Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen : Ns.SUAIB,S,kepM,kes.

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

Delsiana Christina ( 202201260 )

James Christian ( 202201267 )

Katon Abdul Varid ( 202201271 )

Nilam aprilia ( 202201280 )


Zaitun ( 202201286 )

PRODI ALIH JENJANG ( S1 ) KEPERAWATAN NON-REGULER

UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA

TAHUN 2022
KATA PENGATAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Sistem Pendengaran Pada Pasien Usia Lanjut”.

Tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam proses penyusunan makalah ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman yang telah
membantu baik secara moral maupun material sehingga makalah ini dapat
terwujud.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam


makalah yang disusun.Oleh karena itu penulis mohon maaf atas kesalahan
tersebut.Kritik dan saran dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis guna
meningkatkan kualitas tulisan ke depannya.

Palu, 18 September 2022


Penulis,

Kelompok II
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR......................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG.................................................................................3

A. TUJUAN PENULISAN..............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................8

B. KONSEP DASAR LANSIA.......................................................................8

BAB III PRESBIKUSIS...........................................................................................14

A. PENGERTIAN..........................................................................................14

B. ANATOMI................................................................................................14

C. KLASIFIKASI..........................................................................................18

D. ETIOLOGI................................................................................................19

E. TANDA GEJALA.....................................................................................20

F. PEMERIKSAAN......................................................................................20

G. PENATALAKSANAAN..........................................................................20

H. ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................21

BAB IV PENUTUP...................................................................................................27

A. KESIMPULAN.........................................................................................27

B. SARAN.....................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak
mencolok. Penuaan akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh manusia dan
tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama.
Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang universal, tidak
seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan dan mengapa
manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Dahulu para ilmuan telah
membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan Hipocrates yang berisi
tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara umum. Sekarang
dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian dan penemuan
dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli
teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang kompleks.

Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan
sistem tubuh itu bersifat alamiah/fisiologis. Penurunan tersebut disebabkan
berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada umumnya tanda proses
menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah
pada usia sekitar 60 tahun. Lansia akan mengalami masalah kesehatan seperti
penurunan pendengaran dikarenakn fungsi dalam pendengaran yang menurun.
Penurunan pendengaran tersebut di sebut prsbikus dimana presbikus adalah
gangguan sensoroneural terjadi karena usia yang mulai bertambag yang
menyababkan penurunan fungsi pendengaran Dimasa datang, jumlah lansia di
Indonesia semakin bertambah. Tahun 1990 jumlah lansia 6,3 % (11,3 juta
orang), pada tahun 2015 jumlah lansia diperkirakan mencapai 24,5 juta orang
dan akan melewati jumlah balita yang ada pada saat itu diperkirakan mencapai
18,8 juta orang. Tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan
menempati urutan ke 6 terbanyak di dunia dan melebihi jumlah lansia di
Brazil, Meksiko dan Negara Eropa. Terjadinya gangguan pendengaran pada
usia diatas 65 tahun lima kali lebih banyak dibandingkan usia kurang dari 65
tahun.

