bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah pesisir. Masyarakat
yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki karakteristik secara sosial ekonomis
sangat terkait dengan sumber perekonomian dari wilayah laut (Prianto, 2005). Demikian pula
jenis mata pencaharian yang memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang
ada di wilayah pesisir seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim.
Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada
garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian, memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari kelestarian sumber daya alam dan
Masalah gizi buruk pada daerah pesisir selain merupakan masalah kesehatan masyarakat
juga terkait dengan masalah sosial dan budaya. Begitupun masalah gizi buruk masih menjadi
masalah sosial dan kesehatan di seluruh dunia. Gizi buruk adalah kondisi kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam asupan makanan sehari-hari.
Seorang penderita gizi buruk tidak mendapatkan minimum angka kecukupan gizi (AKG). Anak
balita merupakan kelompok yang paling rawan terhadap terjadinya kekurangan gizi. Pada
masyarakat pesisir akar permasalahan dari gizi buruk itu sendiri adalah Kemiskinan dan
Kurangnya pendidikan, serta ketersediaan pangan yang kurang memadai. Penyebab utama dari
gizi buruk tersebut karena konsumsi zat gizi yang kurang atau dalam kata lain makanan yang
dimakan itu tidak memiliki nutrisi yang cukup untuk tubuh serta infeksi penyakit akibat
kesehatan lingkungan yang tidak sehat. Pada umumnya gizi buruk masyarakat pesisir terjadi
sejak lahir diakibatkan karena kurangnnya pemberian asi serta kondisi tempat tinggal yang tak
sehat pada saat mengandung . akibat dari kondisi tersebut anak mengalami gizi buruk marasmus
yang ditandai dengan tubuh tampak kurus, cengeng atau rewel perut cekung serta kulit keriput
Penyebab kurang gizi di masyarakat pesisir Penyebab baik langsung maupun tidak
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat. Tidak tersedinya makanan yang adekuat
terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kemiskinan sangat identik dengan tidak
tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa
adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan
merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Selain itu proporsi anak
bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan banyak anak tidak mendapat Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi
terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan
protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin
dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.
3. Pola makan yang salah Hasil studi “positive deviance” mengemukakan bahwa dari sekian
banyak bayi dan anak-anak di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,
padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui bahwa pola
pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya
sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan yang mengerti tentang
pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin ternyata
anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan
anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Selain itu banyaknya perempuan
yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan
tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan
memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini,
berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak-anak daging, telur,
santan dll). Hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak,
Mengatasi Masalah Gizi · Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif 1. Penemuan aktif dan
rujukan kasus gizi buruk. 2. Perawatan balita gizi buruk 3. Pendampingan balita gizi buruk pasca
perawatan · Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif 1. Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui
ASI bagi balita gakin Kerangka Kerja Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk · Sistem
Komponen SKPG:
1. Keluarga
2. Masyarakat dan Lintas Sektor
3. Pelayanan Kesehatan
seimbang; 2. Pola asuh ibu dan anak 3. Pemantauan pertumbuhan anak 4. Penggunaan garam
Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin Peran Masyarakat dan Lintas
balita (D), 4. Konseling, 5. Suplementasi gizi, 6. Pelayanan kesehatan dasar 7. Berat badan naik
(N) sehat dikembalikan ke peran keluarga 8. BB Tidak naik (T1), Gizi kurang diberikan PMT
Penyuluhan dan Konseling 9. Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk, sakit, dirujuk ke
RS atau Puskesmas
Peran Pelayanan Kesehatan 1. Mengatasi masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk 2.
Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi untuk
diberikan PMT 3. Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat