Anda di halaman 1dari 49

KEPERAWATAN GERONTIK

“TUGAS RESUME 1”

OLEH
MELIA ENGLA PUTRI
183110260
III.C

DOSEN PEMBIMBING

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES PADANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan resume g berjudul Tugas Resume 1
tepat waktu.
Resume disusun guna memenuhi tugas dosen pada Keperawatan Gerontik di
Poltekkes Kemenkes Padang. Selain itu, penulis juga berharap agar resume ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu dosem selaku


dosen mata kuliah “Keperawatan Gerontik”. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Penulis menyadari resume ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan tugas
ini.

Pasaman,3 Agustus 2020

Melia Engla Putri


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………….

Daftar Isi …………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang …………………………………………………………...


B. Tujuan …………………………………………………………………….

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep lansia ……………………………………………………………


B. Teori menua dan budaya …………………………………………………..
C. Konsep epidemiologi ……………………………………………………….
D. Teori tumbuh kembang …………………………………………………..
E. Konsep kesehatan lingkungan ……………………………………………...

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………………
B. Saran ……………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia pasti mengalami sebuah proses pertumbuhan dan perkembangan


dari bayi sampai menjadi tua.Masa tua merupakan masa hidup yang
terakhir,dimana pada manusia seseorang disebut menua ditandai dengan
kemunduran fisik,mental,dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugas sehari hari.

Lansia juga banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang harus segera
ditangani secara tepat dan terintegrasi.

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang


telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan- tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan
seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya
mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
B. Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami konsep lansia.


2. Untuk memahami teori menua dan budaya.
3. Untuk memahami konsep epidemiologi, teori tumbuh kembang dan kesehatan
lingkungan.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.Menua


bukanlah suatu penyakit.Tetapi merupakan proses yang beransur ansur
mengakibatkan perubahan kumulatif,merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.

Menua atau menjadi tua merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan
manusia.Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu,tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.Menjadi tua
merupakan suatu proses kehidupan alamiah yang berarti seseorang telah menjalani
tiga tahap kehidupan yaitu anak,dewasa,dan tua (Nugroho,2006).

Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007).

Menurut (Fatmah, 2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara
berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua seseorang akan
mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan
fungsi dan kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang
mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti
manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta
ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32).
2. Batasan Lansia

1) WHO (1999) menjelaskan batasan lansia sebagai berikut:

a. Usia lanjut(elderly) antara usia 60-74 tahun.


b. Usia tua (Old) 75-90 tahun
c. Usia sangat tua (Very old) adalah usia >90 tahun.

2) Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi 3


kategori,yaitu:

a. Usia lanjut presinilis yaitu antara usia 45-59 tahun.


b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas.
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke
atas dengan masalah kesehatan.

3. Ciri-Ciri lansia

Ciri ciri lansia adalah sebagai berikut:

a. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis.Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia.Misalnya lansia yang memiliki motivasi rendah dalam melakukan
kegiatan,maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,akan tetapi ada juga
lansia yang memiliki motivasi yang tinggi,maka kemunduran fisik pada lansia
akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik,misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif,tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran


dalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW,sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung


mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula.Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola
pikirnya kuno,kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan,cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

4. Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di
dunia.Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.Lansia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan.Semua orang akan mengalami proses
menjadi tua (Tahap Penuaan).

Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,dimana pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik,mental,dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari hari lagi(tahap
penurunan),Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup,termasuk tubuh,jaringan,dan sel,yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional.Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif
pada kulit,tulang,jantung,pembuluh darah,paru paru,saraf,dan jaringan tubuh
lainnya.Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas,mereka lebih rentan
terhadap berbagai penyakit,sindroma,dan kesakitan dibandingkan dengan orang
dewasa lain.Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini,terdapat berbagai
perbedaan teori namun para ahli umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik.

5. Karakteristik Lansia

Menurut (Maryam, 2008: 33) karakteristik lansia disebutkan menjadi 3


diantaranya adalah:

1) Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal


1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan)
2) Variasi lingkungan tempat tinggalnya

3) Masalah dan kebutuhan lansia yang beragam.

Klasifikasi lansia dibedakan menjadi 4 kelompok usia. Menurut Word


Health Organization (WHO), (Fatmah, 2010: 8) dan (Aspiani, 2014: 20):
1) Usia Pertengahan (Middle Age): Usia 45-59 Tahun

2) Usia Lansia (Elderly): Usia 60-74 Tahun

3) Usia Lansia Tua (Old): Usia 75-90 Tahun

4) Usia Sangat Tua (Very Old): Usia Diatas 90 Tahun

6. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses penuaan

Menurut (Nugroho, 2008); (Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014) dan (Eliopoulos,


2010):
a. Perubahan Fisiologi
1) Sel

Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan. Semua


sel pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama guna
membentuk energi. Salah satu sel darah yang terpenting adalah sel darah
merah (SDM), dimana sel darah merah ini mentranspor oksigen dari paru-
paru menuju jaringan diseluruh tubuh (Guyton, 2002: 01).

Menurut Nugroho (2008: 27) dan Aspiani (2014: 35) perubahan yang
terjadi pada lanjut usia di tingkat sel yaitu berubahnya ukuran sel dimana
ukuran sel menjadi lebih besar, namun jumlah sel menjadi lebih sedikit,
jumlah cairan tubuh dancairan intraselular berkurang, mekanisme
perbaikan sel terganggu, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan
hati mengalami penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga otak
menjadi atrofi dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar
akibatnya berat otak berkurang menjadi 5 sampai 20%.

