Anda di halaman 1dari 52

STUDI LITERATUR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA YANG MENGALAMI

GANGGUAN AKTIVITAS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Oleh:

DEVITA PUTRI HAYU NANDANI

NIM 17613082

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia merupakan kelompok umur tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok ini bisa di sebut juga dengan proses penuaan

ataupun Anging Process. Seseorang bisa di sebut dengan lansia apabila usia

di atas 60 tahun lebih. (Nugroho, 2012) Memasuki usia tua berarti mengalami

kemunduran misalnya kemunduran pada fisik. Seseorang yang semakin

usianya lanjut maka fisiknya akan semakin menurun, sehingga juga dapat

terjadi kemunduran pada peran sosial. Hal ini bisa mengalami gangguan

untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, jadi lansia memerlukan, bantuan

orang laiin.

Perubahan yang paling jelas pada penuaan ini adalah pada sistem

muskuloskeletal yaitu penurunan kekuatan otot pada usia 80 tahun akan

mencapai 30% samapi 50%. Penurunan sistem muskuloskeletal adalah

gangguan kronis pada otot, tendon, saraf yang di sebabkan pengguna tenaga

secara berulang, postur tubuh yang janggal dan rendahnya temperatur

sehingga dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman pada otot dan nyeri.

Perubahan patologis pada sistem muskuloskeletal seperti rheumatorid

atritis,dan osteoporosis yang sering terjadi pada lansia dan mengakibatkan

gangguan pada aktivitas (Uda, ermina.2016)

1
2

Keadaan yang membuat manusia bergerak atau suatu energi yang

dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia dinamakan dengan aktivitas.

Salah satu tanda keshatan adaljah adanya keampuan aktiviitas seseorng

melkukan aktivitas seeperti berdiri, berjalan dan bekerja. Jadi dapat diarrtikan

bahwa gagguan aktiitas merpakan ketidakmpuan sesseorang untuk melakukan

kegiatan dalam menenuhi kebutuhan hiidupnya (Heriana,2014).

Hambatan mobilitas fisik merupakan terbatasnya gerak salah satu fisik

tubuh atau semua ekstermitas yang mandiri (Renata Komalasari, 2011). Atau

penurunan kemampuan untuk berpindah ke satu tempat ke tempat yang

lainnya ataupun ke posisi yang lainnya. Hambetan mobiilitas fisik dapat di

pengaruhi oleh beberapa faktor (Ernawati, 2012). Hambatan mobilitas fisik

yang di akibatkan karena adanya pirubahan patologiis di sistem

musculokeletal. Dampek dari muskuloskeletal yang paling jelas adalah

gangguan hambatan mobilitas fisik berupa penurunan kepadatan tulang,

persendian menjadi lunak, perubahan struktur otot. (Azizah dan Lilik M,

2011)
3

Menurut data WHO pada 2008, hambatan mobilitas akibat gangguan

sistem muskuloskeletal telah diderita 151 juta jiwa di dunia dengan 24 juta

jiwa diantaranya berada di kawasan Asia Tenggara. Prevalensi penyakit

musculoskeletal di Indonesia mencapai 34,4 juta orang dengan perbandingan

penyakit sebesar 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Prevalensi data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan, sebanyak

11,5% penduduk Indonesia menderita gangguan sistem muskuloskeletal.

Prevalensi penyakit sendi di Jawa Timur juga cukup tinggi hingga mencapai

30,9% (Dinkes, 2018).

Masalah mobilitas yang terjadi pada lansia yang mengalami gangguan

sistem musculoskeletal bisa di atasi dengan memberikan latihan seperti

lataihan range of motion, ambulasi dan mengatur posisii tubuh, pasien untuk

pemenuhan ADL, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi LatihanROM

merupakan letihan pergrakan yng dilakukan oleh semdi, manfaat latihan ini

adalah sebagai peningkatan kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan mobilitas

sendi pada lansia(Potter & Perry, 2011).

Adapun yang dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan

jumlah pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik adalah menejemen

energi, menejemen lingkungan, peningkatan latihan, terapi latihan Ambulasi,

terapi latihan pergerakan sendi, dan terapi latihan otot (NIC, 2015). Terapi

latiihan otot adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang

pelaksnaannya mengguakan latihan-laihan gerak tubuh, baik secara aktif

maupun pasif, tujuan dari terapi latihan adalah rehbilitasi untuk mengatasi
4

gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya komplikasi mengurangi

nyeri dan odem (Hendrik,2012)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

yang berjudul “Studi Literatur Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan

Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas fisik ”.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimama asuhan keperwatan pada pasien lansia yang mngalami masalah

kperawatan hambatan mobilitas fisik?

1.3 Tujuan Penulis

Menganalisis Asuhhan kperawatan pada lansia gangguan aktivitas dengan

masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik

1.4 Manfaat Penulis

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan pemahaman dan menambah

informasi terhadap pengembangan ilmu keperawatan mengenai asuhan

keperawatan pada pasien lansia yang mengalami gangguan aktivitas

dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi Penulis

Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada lansia yang

mengalami gangguan aktivitas dengan masalah keperawatan hambatan

mobilitas fisik

2. Manfaat bagi Klien


5

Klien mendapat pelayanan kesehatan yang mengarah pada

profosionalisme dan juga mendapatkan asuhan keperawatan yang

efekti, dan efesian yang sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

3. . Manfaat bagi Profesi Keperawatan

Sebagai pengembangan intervensi keperwatan untuk penatalaksanaan

pada pasien lansia dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas

fisik

4. Manfaat bagi Panti

a. Sebagai masukan bagi profesi keperawatan pada pasien lansia

khususnya, untuk menjadikan asuhan keperawatan yang

profosional sesuai standar oprasional.

b. Sebagai bahanpertimbangan dalam upaya memberikan upaya

memberikan asuhan keperawatan pada lansia.

5. Manfaat bagi Institusi

a. Membawa pngetahuan bagi para pmbaca di prpustakaan dengan

asuhan keperwatan lansia dengan masalah keperawatan hambatan

mobilitas fisik.

b. Selanjutnya dapat di gunakan untuk referensi penelitian selanjutnya.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep lansia

2.1.1 Definisi lansia

Menurut WHO, lanjut usia merupakan seorang yaang sudah

berumur 60 tahun ke atas. Lansia yaitu seseorang yang telah memaseki

tahap akhir dari fase kehidupanya. Seseorang yang di kategorikan lanjut

uasia maka terjadi suatu proses penuaan atau Anging Process. Seseorang

di katakana lansia jika berumur lebih dari 60 tahun, karena oleh penyebab

tertentu tedak bisa menuhi keperluan dasar ataupun jasmani, rohani, dan

sosiial(Nugroho, 2012).

WHO serta UU No 13 Tahun 1998 yaitu tentang kesejahteraan

lanjut usia di pasal 1 ayat 2 pada bab 1 menyatakan bahwa usia 60 tahun

yaitu suatu permulaan tua. Menua bukan dari salah satu penyakit, tapi

menua yaitu suatu proses yang terus menerus yang mengakibatkan

perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunya daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang

berakhir dengan kematian.

Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H.

Hadi Martono (1994) dalam H. Wahyudi Nugroho (2012) mengatakan

minjadi tua ialah suatu kemampuan jaringan yang hilang secara perlahan

untek memperbaiiki diri dan struktur dan fungsi normalnya di

pertahankankn sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk


8

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita. dari pernyataan tersebut,

dapat di simpulkan bahwa manusia secara perlahan akan mengalami

kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat mempengaruhi

kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

2.1.2 Proses penuaan

Peoses menjadi tua umumnya pasti di alami oleh semua makluk hidup

karena prosesny yang terus menerus juga berkelanjutan. Contohnya susuna

srafvddan jaringan otot, akibatnya tubuh akan mengalami “mati” sedikit

demi sedikit, kecepatan proses menjadi tua tidak akan sama dengan

seseorang lain, berbeda setiap induvidunya. Adalakanya orang yang belum

di sebut sebagai lansia atau masih muda, tapi sudah menunjukan

kekurangan. Ada juga seseorang yang sudah tergolong lansia tetapi masih

terlihat sehat, segar bugar badan masih tegap. (H. Wahyudi Nugroho, 2012).

2.1.3 Teori Proses Menua

Menurut Depkes RI (2016)

1. Teori biology

a. Teori mutase, genetik

Dari teori ini menjadi tua sudah terprogram secara genetik untuk

spesies tertentu. Menjadi tua terjadi karena akiibat perubaahan

beokimia yang telah di program oleh DNA juga pada setiiap sel di saat

akan terjadi mutase dan menurunya kemampuan fungsional sel.


9

b. Teori “immunology slow virus”

Dengan bertambahnya usia imun akan lebih efektif, maka akan

menjadi kerusakan organ tubuh di akibatkan karena masuknya virus

ke dalam tubuh.

c. Teori stres

Menua bisa karena hilangnya sel dan juga dapat di gunakan oleh

badan. Regenerasi jaringan tidak bisa pertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebuhan stress juga usaha dapat mengakibatkan

sel tubuh lelah terpakai.

2. Teori kejiwaan sosial

a. Kegiatan atau aktifitas

Teori ini juga mengatakan bahwa suksesnya lansia yaitu lansia yamg

banyak ikut kegiatan dan aktif sosial. pola hidup di lanjutkan dengan

melakukan hidup dari lansia berupa mempertahankan hubungan

antara induvidu agar tetap stabil dan sistem sosial.

b. Teori pembebasan

Seseorang perlahan-lahan akan mulai melepaskan dirii dari kihidupan

sosial. Dari keadaan tersebut interaksi lansia menurun, baik dengan

kualitas atau kuantitass makan akan terjadi kehilangan gnda. yaitu

kehilangan peran; Hambatan mobilitas fisik;Berkurangnya kontak

komitmen..

2.1.4 Batasan lanjut usia

1. Batasan umur lansia menurut WHO lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.


10

b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun.

c. Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun.

2. Menurut Birren dan Jenner dalam Nugroho (2008) untuk membedakan

antara usia biologis, psikologis, dan usia sosial.

a. Usia psikologis, adalah kemampuan untuk mengadakan penyesuaian

pada sehubungan situasi yang telah dihadapinya.

b. Usia sosial, adalah peran diharapkan juga diberikan oleh masyarakat

kepada seseorang dengan usianya.

a. Usia biologis, adalah jangka waktu seseorang sejak lahirnya ada

dalam keadaan hidup tidak mati.

2.1.6 Klasifikasi pada lansia ada 5 macam (Maryam,2008).

1. Pralansia (Prasennilisis) ialah seiseorang yang berusia 45-59 tahun

2. Lansia yaitu seorang yang berumur lebih dari 60 tahun

3. Lansia resiko lebih yaitu seorang dalam usia 60 tahun keatas yang

masalah kesehatan.

4. Lansia potensial adalah lanjut usia yang tidak memerlukan bantuan orang

lain

5. Lansia tidak potensial adalah lanjut usia tidak bisa melakukan aktivitas

atau lansia yang sudah tidak bisa mencari nafkah, hidupnya bergantung

dengan orang lain.

2.1.7 Perubahan-perubahan pada lansia

Proses penuaan secara degeneratif yang berdampak pada diri

manusia yaitu seseorang yang umurnya bertamah, tidak hanya perubahan


11

pada fisik tetapi juga bisa perubahan kognitif,sosial dan perasaan (Azizah

dan Lilik M, 2011).

1. Kulit dan integument

Wajah seseorang akan mengeriput, yang terlihat terdahulu adalah

di bagian kulit de wajah misal di sekitar mata dan hudung, sehingga

akan terlihat wajah dengn ekspresi sedih. Akan terjadi perubahan pada

rambut dan riri tanggal makan lansia akan sedikit terganggu dalam

mengunyah.

2. Sistem indra (pengliatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan)

Pada mata biasanya sering di sebabkan karena katarak,

glukoma.akan mengalami penurunan visus jika lansia mengalami

katarak yang berat, lansia hanya bisa membendakan terang dan gelap

jika lansia mengalami stadium lanjut. Penyebab katarak antara lain:

pengobatatan steroid yang berlangsung lama, trauma, radiasi atau

idiopatik (tidak di ketahui penyebabnya).

Dari kedua jenis gangguan tersebut, (sistem pengliatan dan

pendengaran) maka dapat berdampak pada sistem komunikasi. Pada

lansia timbulnya komunikasi tidak saja sebagai akibat dari

presbiakusis, tapi sering di tambah pula dalam situasi dalam

percakapan yang kurang mendukung.

3. Saluran cerna

Lansia pada saluran cerna terjadi perubahan sebagai berikut:

a. Pada jumlah gigi lansia lama kelamaan akan berkurang, lansia yang

tidak memiliki gigi akan mengganggu saat makan dan lansia akan
12

membatasi jenis makanan.menurunya produksi air liur akan

mengakibatkan mulut kering dan mengurangi kenyamanan saat

menelan makanan.

b. Pada lidah terdapat banyak tonjolan saraf pengecap yang memberi

perbagai sensari rasa (manis, asin, gurih, dan pahit). Akibat

penambahan usia, maka jumlah tonjolan saraf tersebut berkurang,

sehingga lansia kurang dapat merasakan rasa kecap, akibatnya

mereka butuh lebih bayak jumlah gula atau garam untuk

mendapatkan rasa yang sama.

c. Di usus besar mengalami penurunan kontraktilitas, akibatnya: akan

timbul sembelit, atau gangganguan BAB

Diantara sejumlah penyakit saluran cerna, disini akan dibahas

beberapa yang tersering dan erat kaitannya dengan asupan makanan

dan pemberian obat.

a) Mulut kering (dry mouth)

b) Akibat berkurangnya sekresi air liur dapat mengakibatkan mulut

kering, atau xerostomia, maka fungsunya sebagai pelumas akan

terganggu.

c) Disfagia atau gangguan menelan

d) Dispepsia

4. Hepar atau hati

Aliran darah akan menurun kurang lebih sampai 35%, pada

lansia yang berumur 80 tahun atau lebih, jadi jika lansia


13

mengkonsumsi obat maka dosis dari obat tersebut harus sesuai supaya

tidak ada efek samping.

5. Ginja

Nefron ginjal pada lanjut usia akan menurun 5-7% setiap dekade,

dan menurunnya kebersihan creatinin 0,5 ml/m/tahun. Karena itu

ginjal tidak bisa mengeluarkan metabolisme urin.

6. Jantung

Masa jantung akan mengalami penambahan, ventriikel kiri terjadi

hipertropy sehingga pereggangan janttung mengalami penurunan,

kondisi saat ini di sebabkan oleh perubahan jaringan ikat. Karena

banyaknya lipofusin.

7. Muskuloskeletal

Lansia akan mengalami perbedaan pada sistem muskuloskeletal

yaitu Jaringan penghubung (kolagendan elastin) , tulang, kartilago, otot

juga sendi..

a) Kartilago: Sendi menjadi rata karena jaringan pada seni akan

mengalami granullasi juga lunak, dan akibatnya pada permukaan

persenian akan merata. Jadi kartilago tidak mamapu untuk regenirasi

maka digenerasi terjadi ke arah progresif. Dampak dari itu akan

rentang terhadap gesekan.

b) Tulang: Pada penuaan ini akan mengalami penuaan fisiologi,dari

penuaan ini akan mengalmi kekurangan padatnya tulang maka lansia

sering mengalai osteoporosis dan akan terasa nyeyi pada tlang


14

c) Otot: Banyak variasi pada rubahnya jaringan otot dan jumlah ukuran

serabut otot, meninngkatnya jariingan penghibung juga jaringan

lemak akan menimbulkan efek tidak baik

d) Sendi: lanjut usia, tendon, ligamen dan fasia mengalami penuaan

elastisitas.

8. Sistem pernafasan

Bertambahnya umur pada Kekuatn otot pada pernafasan akan

mengalami penurunan, pada sendi tulang iga akan mengalami

kekakuan.

2.1.8 Konsep Sistem Muskuloskeletal

1.2.1 Pengertian Muskuloskeletal

Musculoskeletal yaitu Musculo dan artinya ottot dan sceletal dapat di

artikan tulang. Musculo atau muscular yaitu jaringan otot yang ada di badan.

Ilmu yang mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otot tubuh dan

myologi. Skeletal atau osteo adalah tulang tubuh (Syaifuddin,2012)

1.2.2 Otot (Muskulus / Muscle)

Otot adalah organ yang memiliki kelebihan untuk merubah energy

kimia jadi energy gerak, maka bisa memerintahkan untuk menggerakan

rangkaa, sebagai tanggapan tubuh pada perubahan liingkungan. Otot

biasanya di sebut sebagai alaat garak atiff, kareena bisa berkonteksi,

maka bisa mengerakan tulang. (Syaifuddin, 2012) Otot terdiri dari

fascia, fentrikel, dan tendon.


