Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan
waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup (Fatimah,
2010). Menurut Priyoto(2015) menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya
dalam memenuhi kebutuhan hidup, menua ditandai dengan kulit yang
mengendur, rambut yang memutih, penurunan pendengaran, penglihatan yang
menjadi semakin buruk, sensivitas emosi, sehingga proses menua merupakan
proses yang terus-menerus (berlanjut) secara ilmiah yang pada umumnya
dimiliki olehlansia.
Lansia digolongkan menjadi dua yakni lansia potensial dan tidak potensial,
lansia potensial adalah orang yang masih mampu melakukan segala
aktivitasnya dengan baik dan melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan
baik barang maupun jasa. Sementara lansia yang tidak potensial orang yang
tidak mampu mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung kepada bantuan
orang lain, seperti lansia penghuni panti tresna werdha. Dinegara berkembang,
lansia digolongkan berdasarkan usia 60 tahun keatas, sedangkan dinegara
maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang, dan Belanda lansia
digolongkan usia 65 tahun keatas (Priyoto,2015).
Prevalensi lansia menurut World Health Organization (WHO) dalam
Departemen Kesehatan Republik Indonesia di kawasan Asia Tenggara
populasi lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa, pada tahun 2050
diperkirakan populasi lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun ini. Tahun 2000
jumlah lansia sekitar 5.300.000(7,4%) dari total populasi, sedangkan pada
tahun 2010 jumlah lansia 24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun
2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28.000.000 (11,34%) dari total
populasi, sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah
lansia sekitar 80.000.000.
____Indonesia
Lansia memiliki potensi yang harus dijaga, dipelihara, dirawat dan
dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup lansia
yang optimal (optimum Aging) (Depsos,2008). Kualitas hidup diusia tua
dapat digolongkan sebagai sesuatu yang kompleks, multi dimensi, dan
holistik yang mencakup sosial, lingkungan, struktural, serta aspek kesehatan.
Kualitas hidup juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan
kesejahteraan lansia (Prazeres & Figueiredo,2014).
Menurut Nugroho (2008) bahwa lansia akan mengalami banyak
perubahan dan penurunan fungsi fisik dan psikologis hal ini akan
menimbulkan berbagai masalah pada lansia yang akan mempengarui dalam
menilai dirinya sendiri yang disebut konsep diri. Dampak dari menurunnya
konsep diri pada lansia menyebabkan bergesernya peransosial dalam
berinteraksi sosial dimasyarakat maupun dikeluarga. Hal ini didukung oleh
sikap lansia yang cenderung egois dan enggan mendengarkan pendapat orang
lain, sehingga mengakibatkan lansia terasingkan secara sosial dan akhirnya
merasa terisolir dan merasa tidak berguna lagi karena tidak ada penyaluran
emosional dari bersosialisasi. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosialmenurun baik secara kualitas maupun kuantitas karena peran lansia
yang digantikan kaum muda, dimana keadaan ini terja disepanjang hidup dan
tidak dapat dihindari (Standley & Beare,2007).
Lansia selain mengalami masalah komunikasi dan kesehatan
mental,masalah keagamaan juga di alami oleh para lansia, dimana pada masa
tuanya itu mereka memerlukan ketenangan jiwa sehingga perlu adanya
pendampingan dengan pendekatan bimbingan dan konseling keagamaan
(Fauziah, 2015). Pelayanan spiritualitas yang baik pada lansia akan
memberikan makna dan tujuan sebagai makhluk spiritual yang khas, serta
berhubungan dengan kesejahteraan, mengatasi penderitaan, mengembangkan
koping yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Tenaga
kesehatan wajib menghargai keyakinan dan nilai-nilai lansia, apakah mereka
beragama dan memiliki budaya (Rogers & Wattis,2015).
Hasil pengkajian yang dilakukan oleh praktisi pada bulan Januari 2021 di
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha (UPT PSTW)
Pasuruan diketahui bahwa jumlah klien sebanyak 110 orang yang terdiri dari
39 laki- laki dan 71 perempuan. ( di tambah kronologi spirtiual )
Masalah kualitas hidup yang di alami sebagian besar lansia
mengungkapkan dan mengeluh tentang kondisi kehidupan di masa tua yang
sangat susah karena jauh dari keluarga, aktivitas yang mereka lakukan sangat
terbatasnya dilingkungan UPT, lansia juga tidak percaya dirikarena kondisi
fisik yang semakin hari mengalami penurunan dan melemah, serta beberapa
lansia ada yang mengeluh dikarenakan satu kamar ditempati 3 orang dan
membuat lansia tidak nyaman saat istirahat. Hal ini menjadi rendahnya
kualitas hidup lansia karena mereka tidak dapat menikmati masa tua yang
menggembirakan. Kesejahteraan psikologis menjadi salah satu faktor yang
sangat menentukan kualitas hidup lansia, yang meliputi kesehatan fisik,
hubungan sosial dan lingkungan (Rohmah,2012).
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti ingin
meneliti lebih jauh tentang hubungan spiritualitas dan konsep diri dengan
kualitas hidup pada lansia, dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Latihan Range of Motion untuk Menurunkan Nyeri Sendi Pada Lansia di
UPT PSTW Pasuruan”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan asuhan keperawatan, diharapkan mahasiswa
mampu mengaplikasikan teori yang sudah didapat kedalam asuhan
keperawatan pada kelompok khusus lansia dengan masalah Nyeri Sendi,
dikelompok khusus lansia yang berada di Wisma Teratai
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang nyeri sendi akibat
Osteoasthritis.
b. Mengetahui penyebab nyeri Sendi pada lansia yang muncul akibat
Osteoasthritis.
c. Mengetahui tata cara penatalaksanaan nyeri sendi pada klien dengan
kejadian Osteoasthritis.
d. Memberikan motivasi kepada klien untuk melakukan penatalaksanaan
secara mandiri.
e. Mengurangi keluhan nyeri sendi pada klien.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiwa
Mahasiswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan teori asuhan
keperawatan gerontik sesuai keluhan yang diarasakan klien di Wisma
Teratai
2. Lansia
Diharapkan dapat menambah wawasan bagi lansia bahwa
pengetahuan tentang Osteoasthritis sangat di butuhkan agar lansia
terhindar dari komplikasi penyakit Osteoasthritis serta memiliki motivasi
yang tinggi untuk menerapkan hidup sehat.
3. Pendidikan
Tercapainya tujuan pembelajaran asuhan keperawatan gerontik pada
lansia di lingkungan UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan.
4. Bagi Profesi
Dapat memberikan gambaran mengenai sikap lansia dengan penyakit
Osteoasthritis sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
memberikan pendidikan kesehatan dan pemberdayaan kesehatan tentang
penyakit Osteoasthritis.

D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan laporan ini mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan Universitas Nurul Jadid memberikan asuhan keperawatan
kesehatan gerontik di Wisma Mawar UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Pasuruan

E. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dilakukan adalah metode pendekatan asuhan
keperawatan gerontik yang profesional yang meliputi biologis, psikologis,
sosial, spiritual dan kultural secara mandiri maupun kolaborasi lintas sektor
yang diberikan secara langsung kepada kelompok lanjut usia di Wisma
Mawar UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimulai dengan pengkajian data keperawatan,
analisis data, penapisan masalah, penentuan prioritas diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, dan kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia
1. Pengertian lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami
oleh setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No
13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Proses menua (aging process) merupakan
suatu proses biologis yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami
oleh setiap orang. Menurut Paris Constantinides, 1994 Menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan struktur
dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injury (termasuk infeksi)
tidak seperti pada saat kelahirannya,
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai
dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot,
susunan syaraf dan jaraingan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi
sedikit.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa
penampilan seseotang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis
alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun
saat menurunnya. Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai
puncaknya pada umur 20–30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat
tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian
menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.