4) Pembuluh darah

Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang membawa darah


dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung. Aliran darah ke
setiap jaringan nantinya akan diatur oleh proses kimia lokal dan persarafan
umum serta mekanisme humoral yang dapat melebarkan dan
menyempitkan pembuluh darah dijaringan (Ganong, 2008: 596).

Pembuluh darah mendistribusikan dan mengangkut darah yang dipompa oleh


jantung guna pemenuhan kebutuhan oksigen, penghantaran nutrient,
pembuangan zat sisa, dan penghantaran sinyal hormon dalam tubuh manusia.
Sedangkan arteri dalam tubuh difungsikan sebagai penyedia tekanan untuk
melanjutkan mengalirkan darah ketika jantung sedang relaksasi dan mengisi.
Arteri ini berbentuk sangat elastis sehingga dapat mengangkut darah dari jantung
ke organ-organ tubuh. Ketika manusia mengalami penuaan, akan terjadi
perubahan pada arteri dimana arteri mengalami penurunan elastisitas yang
bertanggung jawab atas perubahan vaskular ke jantung, ginjal dan kelenjar
pituitari (Sherwood, 2014: 367). Terdapat dua macam pembuluh darah yang
khususnya mengalami perubahan pada saat usia lanjut yaitu:
a) Arteri

Arteri merupakan bagian dari pembuluh-pembuluh dalam tubuh yang


berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya
pendorong bagi darah ketika jantung dalam keadaan relaksasi
(Sherwood, 2014: 372). Peran arteri sebagai reservoir dapat dijelaskan
dengan kontraksi jantung

yang bergantian untuk memompa darah ke dalam arteri dan kemudian melemas untuk
diisi oleh vena. Ketika jantung dalam keadaan melemas dan terisi kembali maka
pada saat itu tidak ada darah yang dipompa keluar (Sherwood, 2014: 373).
Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri, dinding
arteri yang mengalami teregang secara pasif mengalami recoil, dimana recoil ini
menimbulkan tekanan pada darah ketika diastole (Ganong, 2008: 596) dan
(Sherwood, 2014: 373).
Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastik sehingga jaringan tersebut
bersifat elastis. Bentuk arteri yang sangat elastis inilah yang dapat berfungsi pula
sebagai pengangkut darah dari jantung ke organ-organ tubuh (Sherwood, 2014:
372). Elastisitas arteri memungkinkan pembuluh ini mengembang untuk secara
temporer menampung kelebihan volume darah yang disemprotkan oleh jantung,
menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung di
dinding yang teregang (Sherwood, 2014: 373).
Perubahan yang terjadi ketika seseorang mulai menua yaitu terjadinya perubahan
pada arteri, dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga dapat
berpengaruh terhadap meningkatnya nadi dan tekanan darah pada sistem
kardiovaskuler (Sherwood, 2014: 373). Pembuluh darah arteri pun akan
mengalami kekakuan sehingga resistensi vaskuler pun meningkat dan akan
berdampak pada meningkatnya tekanan darah.
Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga lapisan dimana masing-masing dari
lapisan tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan. Tunika intima yang
merupakan lapisan terdalam akan mengalami perubahan yang paling signifikan
termasuk
akumulasi fibrosis, kalsium dan lipid serta proliferasi seluler. Perubahan ini
dapat berkontribusi terhadap reaksi dan perkembangan aterosklerosis. Media
tunika yang merupakan lapisan tengah akan mengalami penipisan dan
pengapuran serat elastin dan peningkatan kolagen yang akan berdampak pada
terjadinya pengerasan pada pembuluh darah. Baroreseptor dan peningkatan
restriksi perifer pun akan mengalami gangguan fungsi yang berdampak pada
naiknya tekanan darah sistolik. Lapisan paling luar atau tunika adventitia ini
tidak berpengaruh terhadap proses penuaan (Eliopoulos, 2010: 54).

b) Arteriol

Pembuluh yang lainnya adalah arteriol dimana arteriol merupakan tempat utama
tahanan terhadap aliran darah. Tahanan terhadap aliran darah ditentukan oleh
jari-jari pembuluh darah dan viskositas darah. Dan viskositas dipengaruhi oleh
hematokrit yaitu persentase volume darah yang ditempati oleh sel darah merah.
Viskositas juga dipengaruhi oleh komposisi plasma dan ketahanan sel terhadap
deformasi. Tahanan perifer total akan mengalami perubahan yang signifikan
ketika terjadi sedikit perubahan pada diameter arteriol (Ganong, 2008: 604).
Pada dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan banyak
mengandung jaringan otot polos. Lapisan otot polos yang tebal tersebut
dipersarafi oleh serat saraf simpatis, serabut saraf noradrenergik yang berfungsi
sebagai konstriktor dan serabut kolinergik yang dapat menimbulkan dilatasi
pembuluh darah. Lapisan otot polos berjalan disekitar arteriol sehingga ketika
lapisan otot polos berkontraksi, lingkaran pembuluh menjadi lebih kecil,
meningkatkan resistensi, dan mengurangi aliran melalui pembuluh.
Pembuluh arteriol ini memiliki cabang yang dinamai dengan
metaarteriol yang mana pembuluh ini akan meneruskan
untuk mengalirkan darahnya ke kapiler (Ganong, 2008:596).
Vasokontriksi merupakan penyempitan pembuluh arteriol dimana terjadi
peningkatan kontraksi otot polos sirkular di dinding arteriol yang menyebabkan
peningkatan resistensi dan penurunan aliran darah melalui pembuluh. Vasodilatasi
merupakan peningkatan keliling dan jari-jari pembuluh akibat melemasnya lapisan
otot polos yang menyebabkan penurunan kontraksi otot polos sirkular di dinding
arteriol, serta menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran melalui
pembuluh. (Sherwood, 2014: 377).
c) Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, yang bergantung pada volume darah, daya regang (distensibilitas), dan
dinding pembuluh. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tekanan darah
merupakan tenaga dan tekanan yang digunakan oleh darah pada setiap satuan
daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton, 2002: 165). Tekanan darah terbesar
terdapat pada arteri terbesar dan tekanan darah terendah terdapat dalam pembuluh
darah (Suprapto, 2014: 13).
Tekanan darah harus diatur tersebab oleh dua alasan. Alasan yang pertama yaitu
tekanan harus tinggi untuk menjamin tekanan pendorong mendarahi seluruh organ-
organ tubuh. Alasan lain yaitu tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga tidak
menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan
pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus (Sherwood,
2014: 399). Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan faktor dari
pengaturan tekanan arteri rerata.
Angka atau nilai dari tekanan darah dapat berubah sewaktu- waktu dalam sehari
tergantung dari peningkatan aktivitas, kondisi tubuh serta kondisi psikis seseorang
seperti ketika sedang bahagia sedih atau kecewa (Prasetyaningrum, 2014: 6).
Tekanan darah biasa diukur dengan menggunakan tensi meter dan menggunakan
satuan milimeterhidrogen (mmHg). Penentuan tekanan darah dilakukan ketika
terjadi pemompaan dari jantung menuju seluruh jaringan dan organ tubuh
(Suprapto, 2014: 10). Jumlah darah yang mengalir menuju organ tertentu pun
dapat ditentukan oleh besarnya diameter internal arteriol, dimana diameter internal
arteriol ini berada dibawah kontrol sehingga aliran darah ke organ tertentu dapat
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan (Sherwood, 2014: 367).
Sewaktu sistole ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke arteri dari ventrikel,
sementara hanya sekitar sepertiga dari jumlah tersebut yang meninggalkan arteri
untuk masuk ke arteriol. Sedangkan selama diastole, tidak ada darah yang masuk
ke arteri sementara darah terus keluar dari arteri yang didorong oleh rekoil elastis
(Sherwood, 2014: 369).
Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan lebih
rendah. Kontraksi pada jantung pun menjadi faktor pencetus terjadinya tekanan
pada darah. Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran darah melalui suatu
pembuluh adalah resistensi. Resistensi merupakan tahanan atau hambatan terhadap
aliran darah melalui suatu pembuluh akibat dari gesekan anatara cairan darah yang
mengalir dan dinding vaskuler yang diam (Sherwood, 2014: 369).
Darah akan semakin sulit melewati pembuluh jika terjadi peningkatan resistensi
sehingga laju aliran darah pun akan berkurang. Jika resistensi meningkat, jantung
harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
Resistensi aliran darah dipengaruhi oleh viskositas darah dan juga pembuluh darah. Semakin
besar viskositas, semakin besar resistensi dan semakin kental cairan semakin besar pula
viskositasnya. Viskositas darah ditentukan oleh jumlah sel darah merah (Sherwood, 2014: 369).
Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah manusia. Faktor yang mempengaruhi tekanan
darah diantaranya adalah gaya hidup, aktivitas fisik, lingkungan, dan pola makan yang
dikonsumsi. Penentuan angka tekanan darah dilakukan dengan menggunakan tensimeter, yang
tentunya dilakukan dengan cara yang benar, pasti dan akurat yaitu ketika seseorang berada pada
posisi duduk dan berbaring (Suprapto, 2014: 11).
d) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2014: 36)

1) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.

2) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam
setiap harinya).
3) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
4) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
5) Kurang sensitif terhadap sentuhan

e) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2014: 37)

Menurut (Azizah, 2011: 11) perubahan pada sistem panca indera lainnya adalah
perubahan pada sistem pendengaran. Dimana perubahan ini meliputi presbiakusis yaitu
gangguan yang terjadi pada pendengaran akibat hilangnya kemampuan daya dengar
pada telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada yang tinggi, terhadap suara yang
tidak jelas, terhadap kata-kata yang sulit dimengerti.
f) Sistem Penglihatan

Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu gangguannya adalah
perubahan pada sistem penglihatan, dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun
jauh berkurang serta ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan. Perubahan
yang lain adalah presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan elastisitas
sehingga menjadi kaku dan otot penyangga lensa pun lemah (Azizah, 2011: 11).
g) Sistem Kardiovaskuler

Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu perubahan
pada pembuluh-pembuluh leher, curah jantung, bunyi jantung dan murmur. Memanjang
dan berkelok-keloknya pembuluh di leher khususnya pada aorta dan cabang-cabangnya
kadang menyebabkan arteri karotis berkelok- kelok atau tertekuk di pangkal leher,
khususnya di sisi kanan. Masa berdenyut yang terjadi pada penderita hipertensi
khususnya lansia perempuan seringkali dikaitkan sebagai kondisi aneurisma karotis atau
bisa disebut sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang berkelok-kelok kadang
meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah kiri leher dengan mengganggu drainase
vena ini di dalam thoraks.
Perubahan sistem kardiovaskuler pun dijalaskan oleh (Azizah, 2011: 12) yang meliputi
bertambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan
peregangan jantung berkurang akibat terjadinya perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node serta akibat dari berubahnya jaringan
konduksi menjadi jaringan ikat. Perubahan yang lainnya yaitu asupan oksigen pada
tingkat maksimal berkurang yang akan mengakibatkan kapasitas pada paru menurun.
Dalam hal ini aktivitas fisik maupun kegiatan olahraga sangat diperlukan guna
meningkatkan Volume O2
(oksigen) maksimum, mengurangi tekanan darah dan guna menurunkan tekanan darah.
Menurut (Fatmah, 2010: 31) gangguan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler pada
lansia yaitu pada dinding aorta terjadi penurunan elastisitas, tidak hanya itu kaliber pada
aorta pun mengalami perkembangan.
Perubahan secara fisiologis ini dapat terjadi pada katup-katup jantung di mana inti sel
pada sel-sel katup jantung ini berkurang dari jaringan fibrosa stroma jantung,
penumpukan lipid, degenerasi kolagen, dan juga klasifikasi jaringan fibrosa jaringan
katup tersebut. Ukuran katup pun bertambah seiring penambahan usia. Irama inheren
pada jantung menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh menurunnya
denyut jantung. Denyut jantung pada lansia tetap rendah bila dibandingkan dengan
orang dewasa, walaupun pada lansia yang sering melakukan aktivitas fisik. Aritmia
berupa ekstrasistol pada lansia, ditemukan lebih dari 10% pada lansia yang
memeriksakan EKG nya secara rutin. Hal yang tidak berubah pada lansia adalah fungsi
sistolik pada jantung.
Perubahan Sistem kardiovaskuler menurut (Nugroho, 2008: 29):
1) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

2) Elastisitas dinding aorta menurun.

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah


berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan kontraksi dari volume menurun.
4) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)

5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer


untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan
6) tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
7) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
8) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat.
Sistole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95 mmHg.
h) Sistem Pernapasan

Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru, kapasitas total pada paru
pun tetap, namun volume cadangan pada paru berubah kemudian perubahan yang
lainnya adalah berkurangnya udara yang mengalir ke paru. Gangguan pernapasan dan
kemampuan peregangan pada thoraks pun terganggu akibat adanya perubahan pada otot,
sendi thorak dan kartilago. Pada sistem pernapasan terjadi pendistribusian ulang kalsium
pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta
berlimpah kalsium. Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Perubahan
ini pun memberi dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lansia salah satunya yaitu
lansia akan lebih rentan terkena komplikasi pernapasan akibat istirahat total oleh karena
perubahan yang terjadi, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru.
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan yang terjadi pada sistem respirasi:
1) Otot pernafasan mengalami penurunan akibat atrofi
2) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk berkurang.
3) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun menjadi 75
mmHg.
4) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan akan menurun
seiring dengan pertambahan usia.
i) Sistem Pencernaan

Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat perubahan
kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain itu lansia mengalami
penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain adalah perubahan pada
morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan yang akan
berdampak pada terganggunya fungsi mengunyah dan menelan, serta terjadinya
perubahan nafsu makan (Fatmah, 2010: 23).
j) Sistem Reproduksi

Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai dengan mengecilnya
ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa meski adanya penurunan secara berangsur-angsur, serta dorongan seks
masih ada hingga usia 70 tahun (Azizah, 2011: 13).
k) Sistem Endokrin

Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang diproduksi dalam jumlah besar
dalam reaksi menangani stres. Akibat kemunduran produksi hormon pada lansia, lansia
pun mengalami penurunan reaksi dalam menghadapi stres (Fatmah, 2010: 28).
l) Integumen

Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia yang mengalami atrofi,
kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan ini juga meliputi perubahan pada
kulit lansia yang mana kulit pada lansia akan menjadi kering akibat dari kurangnya
cairan pada kulit sehingga kulit menjadi berbecak dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula
sudoritera merupakan penyebab dari
munculnya kulit kering. Liver spot pun menjadi tanda dari berubahnya sistem
integumen pada lansia. Liver spot ini merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat yang
muncul pada kulit.
m) Muskuloskeletal

Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:

1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

2) Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon, tulang dan


jaringan pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak teratur. Perubahan
pada kolagen ini menjadi penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga timbul dampak nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan
kekuatan otot, kesulitan duduk dan berdiri, jongkok dan berjalan. Upaya
yang perlu dilakukan adalah upaya fisioterapi.
3) Kartilago

4) Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami granulasi yang


mana akan memberikan dampak pada meratanya permukaan sendi.
5) Tulang

6) Menurut (Azizah, 2011: 12) perubahan yang terjadi di tulang meliputi


berkurangnya kepadatan tulang. Berkurangnya kepadatan tulang ini
menjadi penyebab osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka panjang yang
akan terjadi ketika lansia telah mengalami osteoporosis adalah nyeri,
deformitas dan fraktur. Oleh sebab itu, aktivitas fisik pun menjadi upaya
preventif yang tepat.
7) Otot

8) Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak
pada otot.
9) Akibat terjadinya perubahan morfologis pada otot, lansia akan mengalami
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot.
10) Sendi

11) Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi menurunnya elastisitas


jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia. Terjadi degenerasi, erosi
serta kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Terjadi perubahan pula
pada sendi yang kehilangan fleksibilitasnya sehingga luas dan gerak sendi
pun menjadi menurun. Akibatnya lansia akan mengalami nyeri sendi,
kekakuan sendi, gangguan aktifitas, gangguan jalan.
n) Pengaturan suhu tubuh

Menurut (Nugroho, 2008: 29) pada pengaturan suhu, hipothalamus dianggap bekerja
sebagai suatu termostat. Faktor- faktor yang biasa ditemui yang menjadi faktor
kemunduran pada lansia yang biasa ditemui antara lain:
1) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih
35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat dan gelisah.
2) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
o) Perubahan Mental

Menurut (Aspiani, 2014: 43) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi perubahan
mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan, lingkungan, keturunan, dan
perubahan fisik terutama panca indera
p) Perubahan Psikososial menurut (Aspiani, 2014: 42):

1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan


terjadinya kematian.
2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.

3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan


dan peningkatan gaya hidup.
4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial,
pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan.
5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.

6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

7) Mengalami gangguan pancaindera.

8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta


lansia akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
q) Perubahan Spiritual

Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan perkembangan


spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia yang akan semakin
terintegerasi dalam kehidupan, pada perubahan spiritual ini ketika usia mencapai
70 tahun lansia akan berfikir dan bertindak dalam memberikan contoh bagaimana
cara mencintai dan bagaimana cara berlaku adil. Perubahan yang lain yaitu lansia
akan semakin matur dalam kehidupan keagamaannya yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari (Nugroho, 2008: 36).
B. Teori menua dan budaya
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi
dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori kejiwaan sosial


1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia.
3) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
4) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontak sosial
c) Berkurangnya kontak komitmen
Sedangkan Teori penuaan secara umum menurut Ma’rifatul (2011) dapat
dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial:
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan
sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika seldari tubuh lansia
dibiakkanlalu diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan
membelah sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak
dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu,
sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki
diri (Azizah, 2011)
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen
dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur
yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada
kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi
lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah
dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya
dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada
system musculoskeletal (Azizah dan Lilik, 2011).
3) Keracunan Oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan
kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur membran sel
mengalami perubahan serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut
merupakan alat sel supaya dapat berkomunikasi dengan lingkungannya dan
berfungsi juga untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel
yang sangat penting bagi proses tersebut, dipengaruhi oleh rigiditas membran.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh
mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ
berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh
(Azizah dan Lilik, 2011).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam
proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi,
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada
antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi
menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah dan Ma’rifatul L.,
2011).
Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan
dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut
antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi
sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.

b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah
menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara
sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L.,
2011).
2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada
lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal (Azizah dan Lilik M, 2011).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan
tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya (Azizah dan Lilik M, 2011).
a. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
a) Hereditas atau ketuaan genetik
b) Nutrisi atau makanan
c) Status kesehatan
d) Pengalaman hidup
e) Lingkungan
f) Stres

2. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik
M, 2011,2011).
A.Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung (kolagen
dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada
persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi
menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan
tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan
mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :


a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap
dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan
pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna
menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung menurun
1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah
kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke
duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65 mmHg dan tekanan darah meninggi, karena meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
f. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
(menetapkan suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa faktor
yang mempengaruhi yang sering ditemukan adalah temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi aktifitas otot rendah.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat,
mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman nafas menurun pula. Selain itu, kemampuan batuk
menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan
CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun.
i. Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200
mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput
lendir mengering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi
seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis,
atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan
tremor.
B. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
C. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
D. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
E. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi
juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan
stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan
tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan
sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya.
Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari
kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

B. PERUBAHAN PSIKOSOSIAL
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa
lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang
lain.Seorang lansia ansia agar dapat menjaga kondisi fisik yang sehat, perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, dengan cara mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan secara fisik.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya
makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung, gangguan metabolism
(diabetes millitus, vaginitis), baru selesai operasi: prostatektomi), kekurangan gizi,
karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan
obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :


a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya.
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan.
d) Pasangan hidup telah meninggal.
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika
pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi
merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadangkadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personality), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas. Kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa
senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap
pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi
masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan
hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan
diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh
gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan
terarah bagi masingmasing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan
assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang
jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki
masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang
sangat banyak jenis dan macamnya.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil. Menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya
lansia yang memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga
seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi lansia
yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau
punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup sendiri di perantauan, seringkali menjadi terlantar.
C. Konsep epidemiologi,teori tumbuh kembang,dan kesehatan lingkungan
1. Konsep epidemiologi
“Epidemiologi” berasal dari dari kata Yunani epi= atas, demos= rakyat, populasi
manusia, dan logos = ilmu (sains), bicara. Secara etimologis, epidemiologi adalah
ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan peristiwa yang
banyak terjadi pada rakyat, yakni penyakit dan kematian yang diakibatkannya
yang disebut epidem.Kemudian pada tahap perkembangan berikutnya, banyak ahli
mendefinisikan epidemiologi dalam berbagai cara, antara lain:
1) Hirsch (1883): Suatu gambaran kejadian, distribusi, dan tipe penyakit
manusia, pada saat tertentu di bumi dan kaitannya dengan kondisi
eksternal.
2) Frost (1927): Ilmu fenomena massal penyakit infeksius, atau seperti
riwayat alamiah penyakit infeksius suatu ilmu induktif yang tidak hanya
mendeskripsikan distribusi penyakit, tetapi juga kesesuaiannya dalam
suatu filosofi yang konsisten.
3) Greenwood (1934): Epidemiologi adalah studi penyakit sebagai
fenomena massal.
4) Lilienfeld (1957): Epidemiologi boleh didefinisikan sebagai studi
distribusi suatu penyakit atau kondisi dalam populasi dan faktor yang
memengaruhi distribusi ini.
5) Taylor (1963): Studi kesehatan atau penyakit dalam populasi.
6) Pada 1970, MacMahon dan Pugh mendefinisikan epidemiologi sebagai
berikut: Epidemiologi mempelajari penyebaran dan penentu dari
frekuensi penyakit pada manusia. (Epidemiologi is the study of the
distribution and determinants of disease frequency in man).
7) Pada 1983, International Epidemiological Association mendefinisikan
epidemiologi “the study of the distribution and determinants of health-
related states or events in specified populations, and the application of
this study to control of health problems” – Epidemiologi adalah “studi
tentang distribusi dan determinan keadaan dan peristiwa terkait
kesehatan pada populasi, dan penerapannya untuk mengendalikan
masalah kesehatan”.
8) Prof. DR. Nur Nasry Noor, M.PH (2008)Epidemiologi adalah suatu
cabang ilmu kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran
berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta
mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut
untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.

C. Sejarah Perkembangan Epidemiologi


Epidemiologi berkembang seiring dengan perkembangan penyakit dan lingkungan
masyarakat. Setiap transisi penyakit maupun perubahan lingkungan yang memberi
peluang berkembang biaknya penyakit pastilah secara sadar maupun tidak sadar
selalu kita menggunakan epidemiologi baik sebagai ilmu maupun alat yang
menuntun kita untuk mengetahui frekuensi, distribusi, ataupun hubungan kausasi
penyebab penyakit dengan faktor paparan.
Berikut ini adalah rentetan peristiwa dalam sejarah yang sudah dicapai antara lain:
1. Cacar pada 1790-an telah dibuktikan bahwa infeksi karena cowpox dapat
memberikan kekebalan terhadap penyakit cacar (smallpox), tetapi baru 200 tahun
kemudian prinsip ini diterima dan diterapkan di seluruh dunia sehingga penyakit
cacar dapat dibasmi dari seluruh dunia (pada 1978 sudah tidak ada lagi kasus
cacar). Program pembasmian cacar ini dikoordinasikan oleh WHO dan dimulai
pada 1967 (suatu program pembasmian 10 tahun). Epidemiologi terutama
berperan dalam hal: menentukan distribusi kasus dan model mekanisme serta
derajat penyebaran, dengan jalan pemetaan meletupnya penyakit tersebut dan
melakukan evaluation program penanggulangan. Faktor-faktor yang menunjang
keberhasilan pembasmian cacar adalah: kemauan politik, tujuan yang jelas, jadwal
yang tepat, staf yang terlatih, dan strategi yang luwes, di samping itu juga
terdapatnya vaksin yang tahan terhadap panas dan efektif.
2. Methymercury mercury atau air raksa adalah logam yang beracun dan telah
dikenal sejak abad pertengahan. Sekarang dia merupakan simbol tentang bahaya
polusi lingkungan. Pada 1950-an diketahui bahwa air raksa dibuang dalam limbah
pabrik di Minamata, Jepang ke dalam teluk kecil. Ini mengakibatkan
bertumpuknya methilmercury dalam ikan yang kemudian menyebabkan
keracunan yang hebat pada penduduk yang memakannya. Epidemiologi berperan
dalam mengidentifikasi penyebabnya dan dalam penanggulangannya, suatu
epidemi penyakit yang disebabkan oleh polusi lingkungan.
3. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Rheumatic feverdan rheumatic
heart disease berhubungan dengan kemiskinan, khususnya dengan perumahan
yang buruk dan overcrowding, yang memudahkan penyebaran streptococcus yang
menimbulkan infeksi pada jalan pernapasan bagian atas. Di negara-negara maju
penyakit ini sudah hampir lenyap, tetapi di sebagian Negara-negara berkembang
rheumatic heart disease merupakan penyakit jantung yang umum. Epidemiologi
membantu pemahaman tentang sebab rheumatic fever dan rheumatic heart disease
dan pengembangan cara-cara pencegahan rheumatic heart disease.Epidemiologi
juga mengungkapkan tentang peran faktor-faktor sosial dan ekonomi dalam
timbulnya kejadian luar biasa(KLB) rheumatic fever dan penyebaran infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh streptococcus. Jelas bahwa penyaebab
penyakit ini kompleks bila dibandingkan dengan keracunan methilmercury, yang
mempunyai satu penyebab.
4. Iodine deficiency disease. Defisiensi yodium yang umumnya terdapat pada
daerah pegunungan tertentu, menyebabkan hilangnya energi jasmani dan mental
dihubungkan dengan tidak cukupnya hormon thyroid yang mengandung yodium.
Goite dan cretinism telah digambarkan secara rinci kira-kira sejak 400 tahun yang
lalu, tetapi baru pada abad ke 20 diperoleh pengetahuan yang cukup untuk usaha-
usaha pencegahan dan pemberantasannya. Pada 1915 endemic goitre disebut
sebagai penyakit yang paling mudah dicegah dan diusulkan untuk menggunakan
garam yang diberi yodium untuk pemberantasannya. Tidak lama setelah itu
dilakukan uji coba pertama yang berskala besar di Akron, Ohio, USA. Uji coba ini
melibatkan 5.000 gadis berusia 11 sampai 18 tahun. Efek profilaktik dan
terapoetiknya sangat mengesankan dan pada 1924 garam yang diberi yodium yang
diberikan kepada komunitas dilakukan pada banyak negara. Penggunaan garam
beryodium dapat berhasil karena garam digunakan oleh semua kelompok
masyarakat dengan kadar yang kira-kira sama sepanjang tahun. Keberhasilan
usaha ini bergantung pada pruksi yang efektif, distribusi garam, dan pelaksanaan
peraturan, pengendalian mutu, dan kesadaran masyarakat. Epidemiologi
membantu mengidentifikasikan dan memecahkan masalah defisiensi yodium,
memdemonstrasikan tentang efektifnya usaha-usaha pencegahan yang dapat
digunakan pada skala luas, dan cara-cara memantau program pemberian yodium.
Namun demikian, masih terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan di negara-
negara berkembang di mana berjuta-juta orang menderita defisiensi yodium masih
endemik.
5. High blood pressure. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah masalah
kesehatan yang penting. Di negara maju maupun negara berkembang, sampai 20%
penduduk berumur 35–64 tahun yang mempunyai tekanan darah tinggi dari
Amerika Serikat sampai bagian-bagian tertentu dari Republik Rakyat China.
Epidemiologi menjelaskan besarnya masalah, menetapkan riwayat alamiah
penyakit, dan akibatnya bila hipertensi tidak diobati, menunjukkan kegunaan
pengobatan, dan membantu menentukan pada tekanan berapa (yang tepat)
pengobatan itu harus dimulai dan mengevaluasi berbagai strategi pencegahan.
Ketentuan tentang tekanan darah ini akan memengaruhi perkiraan jumlah yang
diobati dan juga biayanya. Di Amarika Serikat bila digunakan batas di atas
140/190, maka akan ada 53% penduduk kulit putih berumur 65–74 tahun yang
harus diobati, padahal bila digunakan ketentuan yang lebih konservatif, angka
akan sama dengan 17% (di atas 170/95).
6. Smoking asbestos and lung cancer. Kanker paru biasanya jarang, tetapi sejak
pada 1930-an terjadi kenaikan yang mencolok terutama di negara-negara industri.
Penelitian epidemiologi yang pertama yang mengaitkan kanker dengan rokok
dipublikasikan pada 1950. Hasil-hasil yang kemudian menyusul menunjang kaitan
ini dan ini terjadi di populasi yang berbeda-beda. Telah banyak bahan yang
diidentifikasi yang dianggap dapat menyebabkan kanker paru. Sekarang ini sudah
jelas bahwa rokok dapat menyebabkan kanker paru, tetapi masih bantak bahan
lain yang dapat juga menyebabkan kanker paru seperti debu asbestos dan polusi
udara di daerah perkotaan. Rokok dan asbestos berinteraksi sehingga mereka yang
merokok dan juga exposed terhadap asbestos mempunyai risiko tinggi.
D. Kegunaan Ilmu Epidemiologi
Kegunaan epidemiologi makin meluas tidak hanya mengenai penyakit, tetapi juga
mengenai masalah-masalah kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya
digunakan untuk keadaan-keadaan kesehatan yang bersifat populasi, tetapi juga di
klinik kedokteran yang umumnya bersifat individual atau bersifat populasi maka
populasinya terbatas dan berciri khusus, yaitu para penderita klinik tersebut.
Epidemiologi juga banyak digunakan untuk mengevaluasi program-program
pelayanan kesehatan.Dalam buku Epidemiologi Suatu Pengantar karangan
Thomas C. Timmreck (2005) dikemukakan bahwa ada tujuh poin dan manfaat
epidemiologi, yakni:
1) Untuk mempelajari riwayat penyakit;
2) Diagnosis masyarakat;
3) Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat
memengaruhi kelompok maupun populasi;
4) Pengkajian, evaluasi, dan penelitian;
5) Melengkapi gambaram klinis;
6) Identifikasi sindrom; dan
7) Menentukan penyebab dan sumber penyakit.

2. Teori Tumbuh-Kembang
1) Tumbuh Kembang
a. Definisi Tumbuh Kembang
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlahnya dan besarnya sel di bagian seluruh
bagian tubuh secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan adalah
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh
kematangan dan belajar.
b. Prinsip pertumbuhan dan perkembangan
Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa prinsip dalam
prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola pertumbuhan dam
perkembangan setiap anak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada
aspek kematangan susunan saraf pada manusia, dimana semakin
sempurna atau kompleks kematangan saraf maka semakin sempurna pada
proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi mulai dari proses
konsepsi sampai dengan dewasa.
2. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap indibidu adalah sama,
yaitu mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian
tersebut tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu
dengan yang lain.
3. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang
dapat terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau juga
mulai dari kemampuan yang sederhana hingga mengcapai kemampuan
yang lebih kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari tahap
pertumbuhan dan perkembangan.
c. Pola pertumbuhan dan perkembangan
Pola pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi
selama proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang dapat
mengalami percepatan maupun perlambatan yang saling berhubungan antara
satu organ dengan oran yang lain. Dalam peristiwa tersebut akan mengalami
perubahan pola pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya sebagai berikut:
1. Pola pertumbuhan fisik yang terarah
Pola ini memiliki dua prinsip atau hokum perkembangan, yaitu
prinsip cephalocaudal dan prinsip proxymodistal.
a) Cephalocaudal atau head to tail direction (dari arah kepala
kemudian ke kaki). Pola pertumbuhan dan perkembangan ini
dimulai dari kepala yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala
yang lebih besar, kemudian berkembang kemampuan untuk
menggerakkan lebih cepat dengan menggelengkan kepala dan
dilanjutkan ke bagian ekstremitas bawah lengan, tangan, dan kaki.
Hal tersebut merupakan pola searah dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
b) Proxymodistal atau near for direction. Pola ini dimulai dengan
menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat/sumbu tengah kemudian menggerakkan anggota gerak yang
lebih jauh atau kearah bagian tepi, seperti menggerakkan bahu
terlebih dahuu kemudian baru jari-jari. Hal tersebut juga dapat
dilihat pada perkembangan berbagai organ yang ada ditengah,
seperti jantung, paru, pencernaan dan yang lain akan lebih dahulu
mencapai kematangan.
2. Pola perkembangan dari umum ke khusus
Pola ini dikenal dengan nama pola mass to specific atau to complex.
Pola pertumbuhan dan perkembangan ini dapat dimulai dengan
menggerakkan darah yang lebih umum (sederhana) dahulu baru
kemudia daerah yang lebih kompleks (khusus), seperti melamaikan
tangan kemudian baru memainkan jarinya atau menggerakkan lengan
atas, bawah telapak tangan sebelum menggerakkan jari tangan atau
menggerakkan badan atau tubuhnya sebelum kedua tungkainya untuk
menyangga, melangkah, dan atau mampu berjalan.

3. Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan


Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya,
seperti pada seorang anak 4 tahun mengalami kesulitan alam berbicara
atau mengemukakan sesuatu, atau terbatas dalam perbendaharaan kata,
maka dapat diramalkan akan mengalami keterlambatan pada seluruh
aspek perkembangan, pada pola ini tahapan perkembangan dibagi
menjadi 5 bagian yang tentunya memiliki prinsip atau ciri khusus dalam
setiap perkembangannya sebagai berikut.
1) Masa pralahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada
alat dan jaringan tubuh
2) Masa neonates, terjadi proses penyesuaian dengan
kehidupan di luar Rahim dan hamper sedikit aspek
pertumbuhan fisik dalam perubahan.
3) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan
yang mempengaruhi serta memiliki kemampuan untuk
melindungi dan menghimdar dari hal yag mengancam dirinya.
4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek
sifat, sikap, minat, dan serta penyesuaian dengan lingkungan,
dalam hal ini keluarga dan teman sebaya.
5) Masa remaja, terjadi perubahan kea rah dewasa sehingga
kematangan ditandai dengan tanda-tanda pubertas.
4. Pola perkembangan dipenaruhi oleh kematangan dan latihan
(belajar)
Proses kematangan dan belajar selalu memengaruhi perubahan
dalam perkembangan anak. Terdapat saat yang siap untuk
menerima sesuatu dari luar untuk mencapai proses kematangan.
Kematangan yang dicapainya dapat disempurnakan melalu
rangsangan yang tepat, masa itulah dikatakan sebagai masa kritis
yang harus dirangsang agar mengalami pencapaian perkembangan
selanjutnya melalui proses belajar.

d. Factor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang


1. Factor herediter
Factor herediter merupakan factor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai yumbuh kembang di samping factor-faktor lain. Factor
herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Factor ini
dapat ditentukan dengan integritas, kecepatan dalam pembelahan se telur,
tingkat sensitivitas jaringan terhaap rangsangan, usia pubertas, dan
berhentinya pertumbuhan tulang
2. Faktor lingkungan
Factor lingkungan adalah factor yang memegang peranan penting dalam
tercapai atau tidaknya potensi yang sudah dimiliki. Factor lingkungan ini
dapat meliputi lingkungan prenatal (sebelum kelahiran), dan lingkungan
postnatal (sesudah kelahiran)
3. Factor hormonal
Factor hormonal yang berperan penting dalamtumbuh kembang antara
lain horman somatotropin, tiroid, dan glukokortikoid.

3. Konsep Kesehatan Lingkungan


Lingkungan dapat didefinisikan sebagai tempat pemukiman dengan
segala sesuatu dimana organisasinya hidup beserta segala keadaan dan
kondisi-kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat langsung
diduga ikut memengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari
organisme tersebut. Sedangkan kesehatan lingkungan dapat dijabarkan
sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menompang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dengan lingkungan
yang mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia. Menurut WHO (2005), lingkungan merupakan suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dengan lingkungan
agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menua atau menjadi tua merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan
manusia.Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu,tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.Menjadi tua
merupakan suatu proses kehidupan alamiah yang berarti seseorang telah menjalani
tiga tahap kehidupan yaitu anak,dewasa,dan tua (Nugroho,2006).

Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007).

Menurut (Fatmah, 2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara
berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua seseorang akan
mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan
fungsi dan kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang
mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti
manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta
ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32).
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai