Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak mencolok. Penuaan
akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami
kemunduran pada waktu yang sama. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang
universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan dan mengapa manusia
menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Dahulu para ilmuan telah membuat teori tentang
penuaan seperti Aristoteles dan Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan
cairan secara umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian
dan penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli
teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang kompleks.

Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan
kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh itu bersifat alamiah/fisiologis. Penurunan
tersebut disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada umumnya tanda
proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia
sekitar 60 tahun. Lansia akan mengalami masalah kesehatan seperti penurunan pendengaran
dikarenakn fungsi dalam pendengaran yang menurun. Penurunan pendengaran tersebut di sebut
prsbikus dimana presbikus adalah gangguan sensoroneural terjadi karena usia yang mulai
bertambag yang menyababkan penurunan fungsi pendengaran Dimasa datang, jumlah lansia di
Indonesia semakin bertambah. Tahun 1990 jumlah lansia 6,3 % (11,3 juta orang), pada tahun
2015 jumlah lansia diperkirakan mencapai 24,5 juta orang dan akan melewati jumlah balita yang
ada pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia
diperkirakan akan menempati urutan ke 6 terbanyak di dunia dan melebihi jumlah lansia di
Brazil, Meksiko dan Negara Eropa. Terjadinya gangguan pendengaran pada usia diatas 65 tahun
lima kali lebih banyak dibandingkan usia kurang dari 65 tahun.
Menurut World Health Organization (WHO) saat ini ada sekitar 360 juta (5,3%) orang di dunia
mengalami gangguan pendengaran, 328 juta (91%) adalah orang dewasa terdiri dari 183 juta
laki-laki dan 145 juta perempuan.7 Prevalensi gangguan pendengaran meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Prevalensi gangguan pendengaran pada orang diatas usia 65 tahun bervariasi
dari mulai 18 hingga hampir 50% di seluruh dunia. Hasil Survei Nasional Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996, prevalensi gangguan pendengaran
16,8% yang disebabkan oleh presbikusis sebesar2,6%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Hoffman pada tahun 2016, sebesar 51,1% orang dewasa berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat
mengalami gangguan pendengaran bilateral pada nada tinggi. Secara nasional, di Indonesia
menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 diperoleh prevalensi gangguan
pendengaran tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu sebesar 36,6%, disusul oleh
kelompok umur 65-74 tahun sebesar 17,1%. Prevalensi responden dengan gangguan
pendengaran pada perempuan cenderung sedikit lebih tinggi daripada laki-laki dan prevalensi
tertinggi untuk ketulian Oleh karena itu dalam penyusunan makalah ini penulis akan membahas
tentang proses penuaan pada penurun fungsi sensori. Berdasarkan jenis kelamin penurunan
pendengaran lebih cepat terjadi pada laki-laki perempuan. dibandingkan Hal ini juga
dihubungkan dengan kadar hormon estrogen dan androgen yang semakin rendah maka semakin
mudah timbul penurunan pendengaran terutama pada penderita DM, kardiovaskuler, hipertensi,
dan kebiasaan hidup yang buruk dapat terjadi penurunan pendengaran seperti kurangnya
olahraga, merokok, dan diet yang tidak sehat serta faktor psikologis yang memudahkan
terjadinya penurunan pendengaran dan depresi serta mengganggu kehidupan sosial dari lansia.
Pada lansia hal lain yang sering berkontribusi terhadap penurunan pendengaran adalah
terdapatnya serumen di dalam saluran telinga luar. Kekakuan silia Telinga dan kandungan
keratin yang tinggi pada serumen menyebabkan mudahnya terjadi obstruksi yang menghalangi
hantaran suara ke dalam telinga (Siti dan Purwita, 2015). Perawat memiliki peranan yang
penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada para lansia dengan melakukan pengkajian
pada aspek biopsikososiospiritual. Asuhan keperawatan untuk mengatasi gangguan pendengaran
adalah dengan berbicara dengan jarak dekat, berhadapan, suara agak keras, dan menggunakan
gerakan tangan dan kepala, tulisan yang ditulis dikertas serta menggunakan alat bantu dengar
bagi lansia yang mengalami gangguan tuli ketika berada dirumah ataupun ditempat ramai
(Padila, 2013).
B. TUJUAN PENULISAN