2. Batasaan umur lanjut usia


Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Depkes, membagi lansia sebagai berikut :
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium

3. Teori tentang Proses menua


1. Teori Biologik
1) Teori Genetik dan Mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi
2) Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
3) Autoimun
Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu
zat khusus. Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
4) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah dipakai.
5) Teori radikal bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-
oksidasi bahan bahan organik seperti karbohidrat dan protein .
radikal inimenyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
2. Teori Sosial
1) Teori aktifitas
Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial
2) Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda
yakni :
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontrol sosial
c) Berkurangnya komitmen
3) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup
seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat
ini menjadi lansia
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan
b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
4) Teori Psikologi
a) Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari
dalam diri,kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku
manusia (Maslow 11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan
prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sidah
terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada tingkat
selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan
tersebut tercapai.
b) Teori individual jung
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan
kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa
kanak-kanak , masa muda dan masa dewasa muda, usia
pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari
Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama.
Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar
atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri
(introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat
pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting
bagi kesehatan mental

4. Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia


a. Perubahan fisik
1) Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,
berkurangnya cairan intra dan extra seluler
2) Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
3) Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya
respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatny ambang pengamatan sinar, hilangnya daya
akomodasi,menurunnya lapang pandang.
4) Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku ,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meningg.
5) Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan
elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.
6) Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi
buruk, indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir
dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
7) Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR
menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa
menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi
melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika
urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat
retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas
55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput
lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
8) Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan
basalmetabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun
seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
9) Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku
menjadi keras dan rapuh.
10) Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang
disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi
serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot
kam dan tremor.
b. Perubahan Mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya
dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau
pengetahuan serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum
makin mundur terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap
kejadian baru, masih terekam baik kejadian masa lalu.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna
lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri serta
cenderung bersifat entrovert.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu
2) kenangan jang pendek : 0-10 menit, kenangan buruk Intelegentia
Question
3) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
4) Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan Perubahan Psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat
beragam, tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan.
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupan nya dengan
bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan
masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan
diri untuk masa pensiun dengan menciptakan bagi dirinya sendiri
berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa
pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa
hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk
duduk-duduk dirumah atau bermain domino di klub pria lanjut usia.
Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu membuat
mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.
1) Minat
Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah dalam
kuantitas maupun kualitas pada masa lanjut usia. Lazimnya minat
dalam aktifitas fisik cendrung menurun dengan bertambahnya
usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan
dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan
bahwa hal hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.
2) Isolasi dan Kesepian
Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut
usia terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu
mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Makin menurunnya
kualitas organ indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan
yang makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat orang
lanjut usia merasa terputus dari hubungan dengan orang-orang
lain.
Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih
parah lagi adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan
kekeluargaan. Bila orang usia lanjut tinggal bersama sanak
saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran terhadapnya, tetapi
jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi orang lanjut usia
menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya, karena ia
hidup sendiri.
Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan
perasaan dengan akal melemah dan orang cendrung kurang dapat
mengekang dari dalam prilakunya. Frustasi kecil yang pada tahap
usia yang lebih muda tidak menimbulkan masalah, pada tahap ini
membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin bereaksi
dengan ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap
peristiwa-peristiwayang menurut kita tampaknya sepele.
3) Peranan Iman
Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut
memungkinkan orang yang sudah tua tidak begitu membenci dan
merasa kuatir dalam memandang akhir kehidupan dibanding orang
yang lebih muda. Namun demikian, hampir tidak dapat disangkal
lagi bahwa iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh
untuk melawan rasa takut terhadap kematian. Usia lanjut memang
merupakan masa dimana kesadaran religius dibangkitkan dan
diperkuat. Keyakinan iman bahwa kematian bukanlah akhir tetapi
merupakan permulaan yang baru memungkinkan individu
menyongsong akhir kehidupan dengan tenang dan tentram.
d. Perubahan Spritual.
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
(Maslow,1970)
2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner,1970).
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai keadilan.

B. Konsep Dasar Keperawatan Gerontik


a. Pengertian
Gerotologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang
proses penuaan dan masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut.
Geriatrik adalah berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi
pada orang yang berusia lanjut. Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat/teknik keperawatan
yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik,
ditujukan kepadd klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat
individu, keluaraga, kelompok, dan masyarakat.

b. Lingkup Peran dan Tanggung Jawab


Fenomena yang menjadi bidang garap Keperawatan Gerontik
adalah tidak terpenuhinya KDM lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.
a. Lingkup Asuhan Keperawatan Gerontik:
1) Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan.
2) Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat
proses penuaan.
3) Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi keterbatasan akibat
proses penuaaan
b. Peran & Fungsi Perawat Gerontik:
1) Care Giver/Pemberi Asuhan Kep. Langsung
2) Pendidik Klien Lansia
3) Motivator
4) Advokasi Klien
5) Konselor
c. Tanggung Jawab Perawat Gerontik:
1) Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal.
2) Membantu klien lansia memelihara kesehatannya.
3) Membantu klien lansia menerima kondisinya.
4) Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan
secara manusia sampai meninggal .
d. Sifat Pelayanan Gerontik:
1) Independen, yaitu perawat gerontik dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien lanjut usia dilakukan secara mandiri
2) Interindependen, yaitu perawat gerontik dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien lanjut usia dilakukan dengan kerja sama
dengan tim kesehatan lainnya
3) Humanistik, yaitu dalam melakukan asuhan keperawatan pada
klien lanjut usia memandang sebagai makhluk yang perlu untuk
diberi perawatan yang layak dan manusiawi
4) Holistik, klien lanjut usia memiliki kebutuhan yang utuh baik bio-
psiko- sosial dan spiritual yang mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda antara lansia satu dengan yang lainnya
e. Model Pemberian Keperawatan Profesional:
1) Model Asuhan
Model Asuhan yang sesuai masih dalam penelitian tetapi
yang lebih dpt diterima sementara ini adalah An Adaptation Model
of Nursing by Sister Callista Roy.
2) Model Manajerial
Model Manajerial yang sesuai juga masih dalam penelitian
tetepi yang lebih mengarah pada tindakan profesianal perlu
dipertimbangkan dari segi ketenagaan, visi, misi dan tujuan
organisasi pelayannan keperawatan.

C. Konsep Osteoarthritis
1. Pengertian Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago
(tulang rawan) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi
penekanan sendi yang terkena. Kelainan pada kartilago akan berakibat
tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan,
nyeri pembatasan gerak pada sendi. (Helmi, 2016).

