
mmHg, Pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalanya.
c. Gangguan pola tidur b/d nyeri kepala d/d Pasien mengatakan hanya sempat tidur
3-4 jam/hari, pasien mengatakan mengalami kelemahan, Terlihat lingkar hitam
pada mata pasien.
d. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskular d/d Pasien mengatakan
tidak mampu melakukan kebersihan diri dengan mandiri, pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar mandi, Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya saat
melakukan perawatan kebersihan diri, Kulit, rambut, kuku, gigi, anus, dan
daerah genetalia pasien terlihat kotor.

C. PERENCANAAN
1) Prioritas Masalah Keperawatan berdasarkan tingkat masalah (aktual-resiko-potensial-
sejahtera- syndrome)
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri
b. Gangguan pola tidur
c. Hambatan mobilitas fiik
d. Defisit perawatan diri

42
2) Rencana Keperawatan/Nursing Care Plan
Rencana Keperawatan pada Pasien Tn.AB dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSU Wangaya
Tanggal 3 S/D 5 Desember 2014
No Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Par
Tgl/Ja Keperawatan Hasil -af
m

1. Kamis Hambatan Tujuan : Mandiri : 1. mengetahui


03 des mobilitas fisik b/d Memperlihatkan 1. Observasi perkembangan
2014 gangguan mobilitas kemampuan gerak kemampuan gerak
neuromuskular Kriteria Hasil : pasien pasien
yang ditandai 1. Mampu 2.memfasilitasi
dengan: mebolak 2. Berikan promosi penggunaan
DS: balikan posisi mekanika tubuh postur dan
- pasien tubuh pergerakan dalam
mengeluh kaki 2. Meningkatkan 3. Berikan promosi aktivitas sehari-
kanan dan waktu reaksi latihan fisik: hari untuk
tangan 3. Tidak dispnea latihan kekuatan mencegah
kanannya kaku, saat beraktifitas keletihan dan
tidak merasakan 4. Cara berjalan 4. Berikan terapi ketegangan atau
sensasi apapun, normal latihan fisik: cedera
dan tidak dapat 5. Mampu ambulasi muskuloskeletal.
digerakan, melakukan
- Pasien gerakan 5. Berikan terapi 3.memfasilitasi
mengatakan motorik halus latihan fisik pelatihan otot
sulit membolak dan kasar resistif secara
balik posisi 6. Pergerakan 6. Berikan terapi rutin untuk
tubuh, sendi bebas latihan fisik: mempertahankan
- Pasien 7. Tidak pengendalian otot atau
mengatakan terjadinya meningkatkan
kekakuan pada tremor yang 7. Berikan kekuatan otot.
sendi, Pasien diinduksi oleh pengaturan posisi
mengatakan pergerakan 4.meningkatkan

43
kaki dan tangan 8. Postur tubuh 8. berikan edukasi dan membantu
kiri tremor stabil kepada pasien dan dalam berjalan
ketika 9. Gerakan teratur keluarga pasien untuk
digerakan. dan akan bahaya tirah mempertahankan
DO : terkoordinasi. baring yang lama. atau
- Pasien terlihat mengembalikan
dibantu oleh Kolaborasi : fungsi tubuh
keluarga ketika 9. kolaborasikan autonom dan
makan, minun, terapi kepada ahli voluntir selama
BAB, BAK dan fisiotherapi pengobatan dan
ketika pemulihan dari
melakukan kondisi sakit atau
aktivitas yang cedera.
lain.
- Kekuatan otot 5. mobilitas sendi
pasien: menggunakan

111 444 gerakan tubuh

111 444 aktif dan pasif


untuk
mempertahankan
atau
mengembalikan
fleksibilitas sendi.

6. menggunkan
aktivitas tertentu
atau protokol
latihan yang
sesuai untuk
meningkatkan
atau
mengembalikan
gerakan tubuh
yang terkendali.
44
7. mengatur posisi
pasien atau
bagian tubuh
pasien secara
hati-hati untuk
meningkatkan
kesejahteraan
fisiologis dan
psikologis.

8. pasien dan
keluarga
memahami akan
bahaya tirah
baring yang lama.

9. memberikan
terapi yang lebih
terkontrol untuk
pasien

45
D. PELAKSANAAN

Pelaksanaan Keperawatan pada Pasien Tn.AB dengan Gangguan Mobilisasi


di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 3 Desember- 5 Desember 2014

No Hari/Tgl/Jam No. Tindakan Keperawatan Evaluasi respon Nama


Diagnosa perawat/Paraf
1 Rabu, 3 des 3 mengobservasi pasien masih terlihat tidak mampu Petugas jaga
2014 kemampuan gerak pasien menggerakan tangan kanan dan kaki kanannya
Jam 13.00 wita
memberikan promosi pasien hanya mampu mobilisasi selama 15
Jam 16.00 wita 3 mekanika tubuh menit dengan dibantu oleh perawat Petugas jaga

memberikan promosi pasien terlihat tidak mampu menggerakan


Jam 17.00 wita 3 latihan fisik: latihan ekstremitas secara mandiri, Petugas jaga
kekuatan

46
Kamis, 4 des 3 mengobservasi pasien masih terlihat tidak mampu Putu
2014 kemampuan gerak pasien menggerakan tangan kanan dan kaki kanannya
Jam 08.00 wita
memberikan terapi pasien terlihat kesulitan saat latihan
Jam 08.30 wita 3 latihan fisik: ambulasi menggunakan kursi roda Putu

memberikan terapi pasien terlihat cepat lelah ketika melakukan


Jam 09.00 wita 3 latihan fisik terapi . Putu

memberikan terapi pasien terlihat masih dibantu untuk latihan


Jam 16.00 wita 3 latihan fisik: menggerakan anggota tubuh Petugas jaga
pengendalian otot

Jumat, 5 des 3 mengobservasi pasien masih terlihat tidak mampu Petugas jaga
2014 kemampuan gerak pasien menggerakan tangan kanan dan kaki kanannya
Jam 08.00 wita
memberikan pengaturan pasien terlihat kesulitan ketika dibantu dalam
Jam 10.00 wita 3 posisi. pemberian posisi. Petugas jaga

Jam 14.00 wita 3 mengkolaborasikan terapi kekakuan otot pasien mulai berkurang.
dengan ahli fisioterapi Petugas jaga

47
E. EVALUASI
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Tn. AB dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 5 Desember 2014
No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Kep Evaluasi Sumatif Nama
Perawat/Paraf
1 5 des 2014 Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan S : pasien mengatakan belum mampu Putu
neuromuskular d/d pasien mengeluh kaki membolak balikan posisi tubuh, pasien
kanan dan tangan kanannya kaku, tidak mengatakan blm mampu melakukan
merasakan sensasi apapun, dan tidak dapat gerakan motorik halus dan kasar
digerakan, Pasien mengatakan sulit O : pasien terlihat belum mampu
membolak balik posisi tubuh, Pasien beraktivitas dengan waktu reaksi yang
mengatakan kekakuan pada sendi, Pasien lebih panjang, cara berjalan pasien
mengatakan kaki dan tangan kiri tremor terlihat belum normal, gerakan pasien
ketika digerakan. Pasien terlihat dibantu belum terkoordinasi dan teratur.
oleh keluarga ketika makan, minun, BAB, A : tujuan belum tercapai, masalah belum
BAK dan ketika melakukan aktivitas yang teratasi
lain. P : lanjutkan intervensi observasi
kemampuan gerak pasien, berikan
promosi latihan fisik: latihan kekuatan,

48
ambulasi, pengendalian otot. Berikan
pengaturan posisi, kolaborasikan terapi
kepada ahli fisiotherapi

49
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna untuk
mempertahankan kesehatannya.
Dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi ditemukan 5
diagnosa yang sering muncul yaitu : Hambatan mobilitas di tempat tidur, Hambatan
Mobilitas Fisik, Hambatan Mobilitas Berkursi Roda, Intoleransi Aktivitas, Resiko
Intoleransi Aktivitas.
Asuhan keperawatan pada pasien Tn.AB tanggal 3-5 desember 2014 di Ruang
Belibis RSUD Wangaya dengan keluhan utama kaki kanan dan tangan kanan terasa
kaku dan tidak dapat digerakan, dengan keluhan lain yaitu nyeri kepala, merasa
lemas, sulit tidur akibat nyeri, serta tidak mampu melakukan perawatan diri yaitu
diagnosa yang diangkat ialah hambatan mobilitas fisik, gangguan rasa nyaman : nyeri,
gangguan pola tidur, dan defisit perawatan diri. Dari 4 diagnosa yang muncul yang
menjadi fokus utama dalam asuhan keperawatan ini adalah hambatan mobilitas fisik
yang ditangani dengan intervensi dan implementasi mandiri pemberian latihan fisik :
latihan kekuatan, ambulasi, pengendalian otot, pengaturan posisi, pemberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien akan bahaya tirah baring yang lama serta
kolaborasi terapi kepada ahli fisiotherapi.
Tanggal 5 desember 2014 hasil evaluasi sumatif kondisi klien belum ada
perubahan ke arah yang lebih baik, pasien terlihat belum mampu beraktivitas dengan
waktu reaksi yang lebih panjang, cara berjalan pasien terlihat belum normal, gerakan
pasien belum terkoordinasi dan teratur, pasien belum mampu membolak balikan
posisi tubuh, pasien blm mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar. Dari
asuhan keperawatan ini tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi, sehingga
intervensi perlu dilanjutkan.

50
B. SARAN
1. Untuk mahasiswa:
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa calon perawat untuk mempelajari dan
memahami cara pembuatan askep dengan sungguh-sungguh agar dapat
diaplikasikan pada pasien dengan tepat dan benar.
2. Untuk tenaga kesehatan (Perawat) :
Untuk tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk lebih
memperhatikan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.
Pada kasus gangguan mobilisasi diharapkan untuk lebih memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi perawatan pada klien, selalu mengkaji gerak
aktivitas klien dan memberikan latihan-latihan yang sesuai secara tepat.
3. Untuk instansi rumah sakit :
Diharapkan untuk instansi rumah sakit untuk memperhatikan standar asuhan
keperawatan , karena dari asuhan keperawatan yang tersusun dengan baik
terlihat pula pelayanan yang baik yang telah diberikan kepada klien.

51
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, ed. 3.Jakarta :EGC

Hidayat, A.Aziz Alimul.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan Proses

Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Judith,2014 Diagnosa Keparawatan, ed. 9.Jakarta:EGC.

Mansjoer,arif .2000.Kapita Selekta Kedokteran , ed.3,cet.1 Jakarta:Media Aesculapius.

Mubarak,W.I.2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC.

Syaifuddin,H.2011.Anatomi Fisiologi:Kurikulum berbasis kompetensi untuk keperawatan &


kebidanan.Jakarta:EGC.

Nuzulul Zulkamain Haq. web:Nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id. Diposting pada 09 Oktober


2011. Diakses pada hari rabu,14 januari 2015.

52

Anda mungkin juga menyukai