a) TUJUAN UMUM

Diketahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan persepsi sensori pendengaran

b) TUJUAN KHUSUS

Untuk diketahui bagaimana cara penanganan pada kansia yang mengalami gangguan prisbikusis

c) MANFAAT BAGI LANSIA

Dapat membatu lansia dalam melakukan aktivitas kehidupanya dan salam melakukan kegiatan
kesehatan demi menjadi lansia yang sehat

d) BAGI PERAWAT

Menambah wawasan dalam menghadapi lansia agar menjadi perawat yang profesional

e) BAGI INSTITUSI PENDIDIKAN

Menambah wawasan dan ilmu untuk menjadi ilmu dan dapat dimanfaatkan oleh banyak orang

f) RUANG LINGKUP

Lingkupan asuhan keperawatan gerontik meliputi pencegahan perubahan ketidakmampuan


akibat proses penuaan, perawatan yang ditujukkan untuk pemenuhan kebutuhan akibat proses
penuaan, dan pemulihan yang ditujukkan untuk pemenuhan kebutuhan akibat proses penuaan .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR LANSIA

1. PENGERTIAN

Menurut Setianto (2004) Lansia dikatakan lanjut usia apabila usia nya berusian 65 tahun
keatas.menurut (Muhith & Siyoto, 2016) lansia adalah keadaan ditandai dengan kegagalan
seseorang dalam mempertahankan keseimbangan terhadapp kondisi stres fisiologis kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan kemampuan hidup karena bertambahnya usia lansia.

1. KLASIFKASI

Kalsifikasi lansia menurut (Muhith & Siyoto, 2016) sebagai berikut

a. Usia pertengahan (midle age) usia 45-59 tahun


b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia (old) 60-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old)> 90 tahun

2. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Ada beberapa tujuan dari asuhan keperawatan gerontik yaitu sebgai berikut (Sunaryo &
Wijayanti, 2015) Tujuan dilakukan asuhan gerontik untuk meningkatkan kemandirian dalam
activity daily living dengan upaya promotif ,preventiv, dan rehabilitasi.

Tujuan dilakukan asuhn keperawatan gerontik untuk meningkatkan dan mempertahankan


kesehatan dan kemampuan lansia dalam melakukan tindakan pencegaan dan perawatan

Tujuan dilakukan asuhan keerawatan gerontik untuk membantu mempertahankan serta


membesarkan daya hidup atau semangat hidup lansia Membantu memahami individu terhadap
perubahan diusia lanjut Membantu untuk memotivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan hidup lansia

3. PERAN DAN FUNGSI TANGGUNG JAWAB PERAWAT GERONTIK

Menurut (Sunaryo & Wijayanti, 2015) perawat gerontik mempunyai peran dan fungsi sebagai
berikut :

a. Care provider : Care provider artinya memberikan asuhan keperawatan kepada lansia
yang meliputi tindakan keperawatan
b. Advocat : Advocat artinya berfungsi penghubung tim kesehatan dengan lansia dalam
upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan
c. Edukator : Edukator merupakan perawat membantu lansia dalam meningkatkan
pemberian pengetahuan berkaitan dengan keperawatan dan tindakan medik sehingga
dapat diterima oleh lansia dan keluarga lansia
d. Conselor : Conselor merupakan perawat sebagai pemberi bimbingan atau konseling
kepada lansia dan keluarga terhadap masalah kesehtan sesuai dengan prioritas.
e. Motivator : Motivator merupakan perawat memberi motivasi atau dukungan moril
terhadap lansia dalam mememnuhi kebutuhan kesehatan lansia tersebut
f. Colaborator : Colaborator merupakan perawat bekerja sama dengan tim kesehtan dan
keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna
memenuhi rencan maupun pelaksanaan kesehatan lansia

Tangung jawab perawat gerontik adalah

a.) Membantu lansia yang sehat dalam memelihara kesehatan

b.) Membantu lansia yang sakit dalam memperoleh kesehatan kembali

c.) Membatu lansia yang tidak bisa disembuhkan untuk menyadari kelebihan dari dirinya

d.) Membantu lansia yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi.
4. TEORI LANSIA

Teori penuaan memberikan kemungkinan penyebab dari prose penuaan. Walaupun teori ini tidak
berkaiatn dengan penuaan akan tetapi dapat menjawabtentang nilai-nilai yang mempengaruhi
seorang lansia. Hasil temuan dapat ditemukan pada beberapa teori (Stuart, 2009).