Menurut World Health Organization (WHO) saat ini ada sekitar 360 juta
(5,3%) orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, 328 juta (91%)
adalah orang dewasa terdiri dari 183 juta laki-laki dan 145 juta perempuan.7
Prevalensi gangguan pendengaran meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Prevalensi gangguan pendengaran pada orang diatas usia 65 tahun
bervariasi dari mulai 18 hingga hampir 50% di seluruh dunia. Hasil Survei
Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun
1993-1996, prevalensi gangguan pendengaran 16,8% yang disebabkan oleh
presbikusis sebesar2,6%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hoffman
pada tahun 2016, sebesar 51,1% orang dewasa berusia 60-69 tahun di
Amerika Serikat mengalami gangguan pendengaran bilateral pada nada tinggi.
Secara nasional, di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 diperoleh prevalensi gangguan pendengaran tertinggi pada
kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu sebesar 36,6%, disusul oleh kelompok
umur 65-74 tahun sebesar 17,1%. Prevalensi responden dengan gangguan
pendengaran pada perempuan cenderung sedikit lebih tinggi daripada laki-laki
dan prevalensi tertinggi untuk ketulian Oleh karena itu dalam penyusunan
makalah ini penulis akan membahas tentang proses penuaan pada penurun
fungsi sensori. Berdasarkan jenis kelamin penurunan pendengaran lebih cepat
terjadi pada laki-laki perempuan. dibandingkan Hal ini juga dihubungkan
dengan kadar hormon estrogen dan androgen yang semakin rendah maka
semakin mudah timbul penurunan pendengaran terutama pada penderita DM,
kardiovaskuler, hipertensi, dan kebiasaan hidup yang buruk dapat terjadi
penurunan pendengaran seperti kurangnya olahraga, merokok, dan diet yang
tidak sehat serta faktor psikologis yang memudahkan terjadinya penurunan
pendengaran dan depresi serta mengganggu kehidupan sosial dari lansia.
Pada lansia hal lain yang sering berkontribusi terhadap penurunan
pendengaran adalah terdapatnya serumen di dalam saluran telinga luar.
Kekakuan silia Telinga dan kandungan keratin yang tinggi pada serumen
menyebabkan mudahnya terjadi obstruksi yang menghalangi hantaran suara
ke dalam telinga (Siti dan Purwita, 2015). Perawat memiliki peranan yang
penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada para lansia dengan
melakukan pengkajian pada aspek biopsikososiospiritual. Asuhan
keperawatan untuk mengatasi gangguan pendengaran adalah dengan berbicara
dengan jarak dekat, berhadapan, suara agak keras, dan menggunakan gerakan
tangan dan kepala, tulisan yang ditulis dikertas serta menggunakan alat bantu
dengar bagi lansia yang mengalami gangguan tuli ketika berada dirumah
ataupun ditempat ramai (Padila, 2013).

A. TUJUAN PENULISAN

a) TUJUAN UMUM

Diketahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan persepsi sensori


pendengaran

b) TUJUAN KHUSUS

Untuk diketahui bagaimana cara penanganan pada kansia yang mengalami


gangguan prisbikusis

c) MANFAAT BAGI LANSIA

Dapat membatu lansia dalam melakukan aktivitas kehidupanya dan salam


melakukan kegiatan kesehatan demi menjadi lansia yang sehat

d) BAGI PERAWAT

Menambah wawasan dalam menghadapi lansia agar menjadi perawat yang


profesional

e) BAGI INSTITUSI PENDIDIKAN

Menambah wawasan dan ilmu untuk menjadi ilmu dan dapat dimanfaatkan
oleh banyak orang

f) RUANG LINGKUP

Lingkupan asuhan keperawatan gerontik meliputi pencegahan perubahan


ketidakmampuan akibat proses penuaan, perawatan yang ditujukkan untuk
pemenuhan kebutuhan akibat proses penuaan, dan pemulihan yang ditujukkan
untuk pemenuhan kebutuhan akibat proses penuaan .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

B. KONSEP DASAR LANSIA

1. PENGERTIAN

Menurut Setianto (2004) Lansia dikatakan lanjut usia apabila usia nya
berusian 65 tahun keatas.menurut (Muhith & Siyoto, 2016) lansia adalah
keadaan ditandai dengan kegagalan seseorang dalam mempertahankan
keseimbangan terhadapp kondisi stres fisiologis kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan kemampuan hidup karena bertambahnya usia lansia.

2. KLASIFKASI

Kalsifikasi lansia menurut (Muhith & Siyoto, 2016) sebagai berikut

1. Usia pertengahan (midle age) usia 45-59 tahun


2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3. Lanjut usia (old) 60-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old)> 90 tahun

3. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Ada beberapa tujuan dari asuhan keperawatan gerontik yaitu sebgai


berikut (Sunaryo & Wijayanti, 2015) Tujuan dilakukan asuhan gerontik
untuk meningkatkan kemandirian dalam activity daily living dengan upaya
promotif ,preventiv, dan rehabilitasi.

Tujuan dilakukan asuhn keperawatan gerontik untuk meningkatkan dan


mempertahankan kesehatan dan kemampuan lansia dalam melakukan
tindakan pencegaan dan perawatan

Tujuan dilakukan asuhan keerawatan gerontik untuk membantu


mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup lansia
Membantu memahami individu terhadap perubahan diusia lanjut Membantu
untuk memotivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
hidup lansia

4. PERAN DAN FUNGSI TANGGUNG JAWAB PERAWAT


GERONTIK

Menurut (Sunaryo & Wijayanti, 2015) perawat gerontik mempunyai


peran dan fungsi sebagai berikut :

a. Edukator merupakan perawat membantu lansia dalam meningkatkan


pemberian pengetahuan berkaitan dengan keperawatan dan tindakan
medik sehingga dapat diterima oleh lansia dan keluarga lansia
b. Conselor : Conselor merupakan perawat sebagai pemberi bimbingan atau
konseling kepada lansia dan Care provider : Care provider artinya
memberikan asuhan keperawatan kepada lansia yang meliputi tindakan
keperawatan
c. Advocat : Advocat artinya berfungsi penghubung tim kesehatan dengan
lansia dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan
d. Edukator keluarga terhadap masalah kesehtan sesuai dengan prioritas.
e. Motivator : Motivator merupakan perawat memberi motivasi atau
dukungan moril terhadap lansia dalam mememnuhi kebutuhan kesehatan
lansia tersebut
f. Colaborator : Colaborator merupakan perawat bekerja sama dengan tim
kesehtan dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan
asuhan keperawatan guna memenuhi rencan maupun pelaksanaan
kesehatan lansia

Tangung jawab perawat gerontik adalah

a.) Membantu lansia yang sehat dalam memelihara kesehatan


b.) Membantu lansia yang sakit dalam memperoleh kesehatan kembali

c.) Membatu lansia yang tidak bisa disembuhkan untuk menyadari kelebihan
dari dirinya

d.) Membantu lansia yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara


manusiawi.

5. TEORI LANSIA

Teori penuaan memberikan kemungkinan penyebab dari prose penuaan.


Walaupun teori ini tidak berkaiatn dengan penuaan akan tetapi dapat
menjawabtentang nilai-nilai yang mempengaruhi seorang lansia. Hasil
temuan dapat ditemukan pada beberapa teori (Stuart, 2009).

A. Teori biologis : Teori biologis merupakan penuaan berkaitan dengan


genetik sitemik dalam tubuh. Rentang kehidupan sel di dalam tubuh yang
disimpan didalam tubuh akan mengalami proses penuaan.
B. Teori radikal bebas : Toeri radikal bebas dalah merupakan teori dimana
pada lansia terjadi kerusakan sel didalam tubuh disebkan oleh radikal
bebas yang merusak membran sel yang menyebabkan terjadinya
penurunan dan kerusakan fisik pada lansia.
C. Teori genetic : Gen merupakan sel aktif yang ada dalam tubuh manusaia
dimana pada lansia gen tersebut mengalami pembelahan diri yang terbatas
atau gagal untuk menghasilakan zat pertumbuhan, menghentikan
pembelahan dan pertubuhan dikarenakan lansia yang mempunyai
penurunan fungsi tubuh karena bertambahnya usia lansia.
D. Teori adaptasi stress : Pada teori ini menekankan bahwa efek positif dan
negatif dari stress berdampak terhadap perkembangan biopsikososial.
Stress akan menurunkan kapasitas kemampuan lanisa secara psikologias.
Stres dapat menurunkan kapasitas kemampuan secara fisiologis,sosial,
dan ekonomi yang berakibat meningkkatnya resiko untuk timbulnya
penyakit atau cedera pada lansia dan sejalan dengan terjadinya proses
penuaan.
E. Teori pakai dan rusak : Teori pakai rusak ini terjadi karena sel pada lansia
mengalami kerusakan akibat faktor internal dan ekternal. Perubahan
struktur dan fungsi bisa terjadi lebih cepat karena penyalah gunaan dan
terlambatnya perawatan. Sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang
cukup banyak jika tidak ditangani
F. Teori psikologis : Teori psikologi penuaan mengulas tentang
perkembangan tentang kehidupan yaitu dalam teori psikologi terbagi
kedalan 2 hal yaitu:

1. Teori perkembangan ini membahas tentang tahap perkembangan


psikologis sesuai dengan usia dan tugas perkembangan seperti
penyesuaian terhadap perubahan dan kehilangan, mempertahankan
harga diri, dan mempersiapkan kematian yang akan dihadapi
2. Stabilitas kepribadian merupakan kepribadian seseorang individu
terbentuk semenjak dewasa muda dan cenderung stabil dan dapat
beradaptasi,tetapi tidak lagi terjadi perubahan yang akan drastis terjadi
di sisa kehidupanya.Perubahan ini.

