Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA LANSIA

OELH:

KELOMPOK III

1) Silvia Apriani Hida


2) Hesti Lamadu
3) Rapina Suci Sgaluhu
4) Megawati Sumuri
5) Riska Lamatowa
6) Nur’ain Lawani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH GORONTALO

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kelompok tiga dapat
menyelesaikan penyusunan askep secara umum yang berjudul “asuhan
keperawatan pada lansia dengan perubahan fisiologis.”

askep ini disusun dengan maksud untuk menyelesaikan tugas


“keperawatan gerontik” dan juga dalam rangka memper dalam pemahaman
mengenai asuhan keperawatan pada lansia.

Kelompok tiga menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam


penyusunan askep ini, maka dari itu kelompok tiga mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan askep ini lebih khusunya
kepada selaku dosen keperawatan gerontik yakni Ns.Uyun Biahimo S.Kep M.Kep.

Gorontalo, 26 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i

CATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan.........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAK...............................................................................4

A. Definisi Lansia............................................................................................4
B. Ciri-ciri Lansia...........................................................................................5
C. Batasan lansia.............................................................................................6
D. Perkembagan dan perubahan pada lansia..............................................7
E. Perubahan fisiologis pada lansia.............................................................16

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................29

A. Asuhan Keperawatan Umum Pada Lansia Dengan Perubahan


Fisiologis....................................................................................................29

BAB IV PENUTUP..............................................................................................61

A. Kesimpulan...............................................................................................61
B. Saran..........................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................61

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia mengalami proses pertubuhan dan perkembangan dari
bayi sampai menjadi tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir.
Dimana pada manusia mengalami kemunduran fisik, mental fisik dan
sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya
sehari-hari lagi pada lansia banyak mengalami perubahan khusunya pada
perubahan fisiologis.
lanjut usia adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia, yang merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di mulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai dari sejak permulaan kehidupan.
Batas lanjut usia yang diterapkan oleh organisasi kesehatan dunia atau
World Health Organization (WHO, 2010) seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih. Penambahan usia dalam masa lansia akan terus menjadikan
tanggung jawab bagi kita semua untuk selalu dapat memberikan
kesejahteraan bagi lansia semasa hidupnya. Implikasi hal ini dalam
pelayanan khususnya pelayanan kesehatan adalah tuntutan untuk selalu
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan agar
lansia dapat menikmati masa tuanya dengan sehat dan sejahtera. Implikasi
tersebut dilaksanakan dengan menyediakan program pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan yang cukup panjang, berkualitas dan
akurat untuk menciptakan lansia yang sehat bio-psiko-spiritual sepanjang
hidupnya (Nugroho, 2009)
Proses menua dapat terjadi beberapa perubahan yang menyangkut
fisik/biologis (fisiologis), sosial dan spiritual. Perubahan-perubahan ini
pada setiap individu dapat berbeda-beda, namun tetap mengalami proses
perubahan yang sama. Semua perubahan system tubuh pada lansia akibat
proses menua mengakibatkan lansia mengalami penurunan kemampuan
aktivitas fisik dan perubahan penampilan fisik yang tidak diinginkan,

1
sehingga lansia tidak produktif lagi secara sosial dan ekonomi. Perubahan
biologis yang terjadi dalam proses menua dimulai dari perubahan tingkat
sel hingga perubahan pada system organ. Perubahan ini akan berdampak
pada perubahan system organ seperti perubahan pada kulit, jantung, paru,
ginjal, sistem gastrointestinal, sistem musculoskeletal, sistem imun, sistem
saraf dan organ sensori. Semua perubahan sistem tubuh pada lansia akibat
proses menua mengakibatkan lansia mengalami penurunan kemampuan
aktifitas fisik dan perubahan penampilan fisik yang tidak diinginkan,
sehingga lansia tidak produktif lagi secara sosial dan ekonomi (Ham,
2007)
Penurunan fungsi ini akan memberi efek pada kemampuan belajar,
daya ingat, berpikir, menyelesaikan masalah, intelegensi, keahlian dan
kebijaksanaan. Hal ini dapat menghambat lansia untuk melakukan
aktivitas dewasa seperti bekerja, melakukan pekerjaan rumah dan
kesenangan. Lansia yang tidak siap dengan perubahan ini akan berdampak
terhadap perubahan psikologisnya (Atchley & Barusch, 2004).
Menjadi tua membawa pengaruh serta perubahan yang menyeluruh
baik fisk/biologis(fisiologis) sosial, mental dan spiritual, yang
keseluruhannya saling kait mengait anatar satu bagian dengan bagian yang
lainya. Secara umum perubahan fisiologis pada lansia di tandai dengan
kulit mulai mengendur, rambut mulai memuti, gigi mulai lepas,
penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah lelah dan mudah jatuh,
penciuman mulai berkurang, pergerakan mulai lambat dan kurang lincah
beserta pola tidur yang berub. Perubahan fisiologis pada lansia meliputi
perubahan pada sistem kardiovaskuler, gastrointestinal, respiratory,
muskulo skeletal, endokrin, integmen, neurology, genetourinari beserta
sistem sensori(panca indra). (buku keperawatan gerontik hlm.49-54)

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari Lansia?
2. Bagaimana Ciri-Ciri Lansia?
3. Bagaimana Batasan Lansia?
4. Untuk Mengetahui Perkembangan Atau Perubahan Pada Lansia?
5. Bagaimana Perubahan Fisiologis Pada Lansia?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan Umum Pada Lansia Dengan
Perubahan Fisiologis?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Dari Lansia
2. Huntuk Mengetahui Ciri-Ciri Lansia
3. Untuk Mengetahui Batasan Lansia
4. Untuk Mengetahui Perkembangan Atau Perubahan Pada Lansia
5. Untuk Mengetahui Perubahan Fisiologis Pada Lansia
6. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Umum Pada Lansia Dengan
Perubahan Fisiologis

3
BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara
nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi
berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat
tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo
(2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut
usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai
penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari.
Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun
merupakan kelompok umur yang mencapai tahap penisium, pada tahap ini
akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan
berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-
perubahan dalam hidupnya. Dari berbagai penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan periode di mana seorang
individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah
menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu,
tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal. Tetapi bagi
orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang
sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat

4
tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa
kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua
dialami dengan cara yang berbeda-beda.
B. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri
orang lanjut usia, yaitu :
1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia
sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran
dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran
yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia
semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika
memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas Lansia memiliki
status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang
tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-
pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan
pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
3. Menua membutuhkan perubahan peran Perubahan peran tersebut
dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala
hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap
orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep
diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang
buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk

5
C. Batasan Lansia
Batasan Tua Atau Lanjut Usia Beberapa pendapat mengenai batasan
umur lansia.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun
b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun Menurut
2. Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad Membagi periodisasi
biologis perkembangan manusia sebagai berikut:
a. tahun = masa bayi
b. 1-6 tahun = masa prasekolah
c. 6-10 tahun = masa sekolah
d. 10-20 tahun = masa pubertas
e. 40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium)
f. 65 tahun keatas = masa lanjut usia ( senium)
3. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI) Lanjut usia merupakan
kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat
bagian:
a. Fase iuventus, antara 25 sampai 40 tahun
b. Fase vertilitas, antara 40 sampai 50 tahun  Fase prasenium, antara
55 sampai 65 tahun
c. Fase senium, 65 tahun hingga tutup usia
4. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro Pengelompokan lanjut usia
sebagai berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulhood), 18 atau 29-25 tahun.
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau
65 tahun
c. Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun
- 70-75 tahun (yaoung old)

6
- 75-80 tahun (old)
- Lebih dari 80 (very old)
5. Menurut UU No. 4 Tahun 1965 Dalam pasal 1 dinyatakan sebagai
berikut: seorang dapat dikatakan sebagai jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain (sekarang tidak relevan lagi)
6. Menurut UU No. 13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang
berbunyi sebagai berikut: BAB 1 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi: Lanjut
usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
keatas.
7. Menurut Birren and Jenner (1997) membedakan usia menjadi tiga:
a. Usia biologis Yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang
sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup dan mati
b. Usia psikologis Yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan penyesuaianpenyesuaian kepada situasi yang
dihadapinya.
c. Usia sosial Yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan
atau diberikan masyarakat kepada seseorang sebungan dengan
usianya.
D. Perkembangan atau perubahan pada lansia
Lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahunan sampai akhir
kehidupan. Usia lanjut merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi.
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan
penurunan, yang penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan
dari pada tahap usia baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada

7
makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami
penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan
dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang jantung, pembuluh
darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan
regeneratife yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, teradapat berbagai
perbedaan teori, namun para pada umumnya sepakat bahwa proses ini
lebih banyak ditemukan oleh faktor gen. Penelitian telah menemukan
bahwa tingkat sel, umur sel manusia ditentukan oleh DNA yang disebut
telomere, yang beralokasi pada ujung kromosom. Ketentuan dan kematian
sel terpicu ketika telomere berkurang ukuranya pada ujung kritis tertentu.
Pada lansia terjadi banyak perubahan dalam dirinya, hal ini bisa
disebut perkembangan atau perubahan yang terjadi pada lansia,
diantaranya yaitu :
1. Perkembangan jasmani Penuaan terbagi atas penuaan primer ( primary
aging) dan penuaan sekunder (secondary aging).
Pada penuaan primer tubuh mulai melemah dan mengalami
penurunan alamiah. Sedangkan pada proses penuaan sekunder, terjadi
proses penuaan karena faktor-faktor eksteren, seperti lingkungan
ataupun perilaku. Berbagai paparan lingkungan dapat dapat
mempengaruhi proses penuaan, misalnya cahaya ultraviolet serta gas
karbindioksida yang dapat menimbulkan katarak, ataupun suara yang
sangat keras seperti pada stasiun kereta api sehingga dapat
menimbulkan berkurangnya kepekaan pendengaran. Selain hal yang
telah disebutkan di atas perilaku yang kurang sehat juga dapat
mempengaruhi cepatnya proses penuaan, seperti merokok yang dapat
mengurangi fungsi organ pernapasan. Penuaan membuat sesorang
mengalami perubahan postur tubuh.
Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang belakang dapat memadat
sehingga membuat tulang punggung menjadi telihat pendaek atau

8
melengkung. Perubahan ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang
sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini merupakan hal yang
sering dihadapi oleh para lansia. Penuaan yang terlihat pada kulit di
seluruh tubuh lansia, kulit menjadi semakin menebal dan kendur atau
semakin banyak keriput yang terjadi. Rambut yang menjadi putih juga
merupakan salah satu cirri-ciri yang menandai proses penuaan. Kulit
yang menua menjadi menebal, lebih terlihat pucat dan kurang bersinar.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lapisan konektif ini dapat
mengurangi kekuatan dan elasitas kulit, sehingga para lansia ini
menjadi lebih rentan untuk terjadinya pendarahan di bawah kulit yang
mengakibatkan kulit mejadi tampak biru dan memar. Pada penuaan
kelenjar ini mengakibatkan kelenjar kulit mengasilkan minyak yang
lebih sedikit sehingga menyebabkan kulit kehilangan kelembabanya
dan mejadikan kulit kering dan gatal-gatal.
Dengan berkurangnya lapisan lemak ini resiko yang dihadapi oleh
lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami cedera kulit. Penuaan
juga mengubah sistim saraf. Masa sel saraf berkurang yang
menyebabkan atropy pada otak spinal cord. Jumlah sel berkurang, dan
masing-masing sel memiliki lebih sedikit cabang. Perubahan ini dapat
memperlambat kecepatan transmisi pesan menuju otak. Setelah saraf
membawa pesan, dibutuhkan waktu singkat untuk beristirahat sehingga
tiidak dimungkinkan lagi mentrasmisikan pesan yang lain. Selain itu
juga terdapat penumpukan produksi buangan dari sel saraf yang
mengalami atropy pada lapisan otak yang menyebabkan lapisan plak
atau noda. Orang lanjut usia juga memiliki berbagai resio pada sitem
saraf, mislanya berbagai jenis infeksi yang diderita oleh seorang lansia
juga dapat mempengaruhi proses berfikir ataupun perilaku. Penyebab
lain yang menyebabkan kesulitan sesaat dalam proses berfikir dan
perilaku adalah gangguan regulasi glukosa dan metabolisme lansia
yang mengidap diabetes. Fluktuasi tingkat glukosa dapat menebabkan
gangguan berfikr. Perubahan signifikan dalam ingatan, berfikir atau

9
perilakuan dapat mempengaruhi gaya hidup seorang lansia. Ketika
terjadi degenerasi saraf, alat-alat indra dapat terpengaruh. Refleks
dapat berkurang atau hilang. Alat-alat indra persebtual juga mengalami
penuaan sejalan dengan perjalanan usia. Alat-alat indra menjadi
kuranng tajam, dan orang dapat mengalami kesulitan dalam
membedakan sesuatu yang lebih detail, misalnya ketika seorang lansia
di suruh untuk membaca koran maka orang ini akan mengalami
kesulitan untuk membacanya, sehingga dibutuhkan alat bantu untuk
membaca berupa kacamata. Perubahan alat sensorik memiliki dampak
yang besar pada gaya hidup sesorang. Seseorang dapat mengalami
masalah dengan komunikasi, aktifitas, atau bahkan interaksi sosial.
Pendengaran dan pengelihatan merupakan indra yang paling banyak
mengalami perubahan, sejalan dengan proses penuaan indra
pendengaran mulai memburuk. Gendang telinga menebal sehingga
tulang dalam telinga dan stuktur yang lainya menjadi terpengaruh.
Ketajaman pendengaran dapat berkurang karena terjadi perubhan saraf
audiotorik. Kerusakan indara pendengaran ini juga dapat terjadi karena
perubahan pada lilin telinga yang biasa terjadi seiring bertambahnya
usia. Struktur mata juga berubah karena penuaan. Mata memproduksi
lebih sedikit air mata, sehingga dapat me,buat mata menjadi kering.
Kornea menjadi kurang sensitive. Pada usia 60 tahun, pupil mata
berkurang sepertiga dari ukuran ketika berusia 20 tahun. Pupil dapat
bereaksi lebih lambat terhadap perubahan cahaya gelap ataupun terang.
Lensa mata menjadi kuning, kurang fleksibel, dan apabila memandang
menjadi kabur dan kurang jelas. Bantalan lemak pendukung berkurang,
dan mata tenggelam ke kantung belakang.
Otot mata menjadikan mata kurang dapat berputar secara
sempurna, cairan di dalam mata juga dapat berubah. Masalah yang
paling yang paling umum dialami oleh lansia adalah kesulitan untuk
mengatur titik focus mata pada jarak tertentu sehingga pandangan
menjdi kurang jelas. Perubahan fisik pada lansia lebih banyak

10
ditekankan pada alat indera dan sistem saraf mereka. Sistem
pendengaran, penglihatan sangat nyata sekali perubahan penurunan
keberfungsian alat indera tersebut. Sedangkan pada sistem sarafnya
adalah mulai menurunnya pemberian respon dari stimulus yang
diberikan oleh lingkungan. Pada lansia juga mengalami perubahan
keberfungsian organ-organ dan alat reproduksi baik pria ataupun
wanita. Dari perubahan-perubahan fisik yang nyata dapat dilihat
membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika harus
berinteraksi dengan lingkungannya (J.W.Santrock, 2002 :198). Dari
penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan berkenaan dengan cirri-ciri
fisik lansia yaitu sebagi berikut (1) postur tubuh lansia mulai berubah
bengkok (bungkuk),(2) kondisi kulit mulai kering dan keriput,(3) daya
ingat mulai menurun,(4) kondisi mata yang mulai rabun,(5)
pendengaran yang berkurang.
2. Perkembangan Intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran
kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme
sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa
setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan
kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal
ini juga berlaku pada seorang lansia. Ketika lansia memperlihatkan
kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun, kemunduran
tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu.
Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak
menghadapi tantangantantangan penyesuaian intelektual sehubungan
dengan masalah pekerjaan, dan di mungkinkan lebih sedikit
menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk
mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami kemunduran
memorinya. Menurut Ratner et.al dalam desmita (20080 penggunaan
bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua , tidak hanya
memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas, melinkan

11
dapat menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau
yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti
penyakit, kecemasan atau depresi. Tatapi kemampuan intelektual
lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor
untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah
dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun
melatih ketrampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi
terjadinya kepikunan.
3. Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap
menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan
para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan
masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih,
tidak dibutuhkan lagi, ketidak ikhlasan menerima kenyataan baru
seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan,
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak
yang harus dihadapi lanjut usia. Hal – hal tersebut di atas yang dapat
menjadi penyebab lanjut usia kesulitan dalam melakukan penyesuaian
diri. Bahkan sering ditemui lanjut usia dengan penyesuaian diri yang
buruk. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan
fungsional, keadaan depresi dan ketakuatan akan mengakibatkan lanjut
usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah.
Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan
diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa
selanjutnya. Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia
adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi
tekanan akibat perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis
yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai
dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang

12
tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa
menimbulkan masalah baru. Pada orang – orang dewasa lanjut atau
lanjut usia, yang menjalani masa pensiun dikatakan memiliki
penyesuaian diri paling baik merupakan lanjut usia yang sehat,
memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki
relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman – teman dan
keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum
pensiun (Palmore, dkk, 1985).
Orang – orang dewasa lanjut dengan penghasilan tidak layak dan
kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri dengan stres
lainnya yang terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian
pasangannya, memiliki lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan
diri dengan fase pensiun (Stull & Hatch, 1984). Penyesuaian diri lanjut
usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi
emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan
emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan
bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran
yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat
menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan
mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka
untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.
Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan
kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk
mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi.
Dorongan yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi
bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut
mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak
menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu
akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila
muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala
umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah “perasaan