a. Teori biologis : Teori biologis merupakan penuaan berkaitan dengan genetik sitemik
dalam tubuh. Rentang kehidupan sel di dalam tubuh yang disimpan didalam tubuh akan
mengalami proses penuaan.
b. Teori radikal bebas : Toeri radikal bebas dalah merupakan teori dimana pada lansia
terjadi kerusakan sel didalam tubuh disebkan oleh radikal bebas yang merusak membran
sel yang menyebabkan terjadinya penurunan dan kerusakan fisik pada lansia.
c. Teori genetic : Gen merupakan sel aktif yang ada dalam tubuh manusaia dimana pada
lansia gen tersebut mengalami pembelahan diri yang terbatas atau gagal untuk
menghasilakan zat pertumbuhan, menghentikan pembelahan dan pertubuhan dikarenakan
lansia yang mempunyai penurunan fungsi tubuh karena bertambahnya usia lansia.
d. Teori adaptasi stress : Pada teori ini menekankan bahwa efek positif dan negatif dari
stress berdampak terhadap perkembangan biopsikososial. Stress akan menurunkan
kapasitas kemampuan lanisa secara psikologias. Stres dapat menurunkan kapasitas
kemampuan secara fisiologis,sosial, dan ekonomi yang berakibat meningkkatnya resiko
untuk timbulnya penyakit atau cedera pada lansia dan sejalan dengan terjadinya proses
penuaan.
e. Teori pakai dan rusak : Teori pakai rusak ini terjadi karena sel pada lansia mengalami
kerusakan akibat faktor internal dan ekternal. Perubahan struktur dan fungsi bisa terjadi
lebih cepat karena penyalah gunaan dan terlambatnya perawatan. Sehingga dapat
menyebabkan kerusakan yang cukup banyak jika tidak ditangani
f. Teori psikologis : Teori psikologi penuaan mengulas tentang perkembangan tentang
kehidupan yaitu dalam teori psikologi terbagi kedalan 2 hal yaitu:

1. Teori perkembangan ini membahas tentang tahap perkembangan psikologis sesuai


dengan usia dan tugas perkembangan seperti penyesuaian terhadap perubahan dan
kehilangan, mempertahankan harga diri, dan mempersiapkan kematian yang akan
dihadapi
2. Stabilitas kepribadian merupakan kepribadian seseorang individu terbentuk semenjak
dewasa muda dan cenderung stabil dan dapat beradaptasi,tetapi tidak lagi terjadi
perubahan yang akan drastis terjadi di sisa kehidupanya.Perubahan ini.

G. Teori sosial budaya : Teori sosial budaya mengulas tentang adanya keterkaitan individu
dengan lingkungan.

1. Teori aktivitas : Aktivitas mempunyai pengaruh positif pada kondisi psikologis


ornag lanjut usia dan dapat tetap aktif seanjang waktu. Teori aktivitas
menekankan tentang pengaruh positif aktivitas terhadap kepribadian, kesehatan
jiwa,dan kepuasan hidup lansia
2. Teori keluarga : Teori keluarga sebagai unit dasar dari perkembangan emosional.
Keterkaitan tugas, masalah dan hubungan sangat ditekankan dalam tiga
generasikeluarga.
3. Teori kesesuian individu dan lingkungan : Teori kesesuain lingkungan –individu
menekankan tentang hubungan kompetensi personal lansia dan lingkungan. Jika
terjadi penurunan kompetensi sejalan dengan usia, kemampuan seorang individu
berhubungan dengan lingkungn akan megalami perubahan akan menurun.

5. GANGGUAN PADA PENDENGARAN

1. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif

Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius, membrana timpani
atau tulang- tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif
yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan
pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang telinga dari serumen ini pendengaran
bisa menjadi lebih baik.

2. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural

Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising, prebiakusis, obat yang
oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang dan komplikasi aterosklerosis.