G. Teori sosial budaya : Teori sosial budaya mengulas tentang adanya


keterkaitan individu dengan lingkungan.

1. Teori aktivitas : Aktivitas mempunyai pengaruh positif pada kondisi


psikologis ornag lanjut usia dan dapat tetap aktif seanjang waktu.
Teori aktivitas menekankan tentang pengaruh positif aktivitas terhadap
kepribadian, kesehatan jiwa,dan kepuasan hidup lansia
2. Teori keluarga : Teori keluarga sebagai unit dasar dari perkembangan
emosional. Keterkaitan tugas, masalah dan hubungan sangat
ditekankan dalam tiga generasikeluarga.
3. Teori kesesuian individu dan lingkungan : Teori kesesuain lingkungan
–individu menekankan tentang hubungan kompetensi personal lansia
dan lingkungan. Jika terjadi penurunan kompetensi sejalan dengan
usia, kemampuan seorang individu berhubungan dengan lingkungn
akan megalami perubahan akan menurun.

6. GANGGUAN PADA PENDENGARAN

A. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif

Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis


auditorius, membrana timpani atau tulang- tulang pendengaran. Salah satu
penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia
lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan
pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang telinga dari
serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik.
B. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural

Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat


bising, prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang
dan komplikasi aterosklerosis.

C. Prebiakusis

Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang


merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Terdapat
beberapa tipe presbiakusis, yaitu :

a. Prebiakusis Sensorik : Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel

neuronal di ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel

neuronal akan menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul

berupa gangguan atas frekuensi pembicaraan atau pengertian kata-

kata.

b. Prebiakusis Neural : Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di

ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal

menentukan gangguan pendengaran yang timbul (berupa gangguan

frekuensi pembicaraan atau pengertian kata-kata adanya inkoordinasi,

kehilangan memori, dan gangguan pusat pendengaran).

c. Prebiakusis Strial (Metabolic) : Abnormalitas vaskularis striae berupa

atrofi daerah apical dan tengah dari kohlea. Prebiakusis jenis ini

biasanya terjadi pada usia yang lebih muda disbanding jenis lain.

d. Prebiakusis Konduktif Kohlear (Mekanik) : Diakibatkan oleh

terjadinya perubahan mekanik pada membrane basalis kohlea sebagai


akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.

D. Tinitus

Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau


rendah, bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras
di waktu malam atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras
hingga bisa didengar oleh dokter saat auskkkultasi disebut sebagai
tinnitus obyektif.

E. Persepsi Pendengaran Abnormal

Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis,


yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang
keras. Tingkat suara bicara yang pada orang normal terdengar biasa, pada
penderita tersebut menjadi sangat mengganggu.

F. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara

Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah

suara, terutama dalam lingkungan yang agak bising.


BAB III

PRESBIKUSIS

A. PENGERTIAN

Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang


merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Presbikusis
adalah penurunan pendengaran, pada audiogram terlihat penurunan
pendengaran (fatmawati & Dewi, 2016)

B. ANATOMI

A. Telinga bagian luar :

Telinga manusia bagian luar berfungsi seperti corong yang menangkap


getaran suara dan menyalurkannya hingga ke gendang telinga. Telinga
bagian luar terdiri dari dua bagian. Kedua bagian itu adalah daun telinga
dan liang telinga.Berikut ini adalah bagian yang ada di telinga luar:
1. Daun telinga :

Daun telinga atau pinna merupakan bagian dari telinga luar yang
paling menonjol dan mudah terlihat. Setiap manusia normalnya
memiliki dua daun telinga yang terletak pada dua sisi yaitu sisi kanan
dan sisi kiri. Daun telinga terbentuk dari tulang rawan.Fungsi daun
telinga adalah untuk mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke liang atau saluran telinga. Selain itu, fungsi dari
daun telinga adalah untuk melakukan lokalisasi suara yakni dengan
merasakan daun telinga pada sisi mana yang lebih dekat dengan suara.

2. Liang telinga/ saluran telinga

Bagian selanjutnya dari telinga luar setelah daun telinga adalah liang
atau saluran telinga. Saluran telinga orang dewasa memiliki panjang
sekitar 3 cm. Bentuk lubang telinga ini menyerupai huruf S. Pada
bagian awal saluran/ lubang telinga tersusun dari tulang rawan dan
pada bagian selanjutnya tersusun dari tulang keras. Fungsi lubang
atau liang telinga adalah untuk menyalurkan getaran suara menuju
telinga bagian tengah.

