Anda di halaman 1dari 16

KESEHATAN REPRODUKSI LANSIA

MAKALAH

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah: Dasar Kesehatan Reproduksi

Dosen Pengampu:
Dr. Dyah Utari, S.Kep, NS, MKKK

Disusun oleh
Kelompok 9

Kelas D
Marisa Lisnawati (1810713005)
Sabillah Al Adawiyah (1810713030)
Rucita Padma Pavita (1810713032)

PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, karena tanpa pertolongan-Nya kami tidak
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selawat serta salam semoga senantiasa
tercurahlimpahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada
kita jalan yang lurus.
Maklah ini berjudul Kesehatan Reproduksi Lansia, disusun untuk untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi. Kami berharap dengan adanya makalah ini
dapat menambah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi lansia.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan
bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Akan tetapi, makalah ini masih terdapat kekurangan ataupun kesalahan dalam
penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini ke depannya.

Jakarta, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan adalah sebuah proses yang pasti dialami semua orang. Dengan
bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh semakin menurun. Usia lanjut
adalah usia yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Pada usia lanjut terjadi
kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ,
kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif. Hal
ini akan menimbulkan masalah kesehatan, social, ekonomi, dan psikologis (Depkes, 2008).
Masalah kesehatan utama pada usia lanjut merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap
penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi, klasifikasi, dan permasalahan kesehatan reproduksi usia lanjut?
2. Bagaimana kaitan budaya dan gender dengan kesehatan reproduksi lansia?
3. Bagaimana kesehatan reproduksi usia lanjut dan kaitannya dengan kesehatan maternal?

C. Manfaat dan Tujuan


Adapun tujuan makalah ini dibuat untuk mengetahui dan menambah pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi lansia; definisi, klasifikasi, dan permasalah kesehatan
reproduksi usia lanjut; kaitan budaya dan gender dengan kesehatan reproduksi lansia;
kesehatan reproduksi usia lanjut dan kaitannya dengan kesehatan maternal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, Klasifikasi, dan Permasalahan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut


1. Definisi Usia Lanjut
Menurut WHO, lansia merupakan pria dan wanita yang telah mencapai usia 60-74
tahun. . Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan
akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Sedangkan menurut Sumiati
AM, seseorang dikatakan masuk usia lansia jika usianya telah mencapai 65 tahun ke atas.
Menurut Setyonegoro (1984), menggolongkan bahwa yang disebut usia lanjut
(geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi
kedalam usia 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very
old). Menurut Bab I pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan usia lanjut, lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun
keatas. Pada usia lanjut terjadi penurunan kondisi fisik atau biologis, kondisi psikologis,
serta perubahan kondisi sosial.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan yaitu yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas.

2. Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia)


Klasifikasi lanjut usia (Lansia), yaitu :
a. Pralansia (Prasenilis): seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia (Lanjut Usia): seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial: lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat mengahasilkan barang/jasa. (Depkes RI, 2003)
e. Lansia Tidak Potensial: lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003)
Sedangkan WHO mengelompokan lanjut usia terdiri atas tiga kelompok, yaitu :
a. Kelompok middle age (45-59 tahun)
b. Kelompok elderly age (60-74 tahun)
c. Kelompok old age (75-90 tahun) Commented [H1]: Tambahkan fase2 penuaan
Fase Subklinis (25-35 tahun)
Fase Transisi (35-45 tahun)
Fase Klinis ( > 45 tahun)
Menurut Bustan (2007), ada beberapa karakterisktik lansia yang perlu diketahui untuk
mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu:
a. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.
b. Status Perkawinan
Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan
kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi.
c. Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama anak
atau keluarga lainnya.