13
takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan
kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait
dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori,
inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri.
Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka
lebih spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu
peristiwa daripada orang-orang muda. Bukan hal yang aneh apabila
orang-orang yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-tanda
kemunduran dalam berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang
negatif, mudah marah, serta sifat-sifat buruk yang biasa terdapat pada
anak-anak. Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan
untuk mengekspresikan kehangatan dan persaan secara spontan
terhadap orang lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih sayang.
Mereka takut mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang
lain karena melalui pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan
bahwa perasaan positif yang dilontarkan jarang memperoleh respon
yang memadai dari orang-orang yang diberi perasaan yang positif itu.
Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha yang dilakukan itu akan
sia-sia. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula
perilaku emosional mereka.
4. Perkembangan Spiritual
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat
dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan
hidup, harga diri dan optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan)
sangat berperan memberikan ketenangan batiniah, khususnya bagi para
Lansia. Rasulullah bersabda “semua penyakit ada obatnya kecuali
penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan keagamaan besar
pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan mental,
hal ini ditunjukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari
(1997), bahwa :

14
a. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih
besar daripada orang yang religius.
b. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat
dibandingkan yang non religius.
c. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi
operasi atau masalah hidup lainnya.
d. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres
daripada yang nonreligius, sehingga gangguan mental emosional
jauh lebih kecil.
e. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat
terakhir (kematian) daripada yang nonreligius.
5. Perubahan Sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial
mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang
lanjut usia yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan
mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory.
Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik
buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002, h.239).
6. Perubahan Kehidupan Keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang
memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya
antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua,
jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak
akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki
hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai
55 tahun. Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan
tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut
kurang tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya
ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia
sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan

15
hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan
atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
7. Hubungan Sosio-Emosional Lansia
Masa penuaan yang terjadi pada setiap orang memiliki berbagai
macam penyambutan. Ada individu yang memang sudah
mempersiapkan segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun ada juga
individu yang merasa terbebani atau merasa cemas ketika mereka
beranjak tua. Takut ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa
tersisihkan dan takut akan rasa kesepian yang akan datang. Keberadaan
lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lansia juga akan
memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional
lansia, namun begitu pula sebaliknya jika lingkungan keluarga dan
sosial menolaknya atau tidak memberikan ruang hidup atau ruang
interaksi bagi mereka maka tentunya memberikan dampak negatif bagi
kelangsungan hidup lansia.
E. Perubahan Fisologis Pada Lansia
1. Perubahan Sistem Respiratori
Pada kelompok usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik
dan fisiologis yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh,
dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan tersebut
salah satunya adalah sistem respirasi. Fungsi primer dari sistem
respirasi adalah menyuplai O2 ke darah dan membuang CO2. Ketika
ada faktor yang mendukung, seperti penyakit, tempat dengan
kebutuhan O2 yang banyak di dalam tubuh, perubahan sistem
pernapasan mungkin mempengaruhi fungsi keseluruhan dari lansia.
Perubahan yang terjadi tersebut bukanlah suatu hal yang abnormal,
melainkan hal yang wajar dan terdapat mekanisme kompensasi yang
menyertai segala perubahan yang terjadi. Berdasarkan studi literatur,
berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perubahan anatomis dan
fisiologis sistem respirasi pada lansia. Lansia mengalami penuaan
normal yang dialami tubuhnya, khususnya sistem respirasi.

16
1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktivitas paru (mengembang & mengempisnya)
sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami
penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas
permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya proses
difusi.
5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu
prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut
semua kejaringan.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri
juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh
sendiri.
7. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
Perubahan Fisiologis Proses penuaan menyebabkan beberapa
perubahan structural dan fungsional pada toraks dan paru – paru. Kita
ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia
ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta
berisi kapiler – kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas
penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru – paru untuk
oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh.
Daya pegas paru – paru berkurang, sehingga secara normal
menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan
penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena
dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, maka

17
menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun.
Dekalsifikasi iga dan peningkatan klasifiaksi dari akrtilago kostal juga
terjadi. Membran mukosa lebih kering, sehingga menghalangi
pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi terhadap infeksi
pernapasan. (Maryam, 2008). Sedangkan menurut Stokslager, 2003
perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan sebagian berikut :
1. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-
menerus.
2. Atrofi umum tonsil.
3. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
4. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan
metabolism kalsium dan kartilago iga.
5. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
6. Kifosis.
7. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.
8. Penurunana kapasitas difusi
a. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan
kapasitas vital
b. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan
kemampuan recoil elastic paru dan peningkatan kapasitas
residual.
c. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas)
yang mengakibatkan penurunan area permukaan untuk
pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
d. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%
e. Penurunana caira respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko
infeksi paru dan sumbat mukus.
9. Toleransi rendah terhadap oksigen.
Implikasi klinis dari perubahan pada sistem respirasi sangat
banyak. Perubahan struktural, perubahan fungsi pulmonal, dan
perubahan sistem imun mengakibatkan suatu kerentanan untuk

18
mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli
pulmonal, dan penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK).
Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan
perubahan anatomis dan gangguan fungsi pulmonal (Stanley,
2007): Perubahan Hasil Perubahan Kalsifikasi kartilago kosta
Peningkatan diameter anteropostterior Peningkatan pernapasan
abdomen dan diafragma Peningkatan kerja pernapasan Penurunan
PaO2 Atrofi otot pernapasan Peningkatan risiko untuk terjadinya
kelelahan otot inspirasi Penurunan kecepatan aliran ekspirasi
maksimal Penurunan dalam rekoil elastis Peningkatan volume
penutupan Peningkatan udara yang terjebak Ketidakcocokan
ventilasi perfusi Peningkatan volume residu Menurunnya kekuatan
kapasitas vital Menurunnya kapasitas vital Pembesaran duktus
alveolar Menurunnya area permukaan alveolar Peningkatan ukuran
dan kekakuan trakea dan jalan napas pusat Menurunnya kapasitas
difusi Peningkatan ruang mati Di bawah ini merupakan tabel yang
menunjukkan penyebab perubahan cadangan fisiologis dan
mekanisme perlindungan pulmonal (Stanley, 2007): Perubahan
Hasil Konsekuensi Hilangnya silia Kurang efektifnya peningkatan
mukosilia Peningkatan risiko gangguan respirasi Penurunan refleks
muntah dan batuk Jalan napas yang tidak terlindung Peningkatan
risiko cedera pulmonal Penumpukan respon terhadap hipoksemia
dan hiperkapnia Penurunan saturasi O2 Penurunan cadangan
fisiologis Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoral
Penurunan respon antibodi terhadap antigen spesifik Peningkatan
kerentanan terhadap infeksi Berkurangnya respon hipersensitivitas
lambat Penurunan efisiensi dan vaksinasi Penurunan fungsi
reseptor β2 Penurunan respon terhadap agonis β2 yang dihirup
Peningkatan kesulitan dalam menangani asma Penurunan motilitas
esofagus dan gaster dan hilangnya tonus sfingter kardiak

19
Peningkatan risiko refluks ke esofagus Peningkatan risiko
terjadinya aspirasi Pada lansia yang sehat, paru-paru menjadi lebih
kecil dan lebih lemah, dan berat mereka berkurang kira-kira 20%.
Di bawah ini terdapat tabel yang menunjukkan perubahan beberapa
indikator fungsi paru-paru berkaitan dengan lansia (Ebersole,
2005): Indikator Perubahan Volume tidal Volume resiidu
Kapasitas vital Kapasitas total paru Volume paksa ekspirasi Tidak
ada Meningkat 50 % Berkurang 25 % Tidak berubah, sebagai hasil
dari mekanisme kompensasi Menurun Perubahan-perubahan
anatomis dan fisiologis yang terjadi karena penuaan pada lansia
merupakan suatu hal yang normal. Pada tubuh lansia sendiri
terdapat mekanisme yang bekerja untuk mengkompensasi
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut.
Namun, jika terdapat faktor-faktor pendukung terjadinya
penyakit pernapasan pada lansia seperti riwayat merokok atau
riwayat penyakit pernapasan lainnya, mekanisme kompensasi
tersebut akan berkurang fungsinya dan akan memperparah kondisi
sistem respirasi lansia.
2. Perubahan Sistem Pencernaan
Pada populasi usia lanjut sebenarnya tidak ada kelainan yang
sangat khas. Walaupun terdapat perubahan seluler stuktural seperti
organ lainnya, fungsi sistem gastrointestinal pada umumnya dapat
dipertahankan sebagaimana manusia sehat. Gangguan fungsi biasanya
terjadi apabila terdapat proses patologis pada organ tertentu, atau
bilamana terjadi stress lain yang memperberat beban dari organ yang
sudah mulai menurun fungsi dan anatomiknya. Perubahan Anatomik
pada Sistem Pencernaan (Sistem Digestivus) lansia antara lain :
a. Rongga Mulut (Cavum Oris)
1. Gigi (Dente)
 Atrial : Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah
yang terus menerus. Dimensi vertikal wajah menjadi lebih

20
pendek sehingga merubah penampilan /estetik fungsi
pengunyah.
 Meningkatkan insiden karies terutama bagian leher gigi dan
akar, karies sekunder di bawah tambalan lama.
 Jaringan penyangga gigi mengalami kemunduran sehingga
gigi goyang dan tanggal.
2. Muskulus
koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga
terjadi pergerakan yang tidak terkontrol dari bibir, lidah dan
rahang orafacial dyskinesis.
3. Mukosa
jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis,
merah, mengkilap, dan kering.
4. Lidah (Lingua)
Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah
dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka
ter¬jadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya
orang tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan
terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin. Dimensi lidah
biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian besar gigi,
lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan
berbicara.
5. Kelenjar liur (Glandula Salivarius)
terjadi degenerasi kelenjar liur, yang mengakibatkan sekresi
dan viskositas saliva menurun.
6. Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo Mandibularis)
Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah
terjadi pada usia 30-50 tahun. Perubahan pada sendi Temporo
Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi. Dengan
manifestasi adanya TM joint sound, melemahnya otot-otot
mengunyah sendi, sehingga sukar membuka mulut secara lebar.