B. Telinga bagian tengah

Telinga bagian tengah terletak di antara telinga bagian luar dan telinga
bagian dalam. Batas telinga tengah dengan telinga luar ditandai dengan
membran timpani atau gendang telinga. Bentuk dari telinga tengah
menyerupai kubah dengan enam sisi.Fungsi telinga tengah adalah untuk
memindahkan getaran suara dari gendang telinga menuju cairan telinga
yang ada di telinga bagian dalam. Ada beberapa bagian pada telinga
bagian tengah yang mendukung pemindahan getaran suara. Berikut ini
adalah beberapa bagian yang ada di telinga tengah.
Berikut ini adalah beberapa bagian yang ada di telinga tengah:

1. Membran timpani (gendang telinga)

Membran timpani merupakan sebuah selaput yang memisahkan


saluran/ lubang telinga luar dengan telinga tengah. Membran timpani
sering juga disebut dengan gendang telinga. Hal ini dikarenakan
bentuk dari membran timpani memang menyerupai gendang. Gendang
telinga atau membran timpani memiliki diameter berukuran 1 cm dan
berbentuk cekung. Pada bagian gendang telinga terdapat saraf
sehingga membuatnya adanya rasa sakit apabila menyentuh bagian
membran timpani. Fungsi gendang telinga adalah untuk merespon
suara yang ditandai dengan adanya getaran pada gendang telinga.

2. Rongga timpani

Setelah selaput atau membran timpani, bagian selanjutnya dari telinga


tengah adalah rongga timpani. Rongga timpani terdiri dari tiga buah
tulang pendengaran dan dua otot pendengaran

C. Tulang pendengaran

Fungsi tulang pendengaran atau disebut juga osikel pendengaran


adalah untuk menghubungkan membran timpani dengan telinga dalam.
Berikut ini adalah tulang-tulang pendengaran:

1. Maleus (martil)

Tulang pendengaran maleus merupakan tulang pendengaran yang


menempel pada membran timpani. Maleus memiliki bentuk tulang
seperti martil. Fungsi tulang maleus atau tulang martil adalah
meneruskan getaran dari membran timpani.

2. Incus (landasan )

Tulang pendengaran incus terletak di dekat tulang maleus atau tulang


martil. Incus atau disebut juga tulang landasan dengan ukuran kecil
dan berbentuk seperti sebuah landasan pesawat. Fungsi tulang incus
adalah untuk memberikan respons tulang maleus.
3. Stapes (sanggurdi)

Tulang pendengaran yang ketiga adalah tulang stapes atau dikenal


dengan tulang sanggurdi. Bentuk dari tulang sanggurdi seperti
sanggurdi kuda yang memiliki bagian yang melengkung. Fungsi
tulang stapes adalah memberikan respons dari getaran yang
diteruskan oleh tulang stapes dan mengalirkan gelombang suara ke
telinga dalam. Getaran suara yang direspon oleh getaran membran
timpani akan menggerakan tulang-tulang pendengaran dengan gerakan
yang memiliki frekuensi sama. Gerakan dari ketiga tulang
pendengaran akan menghasilkan tekanan yang menyerupai gelombang.
Gelombang tersebut pun akan membuat gerakan yang mirip dengan
gerakan cairan telinga dalam.

4. Otot pendengaran

Selain tulang pendengaran, pada bagian telinga tengah terdapat dua


otot pendengaran. Kedua otot pendengaran tersebut adalah tensor
timpani dan stapedius. Otot tensor timpani adalah otot telinga yang ada
di tulang maleus, sedangkan otot stapedius adalah otot telinga yang
ada di tulang stapes. Fungsi otot tensor timpani adalah untuk
menarik gendang telinga ke dalam dan membuatnya tegang. Pada saat
yang sama, fungsi otot stapedius yaitu untuk melindungi telinga dari
suara keras muncul sebagai refleks timpani. Otot stapedius akan
mengurangi pergerakan tulang stapes.

D. Telinga bagian dalam

Bagian selanjutnya adalah telinga dalam. Melalui namanya, kamu pun


sudah tahu bahwa bagian telinga ini merupakan bagian telinga yang
paling dalam. Telinga dalam terletak di tulang labirin.