3. Permasalahan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut


a. Pikun
Pikun adalah penurunan kemampuan mental secara perlahan, dimana lansia
mengalami gangguan ingatan, pikiran, penilaian, serta penurunan konsentrasi. Gejala
pikun bisa dimulai dengan kesulitan mengingat nama orang, tempat, bahkan kejadian
yang baru saja dialami. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memperlambat
munculnya pikun yakni dengan mengasah otak melalui kegiatan positif seperti
mengisi TTS, beraktivitas fisik, dan mengonsumsi makanan gizi lengkap dan
seimbang.

b. Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan perubahan struktur jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekuatan tulang dan meningkatkan risiko terjadinya patah tulang. Gelaja osteoporosis
bisa berupa nyeri punggung menahun, bungkuk, timbul nyeri tulang, dan terasa nyeri
jika terlalu jauh berjalan. Kondisi ini bisa dicegah dengan mengonsumsi kalsium
sedari muda, mengonsumsi makanan gizi seimbang, melakukan aktivitas fisik dan
mempertahankan berat badan yang sehat.

c. Menopause
Menopause adalah keadaan wanita yang mengalami penurunan fungsi indung
telur, sehingga reproduksi hormone esterogen berkurang dan berakibat terhentinya
menstruasi untuk selamanya (mati menstruasi).
Menurut Manuaba (2005) menopause di bagi dalam beberapa tahapan yaitu
sebagai berikut :
1) Pre menopause (klimakterium)
Pada fase ini seorang wanita akan mengalami kekacauan
pola menstruasi,terjadi perubahan psikologis/ kejiwaan, terjadi perubahan
fisik. Berlangsung selama antara 4- 5 tahun pada usia 48-55 tahun.
2) Fase menopause
Terhentinya menstruasi. Perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin
menonjol, berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 56-60 tahun.
3) Fase pasca menopause (senium)
Terjadi pada usia diatas 60 – 65 tahun. Wanita beradaptasi terhadap perubahan
psikologis dan fisik, keluhan makin berkurang

Gejala menopause yaitu, gangguan neurovegetatif (gejolak panas), gangguan


psikis, gangguan organik, dan gangguan siklus menstruasi.
a. Gangguan neurovegetatif (gejolak panas): keringat banyak, kedinginan, sakit
kepala, berdebar-debar, susah bernafas, rasa panas di dada dan menjalar ke
wajah/hot flush
b. Gangguan psikis: depresi, kurang PD, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi,
menurun daya ingat, kehilangan gairah seksual, murung, cemas, merasa tidak
berharga, sulit mengambil keputusan
c. Gangguan organik: infark jantung, osteoporosis, infeksi
d. Gangguan siklus menstruasi
Faktor faktor yang mempengaruhi menopause antara lain:
a. Usia Haid Pertama Kali (meneache)
Semakin muda seseorang mengalami mestruasi pertama kalinya semakin tua
ia memasuki masa menopause.
b. Jumlah Anak
Beberapa peneliti menemukan bahwa semakin sering seseorang wanita
melahirkan maka semakin tua atau lama mereka memesuki masa menopause.
c. Usia Melahirkan
Semakin tua seseorang meahirkan anak, semakin tua ia mulai memasuki usia
menopause. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat
sistem kerja organ reproduksi bahkan akan memperlambat proses penuaan tubuh.
d. Faktor Psikis
Keadaan seseorang wanita tidak menikah dan bekerja diduga mempengaruhi
perkembangan psikis seorang wanita. Menurut beberapa penelitian, mereka akn
mengalami masa menopause lebih muda dibandingjan meerka mereka yang
menikah dan yang tidak bekerja.
e. Wanita dengan Histerektomi
Menopause juga dapat terjadi pada wanita yang mengalami pengangkatan
rahim (sebagai adanya tumor diuterus mereka akan mengalami gejala menopause
pada usia yang lebih muda).
f. Pemakaian Kontrasepsi
Kontrasepsi jenis hormonal bekerja dengan cara menekan fungsi indung telur
sehingga tidak memproduksi sel telur. Pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi ini akan lebih lama atau tua memasuki menopause.
g. Merokok
Wanita perokok diduga akan lebih cepat memasuki masa menopause.

