Anda di halaman 1dari 23

KESEHATAN DAN KEPERAWATAN

KELOMPOK RENTAN DI KOMUNITAS


(ELDERLY)

OLEH :

LA ODE HIDAYAT ZAIN INDRAWAN _G2U123030

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023

1
2
3

BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas, berdasarkan


Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Secara global, populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan terjadinya peningkatan
Usia Harapan Hidup penduduk dunia termasuk Indonesia. Pertambahan
persentase penduduk lansia (>60 tahun) di Indonesia dan di dunia terjadi
pada tahun 2013, 2050. Terdapat kecenderungan peningkatan persentase
kelompok lansia dibandingkan kelompok usia lainnya yang cukup pesat
sejak tahun 2013 (8,9% di Indonesia dan 13,4% di dunia) hingga tahun 2050
(21,4% di Indonesia dan 25,3% di dunia) dan 2100 (41% di Indonesia dan
35,1% di dunia). Sebaliknya untuk kelompok usia 0–14 tahun dan 15–59
tahun, persentasenya cenderung mengalami penurunan pada tahun 2050
dan 2100 (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Populasi lansia di Indonesia
diprediksi meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di dunia setelah
tahun 2010. Hasil proyeksi penduduk 2010–2035, Indonesia akan memasuki
periode lansia (ageing), dimana 10% penduduk akan berusia 60 tahun
keatas. Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami
penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak
muncul pada lanjut usia. Selain itu, masalah degeneratif menurunkan daya
tahan tubuh sehingga rentan terkena penyakit menular. Hasil Riskesdas
2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah penyakit tidak menular
antara lain hipertensi, artritis, stroke, penyakit paru obstruktif kronis,
dan diabetes mellitus (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Lansia sebagai

3
4

tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal


yang akan dialami oleh setiap individu dan merupakan kenyataan yang tidak
dapat dihindari. Lansia merupakan sosok yang sarat dengan berbagai
penurunan, baik fisik, psikologis, maupun sosial. Masalah kesehatan lansia
di Indonesia membutuhkan kesigapan dan kesiapan masyarakat pada
umumnya dan pakar serta pemerintah secara khususnya. Masalah kesehatan
pada lansia akan menjadi sangat krusial disebabkan oleh masyarakat belum
memperoleh informasi yang cukup terkait masalah kesehatan lansia. Dalam
makalah ini, kita akan memahami konsep tentang lansia hingga bagaimana
cara penanganan kesehatannya

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan Lansia?

2) Apa saja klasifikasi dan karakteristik lansia?

3) Apa saja ciri dan teori proses menua?

4) Apa saja perubahan dan masalah pada lansia?

5) Bagaimana pelayanan kesehatan pada lansia ?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui yang dimaksud dengan lansia

2) Untuk mengetahui klasifikasi dan karakteristik lansia

3) Untuk mengetahui ciri dan teori proses menua

4) Untuk mengetahui perubahan dan masalah lansia

5) Untuk mengetahui bagaiaman pelayanan kesehatan lansia

4
5

BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

1. Definisi Lansia

Menurut World Health Organization (WHO) Lansia adalah Seorang yang

memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia

yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan, kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau

proses penuaan.

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres

lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang

untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis

(Effendi, 2009).

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya

mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari

(Ratnawati, 2017). Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah

seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan

kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari seorang diri.

5
6

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat

dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan

masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis (Mustika, 2019).

Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai

dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang akan melewati

tiga tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa dan juga tua.

(Mawaddah, 2020).

Jika ditanya kapan seseorang dikatakan lansia jawabannya adalah jadi kita ada

dua kategori lansia yaitu kategori usia kronologis dan usia biologis artinya

adalah jika usia kronologis adalah dihitung dalam atau dengan tahun kalender.

Di Indonesia usia pensiun 56 tahun biasanya disebut sudah lansia namun ada

Undang – undang mengatakan bahwa usia 60 tahun ke atas baru paling layak

atau paling tepat disebut usia lanjut usia biologis adalah usia yang

sebenarnya kenapa begitu karena dimana kondisi pematangan jaringan

sebagai indeks usia lansia pada biologisnya.

Pada seseorang yang sudah lanjut usia banyak yang terjadi penurunan salah

satunya kondisi fisik maupun biologis, dimana kondisi psikologisnya serta

perubahan kondisi sosial dimana dalam proses menua ini memiliki arti yang

Artinya proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

6
7

bertahan terhadap lesion atau luka (infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita. Hal ini dikarenakan fisik lansia dapat menghambat atau

memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya

umur.(Friska et al., 2020)

2. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO (2013), Klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-54 tahun
2) Lanjut usia (Elderly) usia 55-65 tahun
3) Lansia muda( Young old) usia 66-74 tahun
4) Lansia tua (Old) usia 75-90 tahun
5) Lansia sangat tua (Very Old) kelompok usia lebih dari 90 tahun

Menurut DEPKES R.I (2013), Klasifikasi lansia terdiri dari:


1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan
masalah kesehatan
4) Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
5) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

3. Ciri-ciri lansia

Menurut DEPKES R.I (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:

1) Lansia merupakan periode kemunduran.’

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari factor fisik dan factor

psikologis, sehingga motivasi memiliki peran yang sangat penting dalam

7
8

kemunduran pada lansia, misalnya lansia yang memiliki motivasi rendah

dalam kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan

tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi maka

kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

2) Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan

sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia

menduduki jabatan social di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya

masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena

usianya.

3) Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap social yang tidak menyenangkan

terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya

lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap social

di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang memiliki

tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap social masyarakat menjadi

lebih positif

4) Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan

bentuk prilaku yang buruk, akibat dari perlakuan buruk membuat

penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh lansia yang tinggal

bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan

8
9

karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan

lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan

memiliki harga diri rendah.

4. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono
(2006) yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling
tinggi adalah perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia
ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60
%) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan
yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai
mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini
disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia
perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki
yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat
berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial
dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan
tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai

9
10

anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi


Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau
jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa
pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang
bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan
diharapkan akan menjadi lebih baik (Darmojo & Martono, 2006).
6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan
derajat kesehatan penduduk yang semakin baik. Angka kesehatan
penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari setiap
100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit.
Penyakit terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain
hipertensi, artritis, strok, diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).

5. Teori Proses Menua

Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:


a. Teori – Teori Biologi
1) Teori Genetik Dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.

10
11

2) Pemakaian Dan Rusak


Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah
(rusak).

3) Reaksi Dari Kekebalan Sendiri (Auto Immune Theory)


Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

4) Teori “Immunology Slow Virus” (Immunology Slow Virus Theory)


Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
5) Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
6) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

11
12

8) Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori Kejiwaan Sosial


1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa
mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran; (2) Hambatan
kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2016)

6. Perubahan Pada Lanjut Usia

Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya

banyak perubahan pada lansia yang meliputi :

12
13

a) Perubahan Fisiologis

Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi

pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan

harian atau rutin biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia

yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau sosial yang menghambat

kegiatan akan menganggap dirinya sakit. Perubahan fisiologis pada

lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan

pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan

curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat

patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa

penyakit. Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya

usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan

lingkungan

b) Perubahan Fungsional

Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial.

Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan

penyakit dan tingkat keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan

fungsional dan kesejahteraan seorang lansia.

Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman

dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan

kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan

tanda penyakit akut atau perburukan masalah kesehatan.

c) Perubahan Kognitif

13
14

Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan

gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar

neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan kognitif

maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif

seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,

serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang

normal.

d) Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses

transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang,

maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus

dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman

kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial,

perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan

fungsional dan perubahan jaringan sosial. Menurut Ratnawati (2017)

perubahan psikososial erat kaitannya dengan keterbatasan produktivitas

kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan

mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:

a. Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).

b. Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).

c. Kehilangan teman/kenalan atau relasi

d. Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat

kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut:

14
15

1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan

cara hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih

sempit).

2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari

jabatan. Biaya hidup meningkat padahal penghasilan yang

sulit, biaya pengobatan bertambah.

3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisikTimbul

kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

4) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan

kesulitan.

5) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

6) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan

dengan teman dan keluarga.

7) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

7. Permasalahan Lanjut Usia

Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah (2008) usia

lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum yang

dihadapi oleh lansia diantaranya:

1) Masalah ekonomi

Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki

masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut

15
16

dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti

kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan

kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia yang

memiliki pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki

penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak memiliki

pensiun, akan membawa kelompok lansia pada kondisi tergantung atau

menjadi tanggungan anggota keluarga (Suardiman, 2011).

2) Masalah social

Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial,

baik dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak

sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku

regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek

jika bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti

anak kecil (Kuntjoro, 2007).

3) Masalah kesehatan

Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah

kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan

terhadap penyakit (Suardiman, 2011).

4) Masalah psikososial

Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan

keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau

kemrosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,

misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya

16
17

bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti,

kematian pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau trauma

psikis. (Kartinah, 2008).

8. Pelayanan Kesehatan Pada Lansia

Berdasarkan aspek kesehatan, lansia akan mengalami proses penuaan

yang ditandai dengan penurunan pada daya tahan fisik sehingga rentan

terhadap penyakit. Penurunan fungsi fisik yang terjadi pada lansia yakni

penurunan sistem tubuh seperti sistem saraf, perut, limpa, dan hati,

penurunan kemampuan panca indera seperti penglihatan, pendengaran,

penciuman, dan perasa, serta penurunan kemampuan motorik seperti

kekuatan dan kecepatan. Berbagai penurunan ini berpengaruh terhadap

kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan terhadap

status kesehatannya.

Data dari Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa penyakit yang

banyak terjadi pada lansia yaitu Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti

hipertensi, artritis, stroke, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan

Diabetes Mellitus (DM). Selain berdampak pada kondisi fisik lansia,

proses penuaan juga berdampak pada kondisi psikologisnya. Secara

ekonomi, umumnya lansia dipandang sebagai beban daripada sumber

daya. Sedangkan secara sosial, kehidupan lansia dipersepsikan negatif

yaitu dianggap tidak banyak memberikan manfaat bagi keluarga dan

masyarakat. Stigma yang berkembang di masyarakat tersebut membuat

lansia mengalami penolakan terhadap kondisinya dan tidak bisa

17
18

beradaptasi di masa tuanya, sehingga akan berdampak pada kesejahteraan

hidup lansia.

Peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia diperlukan

untuk mewujudkan lansia yang sehat, berkualitas, dan produktif di masa

tuanya. Pelayanan kesehatan pada lansia harus diberikan sejak dini yaitu

pada usia pra lansia (45-59 tahun). Pembinaan kesehatan yang dilakukan

pada lansia yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor risiko yang harus

dihindari untuk mencegah berbagai penyakit yang mungkin terjadi.

Kemudian perlu juga memperhatikan faktor-faktor protektif yang

dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lansia.

Upaya yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan pada lansia antara lain pelayanan geriatri di rumah

sakit, pelayanan kesehatan di puskesmas, pendirian home care bagi lansia

yang berkebutuhan khusus, dan adanya Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu) Lanjut Usia atau Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu).

Pelayanan kesehatan ini tidak hanya memberikan pelayanan pada

pada upaya kuratif, melainkan juga menitikberatkan pada upaya promotif

dan preventif. Berbagai pelayanan kesehatan tersebut, diharapkan dapat

meningkatkan kualitas hidup lansia (Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia, 2024)

Pelayanan kesehatan pada lansia yang bersifat holistik meliputi

upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya promotif,

merupakan upaya dalam meningkatkan semangat hidup warga lansia agar

18
19

mereka merasa tetap dihargai serta bermanfaat bagi diri mereka sendiri,

keluarga, dan masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan dalam bentuk:

penyuluhan mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan memelihara

kebersihan diri; cara menjaga kesehatan dan kebugaran diri melalui

kegiatan kesegaran jasmani yang disesuaikan dengan kemampuan lansia

dan dilakukan secara teratur; pentingnya menu makanan dengan gizi

seimbang; cara membina mental lansia untuk meningkatkan ketakwaan

terhadap Tuhan YME; cara membina keterampilan pada lansia sesuai

dengan kemampuannya untuk mengembangkan apa yang mereka sukai;

cara meningkatkan aktivitas sosial para lansia di masyarakat; pentingnya

menghindarkan diri dari kebiasaan buruk seperti kopi, alkohol, merokok,

maupun aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental

pada lansia; dan cara menanggulangi masalah kesehatan yang timbul pada

diri lansia sendiri secara tepat.

Upaya preventif merupakan upaya dalam mencegah kemungkinan

timbulnya penyakit dan komplikasi yang diakibatkan oleh proses menua.

Upaya ini dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan seperti: melakukan

deteksi dini terhadap penyakit lansia dengan secara berkala dan teratur

melakukan pemeriksaan kesehatan; menjaga kesehatan dan kebugaran

lansia dengan secara teratur melakukan kesegaran jasmani sesuai dengan

kemampuannya; mengupayakan agar lansia dapat terus berkarya serta

berdaya guna dengan melakukan penyuluhan tentang cara menggunakan

alat bantu seperti kacamata, alat bantu dengar, dan sebagainya; mencegah

19
20

kemungkinan timbulnya kasus kecelakaan dengan melakukan penyuluhan

pada lansia; dan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan YME dengan

melakukan pembinaan mental.

Upaya kuratif merupakan upaya dalam mengobati lansia yang

sakit. Upaya ini dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan seperti:

pemberian layanan kesehatan tingkat dasar; dan pemberian layanan

kesehatan spesifikasi lewat mekanisme rujukan.

Upaya rehabilitatif, merupakan upaya dalam memulihkan

penurunan fungsi organ pada lansia. Upaya ini dapat dilakukan dalam

bentuk kegiatan seperti: pemberian informasi, peningkatan pengetahuan,

serta pelayanan dalam menggunakan bermacam alat bantu seperti alat

bantu dengar, kacamata, dan sebagainya, sehingga lansia dapat terus

berkarya serta merasa dirinya tetap berguna sesuai dengan kemampuan

dan kebutuhan; memperkuat mental lansia dan pengembalian rasa percaya

diri; pembinaan lansia agar mampu memenuhi kebutuhan pribadinya,

serta melakukan kegiatan di dalam dan di luar rumah; pemberian nasihat

mengenai cara hidup yang disesuaikan dengan penyakit lansia; dan

perawatan dengan fisioterapi.

Salah satu upaya pelayanan kesehatan pada lansia di masyarakat

adalah melalui puskesmas santun lansia. Aistyawati (2016)

mengemukakan bahwa puskesmas santun lansia merupakan puskesmas

dengan ciri-ciri berikut ini. Pertama, adanya pelayanan yang baik, sopan,

dan berkualitas dalam arti adanya kesabaran dalam menghadapi lansia;

20
21

adanya kemauan dan kemampuan dalam memberikan informasi secara

jelas; memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur yang ada;

menghargai lansia dengan melayani secara santun dan sopan.

Kedua, adanya kemudahan akses pelayanan pada lansia seperti:

mendahulukan pemberian layanan kesehatan pada lansia; adanya loket

pendaftaran tersendiri; adanya ruang tunggu yang dilengkapi tempat

duduk khusus bagi lansia; adanya toilet atau kamar mandi serta jalan atau

koridor yang aman bagi lansia.

Ketiga, adanya penghapusan atau keringanan biaya pelayanan

kesehatan bagi lansia miskin atau tak mampu yang memiliki keterbatasan

dalam memenuhi biaya hidup ataupun biaya kesehatannya, sehingga

prioritas diberikan pada lansia terlantar atau dari keluarga miskin sesuai

dengan ketentuan yang ada.

Keempat, adanya bimbingan atau dukungan pada lansia dalam

meningkatkan dan memelihara kesehatan dirinya agar tetap bugar dan

mandiri; adanya penyuluhan gizi dan kesehatan, serta perilaku hidup

sehat; menganjurkan lansia agar tetap menjalankan aktivitas

kesehariannya, tetap mengembangkan hobi, dan beraktivitas sosial di

masyarakat lewat kelompok lansia.

Kelima, adanya pelayanan kesehatan yang proaktif agar sebanyak

mungkin dapat menjangkau para lansia yang masuk dalam wilayah kerja

puskesmas; melakukan pembinaan dan fasilitasi pada kelompok lansia

melalui deteksi dini dan pemeriksaan kesehatan, serta melakukan tinjauan

21
22

saat dilakukannya kegiatan; melakukan kunjungan rumah bagi lansia

yang sedang dirawat di rumah; melakukan kunjungan luar gedung atau

pelayanan kesehatan di pusling; dan (6) mengadakan kerjasama di tingkat

kecamatan baik lintas program maupun lintas sektoral berdasarkan asas

kemitraan agar dapat bersama-sama membina lansia untuk meningkatkan

kualitas hidupnya.

22
23

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi dan Hadi Martono. 2006. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
edisi ke 5. FK - UI. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013 Tentang Lanjut Usia


(Lansia)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016 Tentang Kesehatan


Lanjut Usia (Lansia)

Fakultas Keperawatan Univeritas Indonesia. (2024). Pelayanan Kesehatan untuk


Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia. https://nursing.ui.ac.id/pelayanan-
kesehatan-untuk-meningkatkan-kualitas-hidup-lansia/ (diakses pada 20
Februari 2024).

Kartinah dan Agus, S. (2008). Masalah psikososial pada lanjut usia. Berita Ilmu.
Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol 1, No. 1. diakses pada 2024.

Mustika, I. W. (2019). B uku Pedoman Model Asuhan Keperawatan Lansia Bali.


Elderly Care (BEC). Journal of Chemical Information and Modeling.

Potter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 1. Jakarta :


Salemba Medika.

Suardiman, S. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University.


Press.

Ratnawati. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik. Pustaka Baru Press.

World Health Organization (WHO). (2013). Klasifikasi Kelompok Lanjut Usia


(Lansia)

23

Anda mungkin juga menyukai