15

1.2.3 Jenis- jenis Otot

Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:

1. Otot Rangka

Otot rangka bisa di sebut juga dengan otot lurik, volunter (secara

sadar atas perintah dari otak), dan melekat pada rangka, contohnya di

otot dada, otot paha, dan pada otot betis. Bekerjanya sangat tidak

lambat dan kuat. Struktur mikroskopis otot rangka yakni Mempunyai

bentuksel panjang contihnya tali/fiilament. Setiap serabut mempunyai

banyak inti terdapat pada tepi dan tersusun di bagian perifer. Serabut

otot sangat panjang, mencapai 30 cm, bentuknya silindris dengan lebar

berkisar sekitar 10 mikron sampai 100 mikron.

2. Otot Polos

Otot polos yaitu otot tidak berlurik dan involunter (bekerjanya

dengan cara tak sadar). pada otot ini bisa dijumpai di dinding berongga

scontohnya kandung kemih dan uterus, juga pada dinding tuba,

scontohnya pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius,

dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.

Struktur mikroskopis otot polos yakni mempunyai bentuk sel otot

seperti silindris/gelendong dengan kedua ujung meruncing. Serabut

selini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh

darah). Memiliki satu buah inti sel yang terletak di tengah sel otot juga

memiliki permukaan sel otot yang polos dan halus (Syaifuddin,2012).


16

3. Otot Jantung

Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, memiliki struktur

ytidak berbeda dengan otot lurik. Otot ini hanya di miliki pada jantung.

Otot ini secara terus menerus selalu bekerja tidak ada hentinya, tetapi

otot jantung mempunyai masa istirahat, yakni setiap kali berdenyut

Memilki banyak inti sel yang terletak ditepi agak ke tengah. Panjang sel

sekitar 85-100 mikron dan berdiameter sekitar 15 mikron.

1.3 Konsep Gangguan Aktivitas

1.3.1 Pengertian Gangguan Aktivitas

Aktivitas yaitu senergi ataupun keadaan yang bergerak dimana

seseorang membutuhkan agar bisa mencukupi kebutuhan hidup. Salah

satu tanda sehat yaitu adanya kemampuan manusia untuk melakukan

aktivitas seperti berdirii, berjalan-jalan ataupun bekerja. Kemampuan

aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persyarafan

atau muskuloskeletal. maka bisa disimpulkan bahwa gangguan aktivitas

yaitu ketidak mampuan manusia untuk melakukan kegiatan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. (Heriana,2014)

1.3.2 Etiologi

Menurut (Hidayat,2014) penyebab gangguan aktivitas adalah sebagai

berikut:

1) Kelainan Postur

2) Gangguan perkembangan otot

3) Kerusakan sistem syaraf

4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuskuler


17

5) Kekakuan otot

1.3.3 Manifestasi Klinis

Menurut (Potter & Perry, 2009) Manifestasi klinis pada gangguan

aktivitas adalah ketidak mampuan pasien untuk melakukan gerak secara

sendiri atau mandiri ataupun memerlukan bantuan alat dan dengan

bantuan orang , dan memiliki hambatan dalam berdiri juga memiliki

hambatan dalam berjalan.

1.3.4 Patofisiologi

Gangguan aktivitad dapat di sebabkan oleh beberapa hal, ada beberapa

hal yang dapat mengakitatkan gangguan aktivitas sebagai berikut:

(Hidayat, 2014) Kerusakan Otot

1. Kerusakan otot

meliputi rusaknya anatomi ataupun fisiologi. Perannya untuk

sumbeer dayaa juga kekuatan untuk bergerak kalau mengalami

rusak di ootot, akan tiidak mengalami gerak kalau oto tergangu.

Rusaknya otot bisa di sebabkan krena trauma pada benda tajam dan

mengakibatkan kerusakan tondon

2. Gangguan pada skelet

Akan jadi penompang juga proses gerak bisa mengalami gangguan

dalam kondiisi terttentu maka menggangu gerak juga mobiliisasi.

Dari banyak penyakiit juga menggangu beentuk, ukuraan ataupun

manfaat darii siistem rangkaa yaitu patah tulang, kakunya sendii

juga radang.
18

3. Gangguan di sistem syaraf

Peran saraf sangat di butuhkan untuk menyampaiikan implus darii

dank ke otak. Implus terrsebut adalah periintah juga kordinasi otak

juga angota gerrak. maka, pada saat saraf mengalami gangguan

maka akan terjadi penyempitan implus darii denk . jika tidak

tersampainya implus tersebut akan mengakibatkan mobilisasi.

1.4 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik

1.4.1 Pengertian Hambatan Mobilitas Fisik

Hambatan ini merupakan terbatasnya geraki fisiik ttubuh dan sallah

sattu, atau semua ekstermitas yaang di lakukan secara sendiri juga terarrah

(NANDA, 1999 dalam Renata Komalasari, 2011) atau penurunan

kemampuan untuk berpindah ke satu tempat ke tempat yang lain. Hambatan

mobilitas fisik juga dapat di artikan sebagai terbatasnya gerakan fisik secara

sendiri baik secara aktual ataupun potensial dalam lingkungan.

1.4.2 Faktor yang mempengaruhi mobilisasi

Menurut Enawati (2012) mobilitas fisik dapat di pengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu:

1. Gaya hidup

Mobilisasi manusia di pengaruhi karena kebudayaan, nilai yang di

percaya juga bisa dengan tempat tinggal ata sekelilingnya (masarakat)

2. Ketidak mampuan

Kelemahan fisik atau mental sesorang bisa menghambat orang agar

menjalankan aktifitas setiap harinya. Secara umum ketidak mampuan di

bagi dijadikan 2, yakni: ketidak mampuan primer dikarenakan trauma


19

ataupun sakit, (contohnya paralisis karena cidera dan gangguan medulla

spinali). Sedangkan ketidak mampuan sekunder karena dampak dari

ketidak mampuan primer, (contohnya tirah baring atau kellemahan otiot).

3. Tingkat energi

Energi sangat di butuhan oleh banyak hal, yaitu untuk melakukan gerak,

untuk hall ini simpanan dari energy yang di miliki oleh induvidu sendiri

sangat macam-macam.

4. Usia

Usia dapat mempengaruhi kemampuan untuk melakukan mobilisasi,

kemampuan melakukan aktivitas menurun sejalan dengan penuaan.

1.4.3 Etiologi

Menurut Buckwalter (2011: 457-459). Beberapa faktor yang menyebabkan

atau ikut berperan terhadap hambatan mobilitas fisik:

1. Intoleransi aktifitas

Intoleransi aktifitas adalah menurunya energi yang di akibat kehilangan

kekuatan ottot dan juga oleh ganguan aktifitas sell. Seseorang yang lanjut

usia kehiilangan tonus atau masa otot dari penuan normall, tapi dapat

mengakibatkankelemahan lebih lanjut karena sindrom disusse, dan

berhubungan masalah kronis, menurunya aktivitas juga gerak. Otot

pernafasan akan lemah, dan paru akan menjadi elastis.maka lansia

memiliki volume tidak lebih sedikit juga menurunya vital. (Buckwalter

(2011: 457-459)
20

2. Nyeri

Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan. Lansia rentang terkena

nyerii parah ataupun tidak parah, karena memiiliki masalah kroniis,

tindakan yang tingi terjadi peniingkatan trauma yang diakibatkan jatuh

dan fraktur, juga rentang terhadap infeksi. (Buckwalter (2011: 457-459)

3. Gangguan Neuromuskular

Merupakan penurunan gerakan otot karena penurunan system gangguan

intervasi parifer atau saraf pusat. Sistem syaraf mengendaliikan inervasi

juga kegunaan semua tubuh, jadi, kontraksii juga refllek otot sangat

tergantung pada neurologik. (Buckwalter (2011: 457-459)

4. Gangguan Muskuloskeletal

Yaitu penurunan ataupun kehilangan dari kegunaan otot siistem

penyongkong skeletal dan di sebabkan oleh factor struktural ataupun

mekanis. Sumber structural adalah hambatan pada fisiologik pergerakan.