d. Andropause
Andropause adalah suatu keadaan pada pria biasanya pada usia 55 tahun di atas
akibat penurunan secara perlahan kadar hormone testosterone, androgen,
(dehidroepiandrosteron, DHEA), hormon pertumbuhan, melatonin, dan lain lain.
Andropause ini terjadi secara perlahan dan pada usia yang lebih lanjut dibanding pada
wanita. Dapak negative (masalah kesehatan) akibat andropause:
1) Keluhan seksual
2) Penurunan kekuatan otot
3) Osteoporosis
4) Demensia Alzheimer (kepikunan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi andropause antara lain:


a. Faktor Lingkungan
Dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung
sebagai penyebab yang bersifat organik maupun psikogenik. Faktor lingkungan
yang bersifat fisik misalnya pemakaian bahan kimia yang bersifa testrogenik,
biasa dipakai dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Yang bersifat
psikis antara lain suasana lingkungan, kebisingandan perasaan aman. Kedua
faktor lingkungan diatas dapat menimbulkanstress fisik dan psikis yang dapat
menimbulkan perubahan tekanan darahdan jantung serta organ tubuh lainnya.
b. Faktor Organik (Perubahan hormonal)
Terjadinya perubahan hormonal, yaitu penurunan kadar hormontestosteron
dan lain-lainnya. Dengan terjadinya penurunan kadar testosteron maka semua
metabolisme yang berkaitan dengan testosteronakan terpengaruh antara lain otot,
tulang, susunan saraf pusat, prostat,sumsum tulang dan fungsi seksual.
Perubahan-perubahan ini dapat diperlambat dengan berbagai cara sepertimengatur
pola hidup dan pola diet. Yang perlu diingat dan diperhatikanadalah menghindari
pemakaian jamu-jamu kuat, obat-obatan perangsang, hormon yang banyak
diiklankan. Karena pemakaian produk ini pada gilirannya justru akan memberikan
Efek umpan balik pada otak sehingga produksi hormone endrogen cepat
berkurang atau bahkan berhenti.
c. Stress Tubuh
Cara menilai adanya andropause:
Digunakan sepuluh kriteria ADAM yaitu :
a. Penurunan keinginan seksual
b. Kekurangan tenaga / lemah
c. Penurunan kekuatan/ ketahanan otot
d. Penurunan tinggi badan
e. Berkurangnya kenyamanan dan kesenangan hidup
f. Sedih atau sering marah tanpa sebab yang jelas
g. Berkurangnya kemampuan ereksi
h. Kemunduran kemampuan olahraga
i. Tertidur setelah makan malam
j. Penurunan kemampuan bekerja
Jika ada keluhan a dan g atau kombinasi dari 4 atau lebih keluhan, maka pria sudah
dikatakan mengalami andropause.

B. Kaitan Budaya dan Gender dengan Kesehatan Reproduksi Lansia


1. Pengertian Lansia
Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Sedangkan menurut undang – undang no.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang
di nyatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarok, 2006).

2. Kaitannya Budaya dan Gender dengan Lansia


Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan,
baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin bertambahnya
usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun
karena penyakit.
Konstruksi gender pada usia lanjut juga terlihat bahwa :
a. Wanita yang memiliki peran ganda (seperti mantan pegawai ditambah dengan
mengurus rumah tangga) lebih kecil kemungkinan menjadi depresi dibandingkan
wanita yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang dengan peran tunggal saja.
b. Masa menjanda atau menduda adalah suatu peristiwa hidup yang stress full. Janda
lebih bisa mengatasi daripada duda, terutama karena jaringan sosial yang lebih besar
dimiliki oleh wanita. Lebih banyak wanita daripada pria yang terus hidup pada usia
80 tahun ke atas, tetapi mereka lebih mungkin menjadi sakit dan hidup dalam
kemiskinan. (Rollin's, 2007). Hal yang sama juga disampaikan oleh Kevin Kinsella
and Yvonne J. Gist, 1998.
c. Bagi perempuan dan laki-laki, khususnya di negara-negara dimana bias gender
meliputi semua lini kehidupan. Akses perempuan terhadap kesehatan sering tidak
proporsional, ini dipengaruhi oleh tingginya tingkat kemiskinan dan ketergantungan
ekonomi, kekerasan, ketidakadilan gender, gizi dan makanan distribusi, terbatasnya
kekuasaan pengambilan keputusan, dan sikap negatif terhadap perempuan dan anak
perempuan (Kevin Kinsella and Yvonne J. Gist, 1998).
d. Organisasi Kesehatan Dunia Organisasi (1998) telah mengeluarkan "Tantangan
Gender" untuk masyarakat internasional, panggilan untuk: apresiasi yang lebih baik
risiko faktor yang melibatkan kesehatan perempuan; pengembangan pencegahan
strategi untuk mengurangi dampak penyakit yang tidak proporsional, penyakit pada
wanita yang lebih tua (misalnya, penyakit jantung koroner, osteoporosis, dan
demensia), dan peningkatan penekanan pada pemahaman mengapa orang mati lebih
cepat dari perempuan.
e. Tindakan harus dilakukan untuk memperbaiki hasil yang diskriminatif, termasuk
dampaknya terhadap perempuan. Tindakan yang ditujukan untuk penyetaraan tidak
memperhitungkan dampak kumulatif yang diderita perempuan yang digaji lebih
rendah dan terganggunya karir karena kehamilan, mengasuh anak dan orang tua.
Perempuan mendapat pendidikan pelatihan yang lebih sedikit dan lebih umum
ditempatkan pada pekerjaan paruh waktu atau pekerjaan umum. Karena faktor ini,
tunjangan yang didasarkan pada pekerjaan tetap tidak menguntungkan perempuan.
f. Perempuan juga mendapat hambatan budaya yang menghalangi akses mereka
terhadap pembiayaan, warisan dan hak kepemilikan. Kepentingan ekonomi
perempuan perlu lebih dilindungi sehingga memerlukan tindakan positif untuk
mengatasi hasil yang diskriminatif. Upah yang sama untuk kerja yang sama sangat
penting. Penciptaan lapangan kerja bagi perempuan harus dimasukkan dalam
kebijakan pasar kerja yang aktif agar mereka bisa berpartisipasi, dan hak jaminan
sosialnya naik. Diperlukan peningkatan kesadaran tentang perlakuan yang sama
terhadap perempuan.
g. Perempuan perlu memperoleh informasi yang memadai agar dapat melakukan pilihan
yang tepat. Perubahan dalam hukum pekerjaan di negara-negara tertentu juga
membantu mengurangi diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Contohnya,
pengusaha yang mempekerjakan perempuan yang memiliki anak membayar iuran
jaminan sosial yang lebih rendah. Ini mendorong para pengusaha untuk
mempekerjakan lebih banyak ibu yang bekerja. Beberapa inisiatif telah memperbaiki
cakupan jaminan sosial bagi pekerja yang bergerak dalam pekerjaan yang lebih
fleksibel, seperti pekerja rumah, yang kebanyakan adalah perempuan.
h. Perempuan lansia di Indonesia berpotensi mengalami diskriminasi ganda, baik karena
statusnya sebagai perempuan maupun karena statusnya sebagai penduduk yang
usianya sudah lanjut. Sebagai perempuan, diskriminasi yang disebabkan oleh struktur
sosial dan budaya masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak usia muda. Hal ini kita
ketahui sebagai akibat dari perbedaan yang sifatnya kodrati maupun sebagai akibat
dari perbedaan gender. Perbedaan tersebut juga tercermin dari status perkawinan
lanjut usia perempuan yang sebagian besar berstatus cerai mati dan cerai hidup.
Karena usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang dibandingkan laki-laki,
maka lebih banyak lanjut usia perempuan yang ditinggal meninggal lebih dulu oleh
suaminya, dan karena perbedaan gender menyebabkan perempuan terbiasa mengurus
dirinya sendiri, sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri. Sedangkan lanjut usia laki-
laki lebih banyak berstatus kawin.
i. Penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak pernah sekolah jumlahnya dua
kali lipat dari laki-laki. Penduduk perempuan yang buta huruf juga dua kali lipat laki-
laki. Rata - rata lama sekolah penduduk perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.
Angka kematian ibu hamil dan melahirkan masih tinggi. Angka penderita anemia
pada perempuan masih tinggi. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan
jauh lebih rendah dari laki-laki, Indeks pembangunan gender (GDI/Gender
Development Index) lebih kecil dari indeks Pembangunan Manusia (HDI/Human
Development Index) yang menunjukkan bahwa pembangunan sumberdaya manusia
secara keseluruhan belum diikuti dengan keberhasilan gender, Indeks Pemberdayaan
Gender (GEM/Gender Empowerment Measure) masih rendah, yang menunjukkan
bahwa partisipasi perempuan dalam jabatan publik dan pengambilan keputusan masih
rendah.
j. Tindak kekerasan terhadap perempuan masih relatif tinggi, Masih banyak hukum dan
peraturan yang bias gender dan mendiskriminasikan perempuan. Meskipun secara
persentase masih tergolong rendah dibanding negara maju, namun karena jumlah
penduduk yang sangat besar menyebabkan secara absolut jumlah penduduk lanjut
usia Indonesia jauh lebih besar dibandingkan negara-negara yang saat ini sudah
mengalami problem penduduk lanjut usia seperti Jepang, Korea-Selatan, Singapura,
dan Hongkong.

C. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut dan Kaitannya dengan Kesehatan Maternal


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 97 tahun 2014 yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahapan siklus
kehidupan yang di mulai dari tahap konsepsi, bayi dan anak, remaja, usia subur dan usia
lanjut. Pelayanan ini dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang
ditunjukan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi melalui
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Upaya promosi dan prevensi tentang premenopause, menopause dan perawatan
kesehatan menopause dilakukan sebagian dari responden. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kesehatan pada lansia masih kurang menjadi perhatian oleh tenaga kesehatan di ruang
kebidanan. Pada wanita lanjut usia menopause memberikan tanda akan berakhirnya potensi
reproduksi seiring dengan mulainya kegagalan fungsi ovarium secara irreversibel. Penurunan
fungsi ovarium mengakibatkan terjadi defisiensi estrogen yang merupakan penyebab
timbulnya gejala-gejala seperti panas pada dada (hot flush) yang dapat berlangsung 4-5
tahun, banyak keringat, rasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga, tekanan darah
tidak stabil, berdebar-debar, susah bernapas, jari-jari atrofi dan gangguan usus. Gangguan
lain yang dapat timbul dan gangguan psikis,gangguan somatic dan gangguan siklus
menstruasi. Perubahan ini akan dialami setiap wanita yang akan memasuki masa menopause
akan tetapi gejala yang muncul banyak tidak diketahui oleh wanita-wanita yang memasuki
masa menopause.
Lansia yang mengalami kesehatan yang buruk, 21% mengalami depresi (Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2005). Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dari tenaga
kesehatan untuk dapat memberikan promosi dan preventif pada lansia dengan demikian
diharapkan dapat ditemukan lansia yang memiliki masalah kesehatan dan dapat dengan
segera diberikan perawatan. Tindakan keperawatan untuk mengatasi gejala fisik yang
dirasakan dapat mengurangi depresi lansia. Usaha pelayanan pada lansia ditujukan untuk
membantu lansia mempertahankan tujuan hidup mengurangi morbilitas pada lansia sehingga
lansia memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Upaya promosi dan prevensi tentang pemeriksaan payudara sendiri dan vagina sendiri
masing-masing 18 responden (49%), dan sebagian besar responden menjelaskan tentang pap
smear yaitu 22 responden (60%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya promosi
dan prevensi terhadap deteksi dini kurang menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan diruang
kebidanan. Deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri, VSE dan pap
smear merupakan salah satu cara yang paling mudah di lakukan untuk mendeteksi awal
adanya kelainan pada payudara dan vagina.
Sekitar 90% dari semua lesi payudara di deteksi oleh individu sendiri. Kanker payudara
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita. Di Indonesia kanker
serviks merupakan kasus terbanyak dan hampir 70%nya ditemukan dalam kondisi stadium
lanjut. Hal ini karena masih rendahnya pelaksanaan skrining yaitu hanya 5%. Pelaksanaan
skrining yang ideal adalah 80%. Hal ini yang menyebabkan jumlah kasus baru kanker serviks
mencapai 40-45/hari dan jumlah kematian akibat kanker serviks 20-25/hari (Samadi,2011).
Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam menyelengarakan skrining dan penyuluhan
kanker payudara, VSE dan pap smear. Jika tumor dapat dideteksi lebih dini dalam kondisi