21
7. Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare)
terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm
terutama pada rahang tanpa gigi atau setetelah pencabutan.
Lambung (Ventriculus) Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel
kelenjar dan ini menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin
dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia
menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan
berkurang. Proses pengubahan protein men¬jadi pepton
terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang
rasa lapar juga berkurang. Absobsi kobalamin menurun
sehingga konsentrasi kobalamin lebih rendah.
b. Usus halus (Intestinum Tenue)
Mukosa usus halus mengalami atrofi, sehingga luas
permukaan berkurang jumlah vili berkurang yang menyebebabkan
penu¬run¬an proses absorbsi. Di daerah duodenum enzim yang
di¬hasil¬kan oleh pancreas dan empedu menurun, sehingga
meta¬bolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi tidak sebaik
sewaktu muda. Keadaan seperti ini menyebabkan gangguan yang
disebut sebagai maldigesti dan mal absorbsi.
c. Pankreas (Pancreas)
Produksi ensim amylase, tripsin dan lipase menurun
sehingga kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
juga menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang
dihubung¬kan dengan batu empedu. Batu empedu yang
menyumbat ampula vateri menyebabkan oto-digesti parenkim
pankreas oleh ensim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan
oleh tripsin dan/atau asam empedu.

22
d. Hati (Hepar)
Ukuran hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun
pada usia kurang dari 40 tahun 740 ml/menit, pada usia diatas 70
tahun menjadi 595 ml/menit. Hati berfungsi sangat penting dalam
proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Disamping
juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi,
penyimpanan vitamin, konyugasi, bilirubin dan lain sebagainya.
Dengan meningkatnya usia secara histologik dan anatomik akan
terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk
menjadi jaringan fibrous sehingga menyebabkan penurunan fungsi
hati. Hal ini harus di ingat terutama dalam pemberian obat-obatan.
e. Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum)
Pada colon pembuluh darah menjadi ber kelok-kelok yang
menyebabkan motilitas colon menurun, berakibat absobsi air dan
elektrolit meningkat sehingga faeses menjadi lebih keras sering
terjadi konstipasi. Imunitas Gastro-intestinal Pada Usia Lanjut
Sistem imun pada traktus gastro-intestinal merupakan salah satu
alat pertahanan primer tubuh manusia terhadap faktor lingkungan
yang masuk melalui mulut. Faktor penting yang sangat
berpengaruh pada sistem imunitas terhadap infeksi pada orang tua
adalah nutrisi. Walaupun masih masih memerlukan penelitian yang
lebih luas, pada umumnya disepakati bahwa nutrisi yang kurang
baik akan menyebabkan penderita lebih rentan terhadap infeksi.
Kontroversi yang samp[ai sekarang masih terjadi adalah tentang
mekanisme terjadinya imunosenesens (Arans, and Ferguson,1992).
Imunosenesens adalah perubahan gradual pada sistem imun yang
terjadi pada individu yang telah mencapai kematangan seksual.
Perubahan itu berhubungan erat dengan proses invilusi dan atropi
kelenjar timus (Busby, and Caranasos, 1985).

23
3. Perubahan Fisik Pada Usia Lanjut
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga
volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat
dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktivitas paru ( mengembang& mengempisnya )
sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu
mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira
kira 500 ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas
permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose
difusi.
5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu
prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut
semua kejaringan.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam
arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada
tubuh sendiri.
7. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
b. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

24
2. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Kurangnya
efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
( mengakibatkan pusing mendadak ).
4. Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
c. Sistem genito urinaria.
1. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo
menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya
kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin
menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai
21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan
pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3. Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65
tahun.
4. Atropi vulva.
5. Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun
juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang,
reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
6. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun
tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
d. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1. Produksi hampir semua hormon menurun.

25
2. Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3. Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan
hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari
ACTH, TSH, FSH dan LH.
4. Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya
daya pertukaran zat.
5. Menurunnya produksi aldosteron
6. Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen,
testosteron.
7. Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi
dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi
tekanan jiwa (stess).
e. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1. Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease
yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain
meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2. Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari
selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya
sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis,
asin, asam & pahit.
3. Esofagus melebar.
4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ),
asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5. Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6. Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7. Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
f. Sistem muskuloskeletal.
1. Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2. Resiko terjadi fraktur.
3. Kyphosis.

26
4. Persendian besar & menjadi kaku.
5. Pada wanita lansia > resiko fraktur.
6. Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek
( tinggi badan berkurang ).
 Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.
 Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai
reaksi terhadap rangsangan pada lobus.
 Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak
sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus.
 Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit
untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
g. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1. Perubahan sistem reprduksi.
 selaput lendir vagina menurun/kering.
 menciutnya ovarium dan uterus.
 atropi payudara.
 testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur berangsur.
 dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal
kondisi kesehatan baik.
2. Kegiatan sexual
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam
manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat
reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini
kita bisa membedakan dalam tiga sisi :
 fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara
biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan
proses reproduksi,

27
 rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai
manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan
kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti
binatang dan
 sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan
intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang
apling diharapkan dalammenjalani sexualitas. Sexualitas
pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu
dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain
mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga
sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan
badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan
dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang
menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil
alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

28
BAB III

PEMBAHASAN

A. Asuh keperawatan umum pada lansia dengan perubahan fisiologis


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengefalusi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam
melakukan anamsesis adalah:
a. Anamnesis
 Identitas klien
Sebelum melakukan anamsesis, pastikan bahwa
identitasnya sesui dengan catatan medis, guna menghindari
kesalahan yang berakibat fatal karena melakukan tindakan
kepada orang yang salah. Perawat hendaknya memperkenalkan
diri, sehingga terbentuk hubungan yang baik dan saling percaya
yang akan mendasari hubungan terapeutik selanjutnya atara
perawat dan klien dalam asuhan keperawatan.
 Privasi
klien yang berhadapan dengan anda merupakan orang
terpenting saat itu, oleh karena itu, pastikan bahwa anamnesis
dilakukan di tempat yang tertutup dan kerahasiaan klien terjaga.
Terlebih ketika perawat melakukan pemeriksaan fisik pada
bagian tertentu
 Pendampingan
hadirkan pendamping klien. Hal ini dibutuhkan untuk
menghindari hal-hal yang mugkin kurang baik untuk klien dan
juga perawat ketika klien berlainan jenis kelamin. Selain itu
pendamping klien juga membantu memperjelas informasi yang

29
dibutuhkan, terutama klien lansia yang susah diajak
berkomunikasi
 Aseptic dan disinfeksi
Tangan peawat adalah perantara penularan dari satu klien
ke klien yang lain. Untuk itu, sebaiknya perawat mencuci tangan
sebelum atau sesudah memeriksa seorang klien agar tidak terjadi
infeksi silang (cross infection).
Adapun langka-langka dalam melakukan pengkajian
dengan anamnesis sebagai berikut:
 Perawat membuka dengan memperkenalkan diri menjelaskan
tujuan dan lama anamnesis
 Berikan waktu yang cukup pada klien untuk menjawab,
berkaitan dengan kemunduran kemampuan merespon verbal
tentunya hal ini berhubungan dengan masalah perubahan
fisiologis klien.
 Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan
latarbelakan sosiokulturalnya.
 Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena klien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak tentunya hal ini memandang
pada perubahan fsiologis klien pada pada sistem sensorik
klien.
 Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respons nonverbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuh pasien
 Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda
kepribadian klien dan distres yang ada
 Perawat harus memerhatikan respon dengan cermat
mendengarkan dan tetap mengobservasi.
 Lingkungan dan tempat duduk klien dibuat senyaman mungkin

30
 Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia
apabila sensitive terhadap suara berfrekwensi tinggi atau
perubahan kemampuan penglihatan pendengran
 Perawat harus mengonsultasikan hasil wawancara kepada
keluarga klien atau orang lain yang sangat mengenal klien
 Memperhatikan kondisi fisik klien pada waktu anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, baik secara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi beberapa tes khusus mungkin
diperlukan tes neurologis. Pemeriksaan ini dilakukan secara head
to toe (kepala ke kaki) dan review of system (sistem tubuh). Berikut
ini aspek pemeriksaan fisisk yang perluh di kaji
1. Keadaan umum
 Tingkat Kesadaran
 GCS
 Ttv
 Bb Dan Tb
 Postur tulang belakang lansia tegap, membungkuk, kifosis,
skoliosi, ataupun losrdosis
 Keluhan klien
2. Penilaian tingkat kesadaran (Kualitatif)
 Compos mentis (kesadaran penuh)
 Apatis(acu tak acu terhadap keadaan sekitarnya)
 Somnolen (kesadaran lebih rendah yang ditandai klien
tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif
terhadap rangsangan ringan tetapi masi resfonsif terhadap
ransangan kuat
 Sopor(tidak memberikan respon ringan maupun sedang,
tetapi masi sedikit respont terhadap rangsanga kua, refleks
pupil terhadap cahaya masi positif

31
 Koma (tidak dapat beraksi terhadap stimulus apapun,
refleks pupil terhadap cahaya tidak ada).
 Derilium(tingkat kesadaran paling rendah, disorentasi,
kacau dan salah presepsi terhadap ragsagan).
3. Penilaian GCS (glasgow coma cale)
 Membuka mata/eye movement (E)
 Respon verbal(V)
 Respon motorik(M)
4. Head to toe
a) Kepala
 Kebersihan : Kotor/Bersih
 Kerontokan : Ya/Tidak
 Keluhan : Ya/Tidak
b) Mata
 Konjungtiva : Amnesia/tidak
 Sklera : Ikhterik/tidak
 Strabismus : Ya/tidak
 Penglihatan : Kabur/tidak
 Peradangan : Ya/tidak
 Katarak : Ya/tidak
 Keluhan : Ya/tidak
c) Hidung
 Bentuk : Simetris/tidak
 Peradangan : Ya/tidak
 Penciuman : Terdengar/tidak
 Keluhan : Ya/tidak
d) Mulut, tenggorokan, dan telinga
 Kebersihan : Baik/tidak
 Mukosa : Kering/tidak
 Peradangan : Ya/tidak

32
 Radang gusi : Ya/tidak
 Kesulitan mengunya : Ya/tidak
 Kesulitan menelan : Ya/tidak
 Kebersihan : Bersih/tidak
 Peradangan : Ya/tidak
 Pendengaran : Terganggu/tidak
e) Leher
 Pembesaran kelenjar thyroid : Ya/tidak
 JVD : Ya/tidak
 Kaku kuduk : Ya/tidak
f) Dada
 Bentuk dada : Normal chest/barrel chest/pigeon chest
 Retraksi : Ya/tidak
 Suara nafas : Vesikuler/tidak
 Wheezing : Ya/tidak
 Ronchi : Ya/tidak
 Suara jantung tambahan : Ada/tidak
 Ictus cordis : ICS
 Keluhan : Ya/tidak
g) Genetalia
 Kepershan : Baik/tidak
 Haemoroid : Ya/tidak
 Hernia : Ya/tidak
 Keluhan : Ya/tidak
h) Ekstermitas
 Kekuatan otot(skala 15)
 Kekakuan otot
0 lumpuh
1 ada kontraksi

33
2 melawan grafitasi dengan sokongan
3:melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
4:melawan grafitasi dengan tahanan sedikit
5:melawan grafitasi dengan kekuatan penuh
 Rentag gerak : Maksimal/terbatas
 Deformitas : Ya/tidak
 Tremor : Ya/tidak
 Edema : Ya/tidak
 Penggunaan alat bantu : Ya/tidak
 Nyeri persendian : Ya/tidak
 Paralysis : Ya/tidak
 Refleks
o Kanan/kiri
o Biceps
o Triceps
o Patelars
o achiles
i) integumen
 Kebersihan : Baik/tidak
 Warna : Pucat/tidak
 Kelembaban : Kering/tidak
 Lesi/luka : Ya/tidak
 Perubahan tekstur : Ya/tidak
 Gangguan pada kulit : Ya/tidak
c. Pemeriksaan Status Fungsional
Adalah meliputi pengukuran kemampuan seseoran dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, penentuan kemandirian,
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, serta
menciptaka pemilihan intervensi yang tepat. Pengkajian status
fungsional ini melakukan pemeriksaan dengan intrumen tertentu
untuk membuat penilaian secara objektif adapun intrumen yang

34
biasa digunakan dalam Pengkajian status fungsional ini meliputi
Indeks Katz, Barthel Indeks dan sullivan indeks kats.

short problem mental mental status questionnarie (SPMSQ) akan


diurikan secara singkat sebagai tersebut:
1. Indeks Katz
Merupakan instrumen pengkajian dengan sistem penilaian
yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan
aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan
kemandirian fungsional dapat mengidentifikasikan kemampuan
dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan
intervensi yang tepat (Maryam, R.Siti, Dkk, 2011) untuk
aktivitas kehidupan sehari hari yang berdasarkan pada evaluasi
fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal makan,
kontinen (BAK,BAB), berpindah, kekamar kecil, mandir dan
berpakaian (Maryam, R. Siti Dkk, 2011)
a. Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung ekstremitas yang tidak mampu) atau mandi
sendiri sepenuhnya
Bantuan: bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi
sendiri.
b. Berpakaian
Mndiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi atau mengingat pakaian.
Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau baju
hanya sebagian
c. Ke kemar kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genitalia sendiri

35
Bergantung: menerima bantuan untuk masuk kekamar kecil
dan menggunakan pispot.
d. Berpidah
Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
bangkit dari kursi sendiri
Bergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakuakan satu, atau lebih
berpindah.
e. Kontinen
Mandiri: BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri
Bargantung: inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan
kateter, pispot, enema, dan pembalut (pampres)
f. Makan
Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapiya
sendiri
Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan
makan parenteral (NGT)
Tabel 1.

SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal, makan, kontinen
(BAK,BAB), berpindah, kekamar kecil, mandir
dan berpakaian.
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu
fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi
dan fungsi tambahan
D Kemandiran dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsi tambahan
E Kemandiran dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil, dan satu fungsi
tambahan

36
F Kemandiran dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil, berpinda dan satu
fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi
lain tidak dapat diklasifikasikan sebagai C,D,E atau F
Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau
bantuan aktif dari orang lain, seseorang yang menolak
melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun sebenarnya mampu.
Tabel.2=modifikasi indeks kemandirian katz
2. Barthel Indeks
(IB) merupkan suatu instrumen pengkajian yang berfungsi
mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri
dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam
menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan menggunakan 10
indikator, yakni:

N ITEM YANG SKOR NILAI


O DINILAI
1 Makan 0=tidak mampu
(feeding) 1=butuh bantuan
memotong, mengoles
menteg dll
2=mandiri
2 Mandi 0=tergantung orang lain
(bathing) 1=mandiri
3 Perawatan diri 0=membutuhkan bantuan
(grooming) orang lain
1=mandiri dalam perwatan
muka, rambut, gigi, dan

37
bercukur
4 Berpkaian(dres 0=tergantung orang lain
sing) 1=sebagian dibantu
misalnya mengancing baju
2=mandiri
5 Buang air kecil 0=inkontinensia atau pakai
(bowel) kateter dan tidak terkontrol
1=kadang inkontinensia
(maks, 1x24 jam)
2=inkontinensia (teratur
untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air 0=inkontinensia (tidak
besar(bladder) teratur atau perlu enema)
1=kadang
inkontinensia(sekali
seminggu)
2=kontinensia teratur
7 Penggunaan 0= tergantung bantuan
toilet orang lain
1=membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2=mandiri
8 trasfer 0=tidak mampu
1=butu bantuan untuk bisa
duduk(2 orang)
2=bantuan kecil(1 orang)
3=mandiri
9 mobilitas 0=immobile (tidak
mampu)
1=menggunakan kursi
roda
2=berjalan dengan bantuan

38
satu orang
3=mandiri (meskipun
menggunakan alat bantus
seperti tongkat)
10 Naik turun 0=tidak mampu
tangga 1=membutuhkan bantuan
(alat bantu)
2=mandiri
Keterangan:
20 : mandiri
12-19 : ketergantungan ringan
9-11 : ketergantungan sedang
5-8 : ketergantungan berat
0-4 : ketergantungan total
3. Pengkajian Posisi Dan Dan Keseimbangan (Sullivan Index
Katz)
Tabel.1

N TES KOORDINASI KETERANGAN NILAI


O
1 Berdiri dengan postur
normal
2 berdiri dengan postur
normal menutup mata
3 Berdiri dengan kaki
rapat
4 Berdiri dengan satu
kaki
5 Berdiri fleksi trunk
dan berdiri posisi
netral
6 Berdiri lateral dan
fleksi trunk
7 Berjalan tempatkan

39
tumit sala satu kaki di
depan jari kaki yang
lain
8 Berjalan sepanjang
gris lurus
9 Berjalan mengikuti
tanda gambar pada
lantai
10 Berjalan menyamping
11 Merjalan mundur
11 Berjalan mengikuti
lingkaran
12 Berjalan pada
tumitberjalan dengan
ujung kaki
13 jumlah
Keteranga:
4 :mampu melakukan aktifitas
3 :mampu melakukan aktivitas dengan bantuan
2 :mampu melakukan aktivitas dengan bantuan maksimal
1 :tidak mampu melakukan aktivitas
Nilai:
42-54 :mampu melakukan aktivitas
28-41 :mampu melakukan sedikit bantuan
14-27 :mampu melakukan bantuan maksimal
14 :tidak mampu melakukan
d. Status Kognitif/Afektif
Pengkajian status kongnitif/afektif merupakan pemeriksaan
status mental sehingga dapat memberikan gambaran perilaku dan
kemampuan mental dan fungsi intelektual. Pengkajian status
mental ditekankan pada pengkajian tingkat kesadaran, perhatian,
keterampilan berbahasa, ingatan interpretasi bahasa, keterampilan
menghitung ataupun menulis serta kemampuan kontruksional.

40
Pengkajian ini meliputi short problem mental mental status
questionnarie (SPMSQ) dan mini mental state eksam (MMSE)
akan diurikan secara singkat askep tersebut.
1. Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)
Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat
kerusakan intelektual instrumen (SPMSQ)terdiri dari 10
pertanyaan tentang rientasi, riwayat pribadi, memori dalam
hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, dan
kemampuan matematis. Penilaian dalam SPMSQ adalah nilai
jika rusak/salah 1 dan 0 tidak rusak/benar
Merupakan instrumen pengkajian sederhana yang
digunakan untuk menilai fungsi intelektual maupun mental dari
lansia. Adapun format SPMSQ sebagai berikut:
a. nama klien
b. tanggal lahir
c. umur
d. jenis kelamin
e. tb/bb
f. agama
g. suku
h. gol.darah
i. tingkat pendidikan
j. alamat
k. nama pewawancara

Skore No Pertanyaan Jawaban


+ - 1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telefon anda?
Dimana alamat anda?
(tanyakan bila tidak memiliki
telfon)

41
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden indonesia
sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Berapa 20 di kurangi 3?
(begitu seterusnya sampai
bilangan terkecil)
Keterangan:
 kesalahan 0-2 : fungsi intelektual utuh
 kesalahan 3-4 : kerusakan intelektual ringan
 kesalahan 5-7 : kerusakan intelektual sedang
 kesalahan 8-10: kerusakan intelektual berat
e. Pengkajian Aspek Spiritual
Spiritualitas adalah keyakinan dalam berhubungan dengan
yang maha kuasa dan maha pencipta. Spiritualitas mengandung
pengertian hubungan manusia dengan tuhannya dengan
menggunakan isntrumen (medium) salat, puasa, zakat, haji, doa,
dan sebagainya(hawari, 2002) Kebutuhan spiritual adalah
harmonisasi dimensi kehidupan, dimensi ini termasuk menemui
arti, tujuan, penderita dan kematian.
f. Pengkajian Fungsi Sosial
Pengkajian sosial ini lebih ditekankan pada hubungan
lansia dengan keluargasebagai peran sentralnya dan informasi
tentang jaringan pendukung hal ini penting dilakukan karena
perawatan jangka panjang membutuhkan dukungan fisik dan
emosional dari keluarga. Pengkajian aspek dari fungsi sosial dapat
dilakukan dengan menggunakan alat skrining singkat untuk
mengkaji fungsi sosial lanjut usia.

2. Diagnosis Keperawatan

42
diagnosa eperawatan lanjut usia dari beberapa aspek, antara lain aspek
(fisiologis) dan aspek sosial. Ada beberapa diagnosis yang
menyangkut aspek fisiologis pada lanjut usia antara lain:
a. Ketidak Seimbangan Nutrisi : Kurag Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan Dengan Ketidak Mampuan Dalam Memasukan, Atau
Mencerna, Mengeabsorbsi Mkanan.
b. Gangguan Pola Tidur: Berhubungan Dengan Insomnia Dalam
Waktu Lama, Terbangun Lebih Awal, Atau Terlambat, Dan
Penurunan Kemampuan Fungsi Yang Ditandai Dengan Penuaan
Perubahan Pola Tidur Dan Cemas
c. Inkontinensia Urin Fungsional Berhubungan Dengan Keterbatasan
Neuromusular Yang Ditandai Dengan Waktu Yang Diperlukan
Ketoilet Melebihi Waktu Untuk Menahan Pengongsongan Bladder
Dan Tidak Mampu Mengontrol Pengonsongan
d. Disfungsi Seksual Berhubungan Dengan Perubahan Struktur
Tubuh/Fungsi Yang Ditandai Dengan Perubahan Dalam Mencapai
Kepuasan Seksual.
e. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Kerusakan
Muskuloskeletal Dan Neuromuscular Yang Ditandai Dengan
Perubahan Gaya Berjalan, Gerak Lambat, Gerak Menyebabkan
Tremor, Dan Usaha Yang Kuat Untuk Perubahan Gerak
3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


(D0019) Defisit Nutrisi: Setelah Observasi:
Kurag Dari dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi
Kebutuhan Tubuh intervensi 2. Identifikasi alegri dan
Berhubungan keperawatan intoleransi makanan
Dengan Ketidak selama 3x24 3. Indentifikasi makanan
Mampuan Dalam jam yang di sukai
Memasukan, Atau diharapkan 4. Identifikasi kebutuhan
Mencerna, dengan kriteria kalori dan jenis nutrien
Mengeabsorbsi hasil: 5. Minotor asupan
Mkanan. 1. Porrsi makanan
 Kategori: makanan 6. Monitor berat badan

43
Fisiologis yang
 Subkategori: dihabiskan Terapeutik:
nutrisi dan (menurun) 1. Berikan makanan tinggi
cairan 2. Kekuatan serat untuk mencegah
Definisi: Asupan otot konstipasi
nutrisi tidak cukup pengunyah 2. Berikan makanan tinggi
untuk memenuhi menurun) kalori dan tinggi protein
kebutuhan 3. Pengetahuan 3. Berikan suplemen
metabolisme tentang makanan, jika perlu
Tanda mayor: standar
Sobjektif:- asupan Edukasi
Objektif: nutrisi yang 1. Anjurkan posisi duduk,
 Berat badan tepat jika mampu
menurun (meningkat
minimal 10% Kolaborasi :
dibawa 1. Kolaborasi dengan ahli
rentang ideal gizi untuk menentukan
Tanda minor: jumlah kalori dan jenis
Sobjektif: nutrien yang dibutuhkan,
 Cepat jika perlu
kenyang
setelah makan
 Keram/nyeri
abdomen
 Nafsu makan
menurun
Objektif:
 Bisising usus
hiperaktif
 Otot
pengunyah
lemah
 Otot menelan
lemah
 Membran
mukosa pucat
 Sariawan
 Serum
albumin turun
 Rambut
rontok
berlebihan
 diare
(D.0055) Gangguan pola Setelah Observasi:
dilakukan 1. Identifikasi pola aktifitas
tidur Berhubungan
intervensi dan tidur

44
Dengan Insomnia keperawatan 2. Identifikasi factor
selama 3x24 pengganggu tidur (fisik
Dalam Waktu
jam dan /atau psikologis)
Lama, Terbangun diharapkan 3. Identifikasi makanan
dengan kriteria dan minuman yang
Lebih Awal, Atau
hasil: menggangu tidur(mis.
Terlambat, Dan Kopi, the,
1. Keluhan sulit alcohol,makan
Penurunan
tidur mendekati waktu tidur,
Kemampuan (menurun) yang dikonsumsi.
2. Keluhan pola
Fungsi Yang
tidur berubah Terapeutik:
Ditandai Dengan (menurun) 1. Modifikasi
3. Keluhan lingkungan(mis.
Penuaan
istirahat Pencahayaan,
Perubahan Pola tidak cukup kebisingan, suhu,
(menurun) matras dan tempat
Tidur Dan Cemas
tidur)
 Kategori: 2. Batasi tidur siang jika
Fisiologis perlu
 Subkategori: 3. Fasilitasi
Aktivitas dan menghilangkan stress
istirahat sebelum tidur
Definisi: 4. Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
Gangguan kualitas
kenyamanan( mis.
dan kuantitas Pijat, pengaturan posisi
terapi akupresur)
waktu tidur akibat
faktor eksternal Edukasi:
1. Jelaskan pentingnya
Tanda mayor:
tidur cukup selama sakit
Sobjektif: 2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
 Mengeluh
3. Anjurkan menghindari
sulit tidur makanan/ minuman
yang mengganggu tidur
 Mengeluh
4. Ajarkan relaksasi otot
sering autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya.
terjaga
 Mengeluh
tidak puas
tidur
 Mengeluh

45
pola tidur
berubah
 Mengeluh
istirahat
tidak cukup
Objektif:-
Tanda minor:
Sobjektif:
 Mengeluh
kemampuan
beraktifitas
menurun
Objektif:-

(D.0044) Inkontinensia urin Setelah Observasi:


dilakukan 1. Peiksa Kembali
fungsional
intervensi penyebab gangguan
Berhubungan keperawatan berkemih (mis. Kognitif,
selama 3x24 kehilangan
Dengan
jam ekstemitas/fungsi
Keterbatasan diharapkan ekstremitas, kehilangan
dengan kriteria penglihatan)
Neuromusular
hasil: 2. Monitor pola dan
Yang Ditandai 1. Residu kemampuan berkemih
volume urine Terapeutik:
Dengan Waktu
setelah 1. Hindari penggunaan
Yang Diperlukan berkemih kateter indwelling
(membaik) 2. Siapkan area toilet yang
Ketoilet Melebihi
2. Distensi aman
Waktu Untuk kandung 3. Sediakan peralatan yang
kemih mudah dijangkau (mis.
Menahan
(membaik) Kursi komode, pispot,
Pengongsongan 3. Dribbling urinal)
(membaik) Edukasi:
Bladder Dan Tidak
4. Enuresis 1. Anjurkan intake cairan
Mampu (membaik) adekuat untuk
mendukung output urine
Mengontrol
2. Anjurkan eliminasi
Pengonsongan normal dengan
beaktivitas dan olahraga