Tulang labirin berbentuk seperti labirin yang dilapisi dengan membran


labirin. Ada bagian yang terletak di antara tulang labirin dengan membran
labirin, yaitu perilimph. Membran labirin memiliki cairan sendiri yang
bernama endolimph.

Berikut ini adalah beberapa bagian yang ada di telinga dalam:


a. Koklea

Koklea merupakan bagian dari telinga dalam yang berbentuk spiral


seperti rumah siput. Fungsi koklea adalah mengubah getaran suara
menjadi persepsi pendengaran. Koklea memiliki ukuran lebar 9 mm
dan tinggi 5 mm.

b. Ruang koklea

Di dalam koklea terdapat tiga ruang yang berisi cairan perilimph.


Ketiga ruang koklea tersebut adalah ruang atas, ruang depan, dan
ruang bawah. Hanya ada satu ruang yang diisi dengan endolimph,
yaitu ruang tengah atau disebut juga dengan saluran koklea. Fungsi
ruang koklea adalah untuk menampung cairan koklea.

c. Organ korti

Organ korti dilapisi oleh membran yang disebut dengan membran


basilar. Besar organ korti seperti ukuran kacang polong. Fungsi organ
korti adalah untuk mengubah gelombang menjadi impuls saraf. Ada
beberapa komponen penting pada organ corti di antaranya adalah sel
rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensen’s,
Claudiu’s, membran tektoria dan laminaretikularis.

Komponen-komponen inilah yang menyampaikan persepsi suara ke


otak dan sistem saraf pusat sehingga manusia bisa mendengar dan
memberikan respon.

C. KLASIFIKASI

Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang


merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Terdapat
beberapa tipe presbiakusis, yaitu :

a. Prebiakusis Sensorik

Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion


spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan
apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas
frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.

b. Prebiakusis Neural

Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis. Letak


dan jumlah kehilangan sel neuronal menentukan gangguan pendengaran
yang timbul (berupa gangguan frekuensi pembicaraan atau pengertian
kata-kata adanya inkoordinasi, kehilangan memori, dan gangguan pusat
pendengaran).

c. Prebiakusis Strial (Metabolic)

Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah dari
kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda
disbanding jenis lain.

d. Prebiakusis Konduktif Kohlear (Mekanik)

Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada membrane basalis


kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.

D. ETIOLOGI

a. Jenis kelamin
b. Genetik : Genetik berperan dalam terjadinya presbikusis karena terdapat
gen C57BL/6J merupakan protein pembawa mutasi gen cadherin 23
(cdh23) yang mengkode komponen ujung sel koklea yang menyebabkan
terjadinya apotosis strain yang mengakibatkan penurunan pendengaran.
c. Hipertensi
d. Diabetes militus hiperkolesterol
E. TANDA GEJALA

Ada beberapa gejala yang diderita oleh lansia yang menderita presbikusis
(fatmawati & Dewi, 2016) yaitu:

a. Berkurangnya kemampuan pendengaran


b. Berkurangnya kemapuan berkomunikasi
c. Telinga menjadi sakit bila lawan bicara berbicara keras
d. Tergenggunya fisik dan emosional

F. PEMERIKSAAN

Menurut (fatmawati & Dewi, 2016) ada beberapa pemeriksaan penunjang


yang akan membantu dalam menegakkan diagnosa:

a. Otoskopik : tampak membran timpani suram.


b. Tes Garputala pada tuli sensori neural.
c. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu ketulian saraf
nada tinggi, bilateral dan simetris.
d. Pemeriksaan audiometri tutur : menunjukkan adanya gangguan
deskriminasi bicara

G. PENATALAKSANAAN

Presbikusis tidak dapat disembuhkan, gangguan dengar pada presbikusis


adalah tipe sensori neural dan tujuan penatalaksanaannya adalah untuk
memperbaiki kemampuan pendengaran dengan menggunakan alat bantu
dengar.

Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan


dengan pemasangan alat bantu dengar. Adakalanya pemasangan alat bantu
dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech
reading) dan latihan mendengar (auditory training); prosedur pelatihan
tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
H. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori


maka perawat mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi
fungsi sensori khususnya faktor usia. Perawat mengumpulkan riwayat
yang juga mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit
sensori mempengaruhi gaya hidup klien. Penyesuaian psikososial,
kemampuan perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian juga harus
berfokus pada kualitas dan kuantititas stimulus lingkungan.