2. Faktor- Faktor Osteoatritis


a. Faktor-faktor resiko
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya osteoarthritis.
Faktorfaktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu
faktor-faktor resiko mekanik yang meliputi usia, jenis kelamin,
genetiksedangkan.
b. Faktor-faktor resiko biomekanik
Faktor faktor resiko biomekanif meliputi cidera, trauma dan
pekerjaan. Usia merupakan faktor yang besar untuk terjadinya
osteoarthritis. Insidensi osteoarthritis meningkat pada usia 40
tahun untuk perempuan dan usia 50 tahun pada laki-laki. (Helmi,
2016)

3. Klasifikasi Osteoarthritis
Pembagian osteoarthritis berdasarkan etiologinya dibagi
menjadi 2 diantaranya osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder.
Osteoarthritis primer merupakan osteoarthritis ideopat ik atau
osteoarthritis yang belum diketahui penyebabnya dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder penyebabnya yaitu
pasca trauma, genetic, mal posisi, pasca operasi, metabolic, gangguan
endokrin, ostonekrosis aseptik. (Wilke, WS, 2010)

4. Patofisiologi Osteoarthritis
Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi
4 mekanisme yaitu sebagai berikut : (Helmi, 2016)
1) Peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP)
Collagenase, sebuah enzim MMP bertanggung jawab
atas degradasi proteoglikan. Begitu juga stromelysin
bertanggung jawab atas proteoglikan. Sebuah enzim yang
disebut Agrecanase juga bertanggung jawab atas degradasi
proteoglikan. Kondisi ini menyebabkan penipisan kartilago.
2) Inflamasi Membran Sinovial
Sintesis mediator-mediator seperti interlukin-1 beta (IL-1)
dan TNF- alfa (Tumor Necrosis Factor) pada membran sinovial
menyebabkan degradasi tulang rawan. Pada fase ini terjadi
fibrasi dan erosi dari permukaan kartilago desertai dengan
adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovial.
3) Stimulasi Produksi Nixtric Oxide
Produksi mikrofag synovial seperti interlukin-1 beta (IL-1)
dan TNF- alfa (Tumor Necrosis Factor) dan metalloproteases
menjadi meningkat. Kondisi ini secara langsung memberikan
dekstruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-infalamsi juga
ikut terlibat seperti Nixtric Oxide. Kondisi ini memberikan
manefestasi perubahan bentuk sendi dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
bentuk sendi dan stress infala msi ini memberikan pengaruh
pada permukaan articular menjadi gangguan yang progresif.
4) Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas
fibriogenik dan penurunan aktivitas fibrinoiliyik. Proses ini
menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral seingga menyebabkan terjadinya
iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan
lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan interlukin
yang dapat menghantarkan rasa nyeri.

5. Manifestasi Klinis
Penyakit Osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang
menulitkan penderitanya. Gejala-gejala tersebut diantaranya nyeri
sendi, kekakuan, pembengkakan. Nyeri yang dialami diperberat
dengan aktivitas atau menahan berat tubuh dan berkurang dengan
istirahat. Kekakuan t erjadi ketika di pagi hari atau setelah bangun tidur
dan mereda kurang dari 30 menit. Pembengkakan disebebabkan karena
synovitis dengan efusi. Gangguan fungsi disebabkan karena nyeri yang
terjadi dan kerusakan struktur sendi. (Smetlzer, SC., O’Conell & Bare,
2003)

6. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan utama dari pengobatan pada pasien osteoarthritis
adalah untuk mengurangi gejala nyeri maupun peradangan, mencegah
terjadinya kontraktur dan memperbaiki deformitas pada sendi.
Penatalaksanaan utama yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan
edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap, selanjutnya adalah
istirahat yang adekuat, pemberian gizi seimbang dan memberikan
terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri yaitu dengan pemberian obat
analgesik. Pemberian Pendidikan kesehatan merupakan penatalaksanaan
utama yang dilakukan bagi pasien maupun keluarga. Pendidikan
kesehatan yang harus dijelaskan secara terperinci diantaranya
mengenai pengertian, patofisiologi, prognosis, serta sumber bantuan
untuk mengatasi keluhan dari osteoarthritis. Di samping itu istirahat
yang adekuat juga merupakan komponen penting dari penatalaksanaan
osteoarthritis. Untuk mengurangi nyeri maka perlu diberikan obat-
obatan yang dapat mengurangi nyeri dan meredakan peradanagan
seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). (Ningsih, N., 2013).
Selain itu Teknik non farmakologis dengan pemberian ekstrak
jahe juga dapat mengurangi nyeri pada osteoarthritis. Jahe memiliki sifat
pedas, panas dan aromatic dari oleoresin seperti zingaron, gingerol dan
shogaol. Teknik komplementer dengan pemberian boreh jahe juga mampu
mengurangi nyeri yang diderita penderita osteoarthritis.Jahe memiliki sifat
pedas, pahit dan aromatic dari oleoresin seperti zingaron, gingerol dan
shogaol. Gingerol dan shogaol memiliki berat molekul yang
menunjukan potensi yang baik untuk penetrasi kulit. Boreh jahe yang
dibalurkan pada sendi yang nyeri akan mengakibatkan stratum korneum
pada kulit menjadi lebih permeabel, sehingga mampu meningkatkan
pembukaan ruang intraseluler dan tejadinya ekspansi. Permeabilitas
yang terjadi mengakibatkan gingerol dan shogaol melewati kulit, masuk
ke sirkulasi sistemik dan memberikan efek terapi anti-inflamasi.(Ningsih,
N., 2013)
D. Konsep Dasar Nyeri Pada Osteoarthritis
1. Pengertian Nyeri
Menurut The International Association for The Study of Pain (IASP),
nyeri didefisinikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
potensial yang akan menyebabkan kerusakan jaringan (Jone, 2010).
Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan,
yang harus menjadi pertimbangan utama perawat saat mengkaji nyeri
(S.Andarmoyo, 2013). Persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang
potensial dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang disebut nosiseptor,
yang merupakan tahap awal proses timbulnya nyeri. Reseptor yang dapat
membedakan rangsang noksius dan non-noksius disebut nosiseptor.
Nosiseptor merupakan terminal yang Tidak tediferensiasi serabut a-
delta dan serabut c. Serabut a-delta merupakan serabut saraf yang
dilapisi oleh mielin yang tipis dan berperan menerima rangsang
mekanik dengan intensitas menyakitkan, dan disebut juga high-
threshold mechanoreceptors, sedangkan serabut c merupakan serabut
yang tidak dilapisi mielin (Set iadi, 2013).

2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun fungsional
dengan waktu yang mendadak atau lambat dengan intensitas ringan
hingga berat dan konstan yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

3. Tanda dan gejala nyeri kronis


Biasanya pasien mengeluh nyeri, merasa depresi, merasa takut mengalami
cedera berulang, tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan
aktivitas, bersikap protektif, waspada, pola tidur berubah, anoreksia,
serta berfokus pada diri sendiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri. Perawat
sebagai tenaga kesehatan harus mendalami faktor yang mempengaruhi
nyeri agar dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam pengkajian
dan perawatan terhadap pasien yang mengalami nyeri. Faktor-faktor
tersebut antara lain (S.Andarmoyo, 2013) :
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada lansia. Kebanyakan lansia hanya menganggap nyeri
yang dirasakan sebagai bagian dari proses menua. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak
dan lansia dapat mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi
terhadap nyeri
b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda dalam
mengungkapkan nyeri. Ini dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor
biokimia, dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa
memperhatikan jenis kelamin. Kebudayan yang sangat kental
membedakan nyeri antara pria dan wanita, dimana pria dianggap lebih
kuat dalam menahan nyeri
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai – nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
d. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Individu akan menilai nyeri dari sudut pandang masing-masing.
Cara memaknai nyeri pada setiap orang berbeda-beda nyeri
dibandingkan anak perempuan, hal ini tentu saja hanya
kebudayaan masyarakat yang terbiasa memandang laki-laki lebih
kuat dari pada perempuan
e. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat. sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Perhatian juga dapat
dikatakan mempengaruhi intensitas nyeri. Dibutuhkan pengalihan
perhatian nyeri dengan relaksasi untuk menurunkan intensitas nyeri
f. Keletihan
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas sering meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Ansietas memiliki hubungan
dengan intensitas nyeri yang dirrasakan pasien.