3. Prebiakusis

Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang merupakan suatu
fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang
progresif lambat. Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :

a. Prebiakusis Sensorik : Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal

di ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan

apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas frekuensi

pembicaraan atau pengertian kata-kata.

b. Prebiakusis Neural : Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion

spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal menentukan gangguan

pendengaran yang timbul (berupa gangguan frekuensi pembicaraan atau


pengertian kata-kata adanya inkoordinasi, kehilangan memori, dan gangguan

pusat pendengaran).

c. Prebiakusis Strial (Metabolic) : Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi

daerah apical dan tengah dari kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada

usia yang lebih muda disbanding jenis lain.

d. Prebiakusis Konduktif Kohlear (Mekanik) : Diakibatkan oleh terjadinya

perubahan mekanik pada membrane basalis kohlea sebagai akibat proses dari

sensitivitas diseluruh daerah tes.

4. Tinitus

Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus atau
intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu malam atau ditempat yang sunyi. Apabila
bising itu begitu keras hingga bisa didengar oleh dokter saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus
obyektif.

5. Persepsi Pendengaran Abnormal

Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa suatu
peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras. Tingkat suara bicara yang pada orang
normal terdengar biasa, pada penderita tersebut menjadi sangat mengganggu.

6. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara

Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara, terutama dalam

lingkungan yang agak bising.


BAB III

PRESBIKUSIS

1. PENGERTIAN

Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang merupakan suatu
fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang
progresif lambat. Presbikusis adalah penurunan pendengaran, pada audiogram terlihat penurunan
pendengaran (fatmawati & Dewi, 2016)

2. ANATOMI

A. Telinga bagian luar :

Telinga manusia bagian luar berfungsi seperti corong yang menangkap getaran suara dan
menyalurkannya hingga ke gendang telinga. Telinga bagian luar terdiri dari dua bagian. Kedua
bagian itu adalah daun telinga dan liang telinga.Berikut ini adalah bagian yang ada di telinga
luar:
1. Daun telinga :

Daun telinga atau pinna merupakan bagian dari telinga luar yang paling menonjol dan mudah
terlihat. Setiap manusia normalnya memiliki dua daun telinga yang terletak pada dua sisi yaitu
sisi kanan dan sisi kiri. Daun telinga terbentuk dari tulang rawan.Fungsi daun telinga adalah
untuk mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke liang atau saluran telinga. Selain
itu, fungsi dari daun telinga adalah untuk melakukan lokalisasi suara yakni dengan merasakan
daun telinga pada sisi mana yang lebih dekat dengan suara.

2. Liang telinga/ saluran telinga

Bagian selanjutnya dari telinga luar setelah daun telinga adalah liang atau saluran telinga.
Saluran telinga orang dewasa memiliki panjang sekitar 3 cm. Bentuk lubang telinga ini
menyerupai huruf S. Pada bagian awal saluran/ lubang telinga tersusun dari tulang rawan dan
pada bagian selanjutnya tersusun dari tulang keras. Fungsi lubang atau liang telinga adalah
untuk menyalurkan getaran suara menuju telinga bagian tengah.

B. Telinga bagian tengah

Telinga bagian tengah terletak di antara telinga bagian luar dan telinga bagian dalam. Batas
telinga tengah dengan telinga luar ditandai dengan membran timpani atau gendang telinga.
Bentuk dari telinga tengah menyerupai kubah dengan enam sisi.Fungsi telinga tengah
adalah untuk memindahkan getaran suara dari gendang telinga menuju cairan telinga yang
ada di telinga bagian dalam. Ada beberapa bagian pada telinga bagian tengah yang
mendukung pemindahan getaran suara. Berikut ini adalah beberapa bagian yang ada di
telinga tengah.

Berikut ini adalah beberapa bagian yang ada di telinga tengah:

1. Membran timpani (gendang telinga)

Membran timpani merupakan sebuah selaput yang memisahkan saluran/ lubang telinga luar
dengan telinga tengah. Membran timpani sering juga disebut dengan gendang telinga. Hal ini
dikarenakan bentuk dari membran timpani memang menyerupai gendang. Gendang telinga atau
membran timpani memiliki diameter berukuran 1 cm dan berbentuk cekung. Pada bagian
gendang telinga terdapat saraf sehingga membuatnya adanya rasa sakit apabila menyentuh
bagian membran timpani. Fungsi gendang telinga adalah untuk merespon suara yang ditandai
dengan adanya getaran pada gendang telinga.