1. BIODATA
2. Kebiasaan promosi kesehatan, misal : kebiasaan membersihkan
mata/telinga, aktivitas rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya
orang yang bekerja dalam suatu keadaan yang terdapat kemungkinan
terjadi cedera mata, misalnya terpapar zat kimia, pengelasan,
penggosokan gelas atau batuan.
3. Orang yang berisiko : lansia, jenis pekerjaan,gangguan jiwa
4. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji
kemampuan fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun
dalam pelayanan kesehatan. Meliputi aktivitas makan, berpakaian,
perawatan diri dan berdandan.
5. Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya. Misalnya: tangga, kran air
panas/dingin yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda tajam.
6. Tingkat sosialisasi klien dan metode komunikasi
7. Status mental, meliputi : Penampilan dan perilaku fisik, Aktifitas
motorik, Postur, Ekspresi wajah, Kebersihan, Kemampuan kognitif,
Tingkat kesadaran, Alasan abstrak, Kalkulasi, Alas k melakukan
percakapan, kemampuan untuk membaca, menulis, an abstrak,
Kalkulasi, Perhatian, Penilaian, Kemampuan untudan mengkopi
gambar, memori yang baru dan mengingat memori, stabilitas
emosional, agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana
hati yang melebar, halusinasi, auditori, visual, dan taktil, ilusi, delusi.
8. Pemeriksaan fisik pada panca indera Untuk mengidentifikasi deficit
sensori, perawat mengkaji penglihatan, pendengaran, olfaksi, rasa dan
kemampuan untuk membedakan cahaya, sentuhan, temperatur, nyeri
dan posisi.
9. Pendengaran Melakukan tes suara bisik atau garputala
10.Kaji persepsi klien gangguan kemampuan pendengaran dan riwayat
tinnitus
11.Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
12.Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran
pendengaranDiagnosa

A. Diagnosa

a) Hambatan Komunikasi Verbal b.d gangguan presepsi sensorik


b) Hambatan Interaksi Sosial b.d kendala komunikasi
c) Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh

B. Intervensi

Diagnosa Noc Nic

Hambatan Komunikasi Kemampuan untuk 1.fungsi auditori


Verbal b.d gangguan merasakan suara dengan 2. Monitor struktur anatomi telinga
presepsi sensorik tepat dipertahankan pada untuk tanda dan gejala infeksi (
Ditadai dengan: skala 2 ditingkatkan ke 4 Inflamasi/meradang)
dengan indikator : 3. Monitor tanda dan gejala
1. Ketajaman disfungsi yang dilaporkan pasien
pendengaran (kiri dan (nyeri,gatal,perubahan
kanan) pendengaran)
2. Konduksi suara pada 4. Instruksikan klien untuk
tulang. membersihkan telinga
3. Perbedaan pendengaran 5. Instruksikan pasien untuk
dari suara yang berlainan. membaca gerakan mulut perawat.
4. Merespon pada 6.Instruksikan pasien untuk
stimulus pendengaran menggunakan alat bantu/perawatan
5. Kehilangan suara yang Telinga
menurun tajam 7. Instruksikan pasien untuk tidak
menggunakan ojek asing yang lebih
kecil dari ujung jari klien dan benda
tajam lainnya utuk penggorekan
serumen.
8. Instruksikan pasien pentingnya
melindungi pendengaran selama
terpapar suara keras/kebisingan

9. Berikan pasien pengetahuan


tentang vaksinasi yang bisa
mengurangi kemungkinan
kehilangan pendengaran
sensori neural.
10. Instruksikan orang tua untuk
mengobservasi tanda dan
gejala adanya disfungsi
auditori.
11. Kolaborasi dengan tim medis
dalam memberikan terapi
lanjutan. Kolaborasi dengan
keluarga klien dalam
menemani aktivitas pasien
12. Kolaborasi dengan keluarga
klien dalam menemani
aktivitas pasien.
Diagnosa Noc Nic