Sedangkan akibat mekani yaitu alat eksternal seperti gips agar tidak bisa

melakukan pergerakan. Contoh kondiisi kroniis adalah osteoporosis,

patah tulang, arthritis, FAM, dan bengkak. (Buckwalter (2011: 457-459)

5. Hambatan sosiokultural atau lingkungan fisik.

Hambatan lingkungan fisik merupakan ketidak sesuaian peran juga

konflik peran, ketidak seimbangan hubunggan kekuasan,kurang baiknya

hubyngan social, Lanjut usia sangat beresiko untuk hambaatan

hubunggan sosial, contohnya ketergantungan pada orang lain. Hambatan

pada tipe ini biasanya muncul saat lansia dirawat dipanti. (Buckwalter

(2011: 457-459)
21

6. Faktor latrogenik

Faktor ini yang berhubungan dengan hambaten mobiilitas ialah regimen

terapi yang mempengaruhi gerak lansi, yaitu badrest, obat penenang,

analgesik, lingungan pelayanan kesehatan yang restritif. Kondisi ini

penting untuk mengatasi cidera atau penyakit, tetapi juga bias

menyebabkan masalah yang serius, terutama pada lansia yang memiliki

banyak faktor predisposisi terhadap imobilisasi dan dampaknya.

1.4.4 Jenis Mobilitas.

Jenis mobilisasi menurut Ernawati (2012). Di bagi menjadi dua:

1. Mobilisasi penuh.

Mobilisasi penuh adalah kekuatan manusia agar melakukan gerak

secara bebas maka bisa melakukan kegiatan kesehariannya dan

menjalankan interaksi social. Mobilitas penuh ini yaitu fungsi saraf

motorik volunteer juga sensoriik agar bisa mengendalikan seluruh

tubuh seseorang.

2. Mobilitas sebagian

Yaitu kemampuan seseorang yang bergeraknya secara terbatas, dan

tidak bisa gerak dengan bebas, yaitu di sebabkan dengan ganguan

syaraf motoriik juga sensoriik. Halini bisa di jumpai dengan seseorang

cidera fraktur dengann pemasanggan traksii. Mobilisasi ini di bagi

menjadi 2 tipe, yaitu:

a. Mobilitas sebagian temporer


22

Merupakan kekuatan induvidu supaya melakukan gerak dengan

Batasan yang sementara. Haltersebut bisa di sebabkan karena trauma

reveirsibel disistem muskuloskeletal. Misalnya adalah dis lokasi

tulang atau sendi.

b. Mobilitas sebagian permanen

Merupakan kekuatan induvidu untek melakukan gerak tidak bebas

yaqng sifatya meneetap.. Hal ini di sebabkan karena rusaknnya

sistem saraf reversiibel. Contoh terjadinya CVA, cidera tulang, juga

terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

1.4.5 Manfaat Mobilisasi

Menurut Mubarak, Indrawati, & Susanto (2015)

1) Mencegah kemunduran dan mempertahankan fungsi tubuh serta

mengembalikan rentang gerak aktif, sehingga penderita dapat kembali

bias gerak dengan normal serta setidaknya penderita dapat memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

2) Membantu pernafasan lebih menjadi kuat

3) Memperlancar eliminasi alvi dan urine

4) Memperlancar peredaran darah

5) Mempertahankkan kekuatan otoot, memeliihara juga meningkatan

pergarakan darii persandian

6) Memperlambat proses penyakit, khususnya penyakit degeneratif

7) Dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan cita tubuh)

1.4.6 Dampak Hambatan Mobilitas Fisik


23

1. Dampak Fisiologik

Menurut mass (2011:449) penrunan mobillitas fissik

menguntunggkan. Konsumsi O2 dan metabolissme mennjadi lammbat

dan menurunnya beban jantung saat kradaan istirahaty. Nyeri,

ketengangan, dan pengisian vena berkurang saat sistem muskuloskeletal

rileks ketika possisi tubbuh suipinasi. Banyak penyakiit misalnya CHF

dan frakturr. Memrlukan beberapa tingkkat penghmbatan aktiviutas

gnuna mencapaai penangganan yng efekktif. Jika tubuh terserang

penyakit dan mengalami cidera maka kemampuan fungsi akan berkurang.

Kebuutuhan fisiologia bagian tubuuh tersebutt mungkin lebih bersar di

bandingkan dengan kemamnpuan responsnya. Sehingga, istiraahat sngat

pentiing untuk mepertahankan homeostasis dan mencegh cidera yang

lebiih lanjt.

Berikut adalah jenis-jenis dari penurunan kondisi fisiologis yang

disebabkan oleh hambatan moblitas fusik:

a. Penurunan retang pergerakan sendi (RPS)

Penurunan RPS dapat terjadi karena hambatan mobilitas fisik

jariingan ikat di sekitar kapsulla senndi dan di dalam otot mnjadi

padat. Serat ottot yng terkema mendadak dan atroffi karena secara

teratur tidak memndek dan memanjng dalam rentang pergferakan

penuh otot tersbut. Radang, sirkulasi dan trauma yang buruk di

tambaha hambatan mobilitass dan mempercepat pembntukan

jaringan ikat padat.

b. Penurunan kekuatan dan ketahanan otot.


24

Penurunan kekuatan otot dan ketahanan otot terjadi jika

kontraksi otot kurang dari 20% tengangan maksimum setiap hari.

Namun, otot yang istirhat semputna akan kehilangan 10-15%

kekuaran setiap minggunya dan dapat kehlangan sebesar 5,5%

kekuatan stetiap harinya, dengan kegilangan yang cepat terjadi

adalah pada fases awal immobilitas.

c. Penurunan kekuatan terjadi akibat peningkatan reabsorbsi tulang

yang menyertai hambatan mobilitas. Proses ini bergantung pada

kontraksi Penurunan kekuatan skeletal ottot dan teganggan otot

untuk meningkatkan deposisis tulang osteoporosiis terjaadi saat

destsruksi tulang dan reabrorbsi melampau produksii tulang.

d. Ketidakseimbangan metabolik

Penurunan mobilitas menyebabkan pemecahan protein dan

ekskresi nitrogen dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan

metabolik lain.

e. Gangguan pernapasan

Gangguan pernafasan akibat hambatan mobilitas disebabkan

oleh tauma penurunan ventilasi dan ketidakmampuan mengeluarkan

sekresi.

2. Dampak Psikologis

Harga diri dan kemampuan manusia sangat mempengaruhi mobikitas

fisik. Akibatnya imobilitas menyebabkan kurangnya minat dan motivasi

dalam belajar maupun menylesaikjan masalahg. Dorongan dan harapan


25

menurun, dan emosi dapat di ekspresikan secara berlebihan atau tidak tepat,

termasuk marah, apati, agresi, atau regresi.

1.4.7 Pemeriksaan diagnostik atau penunjang

Menurut (Potter and Perry (2012)

1) Sinar-X tulang mengambarkan kepadtan tulang, tekstur, dan perubahan

tulang.

2) CT Scan menunjukan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan

dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau

tendon.

3) MRI adalah Teknik penciitraan khussus, noniinvasive, yang mengunakan

medan magnetik, gelmbang radio, dan computer untuk memperlihatkan

abnormalitas.

4) Pemeriksaan Laboratorium

HB menurun pada trama, Ca menuruun pada immobilisasi lama, Alkali

Fsfat meningkat, Kretinin dan SGOT menigkat paada kersakan otot.

1.4.8 Terapi atau tindakan penanganan

Terapi yang dapat di lakukan antara lain (Potter and Perry (2012)

1) Kesejajaran Tubuh

Pengaturan possisi dalam megatasi massalah kebtuhan mobillitas,

dignakan untuk menigkatkan kekatan, ketahanan otot, dan

fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu: posisi fowler

(setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi

supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral


26

(miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari

kaki)

2) Mobilisasis Sendi

Untuk menjamin keadeukuatan mobilisasi senndi makka

perawat dapat mengajaarkan klien latihan Range Of Motion. Latiihan

ini baiik ROM aktiff maupuun pasiif merupaakan tiindakan

pelatiihan untukk mengrangi kekakuuan pada sendii dan kelemhan

otot. Latihan ini meliputi: Fleksssi dan ekstensi pergelangn tangn,

flekssi dan eksstensi siku, pronassi dan supinsi lengan bawah,

pronasssi flekssi bahu, abduklsi dan adduksi, rotasi bahu, flekasi dan

ekstensi jari-jari, infersai dan efersi kaki fleksi dan ekstensi

perglangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.

3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi

Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus

mencegah dan meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus

diarahkan untuk mempertahankan fungsi optimal pada seluruh

sistem tubuh.

1.5 Konsep Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian

Menurut (Sunaryo, dkk,2016) pengkajian keperawatan meliputi :

a. Identitas

Beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi pada klien di atas

usia 60 tahun. Lansia yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak

yang mengalami gangguan sistem muskuloskeletal dari pada


27

perempuan, pekerjaan yang berat juga akan dapat mempengaruhi

sistem muskuloskeletal.

b. Keluhan utama

Pada umumnya pasien mengalami kesulitan untuk melakukan

beraktivitas, dipnea setelah aktivitas, gangguan sikap berjalan,

Gerakan lambat, kesulitan memmbolak-baliikan posisi, keterbtasan

pada rentang gerak, dan ketidaknyamanan pada pasien (NANDA

Internasional,2015)

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat pnyakit mulai dari timblnya keluhn yang diraskan sampai

saat dibawa ke layaan kesehatan, biasanya pasien mengalami

intoleransi aktivitas, nyeri yang di akibatkan jatauh dan fraktur,

gangguan musculoskeletal penyebabnya peralatan eksternal seperti

restrain atau gips. atau kondisi kronis seperti osteoporosis, fraktur,

artritis, tumor, edema (Buckwalter,2011)

d. Riwayat penyakit dahulu

Perlu di kaji riwayat penyakit yang lalu seperti riwayat penyakit

muskulokeletal, riwayat pekerjaan yang dapat berhubungan dengan

penyakit muskulokeletal. Apakah klien pernah mengalami penyakit

serupa sebelumnya, apakah klien mengalami menopause dini, serta

penggunaan obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid,

glukokortikosteroid, serta diuretik (Mutaqqin,2008 dalam Afni, 2019).

e. Riwayat penyakit keluarga


28

Perlu di kaji ada tidaknya anggota keluarga yang memiliki Riwayat

pnyakit keturunan keluarga atau apakah keluarga pernah menderita

pnyakit yang samma karena faktor geneitik. Misalnya tentang ada

tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, dan DM

(Mutaqqin,2008 dalam Afni,2019)

f. Pengkajian psikososial dan spiritual

1) Spiritual : kaji agama terlebih dahulu, bagaimana cara pasien

menjalankan ibadah menurut agamanya, adakah risiko/

hambatan pasien dalam menjalankan ibadahnya

2) Psikologi : biasanya mengalami peningkatan stress

3) Sosial : cenderung menarik diri dari lingkungan

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

1. Keadan umum

keadaan umumnya lemah.

2. Kesadaran

Biasanya composmentis dan apatis.

3. Tanda-tanda vital

a. Nadi meningkat atau dalam batas normal

b. Suhu meningkat (>37ᶿC) atau dalam batas normal

c. Pernafasan biasanya normal atau terjadi peningkat

d. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

4. Pemeriksaan head to toe

a. Pemerikaan mulka dan kepala


29

Pemeriksaan ini meliputii bentuk wajahh, benjolan pada kepala

mauupun muka, ada tiidaknya lessi, penybaran rambut, dan

kerontkan rambut.

b. Mata

Pemeriksan yng dilakukan yaitu pemriksaan konjngtiva, sklera,

strabismuss, penglihtan, perdangan, katarak, dan penggnaan

kacamta.

c. Hidung

Meliputi bentuk hidung, peradngan dan penciman.

d. Mulut tenggorakan, telinga

Terdapat kebsrsihan mukossa bibir, peradangan/stommatitis, gigi,

radang gusi, kesulitan mengnyah, penengaran. Pada lansia biasanya

terdapat penrunann..

e. Dada

Pemeriksan yng dilakukan pemeriksan bentuk dada normal,

retraksi, sura nafas vesikler, ada tidaknya sara tambahn, ada

tidaknya suara jantng tambhan, pemeriksaan ictus cordis, dan ada

tidaknya keluhan yang dirasakan.

f. Abdomen

Pemeriksaan betuk perut, nyeri tekan, kemmbung, bissing ussus,

dan massa keluhhan yang diraskan.

g. Ekstermitas

Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)


30

1) : Lumouh

2) : Ada kontraksssi

3) : Melawan gravitasi dngan sokonngan

4) : Melaawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan

5) : Melawn gravitasi dengan tahanan sedkit

6) : Melawan grvitasi dengan kekuatan penuh

Biasanya pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik akan

mengalami kelemahan pada otot karena biasa terjadi akibat nyeri

pada ekstermitas atau penyakit lain seperti stroke, osteoporosis,

gout arthritis, dll (Buckwalter, 2011)

2.5.3 Pengkajian Status Kesehatan Kronis, Kongnitif, Fungsional, satus

Psikologis dan Dukungan Keluarga.

1. Pengkajian Kesehatan Kronis

Pengkajian ini di lakukan untuk mengetahui seberapa kronis masalah

kesehatan pada lansia pengkajian ini di lakukan dengan menggunakan

pengkajian masalah keperawatan (Nugroho,2010)

2. Pengkjian sttatus kogniitif

Mengunakan Shorrt Porrtable Menntal Statuss Questionnairre untuk

mendetekssi adnya dan tingkaat keruusakan intellektual, yang terdirii dari

10 hal yng mngetes oriientasi, memori dalam hbungannya dngan

keampuan perwatan diri, mmori jauh, serta kemapuan matematiss

(Nugroho,2010)

3. Pengkajian status fungsional


31

Pengkajiaan status fungssional diidasarkan pada kemanndirian klien dalam

menjalannkan aktivitaas kehidupan sehari-hari Instrumment yang biasa

dignakan dalam pengkajian sttus fungsional yaitu Indeks Kasatz, Bartel

Indeks, dan Sullivan Indeks Kats (Sunaryo, dkk, 2015).

4. Pengkajian status dukungan keluarga

Status dukungan dapat diukur dengan menggunakan APGAR keluarga.

(Nugroho,2010)

5. Tingkat Depresi

Mengkaji seberapa tingkat depresi pada lansia mengetahui nilai normal

dalam tingkat depresi (Nugroho,2010). Penilaian tingkat depresi dengan

cara menilai seberapa besar depresi yang terjadi pada lansia.

6. Indeks Barthell

Pengkajian ini untuk mengetahui kemandirian lansia dalam melakukan

aktivitas sehari-harinya. Dan untuk mengetahui kemandirian tersebut dapat

di lihat dari kemandirian Indeks Barthell (Nugroho, 2010)

2.5.4 Diagnosa Keperawatan

Dalam studi literatur ini hanya fokus membahas pada diagnosa

keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pada

sistem muskuloskeletal
41

2.5.4 Intervensi Keperawatan.

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SDKI SLKI SIKI

.
1 Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan OUTCOME Dukungan mobilisasi
muskuloskeletal
Mobilitas Fisik meningkat Observasi
DEFINISI (L.05042) 1)Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
Keterbatasan dalam gerak fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara kriteria hasil: 2)Identifikasi adanya toleransi fisik saat
mandiri.
1)Pergerakan ekstremitas meningkat melakukan
PENYEBAB 2)Kekuatan otot meningkat )Monitor tekanan darah sebelum memulai
3)Rentang gerak (ROM) meningkat mobilitas
a. Kerusakan integritas struktur
tulang 4)Nyeri menurun 4)Monitor keadaan umum selama
b. Perubahan metabolisme
5)Kecemasan menurun melakukan mobilisasi
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot 6)Kaku sendi menurun Terapeutik
e. Penurunan massa otot
7)Gerakan tidak terkoordinasi 1)Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan menurun bantu (misalnya pagar tempat tidur)
h. Kekakuan sendi
8)Gerakan terbatas menurun 2)Fasilitasi melakukan pergerakan , jika
i. Kontraktur
j. Malnutrisi 9)Kelemahan fisik menurun perlu
3)Libatkan keluarga untuk membantu
42

k. Gangguan musculoskeletal pasien dalam meningkatkan pergerakan


Edukasi
1)Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Gejala dan tanda mayor
2)Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Subjektif: 3)Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (misalnya duduk ditempat tidur,
a.Mengeluh sulit menggerakan
ekstermitas duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
Objektif:
Pengaturan posisi
a.Kekuatan otot menurun Observasi
b.Rentang gerak (ROM) menurun 1)Monitor status oksigenasiTerapeutik
1)Motivasi melakukan ROM aktif atau
Gejala dan tanda minor
pasif
Subjektif: 2)Hindari gerakan menempatkan klien
a.Nyeri saat bergerak yang dapat meningkatkan nyeri

b.Enggan melakukan pergerakan

c.Merasa cemas saat bergerak

Objektif :
43

a.Sendi kaku

b.Gerakan tidak terkoordinasi

c.Gerakan terbatasd.Fisik lemah


43

Berdasarkan intervensi diatas dalam menangani lansia dengan

gangguan aktivitas dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik,

peneliti memilih Tindakan non farmakologi yaitu dengan Latihan ROM.