5. Penyebab nyeri kronis


Penyebab nyeri kronis adalah kondisi musculoskeletal kronis,
kerusakan system saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor,
ketidakseimbangan neurotansmiter, gangguan imunitas, gangguan
fungsi metabolik, riwayat posisi kerja statis, peningkatan indeks
massa tubuh, kondisi pasca trauma, tekanan emosional, riwayat
penganiyaan, dan riwayat penyalahgunaan obat/zat (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).

6. Dampak nyeri
Nyeri yang dirasakan pasien akan berdampak pada fisik,
perilaku, dan aktifitas sehari-hari (S.Andar moyo, 2013) :
a. Dampak fisik
Nyeri yang tidak ditangani dengan adekuat akan
mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskuler, edokrin, dan
imunologik. Nyeri yang tidak diatasi juga memicu stress yang akan
berdampak secara fisiologis ya itu timbulnya infark miokard, infeksi
paru, dan ileus paralitik. Dampak ini tentunya akan
memperlambat kesembuhan pasien.
b. Dampak perilaku
Seseorang yang sedang mengalami nyeri cenderung
menunjukkan respon perilaku yang abnormal. Respon vokal
individu yang mengalami nyeri biasanya mengaduh, mendengkur,
sesak napas hingga menangis. Ekspresi wajah meringis, menggigit
jari, membuka mata dan mulut dengan lebar, menutup mata dan mulut,
dan gigi yang bergemeletuk. Gerakan tubuh menunjukkan
perasaan gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan, gerakan menggosok dan gerakan
melindungi tubuh yang nyeri. Dalam melakukan interaksi sosial
individu dengan nyeri menunjukkan karakteristik menghindari
percakapan, menghindari kontak sosia l, perhatian menurun, dan
fokus hanya pada aktifitas untuk menghilangkan nyeri.
c. Pengaruh terhadap aktifitas sehari-hari
Aktivitas sehari-hari akan terganggu apabila nyeri yang
dirasakan sangat hebat. Nyeri dapat mengganggu mobilitas pasien
pada tingkat tertentu. Nyeri yang dirasakan mengganggu akan
mempengaruhi pergerakan pasien.

7. Pengalaman nyeri
Potter dan Perry menjabarkan 3 fase pengalaman nyeri diantaranya
(Potter, P. A., & Perry, 2005) :
a. Fase antisipasi
Fase antisipasi merupakan fase sebelum nyeri dimana fase
ini mempengaruhi 2 fase lainnya. Pada fase ini seseorang
seseorang belajar tentang nyeri, dan upaya untuk menghilangkan
nyeri. Pada fase ini perawat berperan dalam memberikan informasi
yang adekuat.
b. Fase sensasi
Fase ini merupakan fase ketika nyeri sudah dirasakan
pasien. Toleransi setiap orang terhadap nyeri berbeda-beda
sehingga respon terhadap nyeri juga akan berbeda. Seseorang
dengan toleransi nyeri tinggi maka tidak akan merasa nyeri
dengan stimulus kecil tetapi seseorang dengan toleransi nyeri
rendah akan mengeluh nyeri dari stimulus kecil. Pasien
mengungkapkan nyeri melalui ekspresi wajah, voxsasi dan gerakan
tubuh
c. Fase akibat
Fase ini berlangsung ketika nyeri berkurang atau sudah
menghilang. Pasien masih memerlukan kontrol perawat untuk
meminimalkan rasa takut yang berulang sebab nyeri bersifat krisis
yang memungkinkan adanya gejala sisa pasca nyeri. Advokasi dari
perawat untuk mempertahankan kondisi pasien kepada pasien dan
keluarga.

8. Pengukuran nyeri
Pengukuran nyeri dapat merupakan pengukuran satu dimensional saja
(one dimensional) atau pengukuran berdimensi ganda (multi-
dimensional). Pada pengukuran satu dimensional umumnya hanya
mengukur pada satu aspek nyeri saja, misalnya seberapa berat rasa
nyeri menggunakan pain rating scale yang dapat berupa pengukuran
kategorikal atau numerical misalnya visual analogue scale (VAS),
sedangkan pengukuran multi-dimensional dimaksudkan tidak hanya
terbatas pada aspek sensorik belaka, namun juga termasuk
pengukuran dari segi afektif atau bahkan proses evaluasi nyeri
dimungkinkan oleh metoda ini (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.
I., Isbagio, H., & Xm, 2006).
a. Skala Nyeri Menurut Bourbanis
Keterangan: 0: Tidak nyeri, 1-3: Nyeri ringan: secara
obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, 4-6: Nyeri
sedang: Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik, 7-9: Nyeri berat: secara obyektif
klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi, 10: Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak
mampu lagi berkomunikasi, memukul.

9. Nyeri pada osteoarthritis


Nyeri pada osteoarthritis terjadi karena ada tiga tempat yang dapat
menjadi sumber nyeri, diantaranya: sinovium, jaringan lunak sekitar
sendi, dan tulang. Nyeri sinovium terjadi akibat reaksi radang yang
timbul akibat adanya debris dan kristal dalam cairan sendi. Selain itu
juga dapat terjadi akibat kontak dengan rawan sendi pada waktu
sendi bergerak. Kerusakan pada jaringan lunak dapat menimbulkan
nyeri, misalnya robekan ligamen dan kapsul sendi, peradangan pada bursa
atau kerusakan meniskus. Nyeri yang berasal dari tulang akibat
rangsangan pada periosteum karena periosteum kaya akan serabut-
serabut penerima nyeri. Selain itu nyeri pada Osteoartritis dapat juga
dipengaruhi oleh tiga penyebab ayor diantaranya nyeri akibat gerakan
dari faktor mekanis, nyeri saat istirahat akibat inflamasi synovial, dan
nyeri malam hari akibat hipertensi intraoseus (Yusuf & Indarwati,
2014).

E. Asuhan Keperawatan
1. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data secara
sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan
fungsional dan untuk menentukan pola respon pasien. Hal-hal
yang perlu dikaji meliputi (Muttaqin, 2010) :
b. Anamnesis
Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau wawancara
untuk menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan
perawat adalah mengkaji riwayat kesehatan pasien. Perawat
memeroleh data subjektif dari pasien mengenai masalahnya dan
bagimana penangan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan
pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat memengaruhi
perbaikan kesehatana) Informasi Biografi Informasi biografi
meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, status pekerjaan, status
perkawinan, nama anggota keluarga terdekat atau orang terdekat
lainnya, agama, dan sumber asuransi kesehatan
c. Keluhan Utama
Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan
menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien
sampai perlu pertolongan
d. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan termasuk alasan untuk mencari perawatan
kesehatan dan pengkajian riwayat kesehatan masa lampau dan saat
ini.
1) Riwayat kesehatan saat ini
Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian
wawancara yang dilakukan perawat untuk menggali permasalah
pasien dari timbulnya keluhan utama pada saat pengkajian.
Misalnya, sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa
keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, di
mana pertama keluhan timbul apa yang sedang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau
memper ingan keluhan, usaha mengatasi keluhan ini sebelum
meminta pertolongan, serta berhasil atau tidaknya usaha
tersebut, dan sebagainya Pertanyaan tentang penggunaan obat
-obatan yang telah digunakan oleh pasien perlu mendapat
perhatian dengan tujuan mencegah perawat dalam melakukan
pemberian obat yang tidak rasional dan memungkinkan
memberi dampak yang merugikan pada pasien akibat efek
samping dari obat -obatan yang telah dan akan diberikan
2) Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah
dialami sebelumnya. Hal-hal yang perlu dikaji meliputi:
a) Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi.
Ada beberapa obat yang diminum oleh pasien pada masa
lalu yang masih relevan, seperti pemakaian obat kortikosteroid.
Catat adanya efek samping ya ng terjadi di masa lalu. Selain itu
juga harus menanyakan alergi obat dan reaksi alergi seperti apa
yang timbul.
b) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga. Apabila ada anggota keluarga yang
meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Hal
ini ditanyakan karena banyak penyakit menurun dalam keluarga
c) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan
lingkungannya. Seperti kebiasaan sosial dan kebiasaan yang
memengaruhi kesehatan
d) Status perkawinan dan kondisi kehidupan
Tanyakan mengenai status perkawinan pasien dan
tanyakan dengan hati hati menganai kepuasan dari
kehidupannya yang sekarang. Tanyakan mengenai kondisi
kesehatan pasangannya dan setiap anak-anaknya

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dengan pendekatan per sistem dimulai dari
kepala ke ujung kaki dapat lebih mudah dilakukan pada kondisi
klinik. Pada pemeriksaan fisik diperlukan empat modalitas dasar yang
digunakan meliputi, inspeksi. Perawat menginspeksi bagian tubuh untuk
mendeteksi karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan Kedua
adalah palpasi, dalam melakukan palpasi menggunakan kedua tangan
untuk menyentuh bagian tubuh untuk membuat suatu pengukuran
sensitive terhadap tanda khusus fisik. Selanjutnya perkusi, perkusi
merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan melibatkan pengetukan
tubuh dengan ujung ujung jari guna mengevaluasi ukuran, batasan dan
konsistensi organ-organ tubuh yang bertujuan untuk menemukan adanya
cairan di dalam rongga tubuh. Keempat auskultasi, teknik ini adalah teknik
pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan tubuh.
Setelah pemeriksaan fisik terdapat pemeriksaan tambahan mengenai
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengkaji tingkat
kesehatan umum seseorang dan pengukuran tanda-tanda vital (tekanan
darah, suhu, respirasi, nadi)

3. Pemeriksaan diagnostic
Data penunjang berisi berisi hasil Laboratorim, radiologi, EKG,
USG, CT- Scan, dan lain-lain.

4. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu proses penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial.
Diagnosis prioritas yang diambil adalah nyeri kronis. Nyeri kronis
merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual maupun fungsional dengan waktu
yang mendadak atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat
dan konstan yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
osteoarthritis adalah nyeri kronis berhubungan dengan kondisi
musculoskeletal kronis, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan fungsi tubuh, defisit pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi, risiko cedera berhubungan dengan
perubahan fungsi psiko motor (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

5. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan atau intervensi merupakan langkah berikutnya dalam
proses keperawatan. Pada langkah ini, perawat menentapkan tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan bagi pasien dan merencanakan
intervensi keperawatan. Pernyataan tersebut diketahui bahwa dalam
membuat perencanaan perlu mempertimbangkan tujuan, kriteria yang
diperkirakan atau diharapkan dan intervensi keperawatan.

6. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana
perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

7. Evaluasi
Evaluasi keperawatan berdasarkan adalah fase kelima dan
terakhir dalam suatu proses keperawatan. Proses evaluasi dalam
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam SOAP (subjektif,
objektif, assesment, planing (Achjar, 2010) Evaluasi keperawatan
terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan pasien dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya
(S.Andarmoyo, 2013) :
a. Pasien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
b. Meningkatkan kemampuan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki
pasien
c. Mampu melakukan teknik penanganan nyeri non farmakologis
d. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi nyeri
8. Tujuan Umum Asuhan Keperawatan
Setelah di lakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam maka di
harapkan klien mampu meningkatkan pengetahuan dalam mengontrol
nyeri yang terjadi ketika mengalami nyeri pada lutut yang disebabkan oleh
faktor usia dan penurunan fungsi motorik

9. Fokus Asuhan Keperwatan


Dalam asuhan keperawatan yang akan kita laksanakan intervensi
lanjutan, kami mengambil diagnosa Nyeri Kronis berhubungan dengan
penurunan fungsi motorik.
BAB III
PROFIL UNIT PELAKSANAAN TEKNIS PELAYANAN
SOSIAL TRESNA WERDHA

A. Pengertian UPT
Unit Pelaksanaan Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha merupakan
unsur pelaksana teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang melaksanakan
kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis penunjang tertentu,
berdasarkan pada peraturan Gubernur Jawa Timur nomor : 108 tahun 2016
tentang Nomenklatur, Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi Serta
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

B. Landasan Hukum
1. Pancasila dan UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34;
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia;
3. Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
4. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 71 Th. 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Uraian Tugas & Fungsi serta Tata Kerja Dinas
Sosial Provinsi Jawa Timur.
5. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 85 Th. 2018 tentang Nomenklatur,
Susunan Organisasi, Uraian Tugas & Fungsi serta Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur;
6. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 92 Tahun 2018 tentang Pedoman
Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur
tahun 2019

C. Visi dan Misi


Visi :
Terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan sosial bagi lanjut usia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Misi :
1. Melaksanakan tugas pelayanan dan rehabilitas bagi lanjut usia dalam
upaya memenuhi kebutuhan rohani,jasmani dan sosial sehingga dapat
menikmati hari tua yang diliputi kebahagiaan dan ketentramaan lahir
batin.
2. Mengembangkan Sumber Potensi bagi lanjut usia potensial,sehingga
dapat mandiri dan dapat menjalankan fungsi sosial secara wajar.
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut usia
terlantar.