2. Rongga timpani

Setelah selaput atau membran timpani, bagian selanjutnya dari telinga tengah adalah rongga
timpani. Rongga timpani terdiri dari tiga buah tulang pendengaran dan dua otot pendengaran

2.1 Tulang pendengaran

Fungsi tulang pendengaran atau disebut juga osikel pendengaran adalah untuk
menghubungkan membran timpani dengan telinga dalam. Berikut ini adalah tulang-tulang
pendengaran:

1. Maleus (martil)

Tulang pendengaran maleus merupakan tulang pendengaran yang menempel pada


membran timpani. Maleus memiliki bentuk tulang seperti martil. Fungsi tulang maleus
atau tulang martil adalah meneruskan getaran dari membran timpani.

2. Incus (landasan )

Tulang pendengaran incus terletak di dekat tulang maleus atau tulang martil. Incus atau
disebut juga tulang landasan dengan ukuran kecil dan berbentuk seperti sebuah landasan
pesawat. Fungsi tulang incus adalah untuk memberikan respons tulang maleus.

3. Stapes (sanggurdi)

Tulang pendengaran yang ketiga adalah tulang stapes atau dikenal dengan tulang
sanggurdi. Bentuk dari tulang sanggurdi seperti sanggurdi kuda yang memiliki bagian
yang melengkung. Fungsi tulang stapes adalah memberikan respons dari getaran yang
diteruskan oleh tulang stapes dan mengalirkan gelombang suara ke telinga dalam.
Getaran suara yang direspon oleh getaran membran timpani akan menggerakan tulang-
tulang pendengaran dengan gerakan yang memiliki frekuensi sama. Gerakan dari ketiga
tulang pendengaran akan menghasilkan tekanan yang menyerupai gelombang.
Gelombang tersebut pun akan membuat gerakan yang mirip dengan gerakan cairan
telinga dalam.
4. Otot pendengaran

Selain tulang pendengaran, pada bagian telinga tengah terdapat dua otot pendengaran.
Kedua otot pendengaran tersebut adalah tensor timpani dan stapedius. Otot tensor timpani
adalah otot telinga yang ada di tulang maleus, sedangkan otot stapedius adalah otot
telinga yang ada di tulang stapes. Fungsi otot tensor timpani adalah untuk menarik
gendang telinga ke dalam dan membuatnya tegang. Pada saat yang sama, fungsi otot
stapedius yaitu untuk melindungi telinga dari suara keras muncul sebagai refleks
timpani. Otot stapedius akan mengurangi pergerakan tulang stapes.

5. Telinga bagian dalam

Bagian selanjutnya adalah telinga dalam. Melalui namanya, kamu pun sudah tahu bahwa
bagian telinga ini merupakan bagian telinga yang paling dalam. Telinga dalam terletak di
tulang labirin.

Tulang labirin berbentuk seperti labirin yang dilapisi dengan membran labirin. Ada
bagian yang terletak di antara tulang labirin dengan membran labirin, yaitu perilimph.
Membran labirin memiliki cairan sendiri yang bernama endolimph.

Berikut ini adalah beberapa bagian yang ada di telinga dalam:

a. Koklea

Koklea merupakan bagian dari telinga dalam yang berbentuk spiral seperti rumah
siput. Fungsi koklea adalah mengubah getaran suara menjadi persepsi pendengaran.
Koklea memiliki ukuran lebar 9 mm dan tinggi 5 mm.

b. Ruang koklea

Di dalam koklea terdapat tiga ruang yang berisi cairan perilimph. Ketiga ruang koklea
tersebut adalah ruang atas, ruang depan, dan ruang bawah. Hanya ada satu ruang yang
diisi dengan endolimph, yaitu ruang tengah atau disebut juga dengan saluran koklea.
Fungsi ruang koklea adalah untuk menampung cairan koklea.
c. Organ korti

Organ korti dilapisi oleh membran yang disebut dengan membran basilar. Besar
organ korti seperti ukuran kacang polong. Fungsi organ korti adalah untuk
mengubah gelombang menjadi impuls saraf. Ada beberapa komponen penting pada
organ corti di antaranya adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang
Deiters, Hensen’s, Claudiu’s, membran tektoria dan laminaretikularis.

Komponen-komponen inilah yang menyampaikan persepsi suara ke otak dan sistem


saraf pusat sehingga manusia bisa mendengar dan memberikan respon.