Dari hasil penelitian beberapa terdahulu yang menjadi tindakan keefektifan

tindakan keperawatan yang di angkat oleh peneliti yakni tindakan latihan

range of motion (ROM) terhadap lansia yang mengalami masallah

keperaawatan hambattan mobilitas sebagai berikut:

Dalam jurnal 1 berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh

Hermina Desiane Uda, Muflih, Thomas Aquino Erjinyuare Amigo yang

berjudul Latihan ROM berpengaruh terhadap mobilitas fisik pada lansia di

balai pelayanan sosial tresna werdha unit abiyoso Yogyakarta. Metode

Metode yang di gunakan penulis ini adalah kualitatif dengan pendekatan

action research yang bertujuan untuk melakukan perubahan pada suatu

masalah dengan memberikan sebuah intervensi atau tindakan yang

dipantau oleh peneliti sehingga hasil dari perubahan tersebut dapat

dimanfaatkan pada penelitian ini. Latihan range of motion adalah latihan

pergerakan maksimal yang di lakukan oleh sendi, latihan ini menjadi salah

satu latihan yang berfungsi dalam pemeliharaan fleksibilitas sendi dan

kekuatan otot pada lansia. Berdasarkan data hasil penelitian pada masing-

masing sub tema dari gerakan dapat di simpulkan bahwa latihan ROM

memberikan perubahan pada kemampuan lansia dalam melakukan

pergerakan. Perubahan yang di rasakan hanya sedikit dan berbeda-beda

pada setiap lansia. Perubahan tersebut dapat di lihat pada cara dan
44

kemampuan berjalan, kemampuan motorik halus, dan pengalaman

gemetar.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Junaidi Imron, Susi

Wahyuning Asih pada jurna 2 yang berjudul Pengaruh Latihan ROM aktif

terhadap keaktifan fisik pada lasia di dusun karang templeek desa

Andongsari Kecamatan Ambulo Kabupaten Jembeer. Rancangan

penelitian ini bersifat Eksperimentall semu (quasy-experiment), Desain

penelitian ini menggunakan pre test and post test with control design.

Penelitian ini di lakukan pada 30 reponden yang memenuhi kriteria

inklusi. Dari jumlah tersebut kemudian peneliti membagi atas dua

kelompok yaitu 15 orang masuk dalam kelompok perlakuan sedangkan 15

orang masuk ke kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini adalah

terdapat berbedaan yang cukup signifiikan menegenai peningkatkan

keaktifan fisik pada lansia antara kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol, dan dapat di artikan bahwa hasil HO di tolak dan H1 di terima,

yaitu terdapat pengaruh latihan ROM aktif terhadap keaktifan fisik pada

kelompok lansia Nusa Indah 02 di wilayah dusun Karang Templek desa

Andongsari kecamatan Ambulu Kabupaten Jember.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Sahmad1 , Reni

Yunus1 , Andi Sarmawan2 pada jurna ke 3 yang berjudul pengaruh

pemberian range of motion (ROM pasif terhadap fleksibilitas sendi pada

lansia di panti sosial Tresna Werda Minaula Kendari. jenis penelitian yang

di gunakan yaitu pre eksperimen dengan pendekatan one groub pretest

posttest design yang rancangannya tidak ada kelompok perbandingan


45

(kontrol), paling tidak sudah di lakukan observasi pertama (pretest) yang

memungkinkan menguji perubahan yang terjadi setelah adanya

eksperimen (program) (notoatmodjo,2012), populasi yaitu semua lansia

yang berada di Panti Sosial Tresna Wherda Minaula Kendari sebanyak 95

orang. Sedangkan sempel yaitu seluruh lansia yang mengalami gangguan

fleksibilitas sendi. Sampel berjumlah 12 orang, dan pengambilan sampel

dengan cara total sampling. teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah dengan cara melakukan pretest, posttes, observasi dan wawancara.

Hasil dari penelitian ini adalah sesuai dengan penelitian Soempeno, dkk

(2007) tentang “Pengaruh Latihan range of motion ROM Pasif terhadap

fleksibilitas sendi lutut pada Lansia di Panti Wreda Wening Wardoyo

Ungaran”. Penelitian ini menunjukan bahwa ada peningkatkan yang

signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi lutut kanan dan

kiri dan antara pengukuran pertama -ketiga pada fleksi sendi lutut kiri.

Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya

peningkatkan aliran darah kedalam kapsula sendi dan memberiakn nutrisi

yang memungkinkan tulang untuk bergerak dengan lancar dan tanpa rasa

sakit atau ketidaknyamanan.

Lansia yang menderita Hambatan mobilitas fisik disarankan untuk

berobat, karena "Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan

obatnya, demikian pula Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada

obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang

haram." (HR.. Abu Dawud dari Abud Darda` radhiallahu 'anhu). Hadits

tersebut mengatakan pada suatu penyakit pasti ada penanganannya,


46

danhendaklah seseorang melaksanakan perawatan sakiitnya ataupun

mencari obat berobat pada orang yang lebih mengetahuinya atau ke dokter,

tetapi obat dan doker

hanyalah cara kesembuhan, sedanggkan kesembuhaan hanya datang dari

Allah. Semujarab apapun obat dan sehebat apapun dokternya, jika Allah

tidak menghendaki kesembuhan, maka tidak akan mendapat kesembuhan.

Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya,

berarti ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagaii tempat

tinggalnya kelak jika tidak juga bertaubat.

Sebagaimana manusia yang arif danbijaksana tentunya kita tidak

boleh lalai dengan urusan duniawi semata, terlebih bagi mereka yang

sudah masuk fase lanjut usia, karena banyak yang harus kita siapkan baik

secara dhohir maupun batin. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.Yasin

[36] ayat: 68.

‫وْ ِّس َكنُنُ ْه ِّر َم ُع ْننَ َمو‬aُُِ‫ن ُولِ ْق َعيالَفَأ ِ ْق ْلَاْل ِ ِف‬
Artinya: Dan barang siapa yang kami panjangkan umurnya niscaya maka

kami kembalikan dia kepada kejadianya, maka apakah mereka tidak

memikirkannya.

Maksud dari ayat di atas adalah bahwa siapa yang dipanjangkan

umurnya sampai usia lanjut akan dikembalikan menjadi lemah seperti

keadaan semula. Keadaan itu ditandai dengan rambut yang mulai

memutih, penglihatan mulai kabur, pendengaran sayu sayup sampai, gigi

mulai berguguran, kulit mulai keriput, langkahpun telah gontai. Ini adalah

sunnatullah yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Siapa yang disampaikan
47

oleh Allah pada usia lanjut bersiaplah untuk mengalami keadaan seperti

itu.

2.5.5 Implementasi keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik

Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan diri suatu

rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap intervensi dan

perencanaan. Fokus pada intervensi keperawatan antara lain

mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, menemukan

perubahan sistem tubuh, menetapkan hubungan klien dengan lingkungan,

implementasi pesan dokter (Sri Wahyuni, 2016).

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat

mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien tidak

mempunyai control motorik volunteer maka perawat melakukan latihan

rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan.

Latihan ini bisa latihan ROM aktif ataupun pasif yaitu latihan untuk

mengurangi kekakuan sendi juga kelemahan otot. Latihan tersebut bisa

seperti ekstensi dan fleksi di lakukan pada pergelangan tangan, siku, dan

pada jari- jari, dapat juga di lakukan pergelangan kaki dan lutut. pronasi dan

supinasi lengan bawah dan bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, infersi

dan efersi kaki, dan rotasi pangkal paha.

2.5.6 Evaluasi

Evaluasi atau tahap penilaian merupakan tindakan perbandingan

yang sistematis yang terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang

telah di tetepkan, di lakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan


48

klien, keluaraga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk

melihat kemampuan klien untuk mencapai tujuan yang di sesuaikan dengan

kriteria hasil pada tahap perencanaan (Sri Wahyuni, 2016).

Evaluasi dapat di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP :

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang

kontraksi dengan masalah yang ada

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil Analisa pada respon

klien

Rencana tindak lanjut dapat berupa: rencana di teruskan jika

masalah tidak berubah, rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua

tindakan sudah dilanjutkan tetapi hasil belum memuaskan, rencana

dibatalkan jika ditemuka masalah baru dan bertolak belakang dengan

masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan, rencana atau diagnosa

selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara

dan mempertahankan dengan kondisi yang baru (Hermanus,2015)


45

2.6 Hubungan antar konsep

Lansia Proses Degeneratif

Gangguan Muskuloskeletal

Keterangan:
Gangguan Aktivitas
= konsep utama yang ditelaah

= tidak ditelaah dengan baik Tanda Gejala


= berpengaru a) Penurunan kekuatan
= berhubungan dengan otot
b) Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
c) Keadaan mood depresif
d) Keterlambatan
perkembangan
e) Ketidaknyamanan.

Hambatan Mobilitas fisik

Pengkajian Diagnosa Intervensi : Evaluasi


Pada Lansia keperawatan Perawatan dilihat dari
yang Hambatan Mobilitas hambatan hasil
Mengalami Fisik b.d Gangguan mobilitas implemen-
Gangguan Muskuloskeletal fisik tasi yang
Aktivitas Batasan dilakukan
dengan karakteristik:
Masalah a. Perubahan cara Implementasi
Keperawatan berjalan dilakukan
Hambatan b. Gerakan bergetar berdasarkan
Mobilitas Fisik c. Tremor akibat intervensi
pergerakan keperawatan
d. Pergerakan lambat

Gambar 2.1 Hubungan Antar Konsep.


54

BAB 3

METODE STUDI KASUS

3.1 Metode Penelitian

Metode adalah suatu atau serangkaian cara yang digunakan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah studi literatur yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis,

termasuk hasil penelitian baik yang sudah mauapun belum dipublikasikan

(Embun, 2012).

3.2 Jenis Penelitian

Jeniis pnelitian ini adalah pnelitian kepustakaan (library research)

seranggkaian penelitiian yng berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka, atau penelitian yang objek penelitiannya digali melalui beragam

informasi kepustakaan (buku, ensiklopedia, jurmnal ilmiiah, dokumen).

Pnelitian kepustkaan atau kajiian literature (literature review, literature

research) merupakan pnelitian yang mengkaji atau meninjau secara kritis

pengetahuan, gagasan, atau temuan yang terdapat dalam tubuh literatur

berorientasi akademmik (academic-oriented literature) serta mermuskan

konstribusi teortis dan metodologsisnya unttuk topik tertentu (Syaudih,

2009; Cooper dan Taylor dalam Farisi, 2010).

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 29 Mei 2020 sampai tanggal 25

Juni 2020.
55

3.4 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekuunder merpakan

data yng didapatkan bukan dari pengamatan langsung, namun didapatkan

dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya,

yang diperoleh dari buku dan laporan ilmiah dalam artikel atau jurnal.

Sumber data penelitian ini adalah jurnal pertama yang diteliti oleh : jurnal

pertama oleh Hermina Desiane Uda, Muflih, Thomas Aquino Erjinyuare

Amigo (2016) yang berjudul Latihan range of motion berpengaruh terhadap

mobilitas fisik pada lansia di balai pelayanan sosial tresna werdha unit

abiyoso Yogyakarta. Jurnal ke dua oleh Junaidi Imron, Susi Wahyuning

Asih (2015) yang berjudul Pengaruh Latihan ROM aktif terhadap keaktifan

fisik pada lasia di dusun karang templek desa Andongsari Kecamatan

Ambulu Kabupaten Jember. Jurnal ke tiga oleh Sahmad1 , Reni Yunus1 ,

Andi Sarmawan2 (2016) yang berjudul pengaruh pemberian range of

motion (ROM) Pasif terhadap fleksibilitas sendi pada lansia di panti sosial

Tresna Wherda Minaula Kendari.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Penelusuran jurnal dimulai dari bulan Mei 2020, literature review ini

dilakukan dengan mencari artikel jurnal publikasi di Google Scholer,

Cendekia, dan PubMed, dengan menggunakan kata kunci lansia, gangguan

aktivitas, hambatan mobilitas fisik dan range of motion (ROM). Mettode

pengumplan data yng dignakan daalam pnelitian ini adalah metoode

dokmentasi. Metode ini merpakan metde pengmpulan datta yarg dilakukan

dengan mencari atau menggali data dari litrerature terkait dngan apa yang
56

dimaksdkan dalam ruumusan masalah (Arikunto, 2013). Data-data yng telah

didpatkan dari bebagai literature dikmpulkan sebagai satu kesatuan

dokumen yang dignakan untuk menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan.

3.6 Metode Analisa Data

Data-data yng sudah diperoleh kemdian dianlisis dengan metode

analisis deskrptif. Terdapat empat hal yang diperhatikan dalam

menganalisis, meliputi:

1. Kualifikasi dan tujuan penulis;

2. Identitas sumber yang dirujuk;

3. Kegunaan/pentingnya sumber yang dirujuk dalam menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan

4. Simpulan sederhana mengenai konten tulisan

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini melalui prosedur :

1. Organize, yaitu mengorganisir literatur yang ditinjau dari permasalahan

yang melalui tahapan dengan mencari ide, tujuan umum dan simpulan

dari literature yang dikaji dengan cara membaca abstrak, beberapa

pendahuluan dan kesimpulan, kemudian mengelompokkan menjadi

beberapa kategori sesuai tujuan dari penelitian.

2. Synnthesize, menytukan hasiil organisir litieratur menjadi suatu

rinngkasan agar menjadi satu kesatuan serta mencari kertikatan antar

literature.
57

3. Identity, yaitu mengidentifikasi isu-isu dalam literature yang telah dikaji

dan dianggap sangat penting untuk dibahas dan dianalisis untuk

mendapatkan hasilpembahasan yang menarik ketika dibaca.

4. Formulate, mermuskan pernyaan yang membutuhkan penelitian yang

lebiih lanjut.
58

BAB 4

PEMBAHASAN

Hasil beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi keaktifan

tindakan keperawatan yang di angkat oleh peneliti yaitu tentang latihan

Range of motion (ROM). Latihan ini sangat berpengaruh untuk

meningkatkan mobilitas sendi, fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada

lansia yang mengalami gangguan aktivitas. Di kudung oleh beberapa

literatur sebagai berikut:

Menurut penelitian Hermmina Dessiane Udda, Mufflih, Thommas

Aquiino Erjiinyuare Ammigo (2016) yang berjudul Latiihan range of

motion berengaruh terhadaap mobilitas fissik pada lansdia di balai

pelayanan sosial tresna werdha unit abiyosoo Yogyaakarta yang membahas

tentang bagaimana pengaruh Latihan ROM terhadap mobilitas fisik pada

lansiia di baalai pelyanan Sosial Tresna Werdhaa Unit Abiyoso Yogyakarta.

Metode yang di gunakan penulis adalah kualitatif dengan pendekatan action

research yang bertujuan untuk melakukan perubahan pada suatu masalah

dengan memberikan sebuah intervensi atau tindakan yang dipantau oleh

peneliti sehingga hasil dari perubahan tersebut dapat dimanfaatkan pada

penelitian ini jumlah sample adalah seluruh lansia di Balai Pelayanan Sosial

Tresna Werdha Unit Abiyoso Yogyakarta dengan jumlah populasi yaitu 126

orang. Berdasarkan data hasil penelitian pada masing-masing sub tema dari

gerakan dapat di simpulkan bahwa latihan ROM memberikan perubahan

pada kemampuan lansia dalam melakukan pergerakan. Perubahan yang di


59

rasakan hanya sedikit dan berbeda-beda pada setiap lansia. Perubahan

tersebut dapat di lihat pada cara dan kemampuan berjalan, kemampuan

motorik halus, dan pengalaman gemetar .

Penelitian menurut Junaidi Imron, Susi Wahyuning Asih (2015)

yang berjudul Pengarruh Lathan ROM aktiff tehadap keaaktifan fissik pada

lasia di dsun krang tmplek desa Andogsari Kecamatan Ambsulu Kabpaten

Jember. Membahas tentang pengaruh latihhan ROM akif terhdap kmampuan

mobilisassi pada lasia dngan gngguan keaktiifan fissik yng tingal di dusun

Karang Templek desa Andngsari kecmatan Ambuulu kabpaten Jember.