D. Sejarah Berdirinya UPT


1. Unit Pelaksanaan Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan ini
didirikan pada tanggal 1 Oktober 1979 dengan nama SASANA TRESNA
WERDHA (STW) “SEJAHTERA” PANDAAN yang pada awalnya
dengan kapasitas tamping 30 orang.
2. Pada tanggal 17 Mei 1982 diresmikan pemakainnya oleh Menteri Sosial
Bapak Saparjo dengan dasar KEP. MENSOS RI NO. 32/HUK/KEP/VI/82
dibawah pengendalian kanwil Depsos Provinsi Jawa Timur dengan
kapasitas tamping 107 orang dengan menempati area seluas 16.454 m2.
3. Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaanUPT Pusat/
Panti/Sasana di lingkungan Departemen Sosial dengan SK. Mensos RI
No. 14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha
“Sejahtera Pandaan”.
4. Dalam perkembangan waktu dan perkembangan kebutuhan akan
pelayanan lanjut usia terjadi perubahan dengan melalui SK. Mensos RI.
No. 8/HUK/1998 ditetapkan menjadi panti percontohan Tingkat Provinsi
dengan kapasitas 107 orang.
5. Pada tahun 1999 ketika Departemen Sosial RI dihapus, panti ini sempat
dikelola melalui Badan Kesejahteraan Sosial Nasional Pusat. Dan pada
tahun 2000 pada saat pelaksanaan otonomi daerah diberlakukan maka
semua perangkat pusat termasuk asset-asetnya diserahkan pada
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, melalui Peraturan Daeran No. 12 Tahun
2000 Tentang Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bahwa Panti Sosial
Tresna Werdha “Sejahtera” Pandaan, merupakan Unit Pelaksana Teknis
Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
6. Sejalan dengan perkembangan jangkauan pelayanan pada lanjut usia
melalui Perda No. 14 Tahun 2002 tentang perubahan atas Perda No. 12
Tahun 2000 Tentang Dinas Sosial, bahwa Panti Sosial Tresna Werdha
Pandaan berunah nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan
Bangkalan, yang jangkauan pelayanannya bertambah untuk wilayah
Madura dengan penambahan Unit Pelayanan Lanjut Usia di Bangkalan.
7. Berdasarkan pada peraturan Gubernur No. 119 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi
Jawa Timur, Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan Bangkalan berubah
menjadi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Pasuruan dengan jangkauan pelayanan wilayah Kabupaten Pasuruan dan
Kab./Kota sekitarnya ditambah pelayanan sosial lanjut usia di Lamongan
dan jangkauan pelayanan wilayah Kabupaten Lamongan dan Kabupaten
sekitarnya.
8. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 71 Tahun 2016 Tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas
Sosial Provinsi Jawa Timur, dan Peraturan Gubernur No. 108 Tahun 2016
Tentang Nomenklatur, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi
Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur,
nama UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan berubah menjadi
UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN SOSIAL TRESNA
WERDHA PASURUAN.

E. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Memberikan tempat pelayanan sosial serta kasih sayang terhadap para
lanjut usia, terlantar (potensian dan tidak potensial) dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
2. Tujuan
1. Terpenuhinya kebutuhan rohani meliputi :
Ibadah sesuai agama masing-masing, kebutuhan kasih sayang,
peningkatan semangat hidup dan rasa percaya diri.
2. Terpenuhinya kebutuhan jasmani meliputi:
Kebutuhan pokok secara layak (sandang, pangan, dan papan),
pemeliharaan kesehatan, pemenuhan kebutuhan rekreatif untuk mengisi
waktu luang.
3. Terpenuhinya kebutuhan sosial terutama bimbingan sosial antar
penghuni panti, pembina maupun masyarakat.

F. Tugas Pokok dan Fungsi


Sesuai peraturan Gubernur No.108 Tahun 2016
1. UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dinas dalam pelayanan sosial lanjut usia terlantar.
2. Untuk melaksanakan tugas UPT mempunyai tugas :
a. Pelaksanaan program kerja UPT
b. Penyusunan rencana, monitoring, evaluasi, dan pelaporan program
pelayanan lanjut usia terlantar
c. Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan
d. Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan bimbingan, pengembalian kepada
keluarga, pembinaan lanjut berbasis praktik pekerjaan sosial
e. Pelaksanaan koordinasi dan/atau kerja sama dengan instansi, lembaga,
perorangan dalam rangka pengembangan program UPT
f. Pelaksanaan pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia berbasis keluarga dan masyarakat
g. Pelaksanaan penjangkauan, seleksi, observasi, pengungkapan, dan
pemahaman masalah serta rujukan
h. Penyelenggaraan konsultasi bagi individu, keluarga atau masyarakat
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
i. Penyebarluasan informasi tentang program pelayanan UPT
j. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

G. Prinsip Pelayanan
1. Menerima klien apa adanya
2. Menghormati harkat dan martabat klien
3. Menjaga kerahasiaan data
4. Tidak memberikan stigma
5. Tidak mengucilkan
6. Menghindari sikap sensitive
7. Pemenuhan kebutuhan secara tepat dan komprehensif
8. Menghindari sikap belas kasian
9. Pelayanan yang cepat dan tepat, bermutu, efisien, dan efektif, serta
akuntabel

H. Persyaratan Masuk UPT


1. Laki-laki / perempuan usia 60 tahun keatas
2. Terlantar secara sosial / ekonomi
3. Potensial dan tidak potensial
4. Atas kemauan sendiri dan tidak ada unsur paksaan
5. Berbadan sehat tidak mempunyai penyakit menular yang dinyatakan
dengan surat keterangan sehat dari dokter
6. Direkomendasi dari kantor Dinas Sosial / Pemdas setempat
7. Calon klien dinyatakan lulus seleksi oleh petugas UPT.
I. Jenis Pelayanan yang Diberikan Klien di UPT
1. Pengasramaan
Proses kegiatan penempatan klien ke masing-masing wisma yang
disesuaikan dengan kondisi dan kapasitas yang ada.
2. Permakanan
Pemberian makanan klien yang sesuai dengan menu dan standart gizi yang
direkomendasi oleh ahli gizi/dokter puskesmas setempat.
3. Pakaian
Pakaian diberikan terhadap klien sesuai dengan kebutuhan.
4. Kesehatan / obat-obatan
Pelayanan kesehatan bagi klien diberikan sewaktu-waktu pada saat klien
membutuhkan perawatan. Pemeriksaan seluruh klien dilakukan setiap hari
rabu bekerjasama dengan PUSKESMAS Pandaan (POSYANDU
LANSIA).
5. Pemberian alat kebersihan dan obat-obatan sesuai kebutuhan
6. Melakukan rujukan ke puskesmas dan rumah sakit apabila klien
memerlukan perawatan lanjutan/rawat inap (opname)

J. Proses Pelayan Ada Lima Tahapan (Dalam Gambar)


1. Tahap pendekatan awal
a. Sosialisasi
b. Kegiatan ini merupakan penyampaian informasi tentang program
pelayanan sosial dalam panti kepada pihak-pihak yang terlibat agar
terdapat kesamaan persepsi dan tindakan dalam pelayanan sosial bagi
lanjut usia
c. identifikasi dan seleksi
d. proses menuemukenali,menginfentarisasi memilih dan menetapkan
calon klien
e. penerimaan dan regristrasi
f. penerimaan calon klien dari pihak keluarga atau pihak-pihak lain
kepada pihak UPT.

2. Tahap Pengukapan dan pemahaman masalah (Assesment)


Proses untuk menilai situasi dan kondisi,kebutuhan dan permasalahan
klien,serta situasi dan kondisi objektif dari keluarga dan lingkungan
sosialnya untuk dijadikan dasar dalam penyusunan rencana pelayanan
yang akan diberikan kepada lanjut usia.
3. Tahap Perencanaan program pelayanan
Merupakan proses penelaaahan dan penyusunan rencana program
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan klien.
4. Tahap Pelaksanaan Pelayanan
a. pemenuhan kebutuhan fisik
pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan makan,pakaian, tempat
tinggal.
b. bimbingan sosial
bimbingan sosial adalah proses pelayanan yang ditujukan kepada
lanjut usia agar mampu mengembangkan relasi sosial yang positif dan
menjalankan pernan sosialnya dalam panti dan dalam lingkungan
sosial masyarakat
c. bimbingan fisik dan kesehatan
merupakan proses pelayanan yang ditujukan menjaga atau
meningkatkan kondisi fisik dan kesehatan lanjut usia,sehingga dapat
melaksankan peran sosialnya
d. bimbingan psikososial
merupakan upaya yang dilakukan untuk menciptakan situasi sosial
psikososial seprti adanya perasaan rasa aman,nyaman,tenteram dan
damai.
e. bimbingan mental- spiritual dan kerohanian
merupakan upaya yang dilaksanakaan untuk memelihara dan
meningkatkan kondisi mental-spiritual dan kerohanian klien
f. bimbingan keterampilan
merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mengembangan
bakat, minat dan potensi klien untuk mengisi waktu luangnya
sehingga merasa betah dan nyaman tinggal di dalam panti
g. bimbingan rekreasi dan hiburan
upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan kreatifitas
untuk meningkatkan semangat hidup klien agar bahagia dalam
menjalankan kehidupanya.
5. Tahap Pasca Pelayanan
a. Evaluasi
evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menilai sejauh mana
keberhasilan atau kegagalan program pelayanan yang telah diberikan
sebagai salah satu bentuk pertangungjawban pihak panti kepada
klien,keluarganya atau pemerintah.
b. Terminasi dan Rujukan
Terminasi adalah proses pengakhiran pelayanan setelah klien
meninggal dunia atau kembali kekeluarga atau karena sesuatu hal
harus dilakukan. Rujukan adalah proses menghubungkan klien dengan
pelayanan lain yang dibutuhkan sesuai masalah dan kenutuhanya.
c. Pembinaan Lanjut
Merupakan kegiatan yang dilakukan setelah klien kembali
kekeluarga,dan/atau ketika klien sudah dimakamkan karena klien
tidak memiliki kluarga.

K. Jumlah Pegawai, Sarana, dan Prasarana


Jumlah Pegawai
a. Pandaan
PNS : 25
PTT : 14
Tenaga Kasar : 7
b. Lamongan
PNS :
PTT :
Sarana dan Prasarana
Luas lahan/tanah : 13.968 m2
Tanah makam : 3.222 m2
Daya listrik terpasang : 16.000 Kwh
Wisma Klien : 9 unit
Wisma Keperawatan Khusus : 2 unit
Gedung Poli Klinik : 1 unit
Gedung Dapur Umum : 1 unit
Gedung Kantor : 2 unit
Gedung Serbaguna : 1 unit
Gedung Lokal Kerja : 1 unit
Asrama Graha 2 Lantai : 16 unit
Masjid : 1 unit
Rumah Dinas Kepala : 1 unit
Pos Keamanan : 1 unit
Ruang Genset : 1 unit
Sumur Bor : 1 unit
Tandon Air Besar : 2 unit
Water Tower : 8 unit
Kandang Ternak : 2 unit
Kolam Ikan : 7 petak
Tempat Pemandian Jenazah : 1 unit
Gazebo : 1 buah
Keranda Jenazah : 1 buah
Mobil Dinas Kepala : 1 unit
Mobil Ambulance : 1 unit
Sepeda Motor : 3 unit
Perabot Karawitan : 1 set
Elecone (keyboard) : 1 unit
Sound System : 1 unit

L. Hubungan Lintas Program dan Lintas Sektoral


Hubungan Lintas Program
1. Departemen Agama Dalam Bimbingan Mental Agama
2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam Bimbingan Keterampilan
Kesenian
3. Dinas Kesehatan (Puskesmas, RSUD) membantu bidang kesehatan
4. Sekolah / Perguruan Tinggi Akademisi dalam rangka pengembangan ilmu
Pengetahuan dan sebagai pusat informasi di masyarakat
Hubungan Lintas Sektoral
1. Pemerintah Kabupaten / Kota Madya khususnya di wilayah kerja UPT
PSTW Pasuruan
2. Muspika kecamatan
3. Tokoh masyarakat / LSM

M. Kegiatan Pelayanan Dalam UPT (Jadwal Harian Untuk Klien di UPT)


N. Data Kesehatan Bulan Ini Perwisma Dalam Bentuk Tabel
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Keluhan yang dirasakan berkaitan dengan penyakit


Tabel 4.1 Keluhan yang dirasakan klien di Wisma Teratai berdasarkan hasil
pengkajian
Keluhan yang dirasakan di Jumlah lansia yang
No
Wisma Teratai mengalami keluhan
1 Nyeri Sendi 5
2 Gangguan Pola Tidur 1
3 Gangguan Memori 1
4 Ketidakstabilan Kadar Gula 1

Berdasarkan tabel 4.1 hasil pengkajian tanggal 26 Januari 2021 didapatkan


bahwa keluhan terbanyak yang dialami lansia di Wisma Teratai ialah pada
keluhan Nyeri Sendi, dimana dari 8 lansia yang berada di Wisma Teratai 5
diantaranya mengalami Nyeri Persendian saat beraktivitas.

Tabel 4.2 Skala nyeri yang di derita lansia


No Skala Jumlah
1 0 (Tidak ada nyeri) 3
2 1-3 (Nyeri Ringan) 0
3 4-6 (Nyeri Sedang) 5
4 7-10 Nyeri Berat 0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat di ketahuan bahwa besaran skala yang di rasakan
lansia ialah pada skala 4-6 sebanyak 5 lansia, artinya dari data tersebut lansia
di Wisma Teratai hampir sebagaian mengalami nyeri sedang.

Tabel 4.3 Kualitas nyeri yang di rasakan lansia berdasarkan McGill Pain
Quertionnarre (MPQ)
No Skala Jumlah
1 Cekot-cekot 0
2 Menyentak 0
3 Menikam (seperti pisau) 1
4 Tajam (seperti silet) 0
5 Keram 0
6 Menggigit 0
7 Terbakar 0
8 Ngilu 3
9 Berat atau Pegal 0
10 Nyeri Sentuh 1
11 Mencabik-cabik 0
12 Melelahkan 0
13 Memualkan 0
14 Menghukum/kejam 0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat di ketahuan bahwa kualitas nyeri yang dirasakan
klien ialah sebanyak 3 lansia merasakan nyerinya ngilu, 1 lansia merasakan
nyerinya seperti di tusuk-tusuk dan 1 orang merasakan nyerinya seperti saat
di sentuh

Tabel 4.4 Regional nyeri yang di derita lansia


No Skala Jumlah
1 Ektremitas Atas 1
2 Ektremitas Bawah 4

Berdasarkan tabel 4.1 dapat di ketahuan bahwa regional nyeri yang di rasakan
lansia terbanyak ialah pada daerah ekstremitas bawah yaitu sebanyak 4 lansia
dan terkecil ialah ekstremitas atas ialah 1 lansia.

Tabel 4.5 Waktu nyeri yang dirasakan lansia


No Skala Jumlah
1 Hilang-timbul 3
2 Saat berkativitas 1
3 Saat di sentuh 1
4 Sewaktu-waktu 0

