Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN


GANGGUAN PENDENGARAN

Dosen Pengampu : Ns. Yenni Lukita, M.Pd

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

1. DAYANG ETA SEPTI TARYANTI – S21130011


2. SYALAISHA APRILLIA PUTRI KHANZA – S21130012
3. AULIA AYU NINGTYAS – S21130028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT kami ucapkan karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah dengan judul “Konsep Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Lansia Dengan Gangguan Pendengaran” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.

Terimakasih penulis ucapkan kepada anggota kelompok yang telah


berkontribusi secara finansial maupun non-finansial dalam pembuatan makalah
ini. Serta tidak lupa terima kasih kami ucapkan kepada NS.Yenni Lukita, M.pd
selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik karena berkat bimbingan
beliaulah makalah ini dapat terselesaikan secara tepat waktu.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis serta pembaca dalam


mengembangkan ilmu pengetahuan. Kami menyadari bahwasanya dalam
penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan yang
kami lakukan. Sehingga kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian.

Pontianak, 12 September 2023

i
Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Konsep Lansia...........................................................................................3
B. Konsep Penyakit........................................................................................4
C. Konsep Asuhan Keperawatan...................................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk
beradaptasidengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai organ,
fungsi dan sistem tubuh itu bersifat alamiah/fisiologis. Penurunan tersebut
disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada umumnya
tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan
masalah pada usia sekitar 60 tahun. Lansia akan mengalami masalah
kesehatan seperti penurunan pendengaran dikarenakn fungsi dalam
pendengaran yang menurun. Penurunan pendengaran tersebut di sebut
prsbikus dimana presbikus adalah gangguan sensoroneural terjadi karena usia
yang mulai bertambag yang menyababkan penurunan fungsi pendengaran.
Jumlah lansia 6,3 % (11,3 juta orang), pada tahun 2015 jumlah lansia
diperkirakan mencapai 24,5 juta orang dan akan melewati jumlah balita yang
ada pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Tahun 2020 jumlah
lansia di Indonesia diperkirakan akan menempati urutan ke 6 terbanyak di
dunia dan melebihi jumlah lansia di Brazil, Meksiko dan NegaraEropa.
Terjadinya gangguan pendengaran pada usia diatas 65 tahun lima kali lebih
banyak dibandingkan usia kurang dari 65 tahun. Menurut World Health
Organization (WHO) saat ini ada sekitar 360 juta (5,3%) orang di dunia
mengalami gangguan pendengaran, 328 juta (91%) adalah orang dewasa
terdiridari 183 juta laki-laki dan 145 juta perempuan.7 Prevalensi gangguan
pendengaran meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi
gangguan pendengaran pada orang diatas usia 65 tahun bervariasi dari mulai
18 hingga hampir 50% di seluruh dunia. Hasil Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996,

1
prevalensi gangguan pendengaran 16,8% yang disebabkan oleh presbikusis
sebesar 2,6%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hoffman pada tahun 2016, sebesar
51,1% orang dewasa berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat mengalami
gangguan pendengaran bilateral pada nada tinggi. Secara nasional, di
Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 diperoleh
prevalensi gangguan pendengaran tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke
atas yaitu sebesar 36,6%, disusul oleh kelompok umur 65-74 tahun sebesar
17,1%. Prevalensi responden dengan gangguan pendengaran pada perempuan
cenderung sedikit lebih tinggi daripada laki-laki dan prevalensi tertinggi untuk
ketulian Oleh karena itu dalam penyusunan makalah ini penulis akan
membahas tentang proses penuaan pada penurun fungsi sensori.

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan diatas, dalam pembahasan makalah komunikasi
keperawatan ini, kita akan membahas tentang Komunikasi Terapeuik pada
Orang Dewasa dan konsep dasar keperawatan dewasa, baik itu dari segi
definisi sampai pada contoh-contohnya dan aspek-aspek yang terkait dengan
materi Komunikasi Terapeutik pada Orang Dewasa.