3. KLASIFIKASI

Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang merupakan suatu
fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang
progresif lambat. Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :

a. Prebiakusis Sensorik

Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis. Letak dan
jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul
berupa gangguan atas frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.

b. Prebiakusis Neural

Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan
sel neuronal menentukan gangguan pendengaran yang timbul (berupa gangguan frekuensi
pembicaraan atau pengertian kata-kata adanya inkoordinasi, kehilangan memori, dan gangguan
pusat pendengaran).

c. Prebiakusis Strial (Metabolic)

Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah dari kohlea. Prebiakusis
jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda disbanding jenis lain.

d. Prebiakusis Konduktif Kohlear (Mekanik)

Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada membrane basalis kohlea sebagai akibat
proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.
4. ETIOLOGI

a. Jenis kelamin
b. Genetik : Genetik berperan dalam terjadinya presbikusis karena terdapat gen C57BL/6J
merupakan protein pembawa mutasi gen cadherin 23 (cdh23) yang mengkode komponen
ujung sel koklea yang menyebabkan terjadinya apotosis strain yang mengakibatkan
penurunan pendengaran.
c. Hipertensi
d. Diabetes militus hiperkolesterol

5. TANDA GEJALA

Ada beberapa gejala yang diderita oleh lansia yang menderita presbikusis (fatmawati & Dewi,
2016) yaitu:

a. Berkurangnya kemampuan pendengaran


b. Berkurangnya kemapuan berkomunikasi
c. Telinga menjadi sakit bila lawan bicara berbicara keras
d. Tergenggunya fisik dan emosional

6. PEMERIKSAAN

Menurut (fatmawati & Dewi, 2016) ada beberapa pemeriksaan penunjang yang akan membantu
dalam menegakkan diagnosa:

a. Otoskopik : tampak membran timpani suram.


b. Tes Garputala pada tuli sensori neural.
c. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu ketulian saraf nada tinggi,
bilateral dan simetris.
d. Pemeriksaan audiometri tutur : menunjukkan adanya gangguan deskriminasi bicara
7. PENATALAKSANAAN

Presbikusis tidak dapat disembuhkan, gangguan dengar pada presbikusis adalah tipe
sensori neural dan tujuan penatalaksanaannya adalah untuk memperbaiki kemampuan
pendengaran dengan menggunakan alat bantu dengar.

Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan


pemasangan alat bantu dengar. Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu
dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar
(auditory training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara
(speech therapist).
8. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka perawat
mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi fungsi sensori khususnya faktor usia.
Perawat mengumpulkan riwayat yang juga mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat
dengan defisit sensori mempengaruhi gaya hidup klien. Penyesuaian psikososial, kemampuan
perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian juga harus berfokus pada kualitas dan kuantititas
stimulus lingkungan.

1. BIODATA
2. Kebiasaan promosi kesehatan, misal : kebiasaan membersihkan mata/telinga, aktivitas
rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya orang yang bekerja dalam suatu keadaan
yang terdapat kemungkinan terjadi cedera mata, misalnya terpapar zat kimia,
pengelasan, penggosokan gelas atau batuan.
3. Orang yang berisiko : lansia, jenis pekerjaan,gangguan jiwa
4. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji kemampuan fungsional
klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan. Meliputi
aktivitas makan, berpakaian, perawatan diri dan berdandan.
5. Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya. Misalnya: tangga, kran air panas/dingin
yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda tajam.
6. Tingkat sosialisasi klien dan metode komunikasi
7. Status mental, meliputi : Penampilan dan perilaku fisik, Aktifitas motorik, Postur,
Ekspresi wajah, Kebersihan, Kemampuan kognitif, Tingkat kesadaran, Alasan abstrak,
Kalkulasi, Alasan abstrak, Kalkulasi, Perhatian, Penilaian, Kemampuan untuk
melakukan percakapan, kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkopi gambar,
memori yang baru dan mengingat memori, stabilitas emosional, agitasi, euforia,
iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana hati yang melebar, halusinasi, auditori, visual,
dan taktil, ilusi, delusi.
8. Pemeriksaan fisik pada panca indera Untuk mengidentifikasi deficit sensori, perawat
mengkaji penglihatan, pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan untuk membedakan
cahaya, sentuhan, temperatur, nyeri dan posisi.
9. Pendengaran Melakukan tes suara bisik atau garputala
10. Kaji persepsi klien gangguan kemampuan pendengaran dan riwayat tinnitus
11. Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
12. Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
C. Diagnosa

a) Hambatan Komunikasi Verbal b.d gangguan presepsi sensorik


b) Hambatan Interaksi Sosial b.d kendala komunikasi
c) Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh

D. Intervensi

Diagnosa Noc Nic

Hambatan Komunikasi Kemampuan untuk 1.fungsi auditori


Verbal b.d gangguan merasakan suara dengan 2. Monitor struktur anatomi telinga
presepsi sensorik tepat dipertahankan pada untuk tanda dan gejala infeksi (
Ditadai dengan: skala 2 ditingkatkan ke 4 Inflamasi/meradang)
dengan indikator : 3. Monitor tanda dan gejala
1. Ketajaman disfungsi yang dilaporkan pasien
pendengaran (kiri dan (nyeri,gatal,perubahan
kanan) pendengaran)
2. Konduksi suara pada 4. Instruksikan klien untuk
tulang. membersihkan telinga
3. Perbedaan pendengaran 5. Instruksikan pasien untuk
dari suara yang berlainan. membaca gerakan mulut perawat.
4. Merespon pada 6.Instruksikan pasien untuk
stimulus pendengaran menggunakan alat bantu/perawatan
5. Kehilangan suara yang Telinga
menurun tajam 7. Instruksikan pasien untuk tidak
menggunakan ojek asing yang lebih
kecil dari ujung jari klien dan benda
tajam lainnya utuk penggorekan
serumen.
8. Instruksikan pasien pentingnya
melindungi pendengaran selama
terpapar suara keras/kebisingan

9. Berikan pasien pengetahuan


tentang vaksinasi yang bisa
mengurangi kemungkinan
kehilangan pendengaran
sensori neural.
10. Instruksikan orang tua untuk
mengobservasi tanda dan
gejala adanya disfungsi
auditori.
11. Kolaborasi dengan tim medis
dalam memberikan terapi
lanjutan. Kolaborasi dengan
keluarga klien dalam
menemani aktivitas pasien
12. Kolaborasi dengan keluarga
klien dalam menemani
aktivitas pasien.

Diagnosa Noc Nic

Penerimaan interprestasi, Peningkatan komunikasi kurang


ekspresi lisan pendengaran
Hambatan Interaksi Sosial dipertahankan dari skala 3
b.d kendala komunikasi ke skala 5 dengan 1. Monitor fungsi auditorial
indikator : 2. Observasi kesimetrisan
telinga.
1. menggunakan 3. Monitor akumulasi serumen
bahasa tertulis yang berlebihan.
menggunakan 4. Dapatkan perhatian pasien
bahas lisan sebelum berbicara.
2. menggunakan foto
ataugambar 3. Anjurkan pasien untuk
3. menggunakan menghindari lingkungan
bahasa non verbal yang berisik saat
4. mengenali bahasa berkomunikasi.
yang diterima 4. Membantu pasien untuk
5. mengarahkan dapat menyampaikan apa
pesan pada yang akan disampaikan
penerima yang melalui gerakan mulut.
tepat 5. Minta pasien unutk
menyarankan strategi-
strategi dalam rangka
meningkatkan komunikasi
6. Instruksikan pasien agar
tidak menggunakan benda
asing yang lebih kecil dari
ujung jari
7. Instrusikan pasien, keluarga,
dan tenaga keperawatan
mengenai penggunaan,
perawatan, serta
pemeliharaan perangkat dan
alat bantu dengar.

9. Ajarkan pasien teknik


membaca mulut. Anjurkan
pasien/ keluarga untuk
memperoleh perangkat dan
alat bantu dengar
10. Kolaborasi dengan tim
medis dan perawat guna
pemeliharaan alat bantu
dengar
11. Kolaborasi dengan keluarga
untuk selalu berinteraksi
dengan sekitarnya.
12. Kolaborasi dengan tim
medik dalam pelaksanaan
terapi.