Berdasarkan tabel 4.5 dapat di ketahuan bahwa waktu yang dirasakan lansia
yaitu nyerinya hilang timbul yaitu sebanyak 3 lansia, 1 lansia saat beraktivitas
dan 1 lansia saat di sentuh.
B. Fungsi Kemandirian
Tabel 4.6 Jumlah lansia yang mandiri dan tergantung dalam melakakan
aktifitas sehari-hari
No Aktivitas Mandiri Tergantung
Mandi di kamar mandi ( Menggosok,
1. 8
membersihkan dan mengeringkan badan
Menyiapkan pakaian, membuka dan
2. 8
menggunakannya
3. Memakan makanan yang disiapkan 8
Memelihara kebersihan diri untuk
penampilan diri ( Menyisir rambut,
4. 8
mencuci rambaut, menggosok gigi,
mencukur kumis )
BAB di WC ( memberikan dan
5. 8
mengeringkan daerah bokong )
6. Dapat mengontrol pengeluaran feses 8
Membuang air kecil di kamar mandi
7. ( Membersihakan dan mengeringkan 8
daerah kemaluan )
8. Dapat mengontrol pengeluaran kemih 8
Berjalan di lingkungan tempat tinggal
9. atau keluar rauangan tanpa alat bantu, 8
seperti tongkat
Menjalankan agama sesuai agama dan
10. 8
kepercayaan yang di anut
Melakukan pekerjaan rumah seperti
merapikan tempat tidur, mencuci
11. 8
pakaian, memasak dan membersihakn
ruangan
Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau
12. 8
kebutuhan keluarga
Mengelola keuangan ( menyimpan dan
13. 8
mengunakan uang sendiri )
Menggunakan sarana transportasi
14. 8
umum untuk berpergian
Menyiapkan obat dan minum obat
15. sesuai dengan aturan ( takaran obat dan 2 6
waktu minum obat tepat )
Merencanakan dan mengambil
keputusan untuk kepentingan keluarga
16. dalam hal penggunaan uang, aktivitas 3 5
sosialnyg dilakukan dan kebutuhan akan
pelayanan kesehatan
Melakukan aktivitas di waktu luang
17. ( kegiatan keagamaan, sosial, rekreasi, 8
olah raga dan menyalurkan hobi.
Dari tabel 4.6 didapatkan bahwa pola aktivitas lansia pada poin 1 sampai 11,
13 dan 17 dilakukan secara mandiri. Pada point nomor 12 didapatkan bahwa
8 lansia tergantung karena lansia di Wisma Teratai tidak belanja dan tidak
makan sendiri karena sudah di sediakan oleh panti. Pada point nomor 14
didapatkan bahwa 8 lansia tergantung karena lansia di UPT PSTW tidak
memiliki kendaraan pribadi. Pada point 15 didapatkan bahwa 2 orang mandiri
dan 6 orang tergantung. Pada poin 16 didapatkan bahwa 3 lansia mandiri dan
5 lansia tergantung.

C. Fungsi Intelektual (Psikologi) Lansia


Tabel 4.7 Indikator Penilaian tingkat psikologis pada lansia
Sko
Uraian
r
A.  Kesedihan
Saya sangat sedih/tidak bahagia dimana saya tak dapat
3
menghadapinya
Saya galau/sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
2
darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih√
B.  Pesimisme
Saya merasa bahwa masa depan adalah sia – sia dan sesuatu tidak
3
dapat membaik
Saya merasa tidak mempunyai apa – apa untuk memandang ke
2
depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan√
C. Rasa kegagalan
3 Saya benar – benar gagal sebagai orang tua (suami/istri)
Bila melihat kehidupan ke belakang semua yang dapat saya lihat
2
hanya kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal√
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas√
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah – olah sangat buruk atau tidak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian dari waktu yang
1
baik
0 Saya tidak merasa benar – benar bersalah√
F. TIdak menyukai diri sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri√
G. Membahayakan diri sendiri
Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai
3
kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
Saya tidak mempunyai pikiran – pikiran mengenai membahayakan
0
diri sendiri√
H. Menarik diri dari social
Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
3
perduli pada mereka
Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
2
mempunyai sedikit perasaan  pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain√
I. Keragu – raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambl keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik√
J. Perubahan gambaran diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikan
Saya merasa bahwa ada perubahan permanent dalam penampilan
2
saya dan in membuat saya tidak tertarik√
1 Saya kuatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya
K. Kesulian kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
2
melakukan sesuatu
Saya memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
1
sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira – kira sebaik sebelumnya√
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya√
0 Saya tida merasa lebih lelah dari biasanya.
M. Anoreksia
3 Saya tidak mempunyai napsu makan sama sekali
2 Napsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Napsu makan saya tidak sebaik sebellumnya√
0 Napsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya.

Tabel 4.7 Hasil penilaian tingkat psikologis pada lansia


No Tingkatan Psikologi Lansia Jumlah
1 Depresi tidak ada atau minimal 3
2 Depresi ringan 2
3 Depresi sedang 3
4 Depresi berat 0

Berdasarkan tabel 4.7 tentang penilaian tingkat psikologi lansia di Wisma


Teratai didapatkan bahwa 3 lansia tidak mengalami depresi, 2 lansia
mengalami depresi dan 3 lansia mengalami depresi sedang.

D. Fungsi Psikososial
Tabel 4.8 Hasil penilaian status fungsi psikososial pada lansia
No Fungsi Selalu Kadang-kadang Hampir tidak pernah
1 Adaptation 2 6 0
2 Partneship 3 5 0
3 Growth 7 1 0
4 Affection 1 6 1
5 Resolve 8 0 0

Berdasarkan tebel 4.8 didapatkan bahwa fungsi adaptasi yang dilakuakn


lansia sebanyak 2 lansia selalu dan 6 kadang-kadang. Pada fungsi partneship
3 lansia selalu, 5 lansia kadang-kadang. Pada fungsi growth 7 lansia selalu
dan 1 lansia kadang-kdang. Pada fungsi affection 1 lansia selalu, 6 lansia
kadang-kadang dan 1 lansia hampir tidak pernah. Pada fungsi resolve
didapatkan 8 lansia selalu.

E. Fungsi Spiritual
Tabel 4.9 Hasil pengkajian fungsi spiritual
Tidak Kadang-
No Pertanyaan Sering Selalu
pernah kadang
Saya bertamban yakin
dengan keberadaan
tuhan setelah
1 mempelajari ilmu 0 2 4 2
pengetahuan dan
penyajian data
(Pengajian)
Saya berdoa sebelum
dan sesudah
2 0 6 1 1
melakukan suatu
kegiatan
Saya mengucap rasa
syukur atas segala
3 0 3 3 2
karunia tuhan sesuai
agama saya
Saya mengungkapkan
keagunangan tuhan
4 apabila melihat 0 5 2 1
kebesarannya sesuai
agama saya
Saya memberi salam
sebelum dan sesudan
mengungkapkan
5 0 5 1 2
pendapat di depan
umum sesuai agama
saya

Berdasarkan tabel 4.9 pada point 1 didapatkan bahwa sebanyak 2 lansia selalu
mengikuti pengajian 4 lansai sering mengukuti pengajian serta 2 lansia
kadang – kadang mengikuti pengajian. Pada point 2 didapatkan bahwa 6
lansia kadang – kadang, 1 lansia sering dan 1 lansia selalu. Pada point 3
didapatkan bahwa 3 lansia kadang-kadang melakukan, 3 sering melakkan dan
2 lansia selalu melakukan. Pada point 4 didapatkan 5 lansia kadang-kadang
melakukan, 2 lansia sering melakukan dan 1 lansia selalu melakukan. Pada
poin nomor 5 didapatkan 5 lansia kadang-kadang melakukan, 1 lansia sering
melakukan dan 2 lansia selalu melakukan.
BAB V
ANALISA DATA DAN PENYUSUNAN INTERVENSI

A. Analisa Data
Tabel 5.1 Analisa Data Masalah
No Data Masalah
1. Dari hasil pengakjian yang di Nyeri kronis berhubungan
jalasakan pada tabel 4.1 didapatkan dengan agen cidera fisiologis
bahwa keluhan terbanyak yang (D.0078)
dialami lansia ialah pada keluhan
nyeri sendi dimana dari 8 lansia 5
diantaranya mengalami masalah
nyeri sendi.

Anda mungkin juga menyukai