46
 Kategori:Fisiplo sesuai kemampuan.
gis
 Subkategori:Eli
minasi
Definisi:
pengeluaran urin
tidak terkendali
karena kesulitan
dan tidak mampu
mancapai toilet
pada waktu yang
tepat.
Tanda mayor:
Sobjektif:
 Mengompol
sebelum
mencapai
atau selama
usaha
mencapai
toilet
Objektif:-
Tanda minor:
Sobjektif:
 Mengompol
diwaktu
pagi hari
 Mampu
mengonson
gkan
kandung
kemi

47
lengkap
Objektif:-
(D.0069) Disfungsi seksual Setelah Obsevasi:
dilakukan 1. Identifikasi kesiapan dan
Berhubungan
intervensi kemampuan menerima
Dengan Perubahan keperawatan informasi
selama 3x24 Terapeutik:
Struktur
jam 1. Jadwalkan Pendidikan
Tubuh/Fungsi diharapkan Kesehatan sesuai
dengan kriteria kesepakatan
Yang Ditandai
hasil: 2. Berikan kesempatan
Dengan Perubahan 1. Kepuasan untuk bertanya
hubungan 3. Fasilitasi kesadaran
Dalam Mencapai
seksual keluarga terhadap anak
Kepuasan Seksual. (menurun) dan remaja serta
2. Keluhan pengaruh media
 Kategori:
hubungan Edukasi:
Fisiologis
seksual 1. Jelaskan anatomi dan
 Subkategori:
terbatas fisiologis system
Reproduksi dan
(menurun) reproduksi laki-laki dan
seksualitas
3. Keluhan sulit perempuan.
Definisi:
melakukan 2. Jelaskan perkembangan
perubahan funsi
aktivitas sesualitas seoanjang
seksual selama fase
seksual siklus kehidupan.
respon seksual
(menurun
berupa Hasrat,
terangsang,
orgasme, dan/ atau
relaksasi yang dirasa
tidak memuasakan.
Tanda mayor:
Sobjektif:
 Mengungkap
kan aktifits
seksual
berubah
 Mengungkap
kan aksitasi
seksual
berubah
 Merasa
huungan
seksual tidak
memuaskan
 Mengungkap
kan peran

48
seksual
berubah
 Mengeluhka
n hasrat
seksual
menurun
 Mengungkap
kan fungsi
seksual
berubah
 Mengeluh
nyeri saat
berhubungan
seksual
(dispareunia)
Objektif:-

(D.0054) Ganguan Mobilitas Setelah Edukasi:


dilakukan 1. Identifikasi adanya nyeri
Fisik Berhubungan
intervensi atau keluhan fisik
Dengan Kerusakan keperawatan lainnya
selama 3x24 jam 2. Identifikasi toleransi
Muskuloskeletal
diharapkan fisik melakukan
Dan dengan kriteria ambulasi
hasil: 3. Monitor frekuensi
Neuromuscular
1. Pergerakan jantung dan tekanan
Yang Ditandai ekstremitas darah sebelum
kekuatan otot melakukan ambulasi
Dengan Perubahan
rentang 4. Monitor kondisi umum
Gaya Berjalan, gerak(ROM). selama melakukan
(menurun) ambulasi
Gerak Lambat,
2. Nyeri(menur Terapeutik:
Gerak un) 1. Fasilitasi aktivitas
3. Kecemasan( ambulasi dengan alat
Menyebabkan
menurun bantu (mis. Tongkat,
Tremor, Dan 4. Kaku kruk)
sendi(menur 2. Fasilitasi melakukan
Usaha Yang Kuat
un) mobilitasi fisik jika
Untuk Perubahan 5. Gerakan perlu
tidak 3. Libatkan keluarga untuk
Gerak
terkoordinasi membantu pasien dalam
 Kategori: (menurun) peningkatan ambulasi.
Fisiologis 6. Gerakan Edukasi:
 Subkategori: terbatas(men 1. Jelaskan tujuan dan
aktifitas dan urun) prosedur ambulasi
istirahat 7. Kelemahan 2. Anjurkan melakukan

49
Definisi: fisik(menuru ambulasi dini
keterbatasan dalam n) 3. Ajarkan ambulasi
gerakan fisik dari sederhana yang harus
satu atau lebih dilakukan(mis. Berjalan
ekstremitas secara dari tempat tidur ke
mandiri. kursi roda, berjalan dari
Tanda mayor: tempat tidur ke kamar
Sobjektif: mandi, berjalan sesuai
 Mengeluh toleransi).
sulit
menggerakan
ekstremitas
Objektif:
 Kekuatan
otot menurun
 Rentang gera
atau (rom)
menurun
Tanda minor:
Sobjektif:
 Nyeri saat
bergerak
 Enggan
mlekukan
pergerakan
 Merasa
cemas saat
bergerak
Objektif:
 Sendi kaku
 Gerakan
tidak
terkordinasi
 Gerakan
terbatas
 Fisik lemah

4. Impelentasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah satatus
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang
menggabarkan kriteria hasil yang diharapkan(gordon, 19994, dalam
potter & perry, 2009). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan

50
kepada klien terkait dengan dukugangan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul di kemudian hari.
Kesuksesan pelaksanaan implementasi agar sesui dengan rencana
keperawatan, menuntuk untuk perawat mempunyai kemampuan
kongnitif (intelektual) kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor
yang lain yang memengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan komunikasi. (kozier et., 1995)
Menurut Craven dan Hirnle (2000), secara garis besar terdapat tiga
kategori dari implementasi keperawatan, antara lain :
1. Cognitive implementation, memliputi pengajaran/pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup
sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi
komunikasi, memberian umpan balik, mengawasi tim keperawatan,
mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain-lain.
2. Interpersonal implementations meliputi koordinasi kegiatan-
kegiatan, meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi
terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan,
memberikan dukungan spritual, bertindak sebagai advokasi klien,
role model dan lain-lain.
3. Technical Implementations meliputi pemberian perawatan
kebersihan kulit, melakukan aktifitas rutin keperawatan,
menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir
respons klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan
mandiri, kolaborasi, rujukan dan lain-lain.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan adalah :
1. Pada tahap persiapan

51
a. Menggali persaan, analisis kekuatan dan keterbatasan
propesional sendiri
b. Memahami rencana keperawatan secara baik
c. Menguasai keterampilan teknis keperawatan
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakat yang akan
dilakukan
e. Mengetahui sumber daya yang diperlukan
f. Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam
pelayana keperawatan
g. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk
mengukur keberhasilan
h. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin
muncul
i. Penampilan perawat yang harus meyakinkan
2. Pada tahap pelaksaan
a. Mengomunikasikan/meginformasikan kepada klien tentang
keputusan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan
perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh
perawat
c. Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan
hubungan antar manusia dan kemampuan teknis
keperawatan yang diberikan oleh perawat
d. Hal-hal yang perlu di perhatikan pada saat pelaksaan
tindakan adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan
komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien dan respons
klien terhadap tindakan yang telah diberikan
3. Pada tahap terminasi
a. Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan
keperawatan yag telah diberikan

52
b. Tinjau kemajuan dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan
c. Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan
terminasi
d. Lakukan pendokumentasian

5. Evaluasi asuhan keperawatan pada lansia

a. Pengrtian
Evaluasi merupakan rangkaian dari proses keperawatan
sehingga untuk dapat melakukan evaluasi perlu melihat langkah-
langkah proses keperwatan sejak pengkajian, perumusan diagnosis,
perencanaan dan implementasi. Selanjutnya pada tahap akhir
perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam
pencapaian tujuan dan bila tujuan belum atau tidak tercapai, maka
perlu melakukan revisi data dasar serta memperbarui diagnosis
keperawatan maupun perencanaan. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa evaluasi adalah penilain terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan/dilakukan dan mengetahui apakah tujuan asuhan
keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah ditetapkan. Evaluasi
dilakukan terhadap tujuan asuhan keperawatan, apakah hal-hal
yang telah dilakukan sudah terlaksana sesuai kriteria tujuan yang
telah ditetapkan.
b. Tujuan evaluasi
Sebagaimana dikemukakan oleh potter dan perry (2005), bahwa
secara umur tujuan evaluasi adalah untuk :
a) Menilai atau membandingkan apakah tujuan yang ingin di capai
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak, setelah
dilakukan tindakan keperawatan
b) Melakukan pengkajian ulang apabila ternyata rencana
keperawatan yang telah ditetapkan belum atau sudah tercapai

53
sehingga hasil evaluasi dapat dipergunakan untuk perbaikan
perencaan selanjutnya.
c) Menilai keterlibatan secara aktif sasaran, tenaga pelaksana, serta
tim kesehatan lainnya.
d) Menemukan faktor penghambat maupun penunjang dalam
pelaksaan pemberian pelayanan keperawatan
c. Manfaat evaluasi
Manfaat atau kegunaan evaluasi menurut Basford Lynn dan
Oliver Slevin (2006), adalah untuk menemukan perkembangan
kesehatan klien, untuk menilai efektifitas, efisein dan produktivitas
dari tindakan, keperawatan yang telah diberikan untuk menilai
pelaksanaan asuhan keperawatan, mendapatkan umpan balik serta
sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.
d. Kriteria
Ada dua dala kita melakukan evaluasi, menurut Basford
Lynn dan Oliver Slevin (2006), yaitu kiteria proses dan kriteria
keberhasilan. Pertama, kriteria proses (evaluasi proces) adalah
menilai jalnnya proses keperawatan sesuai dengan situasi, kondisi
dan kebutuhan klien. Eveluasi proses harus dilakukan segera
setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan. Kedua, kriterias keberhasilan
(evaluasi hasil/sumatif) adalah menilai hasil asuhan keperawatan
yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku klien. Evaluasi
ini dilaksanakan pada akhir tindakan.
e. Teknik evaluasi
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk
melakukan evaluasi, yaitu wawancara, pengamatan (observasi) dan
studi dokumentasi. Teknik wawancara adalah pengumpulan data
melalui tanya jawab dengan klien. Kemudian pengamatan
(observasi) adalah teknik pengumpulan data meliputi perilaku atau

54
respons klien. Sedangkan studi dokumentasi adalah teknik
pengumpulan data yang berasal dari catatan klien.
f. Langkah-langkah evaluasi
Langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam evaluasi
adalah menentukan kriteria hasil standar dan pernyataan evaluasi,
mengumpulkan data baru tentang klien, menafsirkan data baru,
mambandingkan data baru dengan standar yang berlaku,
merangkum hasil dan membuat kesimpulan serta melaksanakan
tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
g. Beberapa hal yang ada dalam evaluasi
Dalam melakukan evaluasi ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Menurut Bastford Lynn dan Oliver Slevin (2006),
hal-hal tersebut adalah kecukupan informasi, relevansi faktor-
faktor yang berkaitan, prioritas masalahyang disusun, kesesuaian
rencana dengan masalah, pertimbangkan faktor-faktor yang unik,
perhatian terhadap rencana medis untuk terapi, logika hasil yang
diharapkan, penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan,
keberhasilan rencana yang telah disusun, kualitas penyusunan
rencana dan timbulnya masalah baru.
h. Mengukur pencapaian tujuan
Mengukur pencapaian tujuan sebagaimana dikemukakan oleh
Nursalam (2001), dapat dilakukan dengan berbagai hal :
1) Seacara kognitif
secara kognitif meliputi pengetahuan klien terhadap
penyakitnya, mengontrol gejala, pegobatan, diet, aktifitas,
persediaan alat, resiko komplokasi, gejala yang harus
dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lainnya. Cara menggali
data dengan interview mengingat, menanyakan informasi
dengan kata-kata klien sendiri dan mananyakan tindakan apa
yang akan klien ambil terkait dengan status kesehatannya.
2) Seacara efektif

55
Secara efektif meliputi tukar menukar perasaan cemas yang
berulang, kemauan berkomunikasi dan sebagainnya.
Pengumpulan data dengan cara observasi secara langsung dan
feedback dari staf kesehatan yang lainnya.
3) Psikomotor
Psikomotor melalui observasi secara langsung apa yang
telah dilakukan oleh klien.
4) Perubahan fungsi tubuh dan gejala yaitu beberap aspek
kesehatan klien yang dapat diketahui melalui obeservasi.
i. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi
Dalam melakukan evaluasi harus disesuaikan dengan waktu dan
tanggal sesuai pernyataan tujuan. Hal-hal yang perlu di perhatikan
adalah :
1) Pada saat seorang perawat memberikan asuhan keperawattan
maka ia harus terus menerus mengumpulka data baru dari pasien
yang nantinya akan dipergunakan untuk bahan evaluasi
selanjutnya
2) Pada saat perawat melakukan evaluasi pencapaian tujuan, maka
perawat melihat kembali pada pernyataan tujuan dalam rencana
keperawatan yang telah ditetapkan
3) Dasar untuk evaluasi pencapaian tujuan adalah jawaban tentang
perilaku pasien yang bagaimanakah dinyatakan dalam tujuan
dan apakah pasien dapat menunjukkan perubahan perilaku yang
diharapakan dalam pernyataan tujuan.
j. Syarat evalusi yang objektif dalam pencapaian tujuan
Menurut Potter dan Perry (2005), syarat agar evaluasi dilakukan
seacara objektif terhadap tingkat keberhasilan dalam mencapai
tuuan, maka perawat disarankan
1) Meneliti pernyataan tujuan untuk mengidentifikasi perilaku atau
respons klien yang benar-benar diinginkan
2) Kaji klien terhadap adanya perilaku atau respons tersebut

56
3) Bandingkan kriteria hasil ditetapkan dengan perilaku atau
repons yang ditemukan
k. Alternatif pencapaian tujuan
Menurut Lidmidar (1990), ada tiga alternatif pencapaian tujua yang
dapat dipergunakan untuk memutuskan atau menilai, sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai yaitu tujuan tercapai,
tujuan tercapain sebagian dan tujuan tidak tercapai.
1) Tujuan tercapai
Apabila pasien mampu menunjukkan perilaku pada waktu atau
tanggal yang ditentukan, sesuai dengan pertnyataan tujuan.
Contoh : tinjauan evaluasi :
(DX): Ketidak Seimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh Berhubungan Dengan Ketidak Mampuan Dalam
Memasukan, Atau Mencerna, Mengeabsorbsi Mkanan.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan pasien dapat :
 Asupan nutrisi tidak bermasalah
 Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah
 Energi tidak bermasalah
 Berat badan ideal
intervensi :
 Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat
perencanaan kesehatan jika sesuai
 Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target
berat badan , jika berat badan pasien tidak sesuai dengan usia
dan bentuk tubuh
 Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori
setiap hari supaya mencapai atau mempertahankan berat
badan sesuai target

57
 Kembangkan hubungan suportif dengan pasien
 Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan
makanan dan keainak atau pemeliharaan berat badan
 Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkalaku
yang mendukun peningkatan berat badan
Implementasi:
 mengajarkan dan menguatkan konsep nutrisi yang baik pada
pasien
 mngembangkan hubungan suportif dengan pasien
 mendorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap
asupan makanan dan keainginan atau pemeliharaan berat
badan
 memberikan pujian atas peningkatan berat badan dan
tingkalaku yang mendukun peningkatan berat badan
Evaluasi:
Hari/tagal dan jam:
S: sobjek
 pasien mengatakan porsi makan pasien meningkat
 pasien mengatakan tidak merasa lemas
O:objek
 berat badan pasien tampak meningkat
 pasien tampak bergairah
 turgol kulit pasien cepat
A:asesmen
 masalah keperawatan ketidak seimbangan nutrisi teratasi
P:pleaning
 intervensi tidak dilanjutkan

58
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
lanjut usia adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia, yang merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di mulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai dari sejak permulaan kehidupan.
Batas lanjut usia yang diterapkan oleh organisasi kesehatan dunia atau
World Health Organization (WHO, 2010) seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih. pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan yang
cukup panjang, berkualitas dan akurat untuk menciptakan lansia yang
sehat bio-psiko-spiritual sepanjang hidupnya (Nugroho, 2009.

59
Menjadi tua membawa pengaruh serta perubahan yang menyeluruh
baik fisk/biologis(fisiologis) sosial, mental dan spiritual, yang
keseluruhannya saling kait mengait anatar satu bagian dengan bagian yang
lainya. Secara umum perubahan fisiologis pada lansia di tandai dengan
kulit mulai mengendur, rambut mulai memuti, gigi mulai lepas,
penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah lelah dan mudah jatuh,
penciuman mulai berkurang, pergerakan mulai lambat dan kurang lincah
beserta pola tidur yang berub. Perubahan fisiologis pada lansia meliputi
perubahan pada sistem kardiovaskuler, gastrointestinal, respiratory,
muskulo skeletal, endokrin, integmen, neurology, genetourinari beserta
sistem sensori(panca indra). (buku keperawatan gerontik hlm.49-54)
B. Saran
Setelah penyusun membuat makalah ini, penyusun menjadi tahu
tentang perkembangan yang terjadi pada lansia. Lansia adalah masa
dimana seseorang mengalami kemunduran, dimana fungsi tubuh kita
sudah tidak optimal lagi. Oleh karena itu sebaiknya sejak muda kita
persiapkan dengan sebaik – sebaiknya masa tua kita. Gunakan masa muda
dengan kegiatan yang bermanfaat agar tidak menyesal di masa tu

DAFTAR PUSTAKA

Craven & Hirnle. 2000. Fundamentals Of Nursing, Human Helth And


Function. 3rd Ed. Philadelphia: Lippincott.

Herdman, T.H. 2012. Nanda International-Nursing Diagnoses: Definition &


Classification 2012-2014. 1st Ed. Wiley-Blackwell.

Stanley. M & Beare P.G Juniarti N & Kurnianingsih S (Terj.). 2007. Buku Ajar
Keperawatan Gerontik (Gerontological Nursing, A Health
Promotion/Proctection Approach). Jakata: Penerbit Buku Kedokteran.
Egc.

60
Wilkinson. J.M. Widyawati Dkk (Terj). 2007. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC. Edisi
7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Dokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Egc.

61

Anda mungkin juga menyukai