Nic
Diagnosa Noc
1. fungsi auditori
Kemampuan untuk 2. Monitor struktur anatomi
merasakan suara dengan telinga untuk tanda dan
Hambatan Komunikasi tepat dipertahankan pada gejala infeksi (
Verbal b.d gangguan skala 2 ditingkatkan ke 4 Inflamasi/meradang)
presepsi sensorik Ditadai dengan indikator : 3. Monitor tanda dan gejala
dengan: disfungsi yang dilaporkan
1. Ketajaman pasien
pendengaran (kiri (nyeri,gatal,perubahan
dan kanan) pendengaran)
2. Konduksi suara 4. Instruksikan klien untuk
pada tulang. membersihkan telinga
3. Perbedaan 5. Instruksikan pasien untuk
pendengaran dari membaca gerakan mulut
suara yang perawat. 6.Instruksikan
berlainan. pasien untuk menggunakan
4. Merespon pada alat bantu/perawatan telinga
stimulus
pendengaran 7. Instruksikan pasien untuk
5. Kehilangan suara tidak menggunakan ojek
yang menurun
tajam asing yang lebih kecil dari
ujung jari klien dan benda
tajam lainnya utuk
penggorekan serumen.
8. Instruksikan pasien
pentingnya melindungi
pendengaran selama
terpapar suara
keras/kebisingan
9. Berikan pasien pengetahuan
tentang vaksinasi yang bisa
mengurangi kemungkinan
kehilangan pendengaran
sensori neural.

9.EVALUASI

Evaluasi pada klien deficit sensori pendengaran untuk menentukan apakah hasil actual sama
dengan hasil yang diharapkan.misalnya,perawat menggunakan teknik komunikasi yag sesuai
untuk mengevaluasi apakah klien yang mengalami deficit pendengaran mencapai kemampuan
mendengar dengan lebih efektif.demikian pula perawat menggunakan material yang di cetak
besar untuk menguji.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
Seiring dengan proses menua tersebut tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau
yang biasa disebut penyakit degeneratif.

Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh. Stimulus
tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera). Stimulus yang sempurna
memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal.

B. SARAN

Saran agar apa yang telah dibuat oleh mahasiswa dapat diterpkan dan sangat membantu bagi
lansia.
DAFTAR PUSTAKA

fatmawati, R., & Dewi, A. Y. (2016). karakteristik penderita presbikusis di bagian ilmu
kesehatan THT -KL RSUP DR. Hasan sdikin bandung . departemen ilmu kesehatan telinga
hidung tengorokan dan leher fakultas kedokteran.

intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Interventoins Clasification (NIC) edisi

6. Singapore : Elsevier.

Intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Outcomes Classification (NIC).

Singapore: Elsevier.

Mickey, & Stanley. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edidi 2. Jakarta: EGC.

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi
Offset.

PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia . Jakarta: pengurus PPNI. Priscillah, E.
(2005). Gerontological Nursing Health Aging Second. America.

Stuart, G. W. (2009). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.

Sugihantono, A. (2020). pedoaman pemberdayaan masyarakat dalam mencegah covit-19.


Jakarta: kemenkes RI.

Sunaryo , D., & Wijayanti, r. (2015). Ashan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta: CV.Andi
Offset.

Wahyudi, & Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik dan Geriartik . Jakarta: EGC.

fatmawati, R., & Dewi, A. Y. (2016). karakteristik penderita presbikusis di bagian ilmu
kesehatan THT -KL RSUP DR. Hasan sdikin bandung . departemen ilmu kesehatan telinga
hidung tengorokan dan leher fakultas kedokteran.

intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Interventoins Clasification (NIC) edisi

6. Singapore : Elsevier.

Intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Outcomes Classification (NIC).

Singapore: Elsevier.

Mickey, & Stanley. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edidi 2. Jakarta: EGC.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi
Offset.

PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia . Jakarta: pengurus PPNI. Priscillah, E.
(2005). Gerontological Nursing Health Aging Second. America.

Stuart, G. W. (2009). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.

Sugihantono, A. (2020). pedoaman pemberdayaan masyarakat dalam mencegah covit-19.


Jakarta: kemenkes RI.

Sunaryo , D., & Wijayanti, r. (2015). Ashan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta: CV.Andi
Offset.

Wahyudi, & Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik dan Geriartik . Jakarta: EGG
TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen : Ns.SUAIB,S,kepM,kes.

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

Delsiana Christina ( 202201260 )


James Christian ( 202201267 )
Katon Abdul Varid ( 202201271 )
Nilam aprilia ( 202201280 )
Zaitun ( 202201286 )

PRODI ALIH JENJANG ( S1 ) KEPERAWATAN NON-REGULER

UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA


TAHUN 2022
.

Anda mungkin juga menyukai