Racangan pnelitian ini bersiat Eksperimenrtal semuu (quasy-experiment)

Rancagan ini berupaya utuk mengngkapkan hbungan bab akibat dengan cara

melibatkan kelompok kontrol disaping klompok ekspemrimental. Desain

penelitian ini menggunakan pre test and post test with control design, di

mana Pada kedua kelompok diawali dengan pre-test, dan seteah pemberian

perlakaan diadakan pegukuran kembali (post-test). Intervensi yang di

berikan pada lamnsia adalah seperti latihan ROM tulang leher yakni dengan

menyentuhkan dagu ke dada dan menghadap ke lngit secara bergantian,

ROM tulang lumbal yakni dengan menyetuhkan kaki dengan jari jari tangan

kemudian di rentangkan secara lamnbat, ROM tangan yakni dengan

membengkokkan tangan ke arah bawah, atas dan arah luar, pemebrian

latihan ROM aktif di lakukan selama 30 menit selama 1 minggu dua kali

untuk meningkatkan kekuatan otot dan memberi kesehatan fisik pada lansia.

Berdasarkan hasil penelitian ini adalah sesuai yang tertera pada tabel 5.4

yakni terdapat berbedaan yang cukup signifikan menegenai peningkatkan


60

keraktifan fisik pada lamsia anara kelompok pelakuan dan kelompok

kontrol, dan dapat di artikan bahwa hasil HO di tlak dan H1 di terima, yaitu

terdapat pengaruh latihan ROM aktiff terhadap keaktifan fisik pada

kelompok lansia Nusa Indah 02 di wilayah dusun Karang Templek desa

Andongsari kecamatan Ambulu Kabupaten Jember.

Penelitian menurut Sahmad, Reni Yunus, Andi Sarmawan (2016)

yang berjudul Pengaruh Pemberian Range of Motion (ROM) Pasif terhadap

fleksibilitas sendi pada lansia si Panti Sosial Tresna Werda Minaula

Kendari, yang membahas tentang pengaruh pemberian ROM pasif terhadap

fleksibilitas sendi pada lansia di panti sosial Tresna Werda Minaula

Kendari. Metode penelitian menggunakan pre eksperimen dengan

pendekatan one group pretest posttest design yng rancagannya tidak ada

kelmpok pembnding (control), tetapi palimng tidak sidah di lakukan

observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan yang

terjadi setelah adanya eksperimen atau program (Notoatmodjo 2012)

Populasi, semua lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werda Minaula

Kendari. Sebnyak 95 orang, sampel, seluruh lnsia yang megalami gangguan

fleksibilitas sendi. Sampel berjumlah 12 orang, pengambilan sampel di

lakukan dengan cara total sampling. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini yaitu dengan cara melakukan pretest, postest, observasi dan

wawancara. Responden di lakukan pretest terlebih dahulu dengan cara

mengukur kemampuan fleksibilitas sendi dengan menggunakan alat

trigonometri atau busur derajat. Semua responden sebagai kelompok yang

akan di berikan perlakuan di lakukan intervensi dengan cara pemberian


61

Range of Motion ROM pada sendi lutut, kaki, dan mata kaki yang

mengalami kekakuan sendi dengan gerakan fleksi, eksteni, dorsofleksi,

plantarfleksi, inversi dan eversi, pemberian intervensi di lakukan 2 kali

sehari yakni pagi dan sore, di lakukan selama 10-20 menit selama 1 bulan,

setelah itu di lakukan postest untuk mengukur perkembangan responden

dalam melakukan fleksibilitas sendi dengan menggunakan alat trigonometri.

Hasil dari penelitian ini adalah sesuai dengan penelitian Soempeno, dkk

(2007) tentang “Pengaruh Latihan Rnge of Motion ROM Pasif terhadap

fleksibilitas sendi lutut pada Lansia di Panti Wreda Wening Wardoyo

Ungaran”. Penelitian ini menunjukan bahwa ada peningkatkan yang

signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi lutut kanan dan kiri

dan antara pengukuran pertama -ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Adanya

pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatkan

aliran darah kedalam kapsula sendi dan memberiakn nutrisi yang

memungkinkan tulang untuk bergerak dengan lancar dan tanpa rasa sakit

atau ketidaknyamanan.

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat

mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Mobilisasi sendi juga

ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM pasif maupun aktif

merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan

kelemahan otot. (Potter and Perry (2012)

ROM yaitu latian yng di lakukan untuk memprtahankan ataupun

mempebaiki tigkat kesmpurnaan kmampuan mengerakan prsendian secara

normal dan lengkap untuk meninkatkan massa otot dan tonuss otot.
62

Renntang geraak passif dapat berguna meenjaga klenturan otot-otot dan

persendin dngan meggerakan ottot orng laiin scara pasiif. Sendi yang di

gerakan pada ROM pasif adalah persendian tubuh atau hanya pada

ekstermitas yang terganggu dan klien klien mampu melaksanakan secara

mandiri. Penelitian menurut utami 2009 dalam sahmad 2016, dngan lathan

ROM ruutin setidaknya 2-3 kali setiap mingunya dlam waktu 20-30 menit

dapat membrikan mafaat yaitu meningkatatkan kekuatn otot dan

menurnkan kletihan, dalsm hall ini dikhususkan pada lamsia yag

mmngalami peurunan massa otot serta kekuatan untuk mlakukan mobilitas

fisikLatihan tersebut bisa seperti ekstensi dan fleksi di lakukan pada

pergelangan tangan, siku, dan pada jari- jari, dapat juga di lakukan

pergelangan kaki dan lutut. pronasi dan supinasi lengan bawah dan bahu,

abduksi dan adduksi, rotasi bahu, infersi dan efersi kaki, dan rotasi pangkal

paha.

Dalam penelitian ini penulis beramsumsi bahwa latihan range of

motion (ROM) pada pasien lansia yang mengalami gangguan aktivitas

dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik sangat di butuhakan

untuk meningkatkan fleksibilitas sendi, mobilitas sendi, dan kekuatan otot,

karena lansia mengalami penurunan pada fisik maka lansia sangat perlu

latihan-latihan ringan sesuai dengan kemampuan lansia. Latihan range of

motion tidak di lakukan hanya sekali tetapi latihan ini bisa di lakukan secara

rutin setidaknya 2-3 kali setiap minggunya dalam waktu 20-30 menit.

Latihan ini sangat berguna ataupun sangat di butuhkan oleh lansia yang

mengalami gangguan aktivitas dengan masalah hambatan mobilitas fisik


63

untuk dapat meningkatkan sirkulasi peredaran pembulu darah, dan kekuatan

otot

BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil studi literatur dapat di simpulkan bahwa

pemeberian terapi non farmakologi berupa terapi Range Of Motion (ROM)

aktif ataupun pasif sangat efektif di lakukan untuk pasien lansia yang

mengalami gangguan aktivitas dengan masalah keperawatan hambatan

mobilitas fisik. di mana jenis terapi ini sangat sederhana, mudah di lakukan

oleh siapapun,tidak membutuhkan waktu terlalu lama, dan tidak

membutuhkan biaya. Hasil dari 3 jurnal yang di analisa mendapatkan hasil

perubahan yang signifikan terhadap mobilitas sendi, flesibilitas sendi, dan

kekuatan otot.

5.2 Saran

1. Bagi perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan ROM baik untuk kekuatan

fisik lansia. Untuk itu perawat diharapkan mampu mengoptimalkan

latihan Range of motion (ROM) untuk meningkatkan mobilitas sendi,


64

fleksibilitas sendi, dan kekuatan otot pada lansia yang mengalami

gangguan aktivitas.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian studi literatur ini di harapkan dapat di gunakan sebagai

teori atau bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar tentang

pengaruh Range Of Motion aktif ataupun pasif terhadap peningkatan

kekuatan otot sebagai salah satu terapi non farmakologi untuk

mengurangi kelemahan otot pada lansia yang mengalami hambatan

mobilitas fisik.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian studi literatur ini di harapkan dapat di gunakan sebagai

dasar memperluas penelitian dengan tema yang sama yaitu tentang

pengaruh latihan Range Of Motion aktif dan pasif terhadap peningkatan

kekuatan otot sebagai salah satu terapi non farmakologi untuk

mengurangi kelemahan otot pada lansia yang mengalami hambatan

mobilitas fisik

4. Bagi lansia

Lansia diharapkan bisa melakukan latihan fisik sederhana sesuai

kemampuan fisiknya. Seperti latihan gerak, senam, berjalan, dan lain-

lain. Hal ini bertujuan untuk meningkatan mobilitas sendi, feksibilitas

sendi dan kekuatan otot.

Anda mungkin juga menyukai