masih terlokalisasi, angka kelangsungan hidup mencapai 100 (Bobak, Lowdermilk, &
Jensen, 2005).
Upaya promosi dan prevensi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tentang
menjelaskan bentuk-bentuk KDRT hanya 24% responden, penjelasan tentang upaya
bantuan bila terjadi KDRT hanya dilakukan oleh 10% responden. Hasil ini menunjukkan
bahwa masih rendahnya perhatian dari tenaga kesehatan terhadap KDRT.
KDRT sebagian besar korbannya adalah kaum perempuan/istri dan pelakunya adalah
suami. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh korban karena faktor budaya, agama
dan sistem hukum yang banyak belum dipahami oleh masyarakat. Tenaga kesehatan
merupakan lini pertama yang dapat menemukan kasus kekerasan dalam rumah tangga pada
wanita yang datang pada pelayanan kesehatan. Biasanya wanita yang datang ke pelayanan
kesehatan untuk berobat karena masalah kesehatan, kontrol kehamilan dan KB sangat jarang
dijumpai korban KDRT datang ke pelayanan kesehatan berterus terang bahwa telah
mengalami KDRT. Sering dijumpai wanita yang mengalami KDRT saat di gali tentang
memar atau tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya berusaha menutup-nutupinya.
Tenaga kesehatan harus memberikan promosi dan prevensi kekerasan dalam rumah
tangga kepada wanita yang datang kepelayanan agar wanita dan masyarakat memahami
bentuk–bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan cara menghentikan kekerasan dalam
rumah tangga, karena kekerasan yang dibiarkan dapat mengancam kehidupan dan kejiwaan
korban. Kesimpulan berisi rangkuman singkat atas hasil penelitian dan pembahasan. Berikan
saran yang relevan dengan hasil penelitian. Commented [H2]: Tambahkan KEBIJAKAN PROGRAM
KESEHATAN LANJUT USIA
Termasuk komitmen global dan komitmen nasional ya
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupan yaitu yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO, lanjut usia
terdiri atas tiga kelompok, yaitu middle age (45-59 tahun), elderly age (60-74 tahun), dan
old age (75-90 tahun).
Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai
dengan peruahan fisik dan psikologis tertentu baik pria maupun wanita. Pada usia lanjut
mereka melakukan penyesuaian diri agar mereka tampak siap dan sesuai dengan masa
usia lanjut tersebut secara baik ataupun tidan baik.
Pada usia lanjut, banyak terjadi masalah tentang kesehatan reproduksi. Masalah
kesehatan reproduksi lansia terutama dirasakan oleh wanita ketika masa suburnya
berakhir (menopause), meskipun sebenarnya laki-laki juga mengalami penurunan
reproduksi (andropause). Namun, hal ini terjadi pada usia yang lebih tua dibandingkan
dengan wanita.

B. Saran
Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, ke
depannya penulis akan lebih fokus dan teliti dalam menjelaskan tentang kesehatan
reproduksi lansia dengan sumber yang lebh banyak dan terpercaya.untuk itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Baziad, A. 2003. Monopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirihardjo.
Ermiati, dkk. 2018. Upaya Promosi dan Prevensi Kesehatan Reproduksi Wanita oleh Petugas
Kesehatan. Idea Nursing Journal Vol. IX, no. 1.
http://digilib.unila.ac.id/6613/15/BAB%20II.pdf diakses pada 1 Mei 2019
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/28147/Chapter%20II.pdf?sequence=4&is
Allowed=y diakses pada 1 Mei 2019
Chandranita, Ida Ayu dkk. 2006. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta.
Sari, Intan Kumala & Andyanto. Iwan. 2012. Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa
Kebidanan Dan Keperawatan. Jakarta.
Wahjudi Nugroho. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai