Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN


BENCANA”
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Disaster Gizi yang
diampuh oleh Bapak Dr. Sunarto Kadir, M.Kes)

Oleh

KELOMPOK 1

MIFTA HULZANA YUNUS 811418127


SRI AGLEYLAN H. KIMUN 811418151
MOH. ARVIK Y. DUNGGIO 811418090
NASRUDIN 811418057
ANJALI SARMA PAKAYA 811417153

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat serta izinNya lah penyusunan makalah ini bisa selesai. Sebagai
penyusun yang tak luput dari kekurangan, disadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Sehingga itu diharapkan saran dan kritik yang membangun.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
dalam tersusunnya makalah ini. Teristimewa pada dosen pengampu mata kuliah
Manajemen Disaster Gizi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Gorontalo, Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Ruang Lingkup Kegiatan Gizi Dalam Penanggulanagan Bencana pada saat Pra-
Bencana, Situasi tanggap darurat dan Pasca bencana.......................................

BAB III PENUTUP.................................................................................................

A. Kesimpulan........................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya


bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin
puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola
alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah
longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman
sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial
yang dapat berakibat terjadi konflik sosial.

Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai


sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan
umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian,
dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi
pada kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan
kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan
sanitasi lingkungan yang buruk.

Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi
tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin
memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering
terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal
dapat memperburuk kondisi yang ada.

Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari
dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak
disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan
susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan
kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk
bayi dan balita.

Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana


merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana
(pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal,
tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada
tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi
tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara penanganan
kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi
masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka
pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan
anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Ruang Lingkup Kegiatan Gizi Dalam Penanggulanagan Bencana


pada saat Pra-Bencana, Situasi Keadaan Darurat Bencana dan Pasca
Bencana ?
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Kegiatan Gizi Dalam Penanggulanagan


Bencana pada saat Pra-Bencana, Situasi Keadaan Darurat Bencana dan Pasca
Bencana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Kegiatan Gizi Dalam Penanggulanagan Bencana


1. Pra-Bencana
Sosialisasi & pelatihan petugas (manajemen gizi bencana) penyusunan rencana
kegiatan gizi, konseling menyusui, konseling MP-ASI, pengumpulan data awal
daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis &
pendampingan petugas terkait dengan manajemen gizi bencana.

2. Situasi keadaan darurat bencana


terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat.
a. Siaga Darurat Bencana
Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang
ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan
penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang
ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.

b. Tanggap Darurat

Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan


dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut.

1) Tahap Tanggap Darurat Awal


a) Fase I Tanggap Darurat Awal

Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi


sebagai berikut: korban bencana bias dalam pengungsian atau belum
dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban
secara lengkap, bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya
penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan.

Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat di


daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari setelah bencana. Pada fase
ini kegiatan yang dilakukan adalah:

 Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsitidak lapar dan


dapat mempertahankan status gizinya
 Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan
 Menganalisis hasil Rapid Health Assessment (RHA)
Pada fase ini, penyelenggaraan makanan bagi korban bencana
mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah
bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan
asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan
beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah
(wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan
garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.
Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal dapat
dilihat pada Tabel Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat
Awal.

Kebutuhan/ Orang/ Ukuran Rumah


Bahan Makanan
Hari (g) Tangga (URT)

Biskuit 100 10-12 bh

Mie Instan 320 3 gls (4 bks)

Sereal (Instan) 50 5 sdm (2 sachets)

Blended food (MP-ASI) 50 10 sdm

Susu untuk anak balita (1-5 tahun) 40 8 sdm

Energi (kkal) 2.138

Protein (g) 53

Lemak (g) 40

Catatan:
1. Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara
keseluruhan.
2. Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada
Blended food (MP-ASI) dan susu untuk anak umur 1-5 tahun di dalam standar
perencanaan ransum.
3. Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum.
4. Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga
atau kehilangan.

Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum


berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel berikut:

Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang


Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal :

Kebutuhan Bahan
Makanan Untuk
1500 Jumlah

Kebutuhan/ Tambahan
Bahan Pengungsi
Orang/ Kebutuhan
makanan
Hari (g) 10% (kg)
Per 3 Hari (kg)
Per Hari
(kg)
(kg)

Biskuit 100 150 450 45 495

Mie Instan 320 480 1440 144 1584

Sereal (Instan) 50 75 225 22,5 247,5


Blended food
50 75 225 22,5 247,5
(MP-ASI)

Susu untuk
anak balita
40 60 180 18 198
(1 -5
tahun)

2) Fase II Tanggap Darurat Awal

Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:

a) Menghitung kebutuhan gizi

Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) diketahui


jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat dihitung
ransum pengungsi dengan memperhitungkan setiap orang pengungsi
membutuhkan 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak, serta menyusun menu
yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang tersedia.

b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi:


1. Tempat pengolahan
2. Sumber bahan makanan
3. Petugas pelaksana
4. Penyimpanan bahan makanan basah
5. Penyimpanan bahan makanan kering
6. Cara mengolah
7. Cara distribusi
8. Peralatan makan dan pengolahan
9. Tempat pembuangan sampah sementara
10. Pengawasan penyelenggaraan makanan
11. Mendistribusikan makanan siap saji
12. Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban bencana
dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan
dan lain-lain, yang meliputi:
a) Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara
bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak.
b) Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan dalam
kemasan, susu formula dan makanan suplemen.
c) Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor
registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara
penyiapan dan target konsumen.
d) Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor
registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan
target konsumen

Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di


atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.

b). Tanggap Darurat Lanjut/Akhir

Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat awal,
dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat kedaruratan. Lamanya tahap
tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana.

Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan pengungsi,
seperti jumlah menurut golongan umur dan jenis kelamin, keadaan lingkungan,
keadaan penyakit, dan sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini
meliputi:

a. Analisis faktor penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment (RHA).


b. Pengumpulan data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi badan),
ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas).
c. Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu hamil
dengan risiko KEK (LIL <23,5 cm).
d. Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak, demam
berdarah dan lain-lain.

Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya digunakan sebagai


dasar untuk melakukan modifikasi atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan
tingkat kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi
mempertimbangkan pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data
antropometri dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang
direkomendasikan adalah sebagai berikut:

1) Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensi balita kurus ≥15% tanpa faktor
penyulit atau 10- 14,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua korban
bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu
hamil diberikan makanan tambahan (blanket supplementary feeding).
2) Situasi Berisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita kurus 10-14,9% tanpa
faktor penyulit atau 5-9,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok
rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK diberikan
makanan tambahan (targetted supplementary feeding).
3) Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10% tanpa faktor penyulit atau <5%
dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui
pelayanan kesehatan rutin. Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau
terdapat tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan
untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
e. Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplemen gizi.
1) Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu diberikan makanan tambahan
disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi 350
kkal dan protein 15 g per hari.
2) Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari, selama 90 hari.
3) Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (1 kapsul
pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24
jam)
4) Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi berusia 6-11 bulan; dan
kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan, bila
kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian
kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan
lagi mendapat kapsul vitamin A.
5) Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling perorangan dengan materi
sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI.
6) Memantau perkembangan status gizi balita melalui surveilans gizi.
c. Transisi Darurat

Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan


rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada
tanggap darurat.

3. Pasca Bencana
1. Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan
pemantauan & evaluasi sebagai bagian dari surveilans
2. Untuk mengetahui kebutuhan yang di perlukan (need assessment)
3. Melakukan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari
informasi yang di peroleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan
kesehatan masyarakat (public health response)
4. Untuk meningkatkan & mempertahankan status gizi & kesehatan korban
bencana
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan dalam 2
(dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut. Kegiatan
penanganan gizi pada tahap Tanggap Darurat Lanjut, diantaranya meliputi: Analisis
faktor penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment (RHA), Pengumpulan
data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi badan). Kegiatan
penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan dengan situasi dan kondisi
yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
B. Saran

Gizi sangat berperan penting dalam pemulihan akibat bencana, olehnya kegiatan
gizi dalam penanggulangan bencana di daerah tanggap darurat perlu dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan


Bencana. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Shine, Glory. 2015. Ketahanan Gizi Dan Pangan Dalam Situasi Darurat Bencana.

http://iddamahfiroh.blogspot.co.id/2015/01/ketahanan-gizi-dan-pangan-dalam-
situasi.html

Anda mungkin juga menyukai