Penerimaan interprestasi, Peningkatan komunikasi kurang


ekspresi lisan pendengaran
Hambatan Interaksi Sosial dipertahankan dari skala 3
b.d kendala komunikasi ke skala 5 dengan 1. Monitor fungsi auditorial
indikator : 2. Observasi kesimetrisan
telinga.
1. menggunakan 3. Monitor akumulasi serumen
bahasa tertulis yang berlebihan.
menggunakan 4. Dapatkan perhatian pasien
bahas lisan sebelum berbicara.
2. menggunakan foto
ataugambar 3. Anjurkan pasien untuk
3. menggunakan menghindari lingkungan
bahasa non verbal yang berisik saat
4. mengenali bahasa berkomunikasi.
yang diterima 4. Membantu pasien untuk
5. mengarahkan dapat menyampaikan apa
pesan pada yang akan disampaikan
penerima yang melalui gerakan mulut.
tepat 5. Minta pasien unutk
menyarankan strategi-
strategi dalam rangka
meningkatkan komunikasi
6. Instruksikan pasien agar
tidak menggunakan benda
asing yang lebih kecil dari
ujung jari
7. Instrusikan pasien, keluarga,
dan tenaga keperawatan
mengenai penggunaan,
perawatan, serta
pemeliharaan perangkat dan
alat bantu dengar.

9. Ajarkan pasien teknik


membaca mulut. Anjurkan
pasien/ keluarga untuk
memperoleh perangkat dan
alat bantu dengar
10. Kolaborasi dengan tim
medis dan perawat guna
pemeliharaan alat bantu
dengar
C. EVALUASI

Evaluasi pada klien deficit sensori pendengaran untuk menentukan


apakah hasil actual sama dengan hasil yang diharapkan.misalnya,perawat
menggunakan teknik komunikasi yag sesuai untuk mengevaluasi apakah
klien yang mengalami deficit pendengaran mencapai kemampuan
mendengar dengan lebih efektif.demikian pula perawat menggunakan
material yang di cetak besar untuk menguji.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses
menua tersebut tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang
biasa disebut penyakit degeneratif.

Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam maupun luar
tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca
indera). Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar
berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal.
B. SARAN

Saran agar apa yang telah dibuat oleh mahasiswa dapat diterpkan dan sangat
membantu bagi lansia.

DAFTAR PUSTAKA

fatmawati, R., & Dewi, A. Y. (2016). karakteristik penderita presbikusis di bagian


ilmu kesehatan THT -KL RSUP DR. Hasan sdikin bandung . departemen ilmu
kesehatan telinga hidung tengorokan dan leher fakultas kedokteran.

intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Interventoins Clasification (NIC) edisi

6. Singapore : Elsevier.

Intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Outcomes Classification (NIC).

Singapore: Elsevier.

Mickey, & Stanley. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edidi 2. Jakarta: EGC.

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV


Andi Offset.

PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia . Jakarta: pengurus PPNI.


Priscillah, E. (2005). Gerontological Nursing Health Aging Second. America.

Stuart, G. W. (2009). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.

Sugihantono, A. (2020). pedoaman pemberdayaan masyarakat dalam mencegah


covit-19. Jakarta: kemenkes RI.

Sunaryo , D., & Wijayanti, r. (2015). Ashan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta:


CV.Andi Offset.

Wahyudi, & Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik dan Geriartik . Jakarta: EGC.

fatmawati, R., & Dewi, A. Y. (2016). karakteristik penderita presbikusis di bagian


ilmu kesehatan THT -KL RSUP DR. Hasan sdikin bandung . departemen ilmu
kesehatan telinga hidung tengorokan dan leher fakultas kedokteran.

intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Interventoins Clasification (NIC) edisi

6. Singapore : Elsevier.

Intan , N. S., & Devi, T. R. (2013). Nursing Outcomes Classification (NIC).

Singapore: Elsevier.

Mickey, & Stanley. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edidi 2. Jakarta: EGC.

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV


Andi Offset.

PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia . Jakarta: pengurus PPNI.


Priscillah, E. (2005). Gerontological Nursing Health Aging Second. America.

Stuart, G. W. (2009). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.

Sugihantono, A. (2020). pedoaman pemberdayaan masyarakat dalam mencegah


covit-19. Jakarta: kemenkes RI.

Sunaryo , D., & Wijayanti, r. (2015). Ashan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta:


CV.Andi Offset.

Wahyudi, & Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik dan Geriartik . Jakarta: EGG

Anda mungkin juga menyukai