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai mahasiswa
keperawatan dapat menerapkan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Lansia Dengan Gangguan Pendengaran, sehingga kita dapat
mengaplikasikannya dalam praktik klinik ataupun di dunia kerja nanti.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia
a. Definisi Lanjut Usia
Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi
menjadi 2 bagian pertama fase iufentus, antara 25-40 tahun, kedua tahun
dan keempat fase senium, antara 65 hingga tutup usia. Menua adalah suatu
keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik
secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang
jelas, penglihatan semakin memburuk, dan postur tubuh yang tidak yang
tidak proforsional
b. Batasan Lanjut Usia
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut
World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
pengelompokkan lansia menjadi :
1. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

3
2. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif
(usia >65 tahun)
c. Karakteristik Lanjut Usia
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan)
2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

B. Konsep Penyakit
a. Definisi Presbikusis
Presbikusis adalah kurang pendengaran sensorineural pada usia lanjut
akibat proses degenerasi organ pendengaran, terjadi secara berangsur-
angsur dan simetris. Terbanyak pada usia 70 – 80 tahun. Presbikusis
dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan 40-50%
pada populasi di atas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih
tinggi daripada wanita (Zulfikar, dkk 2018). Presbikusis merupakan
gangguan sensorik yang sering terjadi pada lansia, dan prevalensianya
meningkat sesuai bertambahnya usia. sebagian besar pada orang berusia
60 tahun atau lebih dan sebagian besar terjadi karena proses
neurodegeneratif.
b. Tanda dan Gejala Presbikusis
1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan
pada kedua telinga dan tidak disadari oleh penderita
2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit untuk
mengerti pembicaraan
3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitarnya, terutama jika berada di
tempat dengan latar belakang suara yang ramai

4
c. Patofisiologi Presbikusis
Penurunan pendengaran pada orang tua bergantung pada banyak faktor
dan karena konvergensi dari banyak faktor resiko itu sendiri. Pada orang
tua dengan presbikusis ditemukan lebih sulit untuk membedakan kata-kata
dibandingkan dengan orang yang lebih muda dengan pengujian rata-rata
nada murni, hal ini menunjukkan terlibatnya kerusakan saraf selain dari
end organ dysfunction.
d. Pathway Presbikusis

e. Klasifikasi Presbikusis
1. Presbikusis Sensorik
Tejadi dikarenakan adanya degenerasi dari organ corti yang
menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi.
Pada presbikusis tipe sensorik ini didapatkan kerusakan permanen
berupa hilangnya sel-sel rambut yang melekat pada membran basilar di

5
koklea, diakibatkan karena sering terpapar akan kebisingan, karena sel
rambut bersifat tidak dapat regenerasi. Apabila sel rambut mengalami
kerusakan, maka hal tersebut menjadi kerusakan permanen. Dan
gangguan pendengaran tipe ini sering terjadi pada populasi usai
menengah. Menurut kalsifikasi Schuknecht, tipe presbikusis sensorik
terjadi sekitar 5 % dari kejadian presbikusis. Secara histologi, atrofi
dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal koklea dan
proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori mengatakan perubahan
ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Ciri khas dari
tipe sensory presbyacusis ini adalah terjadi penurunan pendengaran
secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping).
2. Presbikusis Neural
Prebikusis neural terjadi karena adanya degenerasi atau penurunan
fungsi saraf pendengaran, berdasarkan histologinya sekitar 50% atau
35.500 neuron yang hilang pada koklea, dan sekitar 2.100 sel neuron
akan hilang setiap 10 tahunnya. Apabila sudah ada tanda terjadinya
penurunan diskriminasi bicara, disebabkan sel neuron yang hilang
sekitar 50% dan apabila hilangnya sudah mencapai 90%, maka akan
terjadi perubahan pada ambang pendengaran dan kemungkinan
sebagian besar disebabkan hubungan genetik. Keparahan tipe ini
menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik
berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum
terjadinya gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai
seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90%
neuron akhirnya hilang. Pengurangan jumlah sel-sel neuron ini sesuai
dengan normal speech discrimination.
3. Presbikusis Strial atau Metabolik.
Presbikusis strial atau metabolik terjadi akibat adanya penurunan
fungsi metabolik dari organ koklea. Sehingga pada gambaran
audiogram menunjukkan adanya gangguan pada semua frekuensi
pendengaran. Semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi atrofi

6
pada stria vaskularis. Apabila kehilangan sekitar 30%, maka akan
terjadi penurunan ambang pendengaran. Karena ketika hilangnya
jaringan pada stria akan menyebabkan gangguan transfusi kembali K+,
sehingga terjadi penurunan potensial endolimfatik. Tipe strial atau
metabolik menjadi penyebab tersering dengan kejadian presbikusis.
Dengan terjadinya penurunan potensial endolimfatik memiliki
keterkaitan dengan gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi.
4. Presbikusis Koklear Konduktif
Presbikusis koklear konduktif yang disebut juga presbikusis mekanik,
merupakan proses perubahan degeneratif akibat perubahan pada daerah
basal koklea yang menjadi kaku. Gangguan pada tipe ini berupa,
adanya gangguan pada frekuensi yang rendah dan tidak ada masalah
pada pengenalan suara dan sering dengan bertambahnya usia terjadi
proses degeneratif yang akan menyebabkan hipoperfusi hingga
iskemik pada daerah koklea, sehingga terjadinya gangguan
pendengaran. Histologi : Tidak ada perubahan morpologi pada struktur
koklea ini. Perubahan atas respon fisik khusus dari membran basalis
lebih besar di bagian basal karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di
apikal, di mana di sini lebih lebar dan lebih tipis. Kondisi ini
disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder membran basilaris
koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan
atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural
yang berkembang sangat lambat.
f. Manifestasi Klinis Presbikusis
Gangguan pendengaran terkait usia lanjut secara umum terbagi atas 2
yaitu, penurunan sensitivitas ambang pendengaran dan penurunan dalam
mengenali suara. Pada awalnya kehilangan sensitivitas ambang dengar
pada frekuensi tinggi yaitu 8000 Hz, dan perlahan-lahan mengakibatkan
frekuensifrekuensi yang penting dalam memahami bicara yaitu pada
frekuensi 1000-3000 Hz. Pada semua kasus presbikusis penderita selalu

7
mengeluhkan bahwa meraka tidak dapat mendengar atau tidak dapat
memahami lawan bicara.
Pada gangguan pendengaran frekuensi tinggi, menyebabkan huruf
konsonan tidak dapat dipahami seperti (t, p, k, f, s, dan ch). Dan pada
lansia juga mengeluh bahwa mereka sering bergumam dalam pembicaraan
dan terkadang tiap kata-katanya tidak jelas dan hilang, sehingga mereka
tidak dapat ikut berpartisipasi dalam pembicaraan. Seiring berjalannya
waktu, pendengaran pada penderita semakin memburuk dan
mempengaruhi frekuensi yang lebih rendah lagi. Sehingga apabila
berkomunikasi harus menggunakan volume yang lebih besar dan kalimat
yang perlu pengulangan, untuk dideteksi oleh pendengaran penderita. Pada
saat berbicara terlalu cepat dan aksen yang asing sulit untuk dipahami.
Dan sering kali pada tempat makan yang bising dan ruang besar yang
bergema membuat para penderita mengalami kesulitan dalam
pendengaran, sehingga mencerminkan masalah pada jalur pendengaran
pusat berupa penurunan pendengaran secara progresif.
g. Penatalaksanaan Presbikusis
1. Terapi Medikamentosa
a) Vasodilator: Asam Nikotinat.
b) Vitamin B kompleks, vitamin A. Keduanya diberikan dalam
sebulan (dihentikan bila tidak ada perbaikan).
c) Dipasang alat bantu pendengaran (“Hearing Aid”)

C. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien presbiakusis adalah sulit
untuk mendengar pesan atau adanya rangsangan suara.
3. Riwayar kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang

8
Pasien susah mendengar pesan atau adanya suara. Pasien sering
kali tidak mengerti ketika diajak bicara karena tidak mendengar
apa yang lawan bicaranya katakan, pasien sering kali meminta
lawan bicaranya untuk mengulang kalimat yang diucapkan, pasien
sering menyendiri. Pasien sering meyendiri karena merasa malu,
karena sering kali tidak paham ketika diajak berbicara, pasien juga
menarik diri dari lingkungan dan anggota keluarganya.
b) Riwayat Kesehatan
Masa Lalu Adakah riwayat pasien menderita hipertensi dan
diabetes militus, pasien dengan riwayat merokok dan juga sering
terpapar oleh suara bising.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit diabetes militus,
menderita penyakit pada sistem pendengaran.
d) Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Pasien biasanya terpapar dengan suara bising dalam waktu
yang cukup lama dan adanya riwayat merokok.
2) Pola aktifitas dan latihan
Pola aktivitas dan latihan pada pasien terganggu karena adanya
gangguan pendengaran.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien presbiakusis sering tidur dan istirahat untuk mengisi
waktu luangnya, karena merasa malu jika berkumpul dengan
orang lain.
4) Pola persepsi kognitif dan sensori
Pasien presbiakusis mengalami penurunan kemampuan
masuknya rangsang suara dan pasien kurang mampu
mendengar perkataan seseorang.
5) Pola persepsi dan konsep diri

9
Pasien mengalami perasaan tidak berdaya, putus asa dan
merasa minder/rendah diri.
6) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Pasien sering menarik diri dari lingkungan dan merasa malu
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
7) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas, takut pada pasien presbiakusis, pasien
sering menyendiri, pasien mudah curiga dan tersinggung.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan berfokus pada pendengaran
 Inspeksi
1) Periksa struktur daun telinga
2) Periksa kebersihan dan struktur liang telinga
3) Kesulitan dalam mengungkapkan kembali kata-kata yang telah
didengar
4) Adanya ketidakseimbangan antara telinga yang satu dengan
telinga yang lain
5. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Otoskopik : Untuk memeriksa meatus akustikus
eksternus dan membrane timpani dengan cara inspeksi.
Hasil:
1) Serumen berwarna kuning, konsistensi kental
2) Dinding liang telinga berwarna merah muda
b) Audiometri: Audiogram nada murni menunjukkan tuli perseptif
bilateral simetris, dengan penurunan pada frekuensi diatas 1000
Hz.
c) Tes Ketajaman Pendengaran
1) Tes penyaringan sederhana Hasil : klien tidak mendengar
secara jelas angka-angka yang disebutkan
2) ) Klien tidak mendengar dengan jelas detak jarum jam pada
jarak 1-2 inchi.

10
3) Uji Rinne
Hasil : Klien tidak mendengar adanya getaran garpu tala dan
tidak jelas mendengar adanya bunyi dan saat bunyi menghilang
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori : pendengaran b.d perubahan penerimaan
sensori yang ditandai dengan tampak bingung saat diajak bicara.
2) Risiko Cedera b.d disfungsi sensori
3) Gangguan komunikasi verbal b.d degenerasi tulang pendengaran
bagian dalam
4) Ansietas b.d Ancaman terhadap konsep diri
c. Intervensi Keperawatan
Perawat dan klien harus menyusun kriteria hasil dan rencana
intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distres
spiritual harus difokuskan pada penciptaan lingkungan yang mendukung
praktek keagamaan dan keyakinan yang bisa dilakukan.Tujuan ditetapkan
secara individual dengan mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko
dan tanah-tanah disfungsi serta atau obyektif yang relevan.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi perawatan spiritual klien membutuhkan pemikiran kritis
perawat dalam menentukan apakah usaha memperbaiki atau menjaga
kesehatan spiritual klien tersebut berhasil. Hasil yang dibangun selama
fase perencanaan berperan sebagai standart untuk mengevaluasi kemajuan
spiritual klien, selain itu perawt mampu mengevauasi segala masalah etik
yang timbul dalam rangkaian perawatan spiritual klien.

11
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP. Pengertian SOAP
adalah sebagai berikut:
1) S: Data Subjektif
Keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2) O: Data Objektif
Hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien
dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
3) A: Analisis
Interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis merupakan suatu
masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat
dituliskan masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan
status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data
subjektif dan objektif.
4) P: Planning
Perencanaan perawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan
proses menua tersebut tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau
yang biasa disebut penyakit degeneratif. Sensori adalah stimulus atau
rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh. Stimulus tersebut
masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori (panca indera). Stimulus yang
sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan
berkembang dengan normal.

13
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, FA, Putra, KWR, Cahyono, BD, & Sulistyowati, A. (2021). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI PADA DIAGNOSA MEDIS PRESBIKUSIS DI DESA
MUNENG KABUPATEN PROBOLINGGO (Disertasi Doktor,
Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia).

Dwi Widyastuti, W. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI: PENDENGARAN Di UPT PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA MAGETAN (Disertasi Doktor Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).

ISTIQOMAH, SN (2018). Hubungan gangguan pendengaran dengan kualitas


hidup lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Natar Tahun 2017.

Istiqomah, SN, & Imanto, M. (2019). Hubungan Gangguan Pendengaran dengan


Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Mayoritas, 8 (2), 234-239.

OKTAVIA MAHMUDAH, ALFI (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN LANSIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
PERSEPSI SENSORI: PENDENGARAN (Disertasi Doktor,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Silvanaputri, D., Utomo, BS, Marlina, L., Poluan, F., Falorin, J., Dewi, JM, &
Pohan, DJ (2019). Hubungan antara Gangguan Pendengaran dan
Kualitas Hidup pada Orang Lanjut Usia. Majalah Kedokteran UKI , 35
(2), 51-59.

14

Anda mungkin juga menyukai